I. Definisi
Karies gigi merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai dari enamel
terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors)
di dalam rongga mulut yang berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor gigi, mikroorganisme, substrat dan waktu (Chemiawan,
2004).
II. Etiologi
Ada yang membedakan faktor etiologi dengan faktor risiko karies yaitu
etiologi adalah faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm
(lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor
risiko karies adalah faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi
biofilm dan dapat mempermudah terjadinya karies. Karies terjadi bukan
disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi
disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu.
Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor
yang menjadi penyebab terbentuknya karies (Chemiawan, 2004).
Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau
tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor
waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih
(Gambar 2.1). Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut
1
harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang
kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Chemiawan, 2004).
2
mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus
salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang
menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies,
jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 10.000-100.000 sel/mg plak.
Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab
utama karies oleh karena Streptokokus mutans mempunyai sifat asidogenik
dan asidurik (resisten terhadap asam) (Chemiawan, 2004).
4. Faktor Waktu
3
terjadinya karies gigi. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko
adalah pengalaman karies gigi, kurangnya penggunaan fluor, oral hygiene
yang buruk, jumlah bakteri, saliva serta pola makan dan jenis makanan
(Sondang, 2008).
4
meningkatkan kesehatan gigi. Selain itu penggunaan pasta gigi yang
mengandung fluor dapat mencegah terjadinya karies. Pemeriksaan gigi
yang teratur tersebut dapat membantu mendeteksi dan memonitor
masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur
dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi.
Bila plaknya 19 sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan
karies tidak dapat terjadi (Ireland, 2006).
d) Jumlah Bakteri
e) Saliva
5
bersifat belum konstan, karena kelenjarnya masih dalam taraf
pertumbuhan dan perkembangan. Saliva berfungsi sebagai pelicin,
pelindung, penyangga, pembersih, pelarut dan anti bakteri. Saliva
memegang peranan lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva
juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme
tertentu yang berhubungan dengan karies gigi. Sekresi air ludah yang
sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase karies yang tinggi
(Sondang, 2008).
6
secara berlebihan, setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan
minuman yang mengandung karbohidrat (tinggi sukrosa) maka beberapa
bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai memproduksi
asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30
menit setelah makan (Sondang, 2008).
Pada masa lalu karies dipermukaan oklusal dikaitkan dengan pits dan
fissures yang panjang dan sempit di permukaan oklusal gigi posterior,
sehingga digunakan terminology karies pits dan fissures. Penelitian klinis
terakhir menunjukkan bahwa awal terjadinya karies adalah di permukaan
oklusal gigi posterior, sehingga terminologi karies pits dan fissures berubah
menjadi karies oklusal (Fejerskov O., et al., 2008).
7
menyulitkan penetapan diagnosis, karena sulit membedakan antara kavitas
dan anatomis permukaan gigi (Robertson TM., 2006; Ritter AV., et al.,
2013). Karies oklusal pada pits dan fissures digambarkan sebagai bentuk
huruf “V” terbalik, dengan bagian sempit dipermukaan gigi dan bagian yang
lebar dekat dengan dentino-enamel junction. Pola karies pada pits dan
fissures sama dengan karies pada permukaan halus karena serangan karies
parallel dengan enamel rods (Robertson TM., 2006; Ritter AV., et al.,
2013).
3. Karies Akar
8
diperkirakan proses demineralisasi akar gigi terjadi sebelum pH mencapai
pH kritis email 5,5 (Robertson TM., 2006).
IV. Patofisiologi
Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi,
substrat, mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan
misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh 11 bakteri tertentu dan
membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam
tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi (Kidd EAM., et al., 2012).
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa
(gula) dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang
berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis
(5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi
9
karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah
dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan
lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun
kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan
mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis
dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai, yang terlihat hanya lapisan
keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan
membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan 12 enzimnya) dan lapisan
kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak
yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru
setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies
yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi,
suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan
lapisan lima (Suryawati, 2010).
V. Diagnosis
10
diperhatikan, yaitu dasar kavitas pits atau fissures lunak, perubahan warna
di sekitar permukaan pits atau fissures menjadi lebih putih sebagai tanda
adanya remineralisasi email, dan permukaan email yang lunak pada pits atau
fissures dapat terangkat pada waktu dibersihkan (Robertson., 2006).
Karies pada permukaan halus gigi sisi bukal/lanial atau lingual dengan
mudah dapat dideteksi, namun karies yang letaknya proksimal sulit
dideteksi secara visual atau pada pemeriksaan klinis, sehingga diperlukan
pemeriksaan klinis, sehingga diperlukan pemeriksaan radiologis. Haisl
pemeriksaan radiologi dengan foto bite-wing atau panoramik dapat
menunjukkan gambaran radiolusen pada sisi proksimal, di bawah titik
kontak akibat proses demineralisasi. Penilaian klinis yang tepat harus
dilakukan untuk menilai apakah sudah terbentuk kavitas atau belum,
sehingga preparaso dan restorasi dapat dilakukan (Robertson., 2006).
VI. Pencegahan
Karies gigi adalah penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan ini meliputi
seluruh aspek kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter gigi, individu dan
masyarakat yang mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Sehubungan dengan
hal ini, pelayanan pencegahan difokuskan pada tahap awal, sebelum timbulnya
11
penyakit (pre-patogenesis) dan sesudah timbulnya penyakit (patogenesis)
(Angela A, 2005).
1. Pencegahan Primer
2. Pencegahan Sekunder
3. Pencegahan Tersier
12
VII. Tatalaksana Karies
13
kesehatan gigi dan mulut yang baik (Robertson TM., 2006; Walmsley AD., et
al., 2007).
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Angela A. 2005. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi.
Dent J. 38: 130-4.
2. Behrman RL. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Dian Rakyat.
3. Cawson RA, Odell EW. Cowson’s essentials of oral pathology and oral
medicine. Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier; 2008: 40-54.
4. Chemiawan E, Gartika M, Indriyanti R. 2004. Perbedaan prevalensi karies
pada anak sekolah dasar dengan program UKGS dan tanpa UKGS. Laporan
Penelitian. Bandung: Universitas Padjadjaran Bandung. hlm. 2-5.
5. Dorland, WAN. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31.Jakarta : EGC
6. Farsi N. 2007. Signs of oral dryness in relation to salivary flow rate, pH,
buffering capacity and dry mouth complaints. BMC Oral Health. hlm.7-15.
7. Fejerskov O, Nyvad B, Kidd EAM. Pathology of dental caries. Dalam:
Fejerskov O, Kidd E, Nyvad B, Baelum V. Dental caries. The disease and its
clinical management. 2nd ed. Oxford. Blackwell Munksgaard Ltd; 2008: 35.
8. Ireland R. 2006. Clinical Textbook of Dental Hygiene and Therapy. 1st ed.
UK: Blackwell Munksgaard. hlm. 75-82.
9. Kidd EAM, Bechal SJ. 2012. Dasar-Dasar Karies-Penyakit dan
Penanggulangan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. p.2.
10. Rethman J. 2000. Trends in preventive care: caries risk assessment and
indications for Sealant. JADA. (131):8-11.
11. Ritter AV, Eidson RS, Donovan TE. Dental caries: etiology, clinical
characteristics, risk assessment, and management. Dalam: Heymann HO, Swift
EJ, Ritter AR. Art and science of operative dentistry. 6th ed. St.Louis: Elsevier
Mosby; 2013: 41-86.
12. Robertson TM. Cariology: the lesion, etiology, prevention, and control. Dalam:
Robertson TM, Heymann HDO, Swift EJ. Art and science of operative
dentistry. 5th ed. St. Louis: Mosby Elsevier; 2006:67-131.
13. Sasmita IS, Pertiwi ASP. Identifikasi, pencegahan dan restorasi sebagai
penatalaksanaan karies gigi pada anak. Diunduh dari http//www.unpad.ac.id,
25 September 2013.
14. Sondang P, Hamada T. 2008. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan
pemeliharaan. Terbitan I. Medan: USU Press. hlm. 25-37.
15. Suryawati PN. 2010. 100 Pertanyaan Penting Perawatan Gigi Anak. Jakarta:
Dian Rakyat.
16. Zero DT, Fontana M, Martinez-Mier EA, Ferreira-Zandona A, Ando M,
González-Cabezas C, et al. The Biology, prevention, diagnosis and treatment
of dental caries Scientific Advances in the United States. J Am Dent Assoc.
2009; 140 (suppl 1): 25S-34S.
17. Walmsley AD, Walsh TF, Lumley PJ, Burke FJT, Shortall ACC, Hayes-Hall
R, et al. Restorative dentistry. 2nd ed. Edinburgh: Churchill Livingstone
Elsevier; 2007. h. 57-64.
15
16