Karies Gigi
Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu, enamel,
dentin dan sementum disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi
pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Dua bakteri
yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi berlubang adalah Streptococcus
Mutans dan Lactobacillus. Jika dibiarkan dan tidak diobati, maka dapat menyebabkan
rasa sakit, infeksi dan kehilangan gigi. Saat ini, karies tetap merupakan salah satu
penyakit yang paling umum diseluruh dunia.
d. Waktu
Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang
dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies
untuk berkembang menjadi suatu kavitas, diperkirakan 6-48 bulan.
Bila pH kritis tercapai, mulai terjadi interaksi progresif ion asam dengan fosfat
pada hidroksiapatit
Diagnosis Karies
1. Karies Dini/karies enamel tanpa kavitas yaitu karies yang pertama terlihat
secara klinis, berupa bercak putih pada enamel. Anamnesis pada karies enamel tidak
ada keluhan, tanpa kavitas, namun adanya bintik putih pada gigi. Terapi yang
dilakukan dengan pembersihan gigi, diulas dengan flour, dan edukasi pasien.
2. Karies dini/karies enamel dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada
enamel sebagai lanjutan dari karies dini. Anamnesa pada pasien belum ada rasa ngilu.
Pemeriksaan sonderen sudah terdapat kavitas, tes termal menggunakan chlor ethil
tidak ada terasa ngilu. Terapi dengan penambalan.
3. Karies dengan dentin terbuka/ hipersensitif dentin yaitu peningkatan
sensitiftas karena terbukanya dentin. Anamnesa pada pasien kadang-kadang rasa
ngilu waktu masuk makanan, saat minum dingin, asam dan asin dan biasanya rasa
ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan, rasa sakit harus karena adanya
rangsangan, tidak sakit secara spontan. Pemeriksaan sonderen sudah terdapat kavitas
cukup dalam, perkusi tidak ada rasa sakit, tes termal terasa ngilu. Terapi dengan
penambalan.
4. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan pulpa
awal sampai sedang akibat rangsangan. Anamnesa biasanya pasien nyeri bila minum
panas, dingin, asam dan asin, nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus,
rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan. Pemeriksaan sonderen
terdapat kavitas yang dalam, tes termal terasa ngilu. Terapi dengan penambalan /pulp
caping dengan penambalan Ca(OH) ± 1 minggu untuk membentuk dentin sekunder.
5. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru atau dapat juga yang
sudah berlangsung lama.
Pulpitis irreversibel terbagi :
a. Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru yang ditandai
dengan rasa nyeri akut yang hebat. Anamnesa nyeri tajam spontan yang
berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang telinga, biasanya penderita
tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit. Pemeriksaan sonderen terdapat
kavitas yang dalam, tes termal masih menunjukkan respon ngilu atau nyeri.
Terapi bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit dengan perawatan saluran
akar .
b. Pulpitis irreversibel kronis yaitu peradangan pulpa yang berlangsung lama.
Anamnesa, gigi sebelumnya pernah sakit, rasa sakit dapat hilang timbul secara
spontan, nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti panas, dingin,
asam, manis, dan penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit.
Pemeriksaan sonderen terdapat kavitas yang dalam dan menembus pulpa, tes
termal tidak memberikan respon, pada sebagian kasus menunjukkan
perubahan warna gigi menjadi lebih gelap. Terapi dengan perawatan saluran
akar.
(B) Ukuran Karies ( size ) : Karies yang tidak dirawat akan meluas dan terjadi
demineralisasi lanjut yang berhubungan dengan lokasi yang sudah disebutkan di
atas. Ukuran lesi dapat diidentifikasi seperti berikut :
1. Size 0 :
Lesi yang bisa terjadi dilokasi manapun, dapat diidentifikasi namun tidak
ditemukan adanya kavitas pada permukaan. Pada ukuran ini masih
memungkinkan terjadi penyembuhan atau remineralisasi.
2. Size 1 :
Lesi minimal yang terkecil yang membutuhkan tindakan operatif. Masih
memungkinkan terjadi remineralisasi.
3. Size 2 :
Lesi dengan kavitas berukuran sedang. Struktur masih cukup kuat dan
sehat untuk menjaga integritas mahkota gigi dan untuk menerima beban
oklusal.
4. Size 3 :
Kavitas yang perlu diubah/dimodifikasi dan diperbesar untuk
menyediakan suatu perlindungan untuk jaringan yang tersisa agar bisa
menerima beban.
5. Size 4 :
Kavitas lebih meluas hingga menyebabkan kehilangan cusp pada gigi
posterior atau incisal edge pada gigi anterior. (Mount, 2009).
Pembahasan
Berdasarkan penelitian Leman M.A 2009, dinyatakan bahwa konsep
klasifikasi GV Black kurang tepat digunakan untuk standar minimal intervention
dentistry dan dikatakan penggunaan sistem klasifikasi Mount dan Hume adalah lebih
tepat. Klasifikasi kavitas gigi menurut GV Black ini sering digunakan dalam
mendiagnosa karies dalam kedokteran gigi. Preparasi kavitas yang tradisional
biasanya hanya dilakukan hanya setelah karies sudah mencapai stadium lanjut dan
dapat dilihat oleh mata yang telanjang, karena permulaan tahap kavitas tidak dapat
dilihat oleh mata yang telanjang dan radiografi pun tidak digunakan secara umum.2
Oleh karena itu, rongga tidak didiagnosis sampai cukup besar untuk diidentifikasi
dengan mata telanjang. Ada banyak perubahan dan banyak kemajuan dalam
pemahaman karies, serta bentuk lain dari kehilangan progresif struktur gigi.
Klasifikasi GV Black pula mempunyai banyak keterbatasan dan tidak fleksibel untuk
modifikasi yang sederhana. Maka, disarankan untuk diganti dengan konsep
klasifikasi dari Mount dan Hume karena ketepatan mendiagnosa karies berdasarkan
lokasi dan ukurannya, dan lebih sesuai dengan standar minimal intervention dentistry.
Menurut penelitian Ricketts dan Pitts 2009, penggunaan ICDAS dan Mount
dan Hume lebih sesuai digunakan untuk klasifikasi karies walaupun klasifikasi GV
Black masih banyak digunakan di banyak institusi dan universitas si seluruh dunia.
Penggunaan kode dari klasifikasi ICDAS II ada menjelaskan tentang kedalaman lesi
karies, dibandingkan dengan GV Black yang hanya menyatakan lokasi karies pada
gigi. Penelitian yang lebih lanjut berkaitan dengan ICDAS II berdasarkan aktivitas
lesi karies ( Ekstrand dkk) dan cara-cara mendeteksi lesi karies menegaskan bahwa
penggunaan klasifikasi ICDAS dapat menentukan pilihan perawatan yang lebih
sesuai berdasarkan diagnose lesi karies. Suatu proposal baru telah disarankan kepada
American Dental Association dari ICDAS Committee, dimana kode ICDAS
dikelompokkan kepada 3 tahap karies dan disesuaikan dengan format kode Mount
dan Hume. Salah satu keuntungan dari sistem ini adalah kedalam kares pada gigi juga
dapat dideteksi.
Menurut Wals LJ dan Brostek, klasifikasi Mount dan Hume digunakan untuk
memfasilitasi deteksi dan mencatat lesi dini, dan membantu dokter untuk
menghindari kendala dari sistem klasifikasi GV Black, sistem klasifikasi ini
menggambarkan sisi dan tingkat keparahan lesi, dan menggunakan identifikasi visual
permukaan (basah dan kering), tanpa menggunakan instrumen yang tajam. Kemudian
terdapat sistem klasifikasi yang lebih baru yangdisebut ICDAS II (Sistem Deteksi dan
Penilaian Karies Internasional) yang dapat diterapkan untuk permukaan gigi. ICDAS-
II melengkapi sistem Mount dan Hume dengan mengkarakterisasi lesi yang terkait
dengan kedalaman histologisnya. Studi yang mempelajari metodologi ICDAS II
membenarkan keakuratannya untuk memprediksi penetrasi lesi karies hingga ke
dentin dengan validasi secara histologis. (wlash2013)
Menurut Graham J Mount, terdapat masalah mendasar dalam konsep
klasifikasi GV Black karena kalsifikasi ini mengidentifikasi posisi lesi dan
menentukan desain rongga tanpa memperhitungkan ukuran dan luas lesi. Hal berarti
bahwa terdapat sejumlah struktur gigi yang harus dibuang baik yang terlibat dengan
karies ataupun tidak sehingga kavitas yang dipreparasi untuk lesi awal seringkali
lebih besar dari yang seharusnya. Pemahaman tentang proses penyakit dan bahan
yang digunakan untuk mengkoreksi lesi telah berubah banyak dalam beberapa tahun
terakhir. Oleh karena itu, jika mengacu pada konsep intervensi minimal diperlukan
klasifikasi yang mengidentifikasi posisi lesi pada mahkota gigi yang terbuka dan
sejauh mana perkembangannya. Mount mencontohkan pada saat kehilangan integritas
permukaan dan terbentuknya kavitas, terdapat kebutuhan untuk intervensi perawatan
untuk menghilangkan kavitas di permukaan dan mencegah akumulasi plak lebih
lanjut. Pada saat yang sama bahan restoratif harus mampu menutup margin dengan
baik terhadap kebocoran mikro sehingga infeksi bakteri yang tersisa di dalam rongga
akan dapat dicegah. Pada kasus ini berarti bahwa glass-ionomer adalah bahan utama
pilihan dan dapat dilapisi lagi dengan komposit resin jika diperlukan. Hasilnya akan
menjadi stasis dalam lesi dengan potensi remineralisasi. Dengan demikian desain
rongga, dan bahan yang digunakan untuk memperbaikinya, dapat lebih baik
ditentukan berdasarkan posisi dan luasnya lesi daripada desain rongga geometris yang
ada dalam klasifikasi GV. Black. (Mount)
Kesimpulan