Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

Pemeliharaan gigi anak merupakan salah satu komponen penting dalam


mencegah timbulnya permasalahan lebih lanjut pada rongga mulut. Pencegahan yang
dilakukan sejak dini dapat mempertahankan kesehatan gigi dan menjaga kesehatan
struktur rongga mulut. Ilmu Kedokteran Gigi Anak mencakup diagnosis dan
perawatan berbagai penyakit mulut serta kondisi yang ditemukan pada rongga mulut
anak dan remaja termasuk karies, penyakit periodontal, gangguan mineralisasi,
gangguan perkembangan dan erupsi gigi, serta trauma baik pada anak-anak yang
sehat maupun anak-anak dengan kebutuhan khusus.1
Karies merupakan penyakit yang ada di semua negara di dunia. Tanda dan gejala
terakumulasi seiring bertambahnya usia, dengan prevalensi 100% di sebagian besar
populasi. Karies gigi merupakan penyebab utama kehilangan gigi dan rasa nyeri di
daerah mulut. Karies merupakan penyakit utama dalam hal kesehatan mulut
masyarakat yang menghambat pencapaian dan pemeliharaan kesehatan mulut pada
semua kelompok umur. (131627-12903-2018-Article-583)
WHO menyatakan bahwa masalah global penyakit mulut masih berlanjut
meskipun telah terjadi perkembangan besar dalam kesehatan mulut di beberapa
negara. WHO mengklaim bahwa kesehatan mulut yang buruk dapat memiliki efek
besar terhadap kesehatan umum serta kualitas hidup, dan beberapa penyakit mulut
berhubungan dengan penyakit kronis. (KhusbuandsatyamDentalcariesReview)
Menurut laporan first-ever United States Surgeon General tentang kesehatan
mulut di Amerika yang diterbitkan pada Mei tahun 2000, karies gigi adalah satu-
satunya penyakit kronis pada anak. Seperti yang dinyatakan Edelstein dan Douglass,
karies gigi tidak dapat sembuh sendiri, seperti flu biasa, dan karies juga tidak dapat
diobati dengan antibiotik sederhana. (buku 13 copy)
Banyak data lain yang membuktikan bahwa para ahli mempelajari banyak hal
selama abad kedua puluh tentang pencegahan karies gigi, tetapi variabel lain yang
berkontribusi pada penyebaran penyakit di antara banyak individu di dunia terus
menggagalkan upaya peneliti untuk menghilangkan masalah kesehatan ini. Meskipun
metode yang efektif dilakukan untuk pencegahan dan penatalaksanaan penyakit,
kebutuhan akan perawatan yang tidak terpenuhi, terutama pada anak-anak tidak
berkurang. (buku 13 copy)
Menurut RISKESDAS tahun 2007 dari 21,6% anak usia 5-9 tahun yang
memiliki masalah gigi dan mulut hanya 30,9% yang menerima perawatan dan pada
anak usia 10-14 tahun sebanyak 20,6% memiliki masalah gigi dan mulut, namun
26,6% saja yang menerima perawatan. Pada total semua populasi di Indonesia, nilai
Required Treatment Index (RTI) yaitu besarnya kerusakan yang belum ditangani dan
membutuhkan perawatan atau pencabutan sebesar 25,2% sedangkan untuk wilayah
Sumatera Utara berada pada urutan kelima untuk wilayah Sumatera yaitu sebesar
25,8%.5
Pada RISKESDAS 2013 sebanyak 28,9% anak berusia 5-9 tahun mengalami
masalah gigi dan mulut dan pada usia 10-14 tahun sebesar 25,2%. Dari data tersebut
Effective Medical Demand (EMD) yaitu keterjangkauan mendapatkan pelayanan
medis sebesar 10,1 % untuk usia 5-9 tahun dan 7,1% untuk usia 10-14 tahun. Nilai
EMD untuk wilayah Sumatera Utara sendiri sebesar 4,9% sangat jauh jika
dibandingan dengan nilai EMD pada keseluruhan populasi di Indonesia yaitu sebesar
8,1%.6
Meskipun karies merupakan penyakit mulut yang terjadi di seluruh dunia,
menurut Baelum dan Fejerskov, tidak ada ketentuan mengenai kriteria dan metode
mana yang harus digunakan untuk pendeteksiannya. Dalam beberapa dekade terakhir,
berbagai metode baru telah dikembangkan untuk mengukur karies pada suatu
populasi. Beberapa metode dapat mengukur lesi enamel awal non-kavitas, yang
diamati hanya setelah mengeringkan permukaan gigi, seperti yang ditunjukkan dalam
sistem penilaian ICDAS (International Caries Detection and Assessment System).
Metode lain yang paling sering digunakan sejak tahun 1900-an adalah kalsifikasi G.V
Black, yang secara umum telah digunakan untuk mendeteksi karies. Selain itu juga
terdapat pengelompokkan jenis karies yaitu klasifikasi yang dikemukakan oleh
Mount dan Hume yang membahas karies berdasarkan ukuran karies (size) dan sisi
gigi yang terkena (site). Perubahan ambang diagnostik ini mempengaruhi hasil
tingkat prevalensi yang dihitung menggunakan masing-masing metode. Setiap
klasifikasi memiliki keterbatasan, oleh karena itu, berbagai indeks baru terus
dikembangkan
Makalah ini bertujuan untuk membandingkan klasifikasi karies berdasarkan
Mount dan Hume, ICDAS, dan GV. Black menentukan jenis karies gigi sehingga
memberi informasi untuk pilihan di masa yang akan datang mengenai metode
klasifikasi karies.

Karies Gigi
Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu, enamel,
dentin dan sementum disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi
pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Dua bakteri
yang paling umum bertanggung jawab untuk gigi berlubang adalah Streptococcus
Mutans dan Lactobacillus. Jika dibiarkan dan tidak diobati, maka dapat menyebabkan
rasa sakit, infeksi dan kehilangan gigi. Saat ini, karies tetap merupakan salah satu
penyakit yang paling umum diseluruh dunia.

Etiologi Karies Gigi


Terdapat tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan
rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang
digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih. Untuk terjadinya karies,
maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang
rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.
a.Host
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai Host terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor
kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap
karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit
dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan
plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan
jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral
(kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel
mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat
dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin
padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies
daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih
banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada
gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi
tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies
pada anak-anak.
b. Agen atau Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya
karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme
yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi
mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram
positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti streptococcus mutans,
streptococcus sanguis, streptcoccus mitis dan streptcoccus salivarius serta beberapa
strain lainnya. Pada penderita karies aktif, jumlah lactobasilus pada plak gigi berkisar
104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S.mutans yang diakui sebagai penyebab
utama karies oleh karena S.mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik
(resistensi terhadap asam).
c. Substrat
Substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan
enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan
lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung
mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak
mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai
karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang
peranan penting dalam terjadinya karies.

d. Waktu
Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang
dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies
untuk berkembang menjadi suatu kavitas, diperkirakan 6-48 bulan.

Gambar 1. Etiologi Karies

Patogenesis Karies Gigi


Karies gigi dimulai dengan kerusakan pada email yang dapat berlanjut ke
dentin. Untuk dapat terjadinya suatu proses karies pada gigi dibutuhkan empat faktor
utama yang harus saling berinteraksi yaitu faktor host, agent, substrat dan waktu.
Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak beserta bakteri
penyusunnya. Dalam proses terjadinya kries, mikroorganisme lactobacillus dan
streptococcus mempunyai peranan yang sangat besar. Proses karies dimulai oleh
streptococcus dengan membentuk asam sehingga menghasilkan pH yang lebih
rendah. Penurunan pH tersebut mendorong lactobacillus untuk memproduksi asam
dan menyebabkan terjadinya proses karies.
Streptococcus memiliki sifat-sifat tertentu yang memungkinkannya
memegang peranan utama dalam proses karies gigi, yaitu memfermentasi karbohidrat
menjadi asam sehingga mengakibatkan pH turun, membentuk dan menyimpan
polisakarida intraseluler dari berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini dapat
dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut bila karbohidrat eksogen kurang
sehingga menghasilkan asam terus menerus.
Proses karies gigi diperkirakan sebagai perubahan dinamik antara tahap
demineralisasi dan remineralisasi. Proses demineralisasi merupakan proses hilangnya
sebagian atau keseluruhan dari kristal enamel. Demineralisasi terjadi karena
penurunan pH oleh bakteri kariogenik selama metabolisme yang menghasilkan asam
organik pada permukaan gigi dan menyebabkan ion kalsium, fosfat dan mineral yang
lain berdifusi keluar enamel membentuk lesi di bawah permukaan sedangkan proses
demineralisasi adalah proses pengembalian ion-ion kalsium dan fosfat yang terurai ke
luar enamel atau kebalikan reaksi demineralisasi dengan penumpatan kembali
mineral pada lesi dibawah permukaan enamel. Remineralisasi terjadi jika asam pada
plak dinetralkan oleh saliva, sehingga terjadi pembentukan mineral baru seperti
kalsium dan fosfat menggantikan mineral yang telah hilang dibawah permukaan
enamel.
Proses remineralisasi dan demineralisasi terjadi secara bergantian di dalam
rongga mulut selama mengkonsumsi makanan dan minuman. Lesi awal karies dapat
mengalami remineralisasi tergantung pada beberapa faktor diantaranya diet,
penggunaan fluor dan keseimbanhan pH saliva. Jika lapisan tipis enamel masih utuh,
lesi awal karies akan mengalami remineralisasi sempurna. Sebaliknya, jika lapisan
enamel rusak maka proses remineralisasi tidak dapat terjadi secara sempurna dan gigi
harus direstorasi. Jika lesi awal karies mengalami demineralisasi terus-menerus, maka
lesi akan berlanjut ke dentin membentuk kavitas yang tidak dapat kembali normal
(irreversible), tetapi mungkin juga tidak berkembang (arrested).
Skema proses terjadinya karies
Interaksi bakteri Strepcoccus mutans dengan pelikel pada permukaan gigi

Akumulasi dan kolonisasi S. mutans

Metabolisme karbohidrat oleh S.mutans menghasilkan asam laktat

Penurunan pH plak menyebabkan suasana asam pada permukaan gigi

Ion asam bereaksi dengan fosfat pada saliva menghasilkan plak/kalkulus

Bila pH kritis tercapai, mulai terjadi interaksi progresif ion asam dengan fosfat
pada hidroksiapatit

DEMINERALISASI : melarutkan permukaan kristal hidroksiapatit


sebagian/penuh

Bila pH dinetralkan (peningkatan Penurunan pH lebih lanjut


pH) dan terdapat ion Ca2+ dan Demineralisasi > Remineralisasi
PO43- dalam jumlah cukup >> Terbentuk kavitas
REMINERALISASI>> Kavitas makin dalam
membentuk kembali HA

Diagnosis Karies
1. Karies Dini/karies enamel tanpa kavitas yaitu karies yang pertama terlihat
secara klinis, berupa bercak putih pada enamel. Anamnesis pada karies enamel tidak
ada keluhan, tanpa kavitas, namun adanya bintik putih pada gigi. Terapi yang
dilakukan dengan pembersihan gigi, diulas dengan flour, dan edukasi pasien.
2. Karies dini/karies enamel dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada
enamel sebagai lanjutan dari karies dini. Anamnesa pada pasien belum ada rasa ngilu.
Pemeriksaan sonderen sudah terdapat kavitas, tes termal menggunakan chlor ethil
tidak ada terasa ngilu. Terapi dengan penambalan.
3. Karies dengan dentin terbuka/ hipersensitif dentin yaitu peningkatan
sensitiftas karena terbukanya dentin. Anamnesa pada pasien kadang-kadang rasa
ngilu waktu masuk makanan, saat minum dingin, asam dan asin dan biasanya rasa
ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan, rasa sakit harus karena adanya
rangsangan, tidak sakit secara spontan. Pemeriksaan sonderen sudah terdapat kavitas
cukup dalam, perkusi tidak ada rasa sakit, tes termal terasa ngilu. Terapi dengan
penambalan.
4. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan pulpa
awal sampai sedang akibat rangsangan. Anamnesa biasanya pasien nyeri bila minum
panas, dingin, asam dan asin, nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus,
rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan. Pemeriksaan sonderen
terdapat kavitas yang dalam, tes termal terasa ngilu. Terapi dengan penambalan /pulp
caping dengan penambalan Ca(OH) ± 1 minggu untuk membentuk dentin sekunder.
5. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru atau dapat juga yang
sudah berlangsung lama.
Pulpitis irreversibel terbagi :
a. Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru yang ditandai
dengan rasa nyeri akut yang hebat. Anamnesa nyeri tajam spontan yang
berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang telinga, biasanya penderita
tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit. Pemeriksaan sonderen terdapat
kavitas yang dalam, tes termal masih menunjukkan respon ngilu atau nyeri.
Terapi bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit dengan perawatan saluran
akar .
b. Pulpitis irreversibel kronis yaitu peradangan pulpa yang berlangsung lama.
Anamnesa, gigi sebelumnya pernah sakit, rasa sakit dapat hilang timbul secara
spontan, nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti panas, dingin,
asam, manis, dan penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit.
Pemeriksaan sonderen terdapat kavitas yang dalam dan menembus pulpa, tes
termal tidak memberikan respon, pada sebagian kasus menunjukkan
perubahan warna gigi menjadi lebih gelap. Terapi dengan perawatan saluran
akar.

Klasifikasi Karies Gigi


Berdasarkan Stadium
Pada klasifikasi ini, karies dibagi menurut kedalamnya (Tarigan, 2013):
a. Karies Superfisialis
Karies baru mengenai email saja, sedang dentin belum terkena.
b. Karies Media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
c. Karies Profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah
mengenai pulpa. Karies profunda ini dapat kita bagi lagi menjadi:
1. Karies profunda stadium I : Karies telah melewati setengah dentin, biasanya
belum dijumpai radang pulpa.
2. Karies profunda stadium II : Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi
karies dengan pulpa. Biasanya disini telah terjadi radang pulpa.
3. Karies profunda stadium III : Pulpa telah terbuka dan dijumpai bermacam-
macam radang pulpa.

Klasifikasi G.V Black


Selama bertahun-tahun, lesi karies diklasifikasikan menurut G.V. Black's, yang
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1908 dan masih digunakan sampai sekarang.
Berikut ini adalah Klasifikasi Karies Gigi G.V. Black:
1. Kelas I.
Karies pada permukaan oklusal yaitu pada 2/3 oklusal, baik pada permukaan
labial/lingual/palatal dari gigi-geligi dan juga karies yang terdapat pada
permukaan lingual gigi-gigi depan.
2. Kelas II.
Karies yang terdapat pada permukaan proksimal dari gigi-geligi belakang
temasuk karies yang menjalar ke permukaan oklusalnya.
3. Kelas III
Karies yang terdapat pada permukaan proksimal dari gigi-geligi depan dan
belum mengenai tepi insisal.
4. Kelas IV
Karies pada permukaan proksimal gigi geligi depan dan telah mengenai tepi
insisal.
5. Kelas V
Karies yang terdapat pada 1/3 servikal dari permukaan bukal/labial atau
lingual palatinal dari seluruh gigi geligi
6. Kelas VI
Karies yang terdapat pada incisal edge dan cusp oklusal pada gigi belakang
yang disebabkan oleh abrasi, atrisi atau erosi.

Gambar 2. Klasifikasi G.V Black


Klasifikasi ICDAS
International Detection and Assessment System (ICDAS), satu set kriteria
visual klinis standar baru untuk mendeteksi lesi karies, yang diperkenalkan pada
tahun 2003. Alasan dari sistem ICDAS adalah untuk menciptakan sistem deteksi
karies terstandarisasi mengikuti pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan
berdasarkan pada yang paling mutakhir.
Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk menyatukan kriteria pengukuran
aktivitas karies antara studi epidemiologis dan klinis, juga dirancang untuk
mendeteksi karies pada permukaan enamel dan dentin, serta, koronal dan permukaan
akar. Sistem ICDAS diperkenalkan pada tahun 2003, dan dimodifikasi pada tahun
2005 pada workshop ICDAS di Baltimoreto. Sistem ICDAS terdiri dari 6 kode.
ICDAS mengklasifikasi karies berdasarkan keparahan kariesnya, misalnya masih
belum ada kavitas, sampai kavitas yang mencapai pulpa.

D1 : Terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering


D2: Terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat baah.
D3: Karies mencapai email.
D4: Karie hampir mengenai .dentin
D5: Karies mencapai dentin.
D6: Karies mencapai pulpa.
Gambar 3. Visualisasi karies menurut klasfikasi ICDAS

Klasifikasi Mount and Hume


Prinsip intervensi minimal adalah mempertahankan struktur gigi asli
semaksimal mungkin dengan mempertahankan kekuatan dan integritas dari mahkota
gigi. Berdasarkan prinsip ini, Mount dan Hume memperkenalkan klasifikasi lesi
karies yang baru (1997), yaitu berdasarkan lokasi ( site ) dan ukuran (size).1
Klasifikasi Mount dan Hume diperkenalkan sebagai suatu perbaikan dari
klasifikasi GV Black. Salah satu kekurangan dari klasifikasi GV Black adalah
pembagianya yang hanya berdasarkan lokasi karies dan tidak berserta dengan ukuran
karies. Hal ini dapat meyebabkan struktur gigi yang masih bagus turut hilang saat
preparasi. Oleh itu, klasifikasi Mount dan Hume digunakan juga untuk mendiagnosa
karies dengan benar dan tepat, berdasarkan lokasi dan juga ukuran karies supaya
struktur gigi yang masih bagus dapat dipertahankan dan hanya struktur karies yang
dibuang. Ini dikenali sebagai prinsip minimal intervention.2
Klasifikasi Mount dan Hume pertama kali diusulkan dalam sebuah artikel di
Quintessence Internasional di 1997 dan kemudian dipublikasikan di buku teks dan
kemudian dimodifikasi dalam artikel lain. Konsep ini telah diserahkan kepada
Federation Dentaire Internationale untuk persetujuan dan telah diterima di beberapa
negara di seluruh dunia. Saat ini klasifikasi Mount dan Hume sedang diajarkan juga
seiring dengan klasifikasi GV Black karena pasti akan ada kebutuhan untuk
pemahaman penuh dari kedua sistem untuk pengobatan yang tepat untuk pasien. Lesi
karies biasanya terjadi pada daerah yang sering akumulasi plak, yaitu di mahkota gigi
dan akar gigi. Oleh karena itu, parameter pertama untuk klasifikasi adalah :
(A) Lokasi Karies ( site) : Karies berdasarkan lokasinya hanya terjadi di tiga
daerah yang berbeda pada permukaan dari mahkota gigi, yaitu :
1. Site 1:
Karies di daerah pit dan fisur pada permukaan oklusal gigi posterior dan
pada permukaan enamel.
2. Site 2 :
Karies di bawah kontak area antar gigi, baik gigi anterior maupun
posterior.
3. Site 3 :
Karies di daerah servikal yang berhubungan dengan gingiva termasuk
permukaan akar yang terbuka.

(B) Ukuran Karies ( size ) : Karies yang tidak dirawat akan meluas dan terjadi
demineralisasi lanjut yang berhubungan dengan lokasi yang sudah disebutkan di
atas. Ukuran lesi dapat diidentifikasi seperti berikut :
1. Size 0 :
Lesi yang bisa terjadi dilokasi manapun, dapat diidentifikasi namun tidak
ditemukan adanya kavitas pada permukaan. Pada ukuran ini masih
memungkinkan terjadi penyembuhan atau remineralisasi.
2. Size 1 :
Lesi minimal yang terkecil yang membutuhkan tindakan operatif. Masih
memungkinkan terjadi remineralisasi.
3. Size 2 :
Lesi dengan kavitas berukuran sedang. Struktur masih cukup kuat dan
sehat untuk menjaga integritas mahkota gigi dan untuk menerima beban
oklusal.
4. Size 3 :
Kavitas yang perlu diubah/dimodifikasi dan diperbesar untuk
menyediakan suatu perlindungan untuk jaringan yang tersisa agar bisa
menerima beban.
5. Size 4 :
Kavitas lebih meluas hingga menyebabkan kehilangan cusp pada gigi
posterior atau incisal edge pada gigi anterior. (Mount, 2009).

Gambar 4. Klasifikasi karies menurut Mount dan Hume

Gambaran desain masing-masing lokasi (site) dan ukuran (size) masih


dalam penelitian yang lebih lanjut tetapi pengamatan berikut adalah hasil dari
beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan:
Site 1, size 0 = menggambarkan fisur yang dalam pada bagian oklusal pada
gigi sedang erupsi, tetapi belum menjadi jaringan karies. Situasi ini memerlukan
penanganan yang tepat dan tuntas karena bagian permukaan oklusal gigi posterior
menerima beban okusal yang berat saat mastikasi dan ini memungkinkan
penumpukan bakteri dan dapat mendorong bakteri lebih dalam ke permukaan pit dan
fissure. Anatomi pit dan fissure menyulitkan proses profilaksis dan kontrol plak, jadi
ini menyebabkan daerah pit dan fissure rentan terhadap kejadian karies. Pada tahap
ini pencegahan dengan fissure sealant cukup memadai dan tidak memerlukan
preparasi gigi yang berlebihan.
Apabila lesi pada site 1 sudah mencapai size 1, maka restorasi harus dilakukan
karena lesi tersebut akan sering menerima beban oklusal dan ini menyulitkan bagian
oklusal untuk bebas dari plak. Karies pada fisur dapat berkembang dengan cepat
kalau tidak ditangani dan dapat mencapai ke permukaan dentin.
Pada lesi site 2 size 0, restorasi belum diwajibkan karena daerah ini tidak
menerima beban oklusal. Lesi white spot pada tahap awal harus ditangani dengan
minimal intervention dahulu yaitu dengan memberi edukasi kepada pasien tentang
cara menjaga oral hygiene supaya proses remineralisasi dapat berlaku.
Lesi size 1 dan size 2 pada semua 3 lokasi (site) secara umum adalah indikasi
permulaan tahap lesi yang masih dapat diperbaiki dengan preparasi kavitas yang
konservatif dan dengan menggunakan bahan restorasi yang sederhana. Namun,
apabila lesi sudah mencapai klasifikasi size 3 atau diatasnya sudah pasti harus
melakukan perbaikan dimana bahan restorasi yang lebih kuat diindikasikan seperti
amalgam ataupun penggunaan crown. Pada lesi site 1 dan site 2 yang lebih besar
mungkin diperlukan perlindungan atau penggantian cusp gigi dan ini berarti teknik
restorasi yang lebih kompleks diperlukan.

Keuntungan dari klasifikasi Mount dan Hume :


Disarankan bahwa ada sejumlah keuntungan yang dapat diperoleh dari
penggunaan klasifikasi ini:
1. Sistem numerik sederhana yang dapat dengan mudah disesuaikan dengan catatan
komputer.
2. Dapat mendeteksi adanya lesi kariess serta dimensi relatif dari tahap paling
awal.
3. Mencatat meningkatnya kompleksitas teknik yang terlibat dalam pemulihan lesi
karies.
4. Mencatat lesi tanpa menentukan desain rongga yang diperlukan untuk
memperbaiki lesi sehingga desain yang tersisa untuk keterampilan dan kebijaksanaan
operator.
5. Sesuai dengan penggunaan teknik intervensi minimal dalam menangani lesi
karies.
Kekurangan dari klasifikasi Mount dan Hume :
a. Dapat mendeteksi lokasi dan ukuran karies, tetapi tidak dapat mendeteksi
kedalaman karies.

Gambar 5. Mahkota bikuspid menunjukkan


tiga lokasi untuk inisiasi lesi karies. Fisur
oklusal tidak terlalu terlibat dalam gigi ini,
tetapi kedua permukaan proksimal, serta daerah
servikal menunjukkan karies aktif.
Gambar 6. Diasumsikan bahwa fisur molar kedua ada karies dan konservatif jadi situs 1,
ukuran 1 Kavitas (#1 .1) akan dipreparasi. Ada G. V. Black kelas I amalgam di molar
pertama dan ini diklasifikasikan situs 1, ukuran 2 (#1 .2) karena sangat luas. Gambar 3.
Sebuah situs 1, ukuran 2 (#1 .2) amalgam telah dihapus dari oklusal dari molar kedua,
mengungkapkan ada fraktur mahkota di dasar cusp mesio-lingual. Kavitas sekarang adalah
situs 1, ukuran 3 (#1 .3) lesi dan cusp memerlukan preparasi kavitas yang benar untuk
meringankan beban akibat fraktur mahkota Gambar 4. Gigi yang sama seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3 sekitar sepuluh tahun kemudian. Cusp mesio-lingual akhirnya
gagal dan kavitas sekarang situs 1, ukuran 4 (#1.4) Gambar 5. Lesi erosi seperti di cusp
buccal bikuspid pertama dianggap sebagai situs 1, ukuran 1 lesi (#1.1).

Perbandingan Klasifikasi GV. Black, ICDAS, dan Mount dan Hume.


Perbandingan dilakukan terhadap ketika jenis klasifikasi ini karena ketiga
klasifikasi ini memenuhi beberapa syarat diantaranya; digunakan dalam praktik
klinis; penggunaannya dalam survei epidemiologi skala besar di lebih dari satu
wilayah geografis; mengandung unsur-unsur yang memungkinkan terjadinya
pergeseran ke arah pencegahan.
Pada awal abad kedua puluh, G.V Black menetapkan klasifikasi konvensional
lesi karies gigi, berdasarkan pada sisi lesi karies yang paling umum dan bahan
restorasi yang tersedia. Pada tahun 1998, Mount memperkenalkan klasifikasi baru
berdasarkan konsep invasif minimal saat ini dan teknik restorasi kontemporer. Mount
menunjukkan bahwa lesi karies dapat diidentifikasi dengan menggunakan dua
parameter; sisi yang terkena dan stadium (ukuran) dari lesi. Meskipun klasifikasi
Mount didasarkan pada konsep invasif minimal saat ini, klasifikasi ini belum diadopsi
secara luas karena tampaknya lebih deskriptif dan batas-batas antara tahap (stage)
tidak jelas diuraikan.
ICDAS menggunakan pendekatan berbasis bukti (evidence) dan berorientasi
preventif, merupakan sistem deteksi dan penilaian yang mengklasifikasikan tahapan
proses karies berdasarkan tingkat histologis dan aktivitas, dirancang untuk digunakan
dalam empat hal; praktik klinis, pendidikan, penelitian, dan kesehatan masyarakat
dan memungkinkan semua yang berkepentingan untuk menentukan karies. Lebih dari
satu dekade ICDAS telah berevolusi terdiri dari sejumlah 'format' yang disetujui dan
kompatibel, mendukung pengambilan keputusan di tingkat kesehatan individu dan
masyarakat.

Table 1. Klasifikasi kavitas menurut G.J.Mount dan G.V Black.3


Table 2. Perbandingan Klasifikasi GV. Black, ICDAS, dan Mount dan Hume.3
Sistem Kelebihan Kekurangan Kesenjangan
G.V Black Sistem ini diterima Kurang Tidak merekam
oleh sistem kesehatan mempertimbangka lesi yang tidak
di seluruh dunia n pengalaman memiliki kavitas;
sebagai dasar untuk karies fokus pada kavitas
perawatan gigi; restorasi
sederhana dan praktis
dengan sejarah
panjang dalam
praktik kedokteran
gigi umum
ICDAS Termasuk tahapan Masih Pada anak-anak
perkembangan lesi memerlukan yang sangat muda,
karies dalam enamel; pendidikan beberapa
penilaian lesi karies pencegahan di mengklaim tidak
dapat dilakukan beberapa negara praktis untuk
melalui inspeksi (untuk mengeringkan
visual; Sistem catatan memastikan permukaan untuk
ICDAS divalidasi; bahwa lesi kecil menilai karies
handal secara klinis belum dipulihkan) enamel dini
pada gigi permanen (namun system ini
dan desidui; memiliki telah berhasil
format yang mudah digunakan untuk
dalam praktik beberapa kelompok
usia)
Mount and Mudah digunakan; Data yang tersedia Tidak menilai
Hume selaras dengan terbatas aktivitas lesi
praktik umum;
memberikan
beberapa panduan
tentang pilihan bahan
restoratif; mirip
dengan sistem Site-
Stage

Pembahasan
Berdasarkan penelitian Leman M.A 2009, dinyatakan bahwa konsep
klasifikasi GV Black kurang tepat digunakan untuk standar minimal intervention
dentistry dan dikatakan penggunaan sistem klasifikasi Mount dan Hume adalah lebih
tepat. Klasifikasi kavitas gigi menurut GV Black ini sering digunakan dalam
mendiagnosa karies dalam kedokteran gigi. Preparasi kavitas yang tradisional
biasanya hanya dilakukan hanya setelah karies sudah mencapai stadium lanjut dan
dapat dilihat oleh mata yang telanjang, karena permulaan tahap kavitas tidak dapat
dilihat oleh mata yang telanjang dan radiografi pun tidak digunakan secara umum.2
Oleh karena itu, rongga tidak didiagnosis sampai cukup besar untuk diidentifikasi
dengan mata telanjang. Ada banyak perubahan dan banyak kemajuan dalam
pemahaman karies, serta bentuk lain dari kehilangan progresif struktur gigi.
Klasifikasi GV Black pula mempunyai banyak keterbatasan dan tidak fleksibel untuk
modifikasi yang sederhana. Maka, disarankan untuk diganti dengan konsep
klasifikasi dari Mount dan Hume karena ketepatan mendiagnosa karies berdasarkan
lokasi dan ukurannya, dan lebih sesuai dengan standar minimal intervention dentistry.
Menurut penelitian Ricketts dan Pitts 2009, penggunaan ICDAS dan Mount
dan Hume lebih sesuai digunakan untuk klasifikasi karies walaupun klasifikasi GV
Black masih banyak digunakan di banyak institusi dan universitas si seluruh dunia.
Penggunaan kode dari klasifikasi ICDAS II ada menjelaskan tentang kedalaman lesi
karies, dibandingkan dengan GV Black yang hanya menyatakan lokasi karies pada
gigi. Penelitian yang lebih lanjut berkaitan dengan ICDAS II berdasarkan aktivitas
lesi karies ( Ekstrand dkk) dan cara-cara mendeteksi lesi karies menegaskan bahwa
penggunaan klasifikasi ICDAS dapat menentukan pilihan perawatan yang lebih
sesuai berdasarkan diagnose lesi karies. Suatu proposal baru telah disarankan kepada
American Dental Association dari ICDAS Committee, dimana kode ICDAS
dikelompokkan kepada 3 tahap karies dan disesuaikan dengan format kode Mount
dan Hume. Salah satu keuntungan dari sistem ini adalah kedalam kares pada gigi juga
dapat dideteksi.
Menurut Wals LJ dan Brostek, klasifikasi Mount dan Hume digunakan untuk
memfasilitasi deteksi dan mencatat lesi dini, dan membantu dokter untuk
menghindari kendala dari sistem klasifikasi GV Black, sistem klasifikasi ini
menggambarkan sisi dan tingkat keparahan lesi, dan menggunakan identifikasi visual
permukaan (basah dan kering), tanpa menggunakan instrumen yang tajam. Kemudian
terdapat sistem klasifikasi yang lebih baru yangdisebut ICDAS II (Sistem Deteksi dan
Penilaian Karies Internasional) yang dapat diterapkan untuk permukaan gigi. ICDAS-
II melengkapi sistem Mount dan Hume dengan mengkarakterisasi lesi yang terkait
dengan kedalaman histologisnya. Studi yang mempelajari metodologi ICDAS II
membenarkan keakuratannya untuk memprediksi penetrasi lesi karies hingga ke
dentin dengan validasi secara histologis. (wlash2013)
Menurut Graham J Mount, terdapat masalah mendasar dalam konsep
klasifikasi GV Black karena kalsifikasi ini mengidentifikasi posisi lesi dan
menentukan desain rongga tanpa memperhitungkan ukuran dan luas lesi. Hal berarti
bahwa terdapat sejumlah struktur gigi yang harus dibuang baik yang terlibat dengan
karies ataupun tidak sehingga kavitas yang dipreparasi untuk lesi awal seringkali
lebih besar dari yang seharusnya. Pemahaman tentang proses penyakit dan bahan
yang digunakan untuk mengkoreksi lesi telah berubah banyak dalam beberapa tahun
terakhir. Oleh karena itu, jika mengacu pada konsep intervensi minimal diperlukan
klasifikasi yang mengidentifikasi posisi lesi pada mahkota gigi yang terbuka dan
sejauh mana perkembangannya. Mount mencontohkan pada saat kehilangan integritas
permukaan dan terbentuknya kavitas, terdapat kebutuhan untuk intervensi perawatan
untuk menghilangkan kavitas di permukaan dan mencegah akumulasi plak lebih
lanjut. Pada saat yang sama bahan restoratif harus mampu menutup margin dengan
baik terhadap kebocoran mikro sehingga infeksi bakteri yang tersisa di dalam rongga
akan dapat dicegah. Pada kasus ini berarti bahwa glass-ionomer adalah bahan utama
pilihan dan dapat dilapisi lagi dengan komposit resin jika diperlukan. Hasilnya akan
menjadi stasis dalam lesi dengan potensi remineralisasi. Dengan demikian desain
rongga, dan bahan yang digunakan untuk memperbaikinya, dapat lebih baik
ditentukan berdasarkan posisi dan luasnya lesi daripada desain rongga geometris yang
ada dalam klasifikasi GV. Black. (Mount)

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai