Oleh :
DENPASAR
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Menjaga kesehatan gigi dan mulut adalah tindakan yang harus dilakukan.
Mengingat pada hakikatnya, rongga mulut terutama gigi selalu digunakan setiap harinya
untuk mengunyah makanan sebelum ditelan, maka dari itu menjaga kesehatan gigi dan
mulut sangat diperlukan. Dewasa ini kelainan pada gigi dan rongga mulut sering kali
dialami oleh sebagian besar manusia, terutama pada usia anak-anak. Hal ini dikarenakan
pada usia anak-anak kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut sangatlah
rendah, keasaman PH saliva pada anak ikut berpengaruh sehingga dapat memperburuk
kesehatan gigi dan mulut (Suwelo, 1992). Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan
perawatan terhadap gigi anak. Salah salah satunya yaitu perawatan minimal invasive pada
sehat dan berfokus pada pencegahan, remineralisasi, dan intervensi minimal. Prinsip
intervensi minimal berdasarkan penilaian risiko penyakit dan diagnosis awal karies,
kariogenik untuk mengurangi risiko demineralisasi dan kavilasi lebih lanjut, pencegahan
restorasi pada gigi dengan desain kavitas minimal, perbaikan restorasi yang rusak, serta
2
Kemajuan dalam teknik instrumentasi dan bahan telah memungkinkan transisi
dari konsep lama G.V Black "extension for prevention" menjadi "prevention of
extension" atau "minimally invasive". Tujuan dari perawatan minimal invasif adalah
bedah minimum lesi kavitas, serta perbaikan dan penggantian restorasi yang rusak
dengan menggunakan bahan adesif gigi seperti GIC (Murdoch dkk, 2003). Dalam jurnal
tersebut penulis mengangkat kasus “Perawatan Minimal Invasive Pada Gigi Sulung
3
BAB II
Laporan Kasus
2.1 Kasus
Departemen llmu Kedokteran Gigi Anak Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG UNPAD
dengan keluhan utama terdapat banyak gigi berlubang dan ingin ditambal. Orangtua juga
Pemeriksaan intraoral didapatkan karies media pada gigi 52,57,61,62,63,64,73, 83. Karies
profunda pada gigi 74, 84. Tambalan GIC pada gigi 75 dan onlay pada gigi 85. Tidak ada
sisa akar, kelainan bentuk, dan premature loss. Kebersihan mulut sedang dan
. Gambar l. Foto Sebelum Penambalan (Karies Kelas IV pada Permukaan Proksimal Mesial Gigi
2.2 Penatalaksanaan
Oral Hygiene lnstruction (OHI). Satu minggu kemudian pada kunjungan kedua
4
dijelaskan kepada orangtua prosedur penambalan yang akan dilakukan dan meminta
Gambar 2. Preparasi Minimal Lesi Karies dengan Bttr Diamond Low Speed.
51 dan 52 dengan GIC, merk GC Fuji IX, Shade Universal serta gigi 61 dan 62 dengan
kompomer, merk Twinky Star, VOCO, Shade Silver REF 1682. Perbedaan wama pada
kedua bahan terlihat setelah penambalan, tambalan kompomer lebih sewarna gigi
dibandingkan GIC, selain itu tampak permukaan yang tidak halus seperti berkerak dan
5
Gambar 3. Terlihat Perbedaan Wama Antara Tambalan GIC (Gigi 5l dan 52) dengan Tambalan
6
BAB III
3.1 Karies
difermentasi, dan faktor inang seperti gigi dan saliva. Selama beberapa dekade,
utama karies gigi. Sebagian besar strategi diagnostik dan terapeutik telah
karies berbasis DNA dan RNA bakteri telah mengungkapkan ekosistem yang
bakteri ini hanya sebagian kecil dari seluruh komunitas bakteri (mikroflora).
Dengan demikian, diketahui bahwa karies gigi berasal dari aksi kolektif berbagai
Karies gigi terdiri dari penyakit infeksi bakteri pasca-erupsi yang ditandai
dunia dan penyebab utama kehilangan gigi di antara populasi. Karies gigi
bertanggung jawab atas tingkat morbiditas yang tinggi di antara populasi dan
gigi pada populasi umum telah dikaitkan dengan kondisi sosial-ekonomi dan
demografi, serta aspek perilaku. Oleh karena itu, di sebagian besar negara maju,
7
prevalensi karies gigi menunjukkan kecenderungan yang jelas untuk menurun
Karies terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor saja seperti penyakit
menular lainnya tetapi disebabkan oleh banyak faktor dan serangkaian proses
yang terjadi selama beberapa kurun waktu sehingga dinyatakan sebagai penyakit
Terdapat tiga faktor utama penyebab karies, yaitu host atau gigi itu
sendiri, mikroorganisme yang ada pada plak, dan diet atau makanan yang
dikonsumsi. Faktor lainnya yang turut mendukung terjadinya karies adalah waktu
sistem imun, keadaan saliva dan kadar fluoride yang ada di rongga mulut. Ada
juga faktor sosial yang turut berperan dalam menyebabkan karies seperti tingkat
8
pengetahuan, status sosial ekonomi, pendapatan, tingkat edukasi, kebiasaan dan
a. Faktor Host
gigi, struktur enamel, dan faktor kimia. Sisa-sisa makanan mudah menumpuk
pada bagian pit dan fissure gigi posterior sehingga rentan terhadap karies.
Kelarutan enamel juga ditentukan oleh kepadatan kristal enamel, jika terdapat
banyak mineral maka kristal enamel akan menjadi padat dan resisten terhadap
karies gigi. Pada gigi anak-anak, karies lebih sering terjadi dibnding gigi dewasa.
Hal ini karena enamel gigi anak-anak mengandung lebih banyak bahan organik
dan air tetapi jumlah mineralnya sedikit (Suryawati, 2010). Bagian permukaan
gigi yang mudah diserang karies adalah pit dan fissure pada oklusal gigi posterior,
tumpatan; dan permukaan gigi yang berdekatan dengan protesa (Fejerskov, 2009).
Saliva juga merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan penting
terhadap terjadinya karies. Pasien dengan sekresi saliva yang sedikit atau tidak
sama sekali yang biasanya disebabkan oleh adanya aprialismus, terapi radiasi
kanker ganas, dan xerostomia, memiliki presentase karies gigi yang semakin
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Mikroorganisme yang
9
menyebabkan karies gigi adalah kokus gram positif seperti Streptokokus mutans,
bakteri yang berperan penting dalam proses terjadinya karies karena dapat
mutans memiliki peran dalam proses awal pembentukan karies, setelah itu
memproduksi asam) dan asidurik (dapat bertahan pada kondisi asam). Enamel
(Fejerskov, 2009).
diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang
10
menyebabkan timbulnya karies. Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih
cepat dari pada glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa
d. Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
Patogenesis Karies Gigi Karies gigi dimulai dengan kerusakan pada email
yang dapat berlanjut ke dentin. Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan
, Streptococcus memiliki sifat yang memiliki peran yang besar pada proses karies
11
enamel yang ditandai dengan hilangnya sebagian atau keseluruhan dari kristal
enamel yang pada awalnya tersusun rapat satu sama lain dan dipisahkan oleh
ruang interkristalin namun saat keadaan rongga mulut asam maka mineral di
permukaan Kristal akan hilang sehingga ukuran Kristal mengecil dan ruang
whitespot lesion. Bila karies terus berlanjut, permukaan enamel akan hancur
timbulnya rangsangan berupa nyeri bila karies berlanjut hingga dentin tipis diatas
pulpa, maka iritan akan mudah masuk ke ruang pulpa melalui tubulus dentin dan
terjadi vasodilatasi pembuluh darah intrapulpa. Karies akan menjalar hingga pada
3.2 GIC
Semen ionomer kaca atau Glass Ionomer Cement (SIK atau GIC) adalah
bahan restorasi yang sampai saat ini banyak digunakan oleh dokter gigi dan terus
dikembangkan. GIC dibagi atas 2 jenis, yaitu semen ionomer kaca modifikasi
resin atau Hibrid Ionomer dan semen ionomer kaca konvensional. GIC
merupakan bahan restorasi yang sewarna dengan gigi, warna yang sama dengan
gigi ini memberikan kesan estetika pada restorasi. GIC adalah bahan restorasi
dengan tekanan kunyah yang rendah, selain itu juga dapat digunakan untuk basis
12
tambalan atau liner kavitas dengan tujuan melindungi pulpa gigi terutama pada
kavitas yang dalam. (Irawan B., 2008) GIC diperkenalkan oleh Wilson dan Kent
pada tahun 1972. Beberapa alasan yang membuat GIC banyak digunakan yaitu
karena memiliki sifat fisik yang adhesif ke permukaan enamel dan dentin,
biokompatibel pada jaringan pulpa, koefisien termal ekspansi sama dengan gigi
GIC terdiri dari liquid (larutan polSi asam) dan bubuk calcium/strontium
CaF2 (15,7-20,1%), dan AlF3 (1,6-8,9%). Liquid terdiri dari: air dan asam
poliakrilik 40-50% dan terkadang ditambah dengan asam fumarik dan asam
13
buten dikarboksilat, kopolimer asam-asam maleat dan vinyl phosponic acid.
Larutan poli asam ini membuat GIC dapat melekat pada struktur gigi tanpa
gigi yang masih digunakan sampai saat ini oleh banyak dokter gigi dan terus
1. GIC bersifat adesif karena material ini mampu berikatan baik dengan struktur
gigi seperti berikatan dengan dentin dan enamel. Ikatan dengan email selalu
lebih besar daripada ikatan dengan dentin. Hal ini mungkin dikarenakan
kandungan anorganik dari email lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar
untuk pasien yang rentan terhadap karies. Sifat anti karies Glass Ionomer
Cement diperoleh dari ikatan antara ion fluor dalam semen dengan
(Christiono, 2011).
mekanik atau etsa enamel. Awalnya semen ini dirancang untuk tambalan
14
estetik pada gigi anterior dan dianjurkan untuk penambalan gigi dengan
4. Menghasilkan ikatan adhesi yang sangat kuat dengan struktur gigi yang sangat
2004).
struktur jaringan gigi dan pulpa, serta memiliki ekspansi termal yang mirip
(Rahman, 2016).
7. Dari segi biaya (cost) jauh lebih murah dibandingkan jika 100% menggunakan
bahan tumpatan dari resin estetik, karena semen ionomer kaca harganya jauh
terbukti memiliki banyak kelebihan, namun hal ini tidak menutup kemungkinan
bahwa di sisi lain GIC juga memiliki beberapa kekurangan yang tentunya harus
a) Hasil estetik masih kurang bagus jika dibandingan dengan komposit, pada
contoh ini hasil estetik dari GIC sudah bagus jika dibandingan dengan
warna gigi asli, namun jika dibandingan dengan komposit tentu masih lebih
15
bagus komposit sebab komposit memiliki tingkat translusensi paling tinggi
dari semua bahan restorasi sehingga hal ini menjadi poin pertama kekurangan
dari GIC yang memiliki tingkat translusensi yang lebih rendah dari bahan
b) Kekuatan daya tekan yang kurang sehingga menyebabkan bahan ini rentan
terhadap abrasi dan erosi, oleh karena itu GIC tidak dianjurkan digunakan
pada kasus karies yang memiliki kavitas yang luas atau dalam dan memiliki
tekanan kunyah berat seperti contoh karies profunda pada gigi posterior
karena dikhawatirkan bahan akan mudah lepas (Khoroushi & Keshani, 2013).
c) Lebih rentan terhadap elastic deformation atau kerusakan bentuk plastic sebab
GIC memiliki daya alir atau larut yang tinggi (solubility) yang menyebabkan
pada saat diaplikasikan di dalam rongga mulut, bahan akan mudah kehilangan
d) GIC memiliki initial setting yang lambat, dimana hal ini dapat menyebabkan
2015).
bahan GIC cenderung bersifat porus dan hal ini berkaitan dengan initial
16
f) Selain itu, bahan GIC juga memiliki kekurangan yaitu tingkat kerapuhan yang
kekuatan dari gigi mereka sendiri. Akan tetapi jika dokter gigi mampu
memberikan pengertian lebih akan pantangan yang harus dijauhi sang anak
maka hal ini tentu tidak akan terjadi sebab dibalik kekurangan ini GIC juga
memiliki sisi lain yang menguntungkan pada gigi desidui yaitu memiliki sifat
anti karies atau kandungan ion flour konsentrasi tinggi di dalamnya sehingga
sangat baik untuk anak anak yang rentan terkena karies (Wellbury, 2005).
3.2.4.1. Indikasi
Glass ionomer cements (GIC) dapat digunakan untuk restorasi klas V pada
orang dewasa yang mementingkan estetik. GIC dianjurkan untuk pasien yang
beresiko karies tinggi (Craig, et al., 2000). Selain itu, GIC digunakan untuk bahan
semen, base, restoratif (Powers et al, 2006). Penggunaan GIC juga sebagai bahan
3.2.4.2. Kontraindikasi
GIC tidak di anjurkan untuk restorasi klas III dan IV karena sampai saat
ini formula GIC masih kurang kuat dan lebih gampang mengalami keausan
reaksi kimia secara: self-setting dan light-cured. Dalam restorasi yang dalam,
18
intensitas cahaya terganggu sehingga polimerisasi lanjutan dari RMGI dilanjutkan
secara self-setting yang akan terjadi dari waktu ke waktu. Untuk sebagian besar
RMGI, direkomendasikan pada restorasi yang tidak lebih dari 2 mm (Strassler &
FADM, 2011).
GIC harus diikuti. Paper pad dan glass lab dapat digunakan untuk pencampuran
GIC. Glass lab yang dingin dan kering dapat memperlambat reaksi dan
memperpanjang waktu kerja. Glass lab dalam pencampuran GIC tidak boleh
digunakan jika suhunya di bawah titik didih. Bubuk dan cairan tidak boleh
ditempatkan pada glass lab sebelum prosedur pencampuran dimulai. Kontak yang
terlalu lama dibiarkan diudara terbuka dapat mengubah rasio asam/air dari cairan.
GIC dapat dicampurkan dengan cara manual yaitu dengan bubuk harus
dimasukkan dengan cepat ke dalam cairan menggunakan spatula yang kaku dalam
aplikasi restoratif dan spatula logam atau plastik untuk aplikasi luting. Waktu
produk (Anusavice, 2003). Pada saat pencampuran GIC harus memiliki tampilan
yang kusam menunjukkan bahwa ada asam bebas sehingga tidak memadai untuk
19
Gambar 1. Sediaan GIC. Masing-masing kapsul mengandung bubuk dan cairan
(Anusavice, 2003).
segel yang memisahkan bubuk dan cairan terbuka. Perlu diperhatikan bahwa
diaplikasikan langsung pada gigi yang disiapkan dan/atau pada fixed prosthesis
permukaan GIC dari air liur dengan menggunakan pernis atau bonding agent.
utama sediaan kapsul adalah kenyamanan, kontrol yang konsisten dari rasio P/L,
Dalam laporan kasus dijelaskan bahwa seorang anak laki-laki 5 tahun 1 bulan
didapatkan karies media pada seluruh gigi insisivus desidui maksila bagian proksimal.
Permukaan proksimal gigi anterior lebih mudah terserang karies, terutama pada gigi dengan
susunan yang rapat (Yoga, 1995). Predesposisi karies pada gigi insisivus desidui maksila
yaitu secara morfologis gigi desidui lebih kecil dibanding gigi permanen, lapisan enamel dan
20
dentin yang lebih tipis dan kurang padat dibandingkan permukaan oklusal gigi posterior
sulung. Disamping itu gigi insisivus desidui maksila erupsi paling awal sehingga paling lama
berkontak dengan materi kariogenik. Sedangkan gigi desidui maupun permanen mandibular
lebih tahan terhadap karies karena adanya muara saliva sehingga memiliki sistem self
Pada kunjungan pertama dilakukan profilaksis, Dental Health Education (DHE), dan
Oral Hygine Instruction (OHI). Profilaksis merupakan suatu ushan untuk mencegah
penyebaran penyakit pada gigi. Pembersihan karang gigi atau scaling dan topical aplikasi
fluor merupakan tindakan yang paling umum dilakukan untuk profilaksis (Yoga, 1995).
Namun pada kasus tidak dijelaskan tindakan profilaksis apa yang diberikan. Manajemen
pasien anak berbeda dengan pasien dewasa. Pemeriksaan terhadap anak hendaknya dilakukan
secara perlahan, jangan tergesa-gesa, dan lakukan pembatasan alat yang digunakan untuk
menghindari rasa takut. Dimana pada kunjungan pertama bertujuan untuk memeperkenalkan
pada anak bagaimana rasanya memeriksakan gigi dan memperlihatkan bahwa hal ini
merupakan suatu pengalaman yang menyenangkan. Selain itu tujuan dari kunjungan pertama
yaitu menciptakan komunikasi dengan anak dan orangtua, serta mendapatkan keterangan
Salah satu hal yang tidah bisa dilupakan sebelum melakukan tindakan medis yaitu
meminta persetuan pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang
akan dilakukan atau biasa disebut Inform Consent. Tujuan dari inform consent yaitu untu
melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien dan memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga
dan bersifat negatif yang tidak mungkin dihindarkan meskipun dokter sudah mengusahakan
21
semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti (Menkes, 1989).
Peneliti pada kasus, sudah melakukan hal tersebut serta sudah meminta pernyataan
Pasien anak yang terkena karies Media, mempunyai ciri adanya rongga yang semkin
besar dan dalam mencapai bagian dentin yang disertai dengan cavitas berwarna hitam, gigi
terasa nyeri apabila terkena rangsangan suhu dan makanan asam maupun manis. Dalam kasus
tidak dijelaskan bahwa anak tersebut mengeluh rasa sakit. Namun perawatan yang diperlukan
pertama-tama adalah menghilangkan rasa nyeri. Penanggulangan dapat secara lokal pada gigi
maupun secara oral. Secara lokal dapat dilakukan dengan menumpat secara lagsung dengan
obat-obatan eugenol melalui kapas dan selanjutnya dimpat sementara atau langsung dengan
zinc oxide eugenol tanpa kapas. Pemberian obat sedatidf dan analgesik dapat diberikan secara
oral terutama pada rasa nyeri yang berlanjut. Cara penanganan lain ang dapat dilakukan yaitu
dengan mengurangi aktivitas bakteri untuk menghentikan karies dan mencegah penjalaran
yang cepat kea rah pulpa dengan profilaksis oral, yaitu menyikat gigi secara benar atau
melakukan scaling. Selanjutnya dapat dilakukan penumpatan kavitas dengan tumpatan tetap
dengan tujuan agar kesehatan gigi dan mulut serta fungsi dan estetiknya dapat kembali
(Andlaw & Rock, 1992; Heriandi, 2002; Riani & Sarasati, 2005).
Dianjurkan menggunakan sand paper disk karena alat ini mampu membuang jaringan karies
lebih lambat, tidak menimbulkan panas berlebih pada permukaan gigi, dan resiko trauma pada
jaringan lunak sedikit. Pengabilan jaringan gigi tidak boleh terlalu luas mengingat struktur
22
anatomi gigi desidui yang tipis pada bagian enamel dan dentin (Frigoletto, 1976). Namun
Salah satu jenis restorasi yang populer untuk gigi insisivus desidui yaitu celluloid strip
crown. Indikasi untuk celluloid strip crown yaitu aries yang luas pada gigi anterior desidui,
gigi fraktur atau cacat, gigi yang menunjukan diskolorisasi, dan gigi pasca perawatan saluran
akar. Sebaliknya celluloid strip crown dikontraindikasikan pada kasus gigi desidui yang rusak
parah sehingga tidak memiliki struktur gigi yang cukup untuk retensi dan bonding, overbites
yang dalam, dan anak dengan kelainan periodontal (Webber et al, 1979; Abu-Hussein et al,
2015). Pada kasus, penerapann metode minimally invasive dentistry menyebabkan preparasi
minimal lesi karies sehingga masih terdapat struktrur gigi untuk mendukung retensi dan
bonding celluloid strip crown. Cara mengaplikasikan celluloid crown yaitu crown diisi
dengan bahan restorasi dan diletakkan pada gigi yang telah dipreparasi dan ditekan ringan
pada bagian labial dan palatal. Tekanan ringan ini akan menyebabkan ekspansi bagian
proksimal ke dalam kontak yang sesuai dengan gigi tetangganya (Ariningrum, 2001)
Saat ini bahan restorasi yang banyak digunakan pada gigi desidui yaitu resin komposit
dan Glass Ionomer Cement (GIC). Penggunaan GIC banyak digunakan pada gigi desidui
karena aplikasinya yang mudah dan memiliki nilai estetik yang baik kerena warnanya
menyerupai warna gigi, bersifat adesif terhadap jaringan gigi, tidak mengalami shringkage,
tidak iritatif terhadap pulpa, dan mengandung flour dengan jumlah yang signifikan untuk
mencegah terjadinya karies sekunder. Akan tetapi GIC juga memiliki beberapa kekurangan
yaitu ketahannya fraktur dan aus yang lebih rendah dibandingkan bahan restorasi lainnya,
memerlukan waktu 24 jam untuk mengeras sempurna, sensitive terhadap saliva, dan memiliki
retensi yang buruk terhadap asam. GIC yang terpapar lingkungan asam dapat mengalami
23
perubahan bentuk anatomis, permukaan menjadi kasar, melunak, dan mudah pecah
(Anusavice, 2003). Menurut Vlietstra (1999), evaluasi gigi gigi desidui yang telah ditumpat
dengan GIC selama satu tahun, 75% mengalami kegagalan karena tumpatan pecah dan terjadi
karies sekunder.
Glass Ionomer Cement (GIC) memerlukan campuran liquid dan powder dalam
manipulasinya. Kandungan liquid GIC adalah larutan 47,5% polyacrilic acid atau itaconic
acid polymer dalam air. Sedangkan powder GIC berupa calcium fluoro aluminosilicate glass
yang larut dalam cairan asam. Kelarutan ini berakibat pada hilangnya bahan restorasi tersebut
ada permukaan gigi jika lingkungan rongga mulut bersifat asam (Anusavice, 2003). Hal inilah
yang terjadi pada celluloid crown pada gigi 51 dan 52 yang menggunakan bahan GIC.
Dimana tampak permukaan yang tidak halus seperti berkerak dan retak karena kemungkinan
makanan yang dimakanan oleh anak tersebut mengandung asam sehingga lapisan GIC pada
permukaan gigi terkikis dan timbul tekstur berkerak. Retakan pada cown disebabkan karena
kekuatan mekanik GIC yang lemah sehingga jika terdapat tekanan berlebih akan
menimbulkan retakan seperti pada kasus. Faktor yang menyebabkan hal tersebut antar lan
komposisi semen, teknik aplikasi yang dilakukan, dan kondisi lingkungan mulut pasien (Van
Noort, 1994).
Setelah penumpatan GIC selama satu minggu, terdapat perubahan warna pada kasus.
Porusitas mikro pada tumpatan GIC dapat mempengaruhi stabilitas warna. Adanya porusitas
mikro disebabkan karena penyerapan cairan yang berakibat pada pelunakan material dan
keluarnya komponen-komponen dari dalam material bila telah mencapai kondisi stress. Hal
ini juga berakibar ada menurunnnya kekuatan material. Bila terjadi penetrasi dan resorbsi zat
24
pewarna dari lingkungan dalam rongga mulut akan terbentuk lapisan superfisial pada tumatan
modified resin (kompomer) merupakan gabungan sifat dari GIC dan komposit serta memiliki
kelebihan sidat dari kedua bahan tersebut yaitu melepas floride, adhesi pada struktur gigi
melalui resin adhesif, dan bersifat biokompatibel. Kompomer memiliki sifat fisik dan
mekanik yang lebih baik dari bahan GIC. Manun kemampuan untuk mengeluarkan floride
lebih rendah dari GIC (Hewlett et al, 2003). Kompomer merupakan bahan restorasi resin
komponen tunggal yang hanya dapat dipolimerisasi dengan bantuan light cured. Untuk
mendapatkan perlekatan yang baik memerlukan teknik etsa dan bonding dengan kelebihan
sedikit lebih toleran terhadap kelembaban dibanding resin komposit (Suwelo, 1995)
Karena mempunyai daya lekat yang baik dan cukup kuat, maka kompomer dapat
dipakai sebagai bahan tumpatan Klas I samapi Klas V, membentuk cor, dan mahkota tiruan
gigi sulung seperti pada kasus. Meskipin kompomer dapat diterima oleh pulpa namun untuk
karies yang dalam perlu bahan pelindung pulpa (Suwelo, 1995). Pada kasus tidak ditemukan
adanya kerusakan crown yang diisi dengan bahan kompomer karena bahan ini memang
memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik dari GIC dan warna yang lebih stabil. Namun
dari segi aplikasi, pengaplikasian bahan GIC lebih sederhana dan lebih mudah dilakukan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Battepati, P.M., Kadkol, P.K., Reddy, K.V.K.K. and Ainapur, R., 2015. Restoration of long
standing traumatized teeth: a case report. Journal of clinical and diagnostic research: JCDR,
9(8), p.ZD07.
Bosch-Aranda, M.L., Canalda-Sahli, C., Figueiredo, R. and Gay-Escoda, C., 2012.
Complications following an accidental sodium hypochlorite extrusion: a report of two cases.
Journal of clinical and experimental dentistry, 4(3), p.e194.
Cochran, M.A., Miller, C.H. and Sheldrake, M.A., 1989. The efficacy of the rubber dam as a
barrier to the spread of microorganisms during dental treatment. The Journal of the American
Dental Association, 119(1), pp.141-144.
Heithersay, G.S., 1994. External root resorption. Annals of the Royal Australasian College of
Dental Surgeons, 12, pp.46-59.
Kaval, M.E., Güneri, P. and Çalışkan, M.K., 2018. Regenerative endodontic treatment of
perforated internal root resorption: a case report. International endodontic journal.
Kim, D. and Kim, E., 2014. Antimicrobial effect of calcium hydroxide as an intracanal
medicament in root canal treatment: a literature review-Part I. In vitro studies. Restorative
dentistry & endodontics, 39(4), pp.241-252.
Kim, D. and Kim, E., 2015. Antimicrobial effect of calcium hydroxide as an intracanal
medicament in root canal treatment: a literature review-Part II. in vivo studies. Restorative
dentistry & endodontics, 40(2), pp.97-103.
M dan Trilaksana, A.C., 2015. Penanganan Kedaruratan Endodontik Pada Pulpitis Ireversibel.
Makassar Dental Journal, 4(5), pp.172-176.
McCabe, J.F. and Walls, A.W.G. 2008. Applied Dental Materials.
Naidu, S., Loughlin, P., Coldwell, S.E., Noonan, C.J. and Milgrom, P., 2004. A randomized
controlled trial comparing mandibular local anesthesia techniques in children receiving
nitrous oxide-oxygen sedation. Anesthesia progress, 51(1), p.19.
Parirokh, M. and Abbott, P.V., 2014. Various strategies for pain-free root canal treatment.
Iranian endodontic journal, 9(1), p.1.
Parirokh, M., Yosefi, M.H., Nakhaee, N., Abbott, P.V. and Manochehrifar, H., 2015. The
success rate of bupivacaine and lidocaine as anesthetic agents in inferior alveolar nerve block
26
in teeth with irreversible pulpitis without spontaneous pain. Restorative dentistry &
endodontics, 40(2), pp.155-160.
Pratama, A.R. and Mulyawati, E., 2010. Penggunaan MTA (Mineral Trioxideaggregate) sebagai
Bahan Pengisi Saluran Akar pada Gigi Insisivus Lateral Kiri Maksila dengan Perforasi
Saluran Akar. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, 17(1), pp.16-19.
Punta, B. and Manulang, S.D., 2013. Endodontic Treatment of Surgical Repositioned
Traumatically-Intruded Maxillary Incisors Permanent Teeth. Journal of Dentistry Indonesia,
20(2), pp.51-56.
Rahimi, S., Zand, V., Shahi, S., Shakouie, S., Reyhani, M.F., Khoshro, M.M. and Tehranchi, P.,
2008. A Comparative Scanning Electron Microscope Investigation of Cleanliness of root
canals using hand K-Flexofiles, rotary Race and K3 instruments. Iranian endodontic journal,
3(4), p.123.
Ruli, Y., dkk. 2013. Perbedaan Kebocoran Apikal. https: //journal.ugm.ac.id/jkg/article
Sabir, A., 2006. ENDODONTIC MANAGEMENT OF A MAXILLARY LEFT SECOND
PREMOLAR WITH INTERNAL ROOT RESORPTION (A CASE REPORT). Journal of
Dentistry Indonesia, 13(1), pp.69-73.
Wigati, P.R., 2016. Gambaran penggunaan bahan tumpatan di rumah sakit gigi dan mulut
PSPDG fakultas kedokteran Unsrat tahun 2015. Pharmacon, 5(2).
27