Oleh
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Kesehatan gigi merupakan bagian integral dari kesehatan pada umumnya. Gigi
merupakan salah satu bagian dari tubuh. Gigi berfungsi untuk mengunyah, berbicara,
dan mempertahankan bentuk muka. Mengingat kegunaannya maka penting untuk
menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama di rongga mulut
(Paramita, 2000).
Kesehatan gigi dipengaruhi oleh kebersihan gigi dan mulut, gizi makanan, macam
makanan, dan kepekatan air ludah. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paing
banyak dijumpai di masyarakat saat ini adalah karies gigi (Boediharjo, 1985).
Karies gigi atau gigi berlubang adalah suatu penyakit jaringan karies gigi yang
ditandai dengan terjadinya demineralisasi bagian organic dan penghancuran dari
substansi organic yang dapay menyebabkan rasa nyeri. Penyakit karies gigi bersifat
progresif serta akumulatif, berarti bila ada kelainan yang tidak diobati lama – kelamaan
akan bertambah parah, dan gigi yang sudah terkena tidak dapat kembali normal dengan
sendirinya (Beck, 2000).
Sejak gigi erupsi sampai gigi tersebut tanggal, semua permukaan gigi yang terbuka
mempunyai resiko terserang karies. Kondisi gigi pada fase pertumbuhan gigi sulung
dan gigi permanen akan mempengaruhi mikrostruktur kedua jenis gigi tersebut dan
akan menentukkan sifat gigi tersebut, mudah diserang atau tahan terhadap kareis gigi
(Ford, 1993).
Semua orang dapat mengalami karies gigi, termasuk anak – anak. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Bali Tahun 2013, angka decay meningkat
seiring bertambahnya umur, yaitu 1,02 pada kelompok umur 12 tahun, 1,07 pada
kelompok umur 15 tahun, 1,14 pada kelompok umur 18 tahun, dan 2,00 pada kelompok
umur 35-44 tahun (Kemenkes RI, 2013).
Karies gigi mengakibatkan munculnya rasa sakit sehingga orang menjadi malas
makan dan lama kelamaan dapat menyebabkan tulang di sekitar gigi menjadi terinfeksi.
Kerusakan pada tahap yang berat atau sudah terjadi abses, maka gigi dapat tanggal.
Anak yang mengalami kehilngan beberapa giginya tidak dapat makan dengan baik dan
seringkali tidak biasa makan kecuali makan yang lunak (Kretchmen dan Zimmerman,
1996).
Perawatan gigi pada anak yang sudah mengalami kerusakan gigi sulit dilakukan dan
pengobatan terhadap gigi yang rusak juga menghabiskan waktu dan biaya yang mahal.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Bali tahun 2013,
kelompok umur 10 – 14 tahun yang menyikat gigi dengan benar hanya mencapai 4,3 %
(Kemenkes RI, 2013). Hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat
untuk merawat gigi dan mulut demi mencegah terjadinya kerusakan gigi yang rusak
(Srigupta, 2004).
Mendapatkan hasil yang baik dalam upaya pencegahan karies gigi, maka perlu
diketahui masalah yang berkaitan dengan proses terjadinya karies gigi serta faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi (Suwelo, 1992). Pencegahan
terjadinya karies gigi dapat didasarkan pada tiga faktor penyebab terjadinya karies gigi.
Faktor pertama adalah faktor host yaitu kekuatan dari permukaan gigi, faktor kedua
yaitu adanya plak yang berisi bakteri, biasanya bakteri patogen yang kariogenik seperti
Streptococcus mutans. Faktor ketiga penyebab karies gigi adalah adanya substract yang
mendukung pertumbuhan bakteri seperti adanya karbohidrat terfermentasi pada gigi
yang akan menyebabkan bakteri dapat bertahan hidup (Forrest, 1995).
Awal mula terjadinya karies gigi adalah terbentuknya plak gigi, yaitu lapisan tipis
transparan yang menempel pada permukaan email gigi. Plak gigi merupakan produk
dari bakteri Streptococcus mutans dan sisa – sisa makanan yang mengandung
karbohidrat yang mudah terfermentasi. Keadaan normal bakteri di dalam mulut ada
pada semua orang dan bila berinteraksi dengan karbohidrat terfermentasi, maka akan
menghasilkan asam. Gigi yang berada dalam kondisi asam terus menerus akan
menyebabkan terjadinya proses demineralisasi pada permukaan email gigi. Setiap gigi
membentuk plak setiap hari, untuk mencegah terjadinya plak sebaiknya setiap orang
harus membatasi konsumsi karbohidrat terfermentasi dan menjaga kebersihan mulut
dengan cara menggosok gigi secara teratur setiap hari (Houwink et al, 1993).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu, cakupan, efisiensi pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang
terencana ditujukan pada kelompok tertentu yang dapat diikuti dalam satu kurun
waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan untuk mencapai tujuan
kesehatan gigi yang optimal.
2. Tujuan Khusus
Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan keluarga untuk berperilaku
hidup sehat dibidang gigi dan mulut, yang mencakup
Mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut.
Mampu melaksanakan upaya untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan
mulut.
Mengetahui tindakan tepat untuk mengatasi masalah dalam kesehatan gigi
dan mulut.
Mampu menggunakan sarana pelayanan kesehatan gigi yang tersedia secara
wajar.
Meningkatkan angka PTI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karies Gigi
1. Definisi Karies
Menurut Tarigan, (1990), Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai
dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits, fissure, dan daerah
interproximal) meluas ke daerah pulpa.
Karies adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak, dan diet
(khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak
menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat) sehingga terjadi demineralisasi jaringan
karies gigi dan memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya (Putri, Elisa dan Neneng
2010).
Karies merupakan suatu penyakit jaringan karies gigi, yaitu email, dentin, dan
sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan karies gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organik. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan feriafeks yang dapat
menyebabkan nyeri (Edwin. A, 1992).
a. Substrat
Pengaruh gula akan mendapat giliran pertama untuk dibicarakan. Gula terolah
seperti sukrosa dan glukosa bukan hanya memiliki kariogenitas saja, melainkan kedua
zat tersebut, terutama sukrosa sangat efektif menimbulkan karies. Makan gula
menyebabkan anjloknya pH yang akan memudahkan terjadinya demineralisasi, diikuti
kemudian oleh peningkatan pH secara perlahan – lahan seperti halnya coklat yang
banyak mengandung gula. Gula juga dapat berubah menjadi substansi yang lengket
yang disebut glukan (Ford, 1993).
b. Plak
Plak bakteri adalah suatu struktur bakteri yang terorganisir rapid dan lengket
terhadap permukaan gigi. Biasanya mendeteksi pada permukaan gigi yang tidak terlalu
sukar. Jika tertutupi plak gigi akan tampak kusam, tetapi plak akan cepat terlihat jika
diwarnai oleh pewarna sayuran seperti eritrosin. Plak akan terbentuk pada semua
permukaan gigi dan tambalan, perkembangannya, paling baik jika daerah paling sedikit
terkena sentuhan, seperti di daerah tepi gingiva, pada permukaan proksimal, dan
didalam fissure (Narlan, 1993).
c. Gigi
Email terdiri atas Kristal hidroksi apatit yang tersusun oleh prisma fluorapatit terutama
terdapat di dekat permukaan gigi. Setiap bagian permukaan gigi dapat dipengaruhi
karies dan hal ini telah dapat ditunjukkan secara eksperimen. Tetapi secara klinis, karies
biasanya terdapat di daerah – daerah tertentu. Daerah ini dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu permukaan berfissure dan permukaan halus. Fissur biasanya merupakan
daerah pertama terserang karies dan penyakit ini sering mulai timbul begitu gigi erupsi.
Karies mempengaruhi dinding fissure karena plak pada tempat itu tidak mungkin
dibuang dalam penyikatan gigi (Narlan, 1993).
4. Klasifikasi karies
Klasifikasi karies menurut Black dalam Tarigan, (1990) di kelompokkan menjadi
lima bagian dan diberi tanda dengan nomor romawi, dimana kavitas diklasifikasikan
berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. Pembagian tersebut adalah:
a) Karies Klas I
Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissure) dari gigi
premolar dan molar ( gigi posterior ). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di
foramen caecum.
b) Karies Klas II
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi – gigi Molar atau
Premolar, yang umumnya meluas sampai kebagian oklusal.
c) Karies Klas III
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi depan, tetapi
belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisal gigi).
d) Karies Klas IV
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi – gigi depan dan
sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisal gigi).
e) Karies Klas V
Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi – gigi depan
maupun gigi belakang pada permukaan labial, lingual, palatal, ataupun bukal
dari gigi.
Menurut Simon dalam Tarigan, (1990) ada juga kelas VI, yaitu:
Karies yang terdapat pada incisal edge dan cups occlusal pada gigi belakang yang
disebabkan oleh abrasi.
5. Akibat karies gigi
Karies dapat mengakibatkan rasa sakit yang berdampak pada gangguan pengunyahan
sehingga asupan nutrisi akan berkurang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Karies gigi yang tidak dirawat selain rasa sakit lama – kelamaan
juga dapat menimbulkan bengkak akibat terbentuknya nanah yang berasal dari gigi
tersebut. Keadaan ini selain mengganggu fungsi pengunyahan dan penampilan, fungsi
bicara juga ikut terganggu (Lindawati S., 2014).
6. Pencegahan karies gigi
Pencegahan karies gigi menurut Be (1989), dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu:
a) Diet
Mengurangi makanan manis – manis (sukrosa).
b) Plak Kontrol
Menghilangkan plak dengan cara menggosok gigi maka proses karies
(white spot) terhenti disebut arrested caries (proses karies terkendali). Kadang
– kadang white spot yang berwarna putih buram berubah menjadi coklat.
c) Memberi larutan fluor
Memperkuat email dengan memberikan fluor. Fluor dapat diberikan
secara khusus baik sistemik maupun lokal. Pemberian fluor secara sistemik
misalnya:
1) Fluor dalam air minum.
2) Fluor dalam bentuk tablet / obat tetes.
3) Fluor dalam makanan / minuman seperti ikan, garam, susu dll.
Pemberian Fluor secara lokal misalnya:
1) Self aplikasi yaitu fluor diberikan pada seluruh gigi oleh pasien sendiri
misalnya pasta gigi.
2) Mouth rinsing (kumur – kumur) yaitu fluor digunakan sendiri oleh
pasien dengan cara berkumur – kumur.
3) Topikal aplikasi yaitu fluor diberikan seluruh gigi oleh dokter gigi /
perawat gigi misalnya pasta fluor dioleskan, fluor dalam bentuk cairan
/ gel.
4) Spot aplikasi yaitu 1 tetes larutan fluor diberikan kepada white spot
oleh dokter gigi / perawat gigi.
7. Perawatan karies gigi
Menurut Tarigan (1989), bahwa rasa sakit gigi tidak dapat hilang dengan sendiri
tau karies akan terus menerus meluas dengan cepat apabila karies tersebut tidak
diperhatikan, untuk menghindari hal tersebut maka karies gigi harus segera dilakukan
perawatan antara lain:
a) Penambalan
Gigi yang sakit atau berlubang yang tidak dapat sembuh hanya dengan
pemberian obat – obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati dan dikembalikan
ke fungsi semula dengan melakukan pengeboran. Gigi yang pecah hanya dapat
dikembalikan bentuknya dengan cara penambalan. Gigi yang terkena infeksi
sebaiknya di bora tau dibuang sehingga dapat meniadakan kemungkinan infeksi
ulang, setelah itu baru diadakan penambalan, untuk mengembalikan ke bentuk
semula dari gigi tersebut sehingga di dalam pengunyahan dapat berfungsi
kembali dengan baik.
b) Pencabutan
Gigi sudah sedemikian rusak atau sudah tersisa akarnya saja sehingga
untuk pemanbalan sudah amat sukar dilakukan, maka tidak ad acara lain selain
mencabut gigi telah rusak tersebut. Pencabutan gigi merupakan tindakan
terakhir yang dilakukan bila tidak ada lagi cara untuk mempertahankan gigi
tersebut di dalam rahang.
a. Debris
Kebanyakan debris makanan akan segera mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan
bersih 5-30 menit setelah makan, tetapi ada kemungkinan sebagian masih tertinggal pada
permukaan gigi dan membrane mukosa. Aliran saliva, aksi mekanisme dari lidah, pipi, bibir,
bentuk dan susunan gigi serta rahang akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa
makanan. Pembersihan ini dipercepat oleh proses pengunyahan dan viskositas ludah yang
rendah. Debris makanan mengandung bakteri, tetapi berbeda dari plak dan materia alba, debris
ini lebih mudah dibersihkan. Debris harus dibedakan dengan makanan yang tertekan ke ruang
interproksimal (food impaction) (Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2010).
b. Plak gigi
1) Pengertian plak
Plak merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas
mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks interseluler jika seseorang
melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Plak gigi tidak dapat dibersihkan hanya dengan cara
kumur ataupun semprotan air dan hanya dapat dibersihkan secara sempurna dengan mekanisme
(Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2010).
Plak yang jumlahnya sedikit tidak dapat dilihat kecuali diwarnai dengan larutan
disclosing atau sudah mengalami diskolorasi oleh pigmen-pigmen yang berada dalam rongga
mulut. Penumpukan plak akan berwarna abu-abu kekuningan, dan kuning. Plak biasanya mulai
terbentuk pada sepertiga permukan gingival dan permukaan gigi yang cacat dan kasar (Putri,
Herijulianti, dan Nurjanah, 2010).
2) Mekanisme pembentukan plak
Proses pembentukan plak ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama merupakan
tahap pembentukan lapisan acquired pellicle dan tahap kedua merupakan tahap proliferasi
bakteri. Tahap ini setelah acquired pellicle terbentuk, bakteri mulai berproliferasi disertai
dengan pembentukan matriks interbakterial yang terdiri dari polishakarida ekstra seluler yang
terdiri dari levan dan dextran dan juga mengandung protein saliva, hanya bakteri yang dapat
membentuk polishakarida ekstra seluler yang dapat tumbuh pada tahap pertama yaitu
Streptococcus mutans, Streptococcus bavis, Streptococcus sanguis, Streptococcus salivarius,
sehingga pada 24 jam pertama terbentuklah lapisan tipis yang terdiri dari jenis coccus pada
tahap awal poliferasi bakteri. Bakteri tidak membentuk suatu lapisan kontinyu diatas
permukaan acquired pellicle melainkan sebagai suatu kelompok-kelompok kecil yang terpisah,
suasana lingkungan pada lapisan plak masih bersifat aerob sehingga hanya mikroorganisme
aerob dan fakultatif yang tumbuh adalah coccus dan bacillus yang fakultatif (Neisseria,
Nacordia, dan Streptococcus) (Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2010).
Tahap kedua, hari kedua sampai keempat apabila kebersihan mulut diabaikan, coccus
gram negative dan bacillus bertambah jumlahnya (7% menjadi 30%) dimana 15% diantaranya
terdiri dari bacillus yang bersifat anaerob, pada hari kelima fusobacterium. Aactinomyces dan
veillonella yang aerob bertambah jumlahnya. Tahap ketiga, tahap matangnya plak pada hari
ketujuh, ditandai dengan munculnya bakteri jenis spirichaeta dan vibrio dan jenis vilament
terus bertambah, dimana peningkatan paling menonjol pada Aactinomyces naeshadi. Hari ke
dua puluh delapan dan ke dua puluh sembilan Streptococcus jumlahnya terus berkurang (Putri,
Herijulianti, dan Nurjanah, 2010).
Menurut Carlsson dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjanah (2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pembentukan plak gigi adalah sebagai berikut :
Lingkungan fisik, meliputi anatomi dan posisi gigi, anatomi jaringan sekitarnya,
struktur permukaan gigi yang jelas terlihat setelah dilakukan pewarnaan dengan larutan
disclosing. Kecembungan permukaan gigi, pada gigi yang letaknya salah, pada permukaan gigi
dengan kontur tepi gusi yang buruk, pada permukaan email yang banyak cacat, terlihat jumlah
plak yang terbentuk lebih banyak.
Friksi atau gesekan oleh makanan yang dikunyah. Ini hanya terjadi pada permukaan
gigi yang tidak terlindungi. Pemeliharaan kebersihan mulut dapat mencegah atau mengurangi
penumpukan plak pada permukaan gigi.
Pengaruh diet terhadap pembentukan plak telah diteliti dalam dua aspek, yaitu
pengaruhnya secara fisik dan pengaruhnya sebagai sumber makanan bagi bakteri dalam plak.
Jenis makanan, yaitu keras dan lunak, mempengaruhi pembentukan plak pada permukaan gigi.
Plak banyak terbentuk jika lebih banyak mengkonsumsi makanan lunak terutama karbohidrat
jenis sukrosa karena akan menghasilkan dekstran dan levan yang memegang peranan penting
dalam pembentukan matriks plak (Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2010).
c. Calculus
1) Pengertian calculus
Calculus merupakan suatu masa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi dan objek solid lainnya di dalam mulut, misalnya restorasi
dan gigi geligi tiruan. Calculus adalah plak yang terkalsifikasi (Putri, Herijulianti, dan
Nurjanah, 2010).
2) Jenis calculus
Supra gingival calculus adalah calculus yang melekat pada permukaan mahkota gigi
mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Supra gingival calculus berwarna
kekuning-kuningan, konsistennya keras dan mudah dilepaskan dari permukaan gigi dengan
scaler. Warna calculus dapat dipengaruhi oleh pigmen sisa makanan atau dari merokok.
Calculus supra gingival dapat terjadi satu gigi, sekelompok gigi ataupun seluruh gigi, lebih
sering banyak terdapat pada bagian bukal molar rahang atas yang berhadapan dengan ductus
stensen’t, pada bagian lingual gigi depan rahang bawah yang berhadapan dengan ductus
warton’s, selain itu pula calculus banyak terdapat pada gigi yang sering tidak digunakan (Putri,
Herijulianti, dan Nurjanah, 2010).
Sub gingival calculus adalah calculus yang berada dibawah batas gingival margin,
biasanya di daerah saku gusi dan tidak dapat terlihat pada waktu pemeriksaan, untuk
menentukan lokasi dan perluasannya harus dilakukan probing dengan explorer, biasanya padat
dan keras, warnanya coklat tua atau hijau kehitam-hitaman konsistennya seperti kepala korek
api dan melekat erat pada permukaan gigi. Bentuk sub gingival calculus dapat dibagi menjadi
deposit noduler dan spinning yang keras, berbentuk cincin atau ledge yang mengelilingi gigi,
berbentuk seperti jari yang meluas sampai kedasar saku, bentuk bulat yang terlokalisir, bentuk
gabungan dari bentuk-bentuk diatas, bila gingiva mengalami resesi maka sub gingival calculus
akan dapat dilihat seperti supra gingival calculus dan mungkin akan ditutupi oleh supra
gingival yang asli (Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2010).
a. Menyikat gigi
1) Pengertian menyikat gigi
Menurut Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), mengatakan bahwa menyikat gigi
adalah tindakan membersihkan gigi dan mulut dari sisa makanan dan debris yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyakit pada jaringan keras maupun jaringan lunak. Sriyono
(2005), menyatakan bahwa menyikat gigi adalah cara yang umum dianjurkan untuk
membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi sehingga penumpukan plak
dihindari.
Menurut Manson dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), penyikatan gigi
sebaiknya dua kali sehari yaitu setiap kali setelah makan pagi dan malam sebelum tidur. Loe
dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), melalui suatu percobaan menunjukkan bahwa
dengan frekuensi penyikatan gigi satu kali sehari pun, asalkan teliti sehingga semua plak
hilang, gusi dapat dipertahankan tetap sehat.
Waktu menyikat gigi yang benar adalah minimal dua kali sehari yakni setelah sarapan pagi
dan malam sebelum tidur. Waktu tidur produksi air liur berkurang sehingga menimbulkan
suasana asam dimulut. Sisa – sisa makanan pada gigi jika tidak diberihkan, maka mulut
semakin asam dan kuman akan tumbuh subur sehingga dapat membuat gigi berlubang
(Budiman, 2009).
Menurut Sariningsih (2012), cara menyikat gigi yang baik adalah sebagai berikut :
a) Siapkan sikat gigi yang kering dan pasta yang mengadung flour, banyaknya pasta gigi
sebesar sebutir kacang tanah.
b) Kumur – kumur dengan air sebelum menyikat gigi.
c) Pertama – tama rahang bawah dimajukan ke depan sehingga gigi – gigi rahang atas
merupakan sebuah bidang datar. Kemudian sikat gigi rahang atas dan rahang bawah
dengan gerakan ke atas dan ke bawah (vertikal).
d) Sikatlah semua dataran pengunyahan gigi atas dan bawah dengan gerakan maju mundur
dan pendek – pendek. Menyikat gigi sedikitnya 8 kali gerakan untuk setiap permukaan
gigi.
e) Sikatlah permukaan gigi yang menghadap ke pipi dengan gerakan naik turun sedikit
memutar.
f) Sikatlah permukaan gigi depan rahang bawah yang menghadap ke lidah dengan arah
sikat keluar dari rongga mulut.
g) Sikatlah permukaan gigi belakang rahang atas yang menghadap ke lidah dengan gerakan
mencongkel keluar.
h) Sikatlah permukaan gigi depan rahang atas yang menghadap ke langit – langit dengan
gerakan sikat mencongkel keluar dari rongga mulut.
i) Sikatlah permukaan gigi belakang rahang atas yang menghadap ke langit – langit dengan
gerakan mencongkel.
Sikat gigi merupakan suatu alat oral fisioterapi yang digunakan secara luas untuk memberikan
gigi dan mulut. Pasaran dapat ditemukan beberapa macam sikat gigi, baik manual maupun
elektrik dengan berbagai ukuran dan bentuk. Banyak jenis sikat gigi di pasaran, harus
diperhatikan keefektifan sikat gigi untuk membersihkan gigi dan mulut (Putri, Herijulianti, dan
Nurjannah 2010).
b) Pasta gigi
Pasta gigi biasanya digunakan bersama – sama dengan sikat gigi untuk membersihkan dan
menghaluskan permukaan gigi geligi, serta memberikan rasa nyaman dalam rongga mulut,
karena aroma yang terkadung di dalam pasta tersebut nyaman dan menyegarkan (Putri,
Herijulianti, dan Nurjannah 2010).
Pasta gigi biasanya mengadung bahan – bahan abrasi, pembersih, bahan penambah rasa
dan warna, serta pemanis, selain itu dapat juga ditambahkan bahan penyikat, pelembab,
pengawet, flour dan air. Bahan abrasive yang biasanya digunakan adalah kalsuim karbonat atau
aluminium hidroksida dengan jumlah 20% - 40% dari pasta gigi (Putri, Herijulianti, dan
Nurjannah 2010).
c) Air
Kebersihan gigi dengan sikat gigi diakhiri dengan melakukan kumr – kumur sehingga plak
dan kotoran – kotoran yang terlepas dapat dihilangkan. Air yang digunakan untuk kumur –
kumur hendaknya air matang, karena kuman – kuman penyakit yang terdapat dalam air mati (
Setyaningsih, 2007).
d) Cermin
b. Jenis makanan
Menurut Setyaningsih (2007), makanan yang berpengaruh dalam menjaga kebersihan gigi
dan mulut diantaranya
1) Makanan yang bersifat membersihkan gigi, yaitu makanan yang berserat dan berair
seperti sayuran dan buah - buahan.
2) Makanan yang dapat merusak gigi yaitu makanan yang manis dan mudah melekat
(kariogenik) seperti coklat, permen, biskuit, dll.
c. Jenis kelamin
Menurut Hungu (2007), jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki –
laki secara biologis sejak lahir. Menurut Kartono jenis kelamin berpengaruh terhadap tingkat
kebersihan gigi dan mulut, pada dasarnya laki – laki dan perempuan itu berbeda baik secara
fisik maupun karakteristik, bahwa wanita biasanya cenderung lebih memperhatikan segi estetis
seperti keindahan, kebersihan, dan penampilan diri sehingga mereka lebih memperhatikan
kesehatan gigi dan mulutnya, sedangkan laki – laki biasanya kurang memperhatikan keindahan,
kebersihan dan penampilan diri. Hal tersebut didukung oleh penelitaian yang dilakukan oleh
Steven di Belgia, menunjukkan bahwa menyikat gigi lebih rutin dilakukan oleh perempuan
daripada laki – laki sehingga kebersihan gigi dan mulut perempuan lebih baik daripada laki –
laki (Pahlawaningsih dan Gondhoyoewono, 2004).
4. Cara memelihara kebersihan gigi dan mulut
Cara memelihara kebersihan gigi dan mulut yaitu dengan kontrol plak dan scaling.
a. Kontrol plak
Kontrol plak adalah pengurangan plak mikroba dan pencegahan akumulasi plak pada gigi
dan permukaan gusi yang berdekatan, memperlambat pembentukan karang gigi. Dengan
melakukan kontrol plak, merupakan cara yang efektif dalam merawat dan mencegah gingivitis
serta merupakan bagian yang sangat penting dalam urutan perawatan dan pencegahan penyakit
rongga mulut (Fauzan, 2010).
b. Scaling
Scaling adalah suatu proses membuang plak dan calculus dari permukaan gigi. Tujuan
utama dari scaling adalah mengembalikan kesehatan gusi dengan cara membuang semua
elemen yang menyebabkan radang gusi ( plak, calculus, endotoksin ) dari permukaan gigi
(Putri, Herijulianti, dan Nurjannah 2010).
Menurut Priyono dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), ada beberapa cara
mengukur atau menilai kebersihan mulut seseorang, yaitu : Oral Hygiene Index (OHI), Oral
Hygiene Index Slimplified (OHI-S), Personal Hygiene Performance (PHP), Personal Hygiene
Performance Modified (PHPM). Penelitian ini menggunakan cara pengukuran kebersihan gigi
dan mulut (OHI-S).
Menurut Green dan Vemillion dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), index yang
digunakan untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut disebut Oral Hygiene Index Simplified
(OHI-S). OHI-S merupakan tingkat kebersihan gigi dan mulut dengan menjumlahkan Debris
Index (DI) dan Calculus Index (CI). Debris Index merupakan nilai (skor) yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan terhadap endapan lunak dipermukaan gigi yang dapat berupa plak, material
alba, dan food debris, sedangkan Calculus Index merupakan nilai (skor) dari endapan keras
yang terjadi akibat pengendapan garam – garam anorganik yang komposisi utamanya kalsium
karbonat dan kalsium fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme, dan sel – sel
ephitel deskuamasi (Putri, Herijulianti, dan Nurjannah 2010).
b. Gigi index untuk OHI-S
Menurut Green Vermillion dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), untuk
mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang, dipilih enam permukaan gigi index tertentu
yang cukup dapat mewakili segment depan maupun belakang dari seluruh permukaan gigi yang
ada dalam rongga mulut.
Gigi-gigi yang dipilih sebagai gigi index beserta permukaan gigi index yang dapat dianggap
mewakili setiap segment adalah :
6. Kriteria penilaian
Menurut Green dan Vermillion dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), kriteria
penilaian Debris Index dan Calculus Index pada pemeriksaan kebesihan gigi dan mulut, yaitu
dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut :
Skor OHI-S adalah jumlah skor debris index dan skor calculus index sehingga pada
perhitungan skor OHI-S didapat sebagai berikut :
2 Plak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal / terdapat stain 1
ekstrinsik di permukaan
3 Plak menutupi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan diperiksa 2
4 Plak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi yang diperiksa 3
Cara pemeriksaan gigi dapat dilakukan dengan menggunakan disclosing solution ataupun
tanpa menggunakan disclosing solution.
No Kondisi Skor
2 Calculus Supra Gingival calculus menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan 1
servikal yang diperiksa
3 Calculus Supra Gingival Calculus menutup tidak lebih dari 1/3 tapi kurang 2
dari 2/3 permukaan yang diperiksa / ada bercak – bercak calculus Sub
Gingival disekeliling servikal gigi
4 Calculus Supra Gingival menutup lebih dari 2/3 permukaan / ada calculus 3
Sub Gingival disekeliling servikal gigi
Sumber: Putri, herijulianti, dan Nurjannah (2010).
Cara menghitung skor debris index, skor calculus index dan skor OHI-S yaitu skor
debris index maupun skor calculus index ditentukan dengan cara menjumlahkan seluruh skor
kemudian membaginya dengan jumlah segment yang diperiksa.
7. Cara melakukan penilaian debris index dan calculus index.
a. Yang diperiksa adalah permukaan gigi yang jelas terlihat dalam mulut yaitu permukaan
klinis, bukan permukaan anatomis gigi.
b. Penggunaan sonde biasa atau dental probe terutama untuk pemeriksaan debris. Sonde
digerakkan secara mendatar pada permukaan gigi, dengan demikian maka debris itu
terbawa oleh sonde.
c. Pemeriksaan terhadap debris dan calculus.
1. Pemeriksaan terhadap debris
Pertama-tama pemeriksaan dilakukan pada sepertiga permukaan gigi bagian incisial. Jika
bagian ini bersih, pemeriksaan dilanjutkan pada sepertiga permukaan gigi bagian tengah,
apabila bagian ini juga bersih, maka pemeriksaan terakhir dilakukan pada sepertiga permukaan
gigi bagian servikal.
Permukaan selalu dimulai dari bagian incisal, dan untuk member nilai lihat kriteria yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Perlu diperhatikan adanya calculus subgingival, selalu harus
diperiksa pada sepertiga permukaan gigi bagian servikal.
Halitosis merupakan suatu keadaan dimana terciumnya bau mulut pada saat seseorang
mengeluarkan nafas (biasanya tercium pada saat berbicara). Bau nafas yang bersifat akut
disebabkan kekeringan mulut, stress, berpuasa, makanan yang berbau khas seperti petai,
durian, bawang merah, bawang putih, dan makanan lain yang biasanya mengandung sulfur.
Kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut juga sangat mempengaruhi timbulnya bau
mulut yang tidak sedap (Vyanti, 2008).
b. Karang gigi
Menurut Julianti (2008), karang gigi yang disebut juga calculus adalah lapisan keras
berwarna kuning yang menempel pada gigi terasa kasar, yang dapat menyebabkan masalah
pada gigi. Calculus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan mentepa dalam
waktu yang lama. Calculus pada plak membuat dental plak melekat pada gigi dan gusi yang
sulit dilepaskan hingga dapat memicu pertumbuhan plak selanjutnya. Calculus disebut juga
sebagai penyebab sekunder periodontitis.
c. Gusi berdarah
Gusi berdarah atau peradangan pada gusi buasanya disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab
yang paling sering adalah adanya plak dan karang gigi (calculus) yang menempel pada
permukaan gigi (Margareta, 2010).
d. Gigi berlubang
Menurut Setyaningsih (2007), gigi berlubang yaitu adanya lubang pada gigi karena
kebersihan gigi dan mulut yang tidak terjaga kebersihannya. Gigi berlubang merupakan suatu
penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh plak. Gigi
berlubang dapat dicegah dengan menekan efek mikroba yang ada di plak gigi (Sriyono, 2005).
1. Pola Makan
Pengkajian pola makan klien dilakukan untuk mendeteksi keberadaan iritasi lokal pada
gusi atau struktur mukosa. Bertanya pada klien jika ada masalah tertentu dalam
mengunyah, kecocokan gigi palsu, atau menelan. Adanya bisul atau iritasi mengganggu
pengunyahan dan menyebabkan klien menghindar untuk makan. Hal ini tidak umum pada
klien lansia dengan gigi palsu yang kurang pas.
5. Perencanaan
Menyusun rencana keperawatan untuk klien yang membutuhkan hygiene mulut
termasuk mempertimbangkan pilihan, status emosional, sumber daya ekonomi, dan
kemampuan fisik klien. Perawat harus membina hubungan yang baik dengan klien untuk
membantu praktik hygiene mulut. Beberapa klien sangat sensitive tentang kondisi mulut
mereka dan enggan memberikan orang lainmerawat. Dalam banyak kasus, klien (seperti
yang terkena diabetes dan kanker) juga tidak sadar bahwa mereka berisiko penyakit gigi
dan periodontal dan karenanya memerlukan pendidikan ekstensif. Klien yang mengalami
perubahan mukosa mulut akan memerlukan perawatan jangka panjang. Hasil tidak dapat
terlihat untuk beberapa hari atau minggu. Keluarga dapat memainkan peran penting dalam
pembelajaran bagaimana untuk memeriksa rongga mulutklien terhadap perubahan dan
memberikan hygiene.
Tujuan klien yang membutuhkan hygiene mulut sebagai berikut :
1. Klien akan memiliki mukosa mulut utuh yang terhidrasi baik
2. Klien mampu melakukan sendiri perawatan hygiene mulut dengan benar.
3. Klien akan mencapai rasa nyaman.
4. Klien akan memahami praktik hygiene mulut.
Rencana tindakan hygiene mulut sebagai berikut :
1. Diet, mengurangi asupan karbohidrat terutama yang manis di antara waktu
makan; menimbulkan plak, memakan buah yang mengandung asam seperti apel
dan sayuran berserat; mengurangi plak. Untuk wanita hamil, asupan kalsium
sesuai rekomendasi, 4-6 gelas susu per hari.
2. Gosok gigi, minimal 2 kali sehari pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
3. Hygiene mulut khusus, diterapkan pada klien yang tidak sadar, klien berisiko
stomatitis, diabetes, dan infeksi mulut.
4. Penggunaan fluoride, pemberian fluor pada air minum telah memainkan
peranan yang dominan dalam menurunkan karies gigi. Fluoridasi berlebihan
menyebabkan perubahan warna pada email gigi.
5. Flossing untuk mengangkat plak dan tartar dengan efektif diantara gigi.
6. Perawatan gigi palsu, harus dibersihkan seperti frekuensi gigi alami untuk
mencegah infeksi gingival dan iritasi.
6. Evaluasi
Evaluasi secara umum menilai daya kemampuan untuk mempertahankan kebersihan
gigi dan mulut serta kemampuan untuk mempertahankan status nutrisi. Hal ini ditandai
dengan keadaan mulut dan gigi yang bersih, tidak ada tanda radang, dan intake yang
adekuat.
BAB III
A. Pengkajian
1. Pengertian Pengkajian
Merupakan suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan informasi secara
terus menerus tentan keluarga yang dibinanya.Pengkajian merupakan langkah awal
pelaksanaan asuhan keperawatan.Tahap ini mencangkup pengumpulan data,
analisis/interpretasi data tentang kondisi bio, psiko, sosio, kultural dan spiritual pasien.
A. Data Umum
1. Nama Kepala Keluarga :I GEDE NARKA
2. Alamat KK :JL. GURITA II NO.3 DPS, BR/LINK. KARYA DARMA
3. Pekerjaan KK :PEGAWAI NEGERI SIPIL
4. Pendidian KK :SLTA
5. Komposisi Keluarga :
Genogram :
PEREMPUAN
LAKI - LAKI
6. Tipe Keluarga
Tipe keluarga dari bapak Narka adalah nuclear family ( keluarga inti ) keluarga
yang terdiri dari suami, istri, dan anak.
7. Suku Bangsa
Anggota keluarga bapak Narka berssuku bangsa Indonesia. Dalam suku mereka
tidak ada budaya yang menentang hal – hal yang mendukung kesehatan. Bahasa
yang digunakan sehari - hari keluarga ini adalah bahasa Indonesia. Bapak Narka
mengatakan ada beberapa kegiatan lingkungan yang masih erat dengan budaya
setempat seperti saling membantu jika ada kedukaan ataupun pesta.
8. Agama
Keluarga bapak Narka menganut satu agama yang sama yaitu agama Hindu. Bapak
Narka mengatakan setiap hari keluarga mengikuti persembahyangan dirumah.
Bapak Narka selalu mengingatkan anak – anaknya untuk selalu rajin
bersembahyang. Bapak Narka mengatakan dia percaya bahwa segala sesuatu yang
terjadi dalam keluarganya adalah yang digariskan oleh yang Maha Kuasa. Tidak
ada nilai- nilai keyakinan yang bertentangan dengan kesehatan.
9. Status sosial ekonomi keluarga
Penghasilan
Kepala Keluarga : Rp. 5.000.000/bulan
Istri : Rp. 3.500.000/bulan
Anak 1 :-
Anak 2 :-
Jumlah pendapatan KK dan istri bila digabungkan menjadi Rp. 8.500.000/bulan,
dengan rata – rata pengeluaran perbulan 2.500.000/bulan. Rata – rata pengeluaran
anak 1 sebanayak Rp 350.000, sedangkan anak 2 rata – rata Rp. 250.00. dilihat dari
penghasilan masing – masing keluarga, keluarga bapak Narka tersebut mempunyai
status sosial ekonomi sederhana.
10. Aktivtas rekreasi keluarga
Setiap hari Klien dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan akan rekreasi dan
hiburan biasanya menonton TV, berkumpul keluarga, melepas lelah bersama di
ruang keluarga.
B. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga
11. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga bapak Narka mempunyai 2 orang anak dan keduanya perempuan. Anak
pertama berumur 19 tahun dan anaknya yang kedua 17 tahun. Hal ini berarti
keluarga bapak Narka berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak
dewasa.
12. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Sampai saat ini bapak Narka belum memenuhi tugas perkembangannya yaitu
memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
13. Riwayat keluarga inti
a. Kepala Keluarga : Tidak ada riwayat sakit yang mengharuskan klien untuk
berobat dan rawat inap di Rumah Sakit.
b. Istri : Tidak ada riwayat sakit yang mengharuskan klien untuk
berobat dan rawat inap di Rumah Sakit.
c. Anak 1 : Tidak ada riwayat sakit yang mengharuskan klien untuk
berobat dan rawat inap di Rumah Sakit.
d. Anak 2 : Tidak ada riwayat sakit yang mengharuskan klien untuk
berobat dan rawat inap di Rumah Sakit.
14. Riwayat keluarga sebelumnya
Dari keluarga Pak Narka , tidak ada riwayat sakit menular, menahun, atau menurun dan
dari keluarga istri juga tidak ada riwayat sakit menular, menahun atau menurun.
C. Pengkajian Lingkungan
1. Karakteristik rumah
KAMAR KAMAR
DAPUR TIDUR TIDUR
U
RUANG KELUARGA
KAMAR KAMAR
RUANG TAMU
MANDI TIDUR
S
Luas tanah 250 m2 , luas rumah 250 m2
Tipe rumah : permanen dengan jumlah ruang 3 kamar tidur, 1 ruang tamu sekaligus
ruang keluarga, 1 dapur, 1 kamar mandi, jumlah jendela 12. Setiap ruangan
difungsikan secara optimal, peletakan perabotan rumah tangga tertata rapi. Jenis
septic tank dua kotak sudah termasuk peresapan air. Sumber air minum yang
digunakan adalah air isi ulang.
2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Tetangga klien yang ada disekitar rumah ramah – ramah. Klien tinggal diwilayah
perkotaan. Jarak rumah satu dengan yang lain cukup dekat.
3. Mobilitas geografis keluarga
Sejak bapak Narka menikah dengan ibu arfini , keluarga tinggal di JL. Gurita II No.
3 DPS, BR/ LINK. Karya Darma dan tidak pernah pindah.
Sejak Pak menikah dengan , keluarga tinggal di dan tidak pernah pindah.
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Setiap hari, klien dan keluarga selalu dapat meluangkan waktu untuk berkumpul.
Keluarga klien juga berinteraksi baik dengan masyarakat sekitar.
5. Sistem pendukung keluarga
Semua anggota keluarga dalam kondisi sehat. Antar anggota keluarga saling
menyayangi satu sama lainnya. Keluarga klien memiliki fasilitas kesehatan meliputi
MCK, tempat tidur yang nyaman, sumber air bersih.klien memiliki sepeda motor
sebagai sarana transportasi. Sedangkan fasilitas sosialnya berupa mengikuti
penyuluhan kesehatan tentang DBD, diadakan imunisasi: tetanus, campak, folio dll.
Dan kebutuhan spiritual keluarga terpenuhi dengan baik.
3 Struktur Keluarga
6. Pola komunikasi keluarga
Bahasa komunikasi yang digunakan dalam keluarga dan masyarakay adalah bahasa
Indonesia. Komunikasi antar keluarga lebih sering pada sore hari karena bapak
Narka pulang kerja sore dan anak – anak pulang sore hari juga.
7. Struktur kekuatan keluarga
Klien memberi nasehat kepada anak – anak tentang bagaimana cara berperilaku
yang baik, sopan santun, tatakrama, cara menjaga hubungan baik dengan orang lain.
8. Struktur peran (Formal dan Informal)
Bapak Narka
Peran Informal : Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
Peran Formal : Sebagai kepala keluarga, sebagai suami dan ayah.
Ibu Arfini
Peran Infornal : Masih aktif sebagai anggota masyarakat dan
perkumpulan ibu – ibu di lingkungan banjar.
Peran Formal : Sebagai istri dan ibu.
Puspitasari :
Peran Informal : Masih sekolah
Peran Formal : Anak kandung
Juwitasari
Peran Informal :Masih sekolah
Peran Formal : Anak kandung
9. Nilai dan norma keluarga
Keluarga meyakini bahwa kesehatan sangat penting, sehingga mereka
membiasakan diri cuci tangan sebelum makan, menjaga kebersihan dan
memperhatikan gizi dalam keluarga
4 Fungsi Keluarga
10. Fungsi afektif
Keluarga bapak Narka saling memberikan perhatian dan kasih sayang. Bapak Narka
selalu mendukung apa yang dilakukannya selama batas kewajaran dan tidak
melanggar etika dan sopan santun. Diterapkannya demokrasi dalam mengatasi
permasalahan keluarga.
11. Fungsi social
Interaksi antar anggota keluarga terjalin baik, masing – masing anggota keluarga
masih memperhatikan dan menerapkan etika atau sopan santun dalam berperilaku.
12. Fungsi Perawatan Kesehatan
a. Kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan. Keluarga cukup
mengetahui dan mengenal penyakit terbukti ketika dia merasakan dan melihat
adanyakarang gigi lalu dia kedokter gigi untuk membersihkan karang giginya.
b. Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang
tepat :
- Keluarga cukup mengerti tentang kesehatan pada anggota keluarganya
- Anggota keluarga cukup peka terhadap anggota keluarga yang sakit. Namun
kadang masalah kesehatan tersebut dianggap sepel atau tidak begitu diperhatikan
secara lebih lanjut.
- Keluarga sangat cemas dengan kemungkinan penyakit yang menyerang anggota
keluarga yang lain
- Keluarga selalu menanggapi setiap masalah kesehatan secara positif
- Keluarga kurang mendapat informasi yang tepat mengenai tindakan yang
dilakukan jika masalah kesehatan muncul dalam keluarga, sehingga tidak bisa
mengambil keputusan.
c. Kemapuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
- Pengetahuan keluarga mengenai penyakit terbatas, keluarga sedikit mengerti
masalah hal – hal yang dapat menyebabkan kekambuhan dan perlu dilakukan
untuk mencegah kekambuhan.
- Jika anggota keluarga yang sakit dan sekranya perlu penanganan tenaga kesehatan
maka keluarga akan mempercayakan perawatan dan penyembuhan kepada tenaga
kesehatan tersebut. Namun bila penyakitnya masih tergolong ringan maka
keluarga cukup menganjurkan istirahat, pemenuhan kebutuhan dan
mengkonsumsi obat generik dari toko atau warung kepada anggota keluarga yang
sakit.
- Untuk berjaga – jaga, keluarga hanya menyediakan obat – obatan yang sering
dikonsumsi dan cocok bagi masing – masing anggota keluarga. Apabila penyakit
yang dideritanya dirasa parah, keluarga langsung membawa ke tenaga kesehatan.
- Setiap anggota keluarga mengerti fungsi dan tanggung jawab masing – masing
sumber keuangan yang dimiliki anggota keluarga, fasilitas – fasilitas penunjang
yang ada dirumah sudah memenuhi kriteria standar, dan hubungan antara anggota
keluarga dengan masyarakat terjalin baik. Ini terbukti jika ada anggota masyarakat
yang sakit baik dirumah ataupun di Rumah Sakit anggota masyarakat yang lain
menjenguk.
- Keluarga memberikan support agar dapat membantu proses penyembuhan.
d. Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat
- Anggota keluarga mengerti potensi yang ada pada setiap anggota keluarga dan
mengerti tentang sumber – sumber keuangan yang dimiliki.
- Keluarga menyadari dengan lingkungan yang bersih dapat mencegah penyebaran
berbagai jenis penyakit.
- Keluarga menyadari pentingnya hygiene sanitasi untuk menciptakan rumah yang
sehat.
- Keluarga secara bersama – sama mempertahankan kondisi kesehatan mereka
dengan cara makan teratur, memenuhi gizi seimbang, mengatur waktu untuk
bekerja, berkumpul, dan rekreasi.
13. Fungsi reproduksi
a. Jumlah anak yang dimiliki bapak Narka dua orang perempuan.
b. Keluarga telah merencanakan jumlah anggota keluarga dengan menjaga jarak
kelahiran anak yang pertama dengan anak yang kedua.
c. Bapak Narka dengan Ibu menggunakan program KB jenis IUD sejak tahun 2000
sampai sekarang.
14. Fungsi Ekonomi
- Keluarga mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan dari
pendapatan yang diterima perbulan serta keluarga mampu menyisihkan
pendapatannya untuk keperluan tak terduga.
- Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada seperti: Puskesmas,
Posyandu, Poliklinik dll.
5 Stress dan Koping keluarga
15. Stressor jangka pendek dan jangka panjang
a. Stessor jangka pendek
Kerusakan rumah akibat gempa
Trauma adanya gempa susulan
b. Stressor jangka panjang
Kekambuhan penyakit giginya.
16. Kemampuan keluarga terhadap situasi atau stessor
Untuk stress jangka pendek, keluarga mengaku sedikit cemas, keluarga merasa
tidak nyaman berada dalam rumah, meskipun keluarga telah memperbaiki
rumahnya. Keluarga masih merasa was-was kalau ada gempa lagi. Untuk stressor
jangka panjang Bapak Narka berusaha mencegah kekambuhan penyakitnya dengan
tidak makan-makanan yang dapat merusak giginya.
17. Strategi koping yang digunakan
Bila ada permasalahan dalam keluarga, sering diselesaikan dengan musyawarah
tapi untuk permasalahan masing-masing anggota keluarga diselesaikan sendiri-
sendiri.
18. Strategi adaptasi disfungsional
Keluarga tidak pernah menggunakan kekerasan, perlakuan kejam terhadap anak,
mengkambinghitamkan anak, memberikan ancaman-ancaman dalam
menyelesaikan masalah.
a. Identitas Klien
Pertanyaan Ya Tidak
Klien merasa dalam keadaan sehat √
Selama 5 tahun terakhir ini, pasien pernah dinyatakan pernah mengalami √
penyakit serius, menjalani operasi dana tau di rawat inap di Rumah Sakit?
Kalau Ya, sebutkan nama penyakitnya…………………………………..
Klien punya kelainan pembekuan darah? √
Klien mempunyai reaksi alergiterhadap hal-hal sebagai berikut: √
Makanan
Obat-obatan
Obat yang disuntik (obat bius)
Cuaca dan lain-lain
Pasien sedang dalam perawatan/mengkonsumsi obat yang √
diresepkan/tidak diresepkan oleh dokter/dokter gigi
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Klien pernah dirawat gigi sebelumnya? √
2 Kalau sudah pernah dirawat, apakah pengalaman perawatannya tidak √
memuaskan atau menjadi cemas/takut untuk diperiksa ulang?
3 Klien mengetahui bagamana cara memelihara kesehatan gigi dan √
mulut yang baik dan benar?
4 Klien menyikat gigi minimal 2 kali sehari setelah makan pagi dan √
malam sebelum tidur?
5 Klien menyikat gigi dengan cara yang benar, tepat dan cermat √
6 Klien mengurangi makanan yang manis dan lengket √
7 Klien memperbanyak makan buah-buahan dan sayuran yang berserat √
8 Klien mempunyai kebiasaan :
- Minum Teh / Kopi √
- Minum minuman beralkohol √
- Minum Minuman Bersoda √
- Merokok √
- Mengunyah satu sisi rahang √
- Mengunyah sirih/tembakau √
- Menggigit benda keras √
- Bruxism √
2. Pemeriksaan
a. Index Pengalaman Karies
d D 1
e M 0
f F 0
def-t DMF-T 1
2 1 2 1 0 1
1 1 1 1 0 1
Kriteria : Sedang
c. Pemeriksaan Jaringan Keras Gigi
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9
55 54 53 52 51 61 62 63 64 65
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
9 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
Kelainan/Anomali gigi
Bentuk : Normal
Jumlah : Normal
Ukuran : Normal
Posisi : Normal
Warna : Normal
1 Data Subyektif :
Data Obyektif :
2 Data Subyektif :
1 Data Subyektif
Data Subyektif :
Data Obyektif :
D.Implementasi
E.Evaluasi
Format Evaluasi
A. Simpulan
Kesehatan gigi dipengaruhi oleh kebersihan gigi dan mulut, gizi makanan, macam
makanan, dan kepekatan air ludah. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paing
banyak dijumpai di masyarakat saat ini adalah karies gigi.
Karies gigi atau gigi berlubang adalah suatu penyakit jaringan karies gigi yang ditandai
dengan terjadinya demineralisasi bagian organic dan penghancuran dari substansi
organic yang dapay menyebabkan rasa nyeri. Penyakit karies gigi bersifat progresif
serta akumulatif, berarti bila ada kelainan yang tidak diobati lama – kelamaan akan
bertambah parah, dan gigi yang sudah terkena tidak dapat kembali normal dengan
sendirinya.
Asuhan keperawatan gigi di tujukan untuk menghindari terjadinya gigi berlubang.
Gangguan keperawatan berdasarkan hasil pengkajian didapat kurangnya kebersihan
gigi dan mulut hingga menyebabkan terjadinya karies dan karang gigi. Tahap
perencanaan disesuaikan dengan gangguan keperawatan yang ditemukan dan
disesuaikan dengan kemampuan, situasi, kondisi yang ada di ruangan. Tahap
pelaksanaan/implementasi dapat berjalan dengan baik yang telah dibuat dan
diselesaikan dengan kondisi klien.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan yang diberikan
melalui praktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu, menyelesaikan
masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan. Metodelogi proses keperawatan merupakan metodelogi penyelesaian
masalah kesehatan klien secara ilmiah berdasarkan pengetahuan ilmiah serta
menggunakan teknologi kesehatan dan keperawatan, meliputi tahapan: Pengkajian,
Merumuskan diagnose keperawatan, Perencanaan Implementasi, Evaluasi dan
Dokumentasi.
B. Saran
Diharapkan setelah melakukan pengkajian klien mau dan mampu memperabaiki
cara menggosok gigi yang baik dan benar, sehingga dapat mencegah terjadinya
penyakit gigi dan mulut.
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
Edwin. A. dan M. Kidd, 1992, Dasar – Dasar Karies Penyakit Gigi dan Pengelolanya, GEC,
Jakarta.
Srigupta, AA, 2004, Pengetahuan Populer mengenai Kesehatan Gigi, Puspa Swara, Jakarta.
Suwelo, IS, 1986. Karies Gigi pada anak dengan pelbagai factor etiologi, EGC, Jakarta.