Anda di halaman 1dari 12

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi

pada

anak

merupakan

menentukan

pertumbuhan

dan

perkembangan rongga mulut karena gigi susu anak akan menentukan gigi
tetap dari anak tersebut. Bila seorang anak memiliki gigi yang tidak sehat
sehingga menyebabkan anak tersebut kesulitan dalam mencerna makanan
dapat

menyebabkan

anak

mengalami

gangguan

terhadap

proses

pertumbuhannya, akibatnya anak menjadi sering sakit (Andlaw dan Rock,


1992).
Upaya di bidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian, untuk
menunjang kesehatan yang optimal. Pencapaian derajat kesehatan yang
optimal, salah satunya perlu dilakukan pada anak usia sekolah dasar
(Depkes RI, 2004). Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta
pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu
mendapat perhatian khusus, karena pada usia ini anak sedang menjalani proses
tumbuh kembang (Depkes RI, 2007).
Masalah utama dalam rongga

mulut

disebabkan oleh adanya

difermentasikan

substrat

yang

adalah

karies,

yang

oleh bakteri

sehingga terjadi proses dekalsifikasi email. Karies gigi terdapat diseluruh


dunia tanpa memandang umur, bangsa ataupun keadaan ekonomi. Anak usia
sekolah di seluruh dunia diperkirakan 90%

pernah

menderita

(Tarigan, 2006).
Penelitian di negara-negara

Amerika,

Asia,

Eropa,

karies

termasuk

Indonesia, ternyata 80%-95% dari anak-anak di bawah umur 18 tahun


terserang karies gigi (Tarigan, 2006). Karies merupakan masalah kesehatan
gigi dan mulut yang banyak dijumpai diberbagai usia, hal ini dipengaruhi
oleh masih buruknya perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan gigi
dan mulut (Dalimunthe, 2008)
1.2 Rumusan Masalah

Apa saja upaya yang bisa dilakukakan untuk mengontrol akumulasi


plak pada gigi anak?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja
upaya yang bisa dilakukakan untuk mengontrol akumulasi plak pada gigi
anak.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni mampu
memberikan informasi kepada masyarakat tentang upaya yang bisa dilakukakan
untuk mencegah terjadinya karies gigi pada anak.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Karies Gigi


Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai oleh
rusaknya email dan dentin yang progresif yang disebabkan oleh keaktifan
metabolisme plak bakteri. Disebabkan oleh tiga faktor yang berhubungan
yaitu makanan, host dan bakteri (Behrman, 2002).
Pembentukan plak dimulai dari pembentukan lapisan pelikel, semacam
lapisan protektif dari saliva yang mengandung protein, glikoprotein, glikolipid
dan lipid dengan ketebalan kurang dari 1 mikron (mikrometer). Secara alamiah,
proses pembentukan pelikel ini terjadi 30 detik setelah erupsi gigi atau proses
pembersihan gigi. Adanya pelikel ini berpengaruh terhadap deposisi dari bakteri
karena pelikel mampu menyediakan reseptor untuk adhesi dari bakteri (Lamont
dan Jenkinson, 2010:9). Bakteri ini memiliki peran penting dalam proses
degradasi karbohidrat pada plak di permukaan gigi yang kemudian menghasilkan
asam sehingga melarutkan enamel gigi (Ophori et al., 2010:4966).
Akumulasi plak pada permukaan gigi memiliki peran yang besar terhadap
berkembangnya penyakit dalam rongga mulut, termasuk karies. Maka dari itu,
untuk mencegah terjadinya penyakit dalam rongga mulut ini, diperlukan cara yang
efektif untuk mengurangi dan mengontrol akumulasi plak (Aznita et al.,
2009:716). Secara garis besar, mekanisme kontrol plak dibagi menjadi 2, yakni
secara mekanis dan kimiawi. Cara mekanis dapat dilakukan dengan penyikatan
gigi dan penggunaan dental floss, sedangkan cara kimiawi dapat dilakukan dengan
penggunaan obat kumur (Kidd dan Bechal, 1991:144).
1.2 Faktor-Faktor Penyebab Karies gigi
Faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya
karies gigi. Menurut Alpers, (2006) karies gigi merupakan multifaktor dengan 4
faktor utama yang saling mempengaruhi yaitu hospes (saliva dan gigi),
mikroorganisme, substrat atau diet, sebagai faktor tambahan yaitu waktu.
a. Host (saliva)

Air liur yang sedikit mempermudah terjadinya karies karena fungsi saliva
bukan saja sebagai pelumas yang membantu proses mengunyah makanan tetapi
juga untuk melindungi gigi terhadap proses demineralisasi. Saliva ini berguna
sebagai pembersih mulut dari sisa-sisa makanan termasuk karbohidrat yang
mudah difermentasi oleh mikroorganisme mulut. Saliva juga bermanfaat untuk
membersihkan asam-asam yang terbentuk akibat proses glikolisis karbohidrat oleh
mikroorganisme (Kidd & Bechal, 1991)
b. Substrat (sukrosa)
Sukrosa

adalah

jenis

karbohidrat

yang

merupakan

media

untuk

pertumbuhan bakteri dan dapat meningkatkan koloni bakteri Streptococci mutans.


Kandungan sukrosa dalam makanan seperti permen, coklat, makanan dengan
manis merupakan faktor pertumbuhan bakteri yang pada akhirnya akan
meningkatkan proses terjadinya karies gigi (Kidd & Bechal, 1991).
c. Mikroorganisme
Tipe dari mikroorganisme yang berkoloni pada plak gigi. Dalam hal ini
bakteri yang paling penting dan kariogenik adalah streptococcus mutans dan
laktobacillus acidophilus (Fitrohpiyah, 2009). Bakteri memetabolisir sukrosa
sehingga menghasilkan asam laktat yang akan menurunkan pH, jika pH turun
dibawah 5,5 akan menyebabkan demineralisasi enamel yang akan berlanjut akan
menghasilkan karies (Kidd & Bechal, 1992).
d. Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama
berlangsungnya proses karies memberikan tanda bahwa proses karies terdiri dari
periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti, oleh sebab itu saliva ada
dalam lingkungan gigi maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari
atau minggu melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian dapat dilihat
ada kesempatan untuk menghentikan terjadinya karies gigi (Kidd & Bechal,
1992).
Faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang berhubungan
secara tidak langsung dengan proses terjadinya karies, antara lain :

a. jenis kelamin
jenis kelamin memperlihatkan terdapat perbedaan persentase karies pada
jenis laki-laki sebesar 22,5% lebih rendah dibandingkan dengan perempuan
sebesar 24,5% (Depkes, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sekar dkk tahun 2012 keterampilan menggosok gigi pada anak perempuan
lebih baik dari pada anak laki-laki.
b. Pengetahuan Anak
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahun yang tercakup dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan
diantaranya yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut penelitian Fitrohpiyah (2009), melakukan penelitian yang berjudul
faktor-faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia sekolah di
sekolah dasar negeri kampung sawah III kota tangerang selatan tahun 2009 hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 89 anak yang mempunyai pengetahuan yang
cukup baik tentang karies gigi sebanyak 68 (76,4%) anak yang memiliki karies
gigi, sedangkan dari 2 anak yang mempunyai pengetahuan yang cukup baik
tentang karies gigi sebanyak 1 (50,0%) anak yang memiliki karies gigi, dan dari 5
anak dengan pengetahuan yang kurang baik tentang karies gigi sebanyak 4
(80,0%) anak memiliki karies gigi. Kesimpulan anak yang memiliki pengetahuan
baik tentang karies gigi cenderung memiliki karies gigi.
c. Kebiasaan menggosok gigi
Menurut Potter & Perry (2005), menggosok gigi adalah membersihkan gigi
dari sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak. Dan tujuan menggosok gigi adalah
membuang plak serta menjaga kesehatan gigi dan mulut. Menyggosok gigi yang
baik yaitu dengan gerakan yang pendek dan lembut serta dengan tekanan yang
ringan, pusatkan pada daerah yang terdapat plak yaitu ditepi gusi (Rahmadhan,
2010).

BAB 3. PEMBAHASAN
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan adanya potensi patologis dan plak
maka perlu usaha untuk mencegah atau sedikitnya mengurangi pembentukan plak.
Usaha ini disebut dengan istilah kontrol plak. Usaha-usaha yang dapat dilakukan
pada kontrol plak adalah secara mekanis dan kimiawi.
3.1 Tindakan secara mekanis
a. Menggosok gigi dan penggunaan dental floss
Menurut Potter dan Perry (2005), menggosok gigi adalah membersihkan
gigi dari sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak. Dalam membersihkan gigi, harus
memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dalam membersihkan gigi,
penggunaan alat yang tepat untuk membersihkan gigi, dan cara yang tepat untuk
membersihkan gigi. Oleh karena itu, kebiasaan menggosok gigi merupakan
tingkah laku manusia dalam membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan yang
dilakukan secara terus menerus.
Menggosok gigi dengan teliti setidaknya empat kali sehari (setelah makan
dan sebelum tidur) adalah dasar program hygiene mulut yang efektif (Potter &
Perry, 2005). Kebiasaan merawat gigi dengan menggosok gigi minimal dua kali
sehari pada waktu yang tepat pada pagi hari setelah sarapan pagi dan malam hari
senelum tidur serta perilaku makan-makanan yang lengket dan manis dapat
mempengaruhi terjadinya karies gigi (Kidd, 1991).
Membersihkan mulut merupakan hal yang penting sebagai suatu cara untuk
menghindari terjadinya karies gigi, yaitu menggosok gigi secara baik dan benar
serta teratur, setelah mengonsumsi makanan, terutama makanan yang terbuat dari
karbohidrat yang telah diolah, yang sifatnya melekat erat pada permukaan gigi.
Ketika menggosok gigi, sangat penting menyikat semua permukaan gigi, yang
mana akan memakan waktu kurang lebih 2-3 menit.
Menurut

wong,

dalam

membersihkan

gigi

harus

memperhatikan

pelaksanaan waktu yang tepat dan cara menggosok gigi yang benar. Cara
menggosok gigi yang baik dan benar adalah membersihkan seluruh bagian gigi,

gerakan vertikal dan gerakan lembut. Banyak cara dalam menggosok gigi yaitu
gerakan vertikal, horizontal, gerakan memutar dan gerakan vibrasi/bergetar
(Wong, 2003)
3.2 Tindakan secara kimiawi
Perlindungan secara kimiawi terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara,
yaitu silen dan penggunaan flour dan klorheksidin (Angela, 2005).
a. Klorheksidin
Penggunaan chiorhexidine clapat mencegah pembentukan plak dan dapat
menghilangkan

plak

yang

telah

terbentuk.

Aplikasi

berulang

dengan

clilorfiexidme memungkinkan bahan tersebut penetrasi sampai ke lapisan dalam


plak, membunuh mikroorganisme dan mencegah proliferasinya. Akibatnya plak
menjadi nekrotik sehingga terjadi autolitik atau larut dalam saliva. Efek samping
penggunaan chiorhexidine adalah terjadi diskolorasi gigi dan lidah yaitu menjadi
coklat serta gangguan dalam rasa kecap karena rasa pahitnya.
b. Fissure sealant
Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang beresiko karies
tinggi prioritas diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6-8 tahun,
molar kedua permanen di antara usia 11-12 tahun. Bahan silen yang digunakan
dapat berupa resin. Silen resin digunakan pada gigi yang telah erupsi sempurna.
c. Penggunaan flour
Flour telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan flour
dapat dilakukan dengan flourida air minum, pasta gigi dan obat kumur yang
mengandung flour, pemberian tablet flour. Flour air minum merupakan cara yang
paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada anak secara umum.
Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung
flour terbukti dapat menurunkan karies. Obat kumur yang mengandung flour
dapat menurunkan karies sebanyak 20-5-% (angela, 2005)

3.3 Kombinasi secara mekanis dan kimiawi


Inovasi terbaru di bidang kedokteran gigi menciptakan sikat gigi sekali
pakai dan dapat dikunyah (chewable toothbrush). Kandungan dalam sikat gigi
sekali pakai ini terdiri dari xylitol, aroma, air, dan polydextrose. Kandungan
xylitol telah bermanfaat untuk kesehatan gigi anak dengan mengurangi karies dan
membantu remineralisasi (Myoken, 2005).
Hasil penelitian yang membandingkan efektivitas antara penggunaan

chewable toothbrush dan sikat gigi manual menunjukkan skor plak secara
keseluruhan berkurang secara signifikan antara keduanya. Namun, penggunaan
chewable toothbrush lebih efisien dalam menghilangkan plak pada permukaan
lingual, sedangkan sikat gigi secara manual lebih efisien dalam menghilangkan
plak pada permukaan bukal atau labial (Martignon, 2012).

Gambar 1. Chewable toothbrush

BAB 4. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa karies gigi adalah
penyakit jaringan keras gigi yang ditandai oleh rusaknya email dan dentin
yang progresif yang disebabkan oleh keaktifan metabolisme plak bakteri.
Maka dari itu, untuk mencegah terjadinya penyakit dalam rongga mulut ini,
diperlukan cara yang efektif untuk mengurangi dan mengontrol akumulasi plak.
Secara garis besar, mekanisme kontrol plak dibagi menjadi 2, yakni secara
mekanis dan kimiawi.
Secara mekanis melaui menggosok gigi dan penggunaan dental floss. Dalam
membersihkan gigi harus memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dan cara
menggosok gigi yang benar. Cara menggosok gigi yang baik dan benar adalah
membersihkan seluruh bagian gigi, gerakan vertikal dan gerakan lembut.
Perlindungan secara kimiawi terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara yaitu
dengan fissure sealant, penggunaan flour dan klorheksidin.
Inovasi terbaru di bidang kedokteran gigi menciptakan sikat gigi sekali
pakai dan dapat dikunyah (chewable toothbrush). Kandungan dalam sikat gigi
sekali pakai ini terdiri dari xylitol, aroma, air, dan polydextrose. Kandungan
xylitol telah bermanfaat untuk kesehatan gigi anak dengan mengurangi karies dan
membantu remineralisasi.

10

DAFTAR PUSTAKA
Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph, edisi 20 volume 2. 2006. Jakarta : EGC.
Angela, A.Primary prevention in children with high caries risk.2005
Behrman, R. E. Ilmu Kesehatan Anak. 1999. Jakarta : EGC.
Dep Kes, RI. Pedoman Upaya kesehatan Gigi Masyarakat. 2007. Jakarta.
Cetakan ketiga. Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Fitrohpiyah, I. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Karies Gigi Pada
Anak Usia Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri Kampung sawah III Kota
Tangerang Selatan Provensi Banten Tahun 2009.
Kidd, E. A. M. & Bechal, J. S. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan
Penanggulangannya. Alih bahasa oleh Narlan Sumawinata dan Safrida
Faruk. 1991. Jakarta: EGC.
Myoken Y, Yamane Y, Myoken Y, Nishida T. Plaque removal with an
experimental chewable toothbrush and a control manual toothbrush in a
care-dependent elderly population: A pilot study. J Clin Dent 2005;16:83-6.
Martignon S, Gonzlez MC, Tellez M, Guzmn A, Quintero IK,
Senz V, et al.Schoolchildrens tooth brushing characteristics and oral hygiene
habits assessed with video-recorded sessions at school and a questionnaire.
Acta Odontol Latinoam 2012;25:163-70
Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. 2010. Jakarta : Rineka Cipta.
Ophori, E. A., Eriagbonye, B. N., & Ugbodaga, P. 2010. Antimicrobial activity of
propolis against Streptococcus mutans. Afr. J. Biotechnol. Vol. 9 (31): 49664969.

11

Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. 2005. Jakarta; EGC.
Rhamadhan. Serba-Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut. 2010. Jakarta : Bukune.
Tarigan, R. Kesehatan Gigi dan Mulut. 1992. Jakarta: EGC.
Wong, D.L. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. 2003. Jakarta : EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai