Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KARIES GIGI
(ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI)

HALAMAN SAM

PUL

Disusun Oleh :
Elma Tiana Nur (006010152021)

Dosen Pengampu : Dr. dr. H. Muh. Khidri Alwi.,M.kes.,MA


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : filsafat ilmu
Kelas A1

Magister Kesehatan
Universitas Muslim Indonesia
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Pengantar 1

1.2 Tujuan penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN 4

2.1 Karies gigi 4

2.2 Prevalensi karies 6

2.3 Penyebab 7

2.4 Pencegahan 9

2.5 Perawatan 10

2.6 Segi ontologi 10

2.7 Segi epistemologi 11

2.8 Segi aksiologis 12

BAB III PENUTUP 13

3.1 Kesimpulan 13

3.2 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan

gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan atau perawatan

termasuk kehamilan dan persalinan.(1)

Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di

negaranegara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah

penyakit jaringan keras gigi (caries dentis) disamping penyakit gusi. Karies

merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum

yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian

diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. (1)

Kesehatan mulut adalah indikator utama kesehatan secara keseluruhan,

kesejahteraan dan kualitas hidup. WHO mendefinisikan kesehatan mulut sebagai

“keadaan terbebas dari sakit mulut dan wajah kronis, kanker mulut dan

tenggorokan, infeksi dan luka mulut, penyakit periodontal (gusi), kerusakan gigi,

kehilangan gigi, serta penyakit dan gangguan lain yang membatasi kapasitas

1
individu dalam menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan

psikososial.(2)

Penyakit kesehatan gigi dan mulut menduduki urutan pertama dari 10 besar

daftar penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Indonesia. Persepsi dan

perilaku masyarakat Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut masih buruk.

Ini terlihat dari masih besarnya angka karies gigi dan penyakit mulut di Indonesia

yang cenderung meningkat.1,2 Karies gigi masih jadi masalah kesehatan anak.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, angka kejadian karies gigi

pada anak 60% -90%.3 Di Indonesia, prevalensi karies gigi menurut kelompok

usianya, usia 3 tahun 60%, usia 4 tahun 85% dan usia 5 tahun 86,4%. hal ini

menunjukkan bahwa prevalensi karies anak usia prasekolah masih cukup tinggi 4

Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, Kalimantan Selatan

merupakan salah satu dari tiga provinsi yang mempunyai kesehatan gigi dan

mulut yang cukup tinggi yaitu 36,1%. Banjarmasin memiliki prevalensi

penduduk yang bermasalah dalam kesehatan gigi dan mulut sebanyak 38,2% dan

pada anak-anak usia 5-9 tahun sebanyak 28,6% mengalami masalah gigi dan

mulut.(3)

Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh demineralisasi

email dan dentin yang erat hubungannya dengan konsumsi makanan yang

kariogenik. Terjadinya karies gigi akibat peran dari bakteri penyebab karies yang

secara kolektif disebut Streptoccocus mutans. Karies gigi banyak terjadi pada

anak-anak karena anak-anak cenderung lebih menyukai makanan manis yang

2
bisa menyebabkan terjadinya karies gigi.6,7 Pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut sangat erat kaitannya dengan kontrol plak. Kontrol plak yang paling

sederhana yang dapat kita lakukan di rumah adalah dengan cara menyikat gigi. (3)

Berdasarkan The Global Burden of Disease Study 2016 masalah kesehatan

gigi dan mulut khususnya karies gigi merupakan penyakit yang dialami hampir

dari setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa) (WHO, Fahrion, A

2019). Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013 bahwa sebesar

25,9% penduduk Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut, untuk

provinsi Sulawesi Utara lebih tinggi dari angka nasional dengan angka 31,6%.

Sedangkan menurut Riskesdas tahun 2018 terjadi peningkatan menjadi 45,3%

untuk provinsi Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan dari 31,6% menjadi

66,5%.(2)

1.2 Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melihat penyakit karies

gigi dari segi ontologi, epistemologi dan aksiologi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karies gigi

Karies adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau

biofilm, dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan

oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam latat dan asetat) sehingga terjadi

demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk

kejadianya.(4)

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi,yaituemail,dentin,dan

sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu

karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi

jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.

Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya

ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian,

mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini

penyakit ini dapat dihentikan. (4)

Karies gigi terjadi karena proses demineralisasi struktur gigi oleh asam

yang dihasilkan mikroorganisme dan ditandia dengan terbentuknya kavitas pada

permukaan enmel, denti atau sementum.Perjalanan karies bersifat kronis, tidak

dapat sembuh sendiri, dan akhirnya dapat menyebabkan kehilangan gigi ila tidak

4
dilakukan perawatan. Plak adalah massa yang bersifat gelatin, dan merupakan

awal penting pembentukan karies. Bakteri yang berkembang biak pada plak

menghasilkan asam yang mampu melarutkan gigi. Metabolit bakteri pda plak

mengubah karbohidrat menjadi energi dan asam organik yang menyebabkan Ph

metabolit rendah (5,0-5,5), dan menyebabkan demineralsisasi struktur gigi.

Demineralisasi struktur gigi berhubungan erat dengan tingkat keasaman dan

lamanya suasana asam dalam permukaan gigi. (5)

Karies merupakan kelainan gigi yang bersifat progresif, diawali proses

demineralisasi oleh asam hasil produksi bakteri dan merupakan penyebab utama

kehilangan gigi.1 Di Indonesia, karies gigi merupakan masalah utama kesehatan

gigi dan mulut.2 Dalam beberapa dekade terakhir prevalensi karies gigi dan

mulut di Indonesia meningkat akibat terbatasnya sarana pelayanan kesehatan gigi

dan rendahnya pemahaman masyarakat tentang kesehatan rongga mulut.3 Survei

kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 melaporkan 2% penduduk berusia 33-34

tahun dan 29% penduduk berumur >65 tahun kehilangan seluruh gigi.

Peningkatan prevalensi karies gigi mencapai 90,05%, lebih tinggi dibandingkan

negara berkembang lain. Tingginya prevalensi karies gigi menjadi bukti bahwa

kesehatan rongga mulut masyarakat Indonesia rendah. (5)

Karakteristik klinis karies gigi tergantung lokasi kavitas di permukaan

gigi. Secara klinis ada tiga perbedaan mendasar lokasi karies yaitu, permukaan

oklusal (pits and fissures), permukaan halus gigi, dan permukaan akar gigi.5 Bila

5
kavitas sudah terbentuk, maka kerusakan yang terjadi tidak dapat kembali

normal. Membersihkan atau melakukan preparasi kavitas dan menetapkan

restorasi sesuai indikasi adalah perawatan karies untuk mengembalikan kebentuk

semula, sehingga dapat mengembalikan fungsi pengunyahan dan estetika.1,5

Tingginya prevalensi karies di Indonesia memerlukan penanganan karies disatu

sisi, namun disisi lain pasien juga harus menyadari pentingnya pencegahan

karies. Agar dapat menangani dan melakukan pencegahan karies dengan baik

diperlukan pemahaman tentang proses karies dan perkembangannya. (5)

Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut

masyarakat Indonesia. Masyarakat umumnya cenderung beranggapan bahwa gigi

sulung tidak perlu dirawat karena akan diganti dengan gigi tetap(1). Mereka

kurang paham bahwa jika gigi sulung tidak dipelihara dengan baik, maka akan

berlubang. Adapun upaya untuk menunjang kesehatan yang optimal maka upaya

dibidang kesehatan gigi perlu diperhatikan.(6)

2.2 Prevalensi karies

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menyebutkan bahwa

penduduk Indonesia pada usia 10 tahun keatas, sebanyak 46% mengalami

penyakit gusi dan 71,2% mengalami karies gigi, sedangkan kelompok usia 12

tahun, sebanyak 76,2 % mengalami karies gigi (5).Riskesdas 2013 pervalensi

karies di Indonesia sebesar 72,6% dan DMF-T 4,5%, pervalensi karies di

Indonesia jauh diatas target yang akan dicapai tahun 2020 yaitu 54,6%. Lima

6
provinsi dengan DMF-T tertinggi adalah: (1) Bangka Belitung 8,5%, (2)

Kalimantan Selatan 7,2%, (3) Kalimantan Barat 6,2%, (4) Sulawesi Selatan

6,6%, (5) Daerah Istimewa Yogyakarta 5,9%. Lima provinsi dengan pervalensi

karies tertinggi adalah: (1) Bangka Belitung 88,1%, (2) Kalimantan Selatan

86,9%, (3) Sulawesi Selatan 83,3%, (4) Kalimantan Barat 81,7%, (5) Sulawesi

Barat 81,6%. Padahal, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI

menargetkan penduduk Indonesia bebas karies pada tahun 2030. (6)

Berdasarkan The Global Burden of Disease Study 2016 masalah kesehatan

gigi dan mulut khususnya karies gigi merupakan penyakit yang dialami hampir

dari setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa) (WHO, Fahrion, A

2019). Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013 bahwa sebesar

25,9% penduduk Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut, untuk

provinsi Sulawesi Utara lebih tinggi dari angka nasional dengan angka 31,6%.

Sedangkan menurut Riskesdas tahun 2018 terjadi peningkatan menjadi 45,3%

untuk provinsi Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan dari 31,6% menjadi

66,5%.Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut

masyarakat Indonesia. (2)

2.3 Penyebab

faktor utama penyebab karies menurut Hermawan ( 2010) adalah:

1. Gigi dan air ludah Bentuk gigi yang tidak beraturan dan air ludah yang

banyak mempermudah terjadinya karies

7
2. Adanya bakteri penyebab karies Bakteri penyebab karies adalah dari jenis

Streptococcus dan lactobacillus. Poltekes Kemenkes Yogyakarta

3. Makanan yang kita konsumsi Makanan yang mudah lengket dan menempel

di gigi seperti permen dan coklat, memudahkan terjadinya karies Menurut

Kidd, (2013) Faktor penyebab karies adalah plak, peran karbohidrat

makanan, kerentanan permukaan gigi, dan waktu .

a. Plak

Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produk-

produknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi

bakteri ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui

serangkaian tahapan. Jika email yang bersih terpapar dirongga mulut

maka akan ditutupi oleh lapisan organic yang amorf yang disebut pelikel.

Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva

dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi

b. Peran Karbohidrat Makanan

Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang

menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan

demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk

pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakharida ekstra sel.

Walaupun demikian, tidak semua karbohidrat sama derajat

kariogeniknya.

8
c. Kerentanan Permukaan Gigi

Morfologi Gigi : Daerah yang Rentan Plak yang mengandung bakteri

merupakan awal bagi terbentuknya karies. Oleh karena itu kawasan gigi

yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies. (5)

2.4 Pencegahan

Tujuan utama pencegahan karies gigi adalah mengurangi jumlah bakteri

kariogenik, dan menciptakan keadaan yang kondusif untuk proses remineralisasi.

Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan cara 1) mengurangi pertumbuhan

bakteri patogen sehingga hasil metabolismenya berkurang, 2) meningkatkan

ketahanan permukaan gigi terhadap proses demineralisasi, dan 3) meningkatkan

pH plak.5-7 Untuk mengurangi pertumbuhan bakteri patogen dapat dilakukan

dengan membuang struktur gigi yang sudah rusak pada seluruh gigi dengan

karies aktif dan membuat restorasi. Salah satu bahan yang efektif untuk

mencegah karies adalah sealents. 5 Ada tiga keuntungan penggunaan sealents.

Pertama, sealents akan mengisi pits dan fissures dengan resin yang tahan

terhadap asam. Kedua, karena pits dan fissures sudah diisi dengan sealents, maka

bakteri kehilangan habitat. Ketiga, sealents yang menutupi pits dan fissures

mempermudah pembersihan gigi. (5)

Pencegahan lainnya dapat dilakukan dengan fluoridasi, yang membuat

permukaan gigi lebih tahan terhadap serangan asam dan pada kondisi tertentu

dapat menghentikan proses karies aktif.5 Faktor kesehatan pasien, riwayat

9
fluoridasi, fungsi sistem imun dan kelenjar liur merupakan faktor penting

pembentukan karies, namun pasien tidak selalu memperhatikan hal tersebut.5

Pasien sebenarnya dapat mengatur faktor risiko lainnya seperti pola makan,

kebersihan rongga mulut, penggunaan obat kumur, dan perawatan gigi.5

Menjaga kebersihan rongga mulut di rumah dapat dilakukan dengan

menggunakan benang gigi dan menyikat gigi secara teratur. (5)

2.5 Perawatan

1. Pemberian pit and fissure sealant untuk karies yang masih sebatas fissure

pada permukaan gigi

2. Preparasi dan penambalan menggunakan komposit dan bahan lainnya

3. Melakukan perawatans saluran akar dan pembuatan crown (3)

2.6 Segi ontologi

Pendekatan ontologis fenomena ini tentu jelas bahwasannya terdapat hal

empiris dalam topik ini. Yakni adanya kejadian karis gigi yang terjadi merupakan

fenomena danobjek yang empiris, maksudnya empiris adalah dapat diterima,

ditelaah dan diuji oleh panca indera kita, karena memang sesuatu hal itu baru

bisa dikatakan ilmu jika sudah bisa di buktikan secara metodologis dan empiris.

Kejadian karies gigi ini tentunya objek material pada tahapan ontologis dalam

fenomena ini. Objek formalnya adalaha asimsi dan hipotesa mengapa kejadian

karies gigi ini terjadi dan penyebab serta efeknya. Pada tataran ontologi ini hal

10
mendasar adalah untuk apa topik karies gigi ini diangkat menjadi sebuah

makalah. Tentunya adalah memberikan informasi serta ilmu.

2.7 Segi epistemologi

Pendekatan epistemologi dalam topik karies gigi adalah tahapan

selanjutnya dari ontologis agar fenomena ini bisa dijadikan sebuah pengetahuan

dan ilmu baru. Pengetahuan yang sudah didapatkan dari tahapan ontologis

selanjutnya digiring ke tahapan epistemologi diuji kebebnarannya dengan cara

dilakukan tahapan-tahapan dalam kegiatan ilmiah. Tahapan pada pendekatan ini

sangatlah menentukan suatu fenomena bisa saja benar dan bisa saja salah. Untuk

memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan dasr dan pondasi bukan

hanya sekedar berpikir secara rasional dan berfikir secara empirik saja.

Fenomena karies gigi yang saya angkat sudah didahului beberap kajian dan

penelitian ilmiah untuk bisa memberikan informasi dan ilmu bahwasannya

kejadian ini memang punya urgensi khusus untuk diteliti dan kemudian dicari

penyelesaiannya. Tentunya hal dan data yang disajikan diawal tadi sudah diuji

kebenarannya serta didiskusikan dengan teori kebenaran korespondensi,

koherensinya. Data-data yang disajikan pada awal diatas adalah berupa data-data

yang sebelumnnya telah didahului oleh badan kesehatan dunia sehingga hal itu

yang menjadi dasar dan penguat fenomena ini. Kemudian fokus saya pada

asumsi bahwasannya ada segi sosial yang menjadi faktor tak langsung dari

kejadian karies gigi. Oleh karenanya saya fokus untuk mencaritahu hubunga-

11
hubungan itu apakah memang faktor-faktor sosial tersebut mempengaruhinya.

Tentunya nanti juga dengan pendekatan epistemologi yang dilakukan dengan

metode ilmiah untuk menjawab analisa dan dugaan sementara saya

2.8 Segi aksiologis

Bagaimana dengan pendekatan aksiologis dari fenomena yang saya

angkat ini? Berbicara pendekatan aksiologi adalah berbicara tentang kegunaan

dari fenomena ini diangkat dan dijadiakn fokus masalah penelitian. Fenomena ini

setelah dilakukan tahapan ontologi, epistemologi tentunya hasil penelitian ini

semakin kuat untuk bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dan dalam

pendekatan ontologi ini tatarannya adalah untuk mempertanyakan untuk apa

pengetahuan itu? Bagaimana hubungannya dengan moral dan etika? Aksiologi

membagi 2 kelompok ilmu yaitu ilmu bebas nilai dan ilmu tentang nilai. Oleh

karenanya topik ini setelah dijadikan ilmu pengetahuan tinggal setiap manusia

atau individu untuk menilainya. Apakah pengetahuan ini berguna untuk

kedepannya atau malah menjadi pengetahuan yang sia-sia belaka tanpa makna.

Untuk itu dengan semakin banyaknya penelitan dan pengetahuan mengenai

karies gigi ini dan adanya faktor-faktor lain terutama faktor kebiasaan serte efek

dari kejadian karies gigi ini untuk kedepannya diharapkan pihak-pihak yang

berwenang bisa melakuakn preventif dan juga khususnya bagi masyarakat umum

yang belum mengetahui mengenai karies gigi , faktor penyebabnya,

pencegahannya serta perawatan dari karies gigi.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu yang sesuatu yang

memiliki manfaat dan telah melalui proses penelitian dan penelahan dengan

beberapa sumber merupakan ilmu yang bisa dipercaya dan bisa diterapkan dimna

jika dilhat dari segi ontologinya makalh ini sudah bisa dikatakan sebagai ilmu

dan dari segi epistemologiny materi dalam makalah ini merupakan materi yang

memiliki manfaat dan dapat dijadikan sebagai ilmu baru dan dari segi aksiologi

kembali lagi ke individu masing-masing bagaimana menilai materi ini apakah

memberikan manfaat atau tidak

3.2 Saran

Tentunya makalah ini masih jauh dari kata sempurna sebagaimana tidak ada

gading yang tak retak untuk itu kritik dan saran sayangat saya harapkan sebagai

penulis.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Agung A agung G, Dewi NKEP (Poltekkes D. Hubungan Perilaku Menyikat


Gigi dan Karies Gigi Molar Pertama Permanen Pada Siswa Kelas V di SDN 4
Pendem. J Kesehat Gigi. 2019;6(2):56–62.
2. Marthinu, Luciano Tommy dkk. Penyakit Karies Gigi Pada Personil
Detasemen Gegana Satuan Brimob Polda Sulawesi Utara. J ilmian gigi dan
mulut. 2020;(2):58–64.
3. Afiati R, Duarsa P, Ramadhani K, Diana S. Hubungan Perilaku Ibu Tentang
Pemeliharaan Kesehatan Gigi. Dentino J Kedokt Gigi. 2017;II(1):56–62.
4. Listrianah. Indeks karies gigi ditinjau dari penyakit umum dan sekresi saliva
pada snak di Sekolah Dasar Negeri 30 Palembang 2017. JPP (Jurnal Kesehat
Palembang). 2017;12(2):136–48.
5. Sibarani M. Dental Caries: Etiology, Clinical Characteristics, and
Management. Maj Kedokt UKI. 2014;30(1):14–22.
6. Syah A, Ruwanda RA, Basid A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Status Karies Gigi Pada Anak Sekolah Min 1 Kota Banjarmasin. J Kesehat
Indones. 2019;9(3):149.

14

Anda mungkin juga menyukai