Anda di halaman 1dari 10

MALPRAKTIK DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM

DALAM PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

OLEH :

NI MADE WITARI DEWI, S.ST., M.HKes


MALPRAKTIK DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM
DALAM PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

A. PENDAHULUAN
Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan kasus
malpraktik medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis yang
berdampak buruk terhadap pasiennya. Dalam rentang beberapa bulan terakhir ini, media massa
marak memberitahukan tentang kasus gugatan atau tuntutan hukum kepada dokter, tenaga
kesehatan lain, dan manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang
menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis. Ada berbagai faktor
yang melatarbelakangi munculnya gugatan - gugatan malpraktik tersebut dan semuanya
dikarenakan kerugian psikis dan fisik korban. Mulai dari kesalahan diagnosis dan pada gilirannya
mengimbas pada kesalahan terapi hingga pada kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada
pasien (alat bedah tertinggal didalam bagian tubuh), dan faktor-faktor lainnya. Selain itu, ada pula
tindakan kesengangajaan (intentional) yang dilakukan dokter maupun tenaga kesehatan lainnya
misalnya aborsi illegal, praktik tanpa izin dan praktik di luar kompetensi atau di luar kewenangan.

Terapis gigi dan mulut merupakan tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas profesi di
bidang pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Terapis gigi dan mulut bekerja di Rumah Sakit,
Puskesmas, klinik, dan fasilitas kesehatan lainnya serta praktik mandiri. Profesi terapis gigi dan
mulut dituntut bekerja secara profesional dalam melayani pasien yakni pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut. Dalam hal menjalankan tugas profesinya, terapis gigi dan mulut yang
termasuk tenaga kesehatan kelompok tenaga keteknisian medis, tidak menutup kemungkinan
melakukan malpraktik medik apabila melakukan tugas profesi tidak sesuai dengan standar profesi,
standar operasional prosedur, hak pengguna pelayanan kesehatan, dan peraturan perundang –
undangan.

B. PENGERTIAN MALPRAKTIK
Malpraktik atau malapraktik terdiri dari dua suku kata “mala” dan “praktik”. Mala berarti
salah atau tidak semestinya dan praktik berarti proses penanganan kasus (pasien) dari seorang
profesional yang sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan oleh kelompok profesinya.
Malpraktik menurut Kamus Hukum “Blacks Law Dictionary” menyebutkan pengertian
malpraktik adalah adanya kesembronoan (professional misconduct) atau ketidakcakapan yang
tidak dapat diterima (unreasonable lack of skill) yang diukur dengan ukuran yang terdapat pada
tingkat keterampilan sesuai dengan derajat ilmiah yang lazimnya dipraktikkan pada setiap situasi
dan kondisi di dalam komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi dan keahlian rata –
rata.
Malpraktik adalah akibat dari sikap tidak peduli, kelalaian, atau kurang keterampilan,
kurang hati-hati dalam melaksanakan tugas profesi, berupa pelanggaran yang disengaja,
pelanggaran hukum atau pelanggaran etika.

C. PENYEBAB MALPRAKTIK
Malpraktik dapat terjadi karena adanya tindakan atau perbuatan diantaranya :
Kelakuan Buruk (misconduct), tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu ketidakmahiran atau
ketidakkompeten yang tidak beralasan.
1. Kelakuan Buruk (Professional Missconduct)
Merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik,
ketentuan disiplin profesi, hukum administrasi, serta hukum pidana dan perdata. Misalnya
dalam melakukan tindakan yang merugikan pasien diantaranya:
a. Penipuan terhadap pasien
b. Penahanan pasien
c. Pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran
d. Aborsi illegal
e. Euthanasia
f. Penyerangan seksual
g. Memberikan keterangan palsu
h. Menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang belum teruji atau
diterima
i. Sengaja melanggar standar profesi, standar operasional prosedur
j. Sengaja berpraktik tanpa surat izin praktik
k. Sengaja berpraktik di luar kompetensinya/ kewenangannya

2. Kelalaian Medis (Negligence)


Kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati – hati, kurang berpikir cermat, kurang
pengetahuan, atau bertindak kurang terarah dibanding dengan orang lain pada umumnya.
Kelalaian medis dapat berupa tiga bentuk, yaitu :
a. Malfeasance
Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat misalnya melakukan
tindakan medis tanpa indikasi yang memadai, lalai membuat keputusan
b. Misfeasance
Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat namun dilaksanakan dengan tidak tepat
misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur
c. Nonfeasance
Tidak melakukan tindakan medis yang seharusnya dilakukan
Kelalaian memiliki empat unsur :
1) Adanya kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (duty)
2) Adanya pelanggaran atau kegagalan memenuhi kewajiban tersebut (dereliction of
that duty)
3) Adanya kerugian atau cedera pada pasien (damages)
4) Adanya hubungan kausalitas antara pelanggaran atau kegagalan memenuhi
kewajiban tersebut dengan cedera atau kerugian. (direct causation)

D. JENIS – JENIS MALPRAKTIK


1. Malpraktik Etik (Ethic Malpractice)
Merupakan tindakan yang disengaja melanggar etika profesi atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan dalam melaksanakan kode etik profesi. Masing – masing profesi
memiliki kode etik yang wajib dipatuhi oleh setiap tenaga kesehatan. Jika adanya
pelanggaran terhadap kode etik maka diberikan sanksi oleh organisasi profesi berupa
sanksi etik. Sanksi etik pada umumnya berupa teguran lisan, teguran tertulis dan
dikeluarkan dari organisasi.
2. Malpraktik Hukum (Yuridis Malpractice)
Merupakan tindakan yang disengaja melanggar hukum atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan yang mengakibatkan pelanggaran hukum. Malpraktik hukum dapat
dibedakan menjadi :
a. Malpraktik Administrasi (Administrative Malpractice)
Pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mengenai hukum
administrasi. Pelanggaran terhadap hukum administrasi tersebut antara lain seperti
Tenaga Kesehatan tidak mempunyai Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau
melanggar kewenangan tenaga kesehatan. Aspek hukum administrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah setiap tenaga kesehatan yang
menjalankan praktik wajib memiliki surat izin praktik.
Pelanggaran hukum administratif akan dikenai sanksi administratif berupa
teguran lisan, teguran tertulis, denda dan pencabutan izin. Seperti yang tertera dalam
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 188 ayat (1) yang
menyatakan :
“Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam
undang – undang ini”. Lebih lanjut pada ayat (3) :
“tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
Peringatan tertulis dan pencabutan izin sementara atau izin tetap”
Alasan pencabutan izin biasanya pada tenaga kesehatan yang
menyalahgunakan wewenang, gagal mempertahankan pendidikan, dan keterampilan,
menjadi tertuduh dalam tindak kriminal, dan melakukan tindakan tidak profesional.
Pencabutan izin diterapkan dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap peraturan
pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran Undang
– Undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar.
b. Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktik perdata terjadi jika tenaga kesehatan tidak melaksanakan
kewajiban atau ingkar janji. Pada pelayanan kesehatan adanya perikatan antara
tenaga kesehatan dengan pasien demi kesembuhan pasien. Tenaga kesehatan dan
pasien telah mengikatkan diri dengan kesepakatan – kesepakatan atau perjanjian
harus dipenuhi oleh masing – masing pihak. Bentuk kewajiban (prestasi) dalam bidang
kesehatan yaitu memberikan pelayanan kesehatan semata – mata untuk kepentingan
(kesembuhan) pasien. Apabila kesepakatan ini dilanggar akan menyebabkan
wanprestasi.
1) Wanprestasi
Merupakan prestasi yang buruk yang pada dasarnya melanggar isi/kesepakatan
dalam suatu perjanjian/kontrak oleh salah satu pihak. Bentuk nyata pelanggaran
yaitu :
a) Tidak melaksanakan apa yang dijanjikan
b) Melaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya
c) Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat/ tidak tepat waktu sebagaimana
yang dijanjikan
d) Memberikan prestasi lain dari yang dijanjikan.
Wanprestasi dokter dan tenaga kesehatan dari kontrak terapeutik dapat berupa
salah satu dari empat macam tersebut. Dalam hal ini kontrak yang merupakan
inspanningverbintenins, dimana kewajiban atau prestasi tenaga kesehatan yang
dijalankan pada pasien adalah perlakuan pengobatan dan perawatan sebaik-
baiknya sesuai dengan standar operasional pelayanan kesehatan. Selain adanya
unsur pelanggaran isi perjanjian dalam wanprestasi juga ada unsur kerugian.
Unsur kerugian yang dimaksud adalah penggantian biaya, rugi dan bunga.
2) Perbuatan Melawan Hukum
Sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata mengatur bahwa, “Tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu untuk mengganti kerugian
tersebut”. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa, seorang pasien
yang dirugikan akibat tindakan malpraktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dapat menuntut ganti rugi di muka pengadilan terhadap tenaga kesehatan yang
bersangkutan.
Apabila seorang pasien yang merasa dirugikan hendak mengajukan gugatan
berdasarkan perbuatan melawan hukum terhadap tenaga kesehatan atau
saranan pelayanan kesehatan, maka ia harus dapat membuktikan bahwa telah
terjadi suatu perbuatan melawan hukum.
Pertanggungjawaban malpraktik perdata dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarious
liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit atau sarana kesehatan dapat
bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga
kesehatan).
c. Malpraktik Pidana (Criminal Malpractice)
Malpraktik pidana terjadi jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak
dilakukan memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut
dapat berupa perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negatif (tidak
melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan
dengan sikap batin yang salah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalaian.
Kelalaian dalam arti pidana, apabila kelalaian petugas kesehatan mengakibatkan
pelanggaran hukum atau undang – undang. Artinya akibat kelalaian petugas
kesehatan tersebut mengakibatkan orang lain atau pasien cedera, cacat, atau
meninggal dunia. Sanksi pelanggaran hukum pidana jelas adalah pidana atau
hukuman, yang ditentukan oleh pengadilan.

Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,


tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikenakan sanksi pidana antara lain :
1) Kelalaian menyebabkan luka berat
2) Kelalaian menyebabkan kematian
3) Praktik tanpa STR (Surat Tanda Registrasi)
4) Praktik tanpa SIP (Surat Izin Praktik)

E. KEWENANGAN TERAPIS GIGI DAN MULUT

Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pada
pasal 1 ketentuan umum menyebutkan bahwa :

“Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”

Setiap tenaga kesehatan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas profesi


begitu juga dengan terapis gigi dan mulut. Terapis gigi dan mulut termasuk tenaga kesehatan
kelompok tenaga keteknisian medis yang mempunyai kewenangan dalam pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut. Terapis gigi dan mulut dalam menjalankan tugasnya memiliki
kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang – undangan yaitu Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Izin dan Penyelenggaraan Terapis Gigi dan Mulut.

Dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2016 menyatakan


bahwa dalam menjalankan praktik keprofesiannya Terapis Gigi dan Mulut memiliki wewenang
untuk melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut meliputi :

a. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut


b. Upaya pencegahan penyakit gigi
c. Manajemen pelayanan kesehatan gigi dan mulut
d. Pelayanan kesehatan dasar pada kasus kesehatan gigi terbatas
e. Dental assisting
Selain wewenang tersebut, terapis gigi dan mulut dapat melaksanakan pelayanan di
bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang secara mandat dari dokter gigi atau
berdasarkan penugasan pemerintah sesuai kebutuhan bila tidak terdapat dokter gigi di suatu
daerah.

F. Tanggung Jawab Hukum Melaksanakan Tugas Profesi Tidak Sesuai Dengan Kompetensi/
Kewenangan

Tanggung jawab hukum adalah tanggung jawab yang diakui dan ditegakkan oleh
pengadilan atau lembaga lain yang berwenang diantara para pihak yang berperkara. Tenaga
kesehatan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas profesinya. Apabila tenaga
kesehatan khususnya terapis gigi dan mulut melakukan tugas profesi tidak sesuai atau di luar
kompetensi/kewenangannya dan menimbulkan kerugian pada pasien maka timbul tanggung
jawab hukum. Tanggung jawab hukum diantaranya :

1. Sanksi Administratif
Terapis gigi dan mulut dikatakan telah melakukan malpraktik administrasi manakala
terapis gigi dan mulut tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa
dalam melakukan police power, Pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi terapis gigi
dan mulut untuk menjalankan profesinya (Surat Izin Praktik), batas kewenangan serta
kewajiban. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan
dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pada Pasal
62 ayat (1) menyebutkan :
“Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan kewenangan
yang didasarkan pada kompetensi yang dimiliki”
Pasal 82 ayat (1)
“Setiap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 62 ayat (1) dikenai
sanksi administratif berupa :
a. Teguran lisan
b. Peringatan tertulis
c. Denda Administratif dan/atau
d. Pencabutan Izin
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2016 Pasal 28 menyebutkan bahwa
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
dapat memberikan tindakan administratif kepada Terapis Gigi dan Mulut yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik keprofesian
Terapis Gigi dan Mulut
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pencabutan SIPTGM

2. Sanksi Perdata
Dalam KUHPerdata ada 2 (dua) macam titel gugatan yaitu wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum. Terapis gigi dan mulut bekerja diluar kompetensi/kewenangan termasuk
kedalam perbuatan melawan hukum karena berbuat tidak sesuai dengan kewenangan
yang diatur dalam peraturan perundang – undangan (Permenkes Nomor 20 Tahun 2016).
Maka dapat dikenai sanksi perdata berupa mengganti kerugian yang diderita pasien baik
kerugian materil maupun imateril.

3. Sanksi Pidana
Terapis gigi dan mulut dalam melaksanakan tugas profesi bekerja diluar
kompetensi/kewenangan dan menyebabkan luka/cacat/kematian pada pasien dapat
dikakatan melakukan tindak pidana (memenuhi unsur kelalaian berat) dan mendapatkan
sanksi sesuai dengan :
Pasal 360 KUHP
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka
– luka berat,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun”
Pasal 359 KUHP
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun”
G. PENUTUP
Tenaga Kesehatan khususnya terapis gigi dan mulut merupakan tenaga profesional yang
menjalankan tugas profesi sesuai dengan standar profesi, standar operasional prosedur, hak
pengguna pelayanan dan peraturan perundang – undangan. Sepanjang terapis gigi dan mulut
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar operasional prosedur, hak
pengguna pelayanan dan peraturan perundang – undangan maka terapis gigi dan mulut
mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan ketentuan perundang- undangan. Akan
tetapi jika terapis gigi dan mulut bekerja tidak sesuai dengan standar profesi, standar
operasional prosedur, hak pengguna pelayanan dan peraturan perundang – undangan maka
akan terjadi malpraktik etik maupun malpraktik hukum dan dapat dikenakan sanksi etik atau
sanksi hukum. Misalnya terapis gigi dan mulut bekerja tanpa memiliki STRTGM dan SIPTGM,
melakukan kelalaian medis dan bekerja tidak sesuai dengan kompetensi atau kewenangan.
Bekerja diluar kompetensi atau bekerja tidak sesuai kewenangan merupakan salah satu
tindakan malpraktik medik. Agar terhindar dari sanksi hukum ataupun tuntutan pasien maka
terapis gigi dan mulut sebaiknya bekerja sesuai dengan etika profesi dan ketentuan perundang
– undangan khususnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Terapis Gigi dan Mulut.

Anda mungkin juga menyukai