PENDAHULUAN
umum yang tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat
menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Kesehatan gigi dan mulut sering
kali diabaikan dan dijadikan prioritas yang kesekian bagi sebagian orang.
menurut data Rikesdas tahun 2018 adalah 56,7%. Dari penduduk yang
yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi hanya 10,2% pada tahun 2018
pada rongga mulut mempengaruhi setengah dari populasi penduduk dunia dimana
karies gigi (kerusakan gigi) pada gigi permanen menjadi kondisi yang paling
sering terjadi (WHO, 2018). Menurut data Rikesdas pada tahun 2018 prevalensi
2018). Karies gigi merupakan suatu penyakit yang terjadi pada jaringan keras gigi
kerusakan yang dapat berefek pada kerusakan jaringan periodonsium dan memicu
1
Menurut WHO (2018), karies gigi merupakan kondisi dimana
disebabkan oleh aktivitas mikroba yang dapat mengubah gula bebas dalam
makanan dan minuman menjadi senyawa asam yang dapat melarutkan email gigi.
Dengan adanya asupan gula bebas yang tinggi, paparan fluoride yang tidak
memadai dan pelepasan biofilm mikroba secara tidak teratur dapat memperburuk
kondisi gigi dimana dapat terjadi kondisi gigi berlubang, nyeri, dan penghancuran
struktur gigi. Pada tahap lanjut dapat menyebabkan kondisi kehilangan gigi dan
infeksi sistemik. Plak pada gigi dapat menjadi perisai bagi mikroorganisme
Terdapat lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalam rongga mulut
dan hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. Kolonisasi flora
mengakses daerah yang ditempati oleh flora normal. Namun pada keadaan
tertentu, flora normal di dalam mulut dapat menjadi patogen oportunistik dan
(Dewi, Nur, dan Hertriani, 2015). Salah satu flora normal yang dapat menjadi
mikroba patogen penyebab karies pada gigi yang banyak ditemukan dalam
biofilm kariogenik atau plak adalah Streptococcus mutans (Fajriani, dan Djide,
2
2015). Streptococcus mutans adalah salah satu agen etiologi yang paling penting
(Tinanoff, 2010; Luthfi dkk., 2015). Senyawa asam yang dihasilkan dari
demineralisasi kandugan kalsium dan fosfat dari email gigi (Kusumaningsari, dan
Handajani, 2011).
(Leboffe and Pierce, 2011). Namun dari beberapa studi yang telah dilakukan,
seftriakson.
Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk mencegah karies gigi,
salah satunya penggunaan obat kumur antiseptik. Obat kumur merupakan larutan
atau cairan yang digunakan untuk membersihkan rongga mulut dengan sejumlah
menghilangkan infeksi (Nuryani, 2017). Terdapat berbagai jenis obat kumur yang
penggunaan obat kumur komersil dengan bahan kimia antara lain berupa
3
sensitivitas, eritema lokal, nyeri, erosi mukosa, dan risiko utama yang terkait
alami yang memiliki sifat antibakteri. Bahan alam memiliki efek samping lebih
sedikit dibandingkan dengan obat-obatan kimia, selain itu memiliki harga yang
murah dan mudah untuk diperoleh (Arif, Sukmawaty, dan Masri, 2017).
Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan telah lama digunakan oleh
penting adanya upaya mengeksplorasi berbagai bahan alam sebagai alternatif lain
untuk bahan industri farmasi dimasa yang akan datang guna mengantisipasi
terjadinya kebutuhan bahan obat yang lebih banyak diperlukan (Purwantoro dkk.,
2016).
tanaman obat adalah tanaman secang (Caesalpinia sappan L.). Bagian dari
tanaman secang yang sering dimanfaatkan adalah bagian kayu. Kayu secang
merupakan bagian batang dari tanaman secang yang didalamnya terdapat berbagai
batuk darah pada penyakit TBC, muntah darah, sifilis, malaria, tetanus,
4
pembersih darah (detoksifikasi), pengelat, penawar racun, dan obat antiseptik
(Dianasari, 2009).
tinggi. Selain itu ekstrak kayu secang juga memiliki aktivitas antioksidan tinggi.
bahwa ekstrak etanol kayu secang (Caesalpinia sappan L.) mengandung fenol
fenol (96%), bensen (98%), asam heksadekanoat (93%) dan asam pentadekanoat
(91%).
air kayu secang dengan pH 3,0 pada konsentrasi 20% mampu menghambat
9,42 mm. Menurut penenilitan Nomer, Duniaji, Nocianitri (2019), ekstrak kayu
dengan kategori sangat kuat. Hasil penelitian yang dilakukan Balawala (2012),
0.1 mg/disc menghasilkan zona hambat 10,33 mm, P. Aeruginosa ATCC 10145
5
pneumonia ATCC 10031 dengan konsentrasi 0,1 mg/disc menghasilkan zona
hambat 6,5 mm. Berdasarkan hasil penelitian Kusmiati, Dameria, dan Priadi
(2014), menunjukkan bahwa ekstrak etanol kayu secang (Caesalpinia sappan L.)
yang terkandung di dalam kayu secang sebesar 30,06%. Dan pada pengujian
larutan yang berwarna kuning. Sedangkan pada pengujian perebusan kayu secang
dengan menggunakan pelarut air mineral didapatkan hasil larutan yang berwarna
merah.
antibakteri, maka penelitian kali ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri
ekstrak air rebusan kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan variasi
B. Rumusan Masalah
dalam karya tulis ini yaitu ”Adakah perbedaan daya hambat variasi konsentrasi
ekstrak air rebusan kayu secang (Caesalpinia sappan L.) pada pertumbuhan
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
b. Mengukur daya hambat ekstrak air rebusan kayu secang konsentrasi 10%
c. Mengukur daya hambat ekstrak air rebusan kayu secang konsentrasi 15%
d. Mengukur daya hambat ekstrak air rebusan kayu secang konsentrasi 20%
e. Mengukur daya hambat ekstrak air rebusan kayu secang konsentrasi 25%
f. Mengukur daya hambat ekstrak air rebusan kayu secang konsentrasi 50%
(Caesalpinia sappan L.) pada konsentrasi 0, 10, 15, 20, 25, dan 50%.
h. Menganalisis perbedaan zona hambat ekstrak air rebusan kayu secang dalam
berbagai konsentrasi 0, 10, 15, 20, 25, dan 50% terhadap pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
ilmu pengetahuan sebagai salah satu bahan kepustakaan serta dapat menjadi dasar
2. Manfaat praktis
a. Bagi masyarakat
upaya preventif dalam mencegah infeksi akibat bakteri yang terjadi pada rongga
mulut.
b. Bagi penulis
laboratorium mengenai salah satu bahan alam yakni kayu secang (Caesalpinia
sappanL.) sebagai antibakteri dan penerapan keilmuan yang telah peneliti pelajari