Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL SKRIPSI

EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN JATI (Tectona grandis L.f)


TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Porphyromonas gingivalis
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

YUDA DWI ANGGARA

NIM : J2A015018

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang diderita oleh


sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satu penyakit gigi dan mulut
yang memiliki prevalensi cukup tinggi di masyarakat adalah penyakit
periodontal. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2018 menyebutkan bahwa prevalensi masalah gigi dan mulut penduduk
Indonesia sebesar 57,6%. Hasil tersebut menunjukkan peningkatan
prevalensi masalah gigi dan mulut (Riskesdas, 2018).Masalah gigi dan
mulut yang paling banyak dikeluhkan dan diderita oleh masyarakat
Indonesia adalah karies gigi, kemudian pada urutan kedua diikuti oleh
penyakit jaringan periodontal (Warni, 2009).
Penyakit periodontal dapat didefinisikan sebagai suatu peradangan
yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dan apabila tidak dirawat maka
dapat menyebabkan kehilangan gigi, penyakit yang ditemukan adalah
gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah inflamasi pada jaringan
periodontal yang meliputi jaringan gingiva, gingivitis disebabkan oleh
akumulasi bakteri plak karena kebersihan mulut yang buruk, kalkulus, iritasi
mekanis, dan posisi gigi yang tidak teratur dapat menjadi faktor pendukung.
Bakteri dalam jumlah banyak mengganggu hubungan host-parasit dan dapat
menyebabkan karies gigi dan penyakit periodontal (Laskaris, 2000; Donald,
2004).
Periodontitis merupakan penyakit periodontal yang mengenai
struktur lebih dalam. Ada tiga bakteri penyebab penyakit periodontal yang
banyak ditemukan pada plak subgingiva pasien dengan periodontitis kronis.
Ketiga bakteri tersebut adalah Porphyromonas gingivalis, Treponema
denticola dan Bacteroides forsythus (Ade, 2014). Maka perlu dilakukan
pencegahan akibat bakteri terdominan yaitu Porphyromonas gingivalis
yang dapat mengakibatkan infeksi berdasarkan mekanisme tersebut.
Perawatan untuk penyembuhan gingivitis dapat dilakukan secara
mekanik dan kimiawi. Perawatan secara mekanik dapat dilakukan scaling
root planing, secara kimiawi dapat diberikan obat kumur antiseptik dengan
tujuan untuk membunuh bakteri (Sunarto, 2014). Salah satu antibakteri yang
banyak digunakan adalah antibiotik. Antibiotik merupakan suatu substansi
kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme lain (Dorland, 2011).
Pemakaian antibiotik memiliki banyak efek samping seperti alergi
dan gangguan pencernaan, sehingga penggunaan obat-obatan berbahan
baku herbal lebih disarankan. Peningkatan resistensi bakteri terhadap
antibiotik memberikan peluang besar untuk mendapatkan senyawa
antibakteri dengan memanfaatkan senyawa bioaktif dari kekayaan
keanekaragaman hayati (Windy, 2013). Penelitian antibakteri berbasis
tanaman sudah banyak dilakukan, bahkan menurut WHO sebanyak 90%
populasi dunia secara tradisional mengandalkan tanaman sebagai sumber
pengobatan (Dominius, 2015).
Indonesia merupakan tempat dari banyak tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai obat herbal. Hutan jati yang cukup luas di Jawa terpusat
di daerah alas roban Rembang, Blora, Groboragan, dan Pati. Bahkan, jati
jawa dengan mutu terbaik dihasilkan di daerah tanah perkapuran Cepu,
Kabupaten Blora, Jawa Tengah (Suroso, 2003). Jawa Tengah khususnya
kabupaten Blora merupakan daerah yang 48% nya ditumbuhi pohon jati, hal
ini yang membuat kabupaten Blora terkenal dengan kayunya sebagai bahan
bangunan dengan kualitas tinggi dan menjadi komoditas ekspor sejak
bertahun-tahun lalu.
Pemanfaatan daun jati masih sebatas pembungkus makanan bahkan
banyak daun jati yang mengering dan jatuh hanya menjadi sampah dan
akhirnya dibakar. Kurang maksimalnya pemanfaatan daun jati ini
merupakan hal yang dapat dijadikan perhatian khususnya untuk warga
Blora. Beberapa penelitian aktivitas farmakologi terhadap jati, telah
melaporkan bahwa jati mempunyai efek farmakologi sebagai antitukak,
antinemia, antibakteri dan menyembuhkan luka (Gosmawi et al, 2009).
Daun jati juga dilaporkan mengandung karbohidrat, alkaloid, tanin, sterol,
saponin,protein, kalsium, fosfor, serat mentah dan juga mengandung
pewarna (cokelat kekuningan atau kemerahan) (Nidavani, 2014). Banyak
penelitian menjelaskan efek anti bakteri yang terdapat di ekstrak daun jati
dan bakteri Porphyromonas gingivalis. Akan tetapi, belum ada penelitian
yang menjelaskan secara spesifik tentang hubungan anatara ekstrak daun
jati dengan pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.
Keberadaan alam dan seluruh benda-benda yang terkandung di
dalamnya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Alam dan apa-
apa yang ada di dalamnya seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang termasuk
manusia dan benda mati yang ada di sekitarnya, serta kekuatan alam lainnya
seperti angin, udara dan iklim hakekatnya adalah bagian dari keberadaan
alam. Allah S.W.T. telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya
memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini. Isyarat tersebut
seperti diungkapkan dalam firman-Nya:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya


kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
baik?” (Asy-Syu’araa’: 7)
Dalam pandangan Islam dijelaskan bahwa segala ciptaan Allah tidak
ada yang sia-sia termasuk tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam yang
memerlukan penelitian. Salah satu hikmah Allah SWT tidak hanya
menetapkan kesembuhan segala macam penyakit pada satu jenis tanaman
obat. Menunjukkan secara tidak langsung manusia diperintah untuk terus
melakukan eksperimen terhadap semua jenis tanaman yang diasumsikan
mengandung kandungan obat untuk penyakit tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
tentang efektivitas antibakteri ekstrak daun jati (Tectona grandis L.f.)
terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah bagaimana efektivitas antibakteri ekstrak daun jati
terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis ?
C. Tujuan Umum dan Khusus
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun jati terhadap pertumbuhan
bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur daya hambat ektrak daun jati (Tectona grandis L.f)
terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis pada
konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%.
b. Mendeskripsikan konsentrasi ekstrak daun jati yang efektif untuk
menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.
D. Manfaat
1. Untuk Institusi
Memberikan saran untuk meningkatkan upaya pencegahan penyakit
gigi masyarakat.
2. Untuk Bidang Ilmu
Memberikan informasi khususnya di bidang Ilmu Kedokteran Gigi
mengenai tumbuhan herbal, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan
penunjang untuk penelitian selanjutnya.
3. Untuk Masyarakat
Menjadi informasi kepada masyarakat terkait efektivitas dan manfaat
ekstrak daun jati terhadap kesehatan gigi dan mulut.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini didasarkan pada penelitian-
penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut diantaranya :
Tabel 1.1 Keaslian penelitian
No. Peneliti Judul Jenis Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian Penelitian
1 Zulfan M. Potensi Penelitian ini Ekstrak jahe Variabel
Alibasyah, Antibakteri merupakan (Zingiber independen
Ridha Ekstrak eksperimental officinale Ekstrak Jahe
Andayani, Jahe laboratoris Roscoe)
Ana Farhana (Zingiber dengan desain memiliki
officinale post test only potensi
Roscoe) control antibakteri
terhadap group. terhadap
Porphyrom Porphyromonas
onas gngivalis pada
gingivalis kosentrasi
secara in 6,25% dengan
vitro rata-rata
diameter zona
hambat
10,6 mm dan
termasuk
kategori lemah
menurut
klasifikasi Ahn
dkk.
2 Iis Ismawati, Telaah Penelitian ini Menunjukkan Variabel
Lia Marliani Fitokimia merupakan bahwa ekstrak independen :
dan penelitian daun jati merah Daun Jati Merah
Aktivitas ekperimental lebih aktif dari (Tectona grandis
Antioksida yang dilakukan pada ekstrak Linn.) dan Daun
n dari di Laboratorium daun jati putih. Jati Putih
Daun Jati Biologi Farmasi Fraksi yang (Gmelina arborea
Merah Sekolah Tinggi paling aktif dari Roxb.)
(Tectona Farmasi daun jati merah
grandis Bandung. ditunjukkan oleh
Linn.) dan fraksi etanol-air
Daun Jati yang
Putih mengandung
(Gmelina fenol dan
arborea flavonoid .
Roxb.)
3 Agnes Uji Penelitian Sediaan sabun Bakteri
Juniarti Aktivitas eksperimental cair dari ekstrak Escherichia coli,
Chastelyna, Sabun Cair laboratorium daun jati dengan Staphylococcus
Ekstrak konsentrasi aureus
Daun Jati 0,01%, 0,02%,
(Tectona 0,03% dapat
grandis menghambat
L.f.) pertumbuhan
Sebagai bakteri
Antibakteri Escherichia coli
Terhadap yaitu sebesar
Staphyloco 15mm,17 mm,
ccus 19mm,
aureus dan sedangkan
Escherichi terhadap bakteri
a coli Staphylococcus
aureus daya
hambat yang
diperoleh
sebesar 15
mm,17mm,19m
m.
4 Fildza HF, Uji Penelitian Aktivitas Bakteri
Rindya MA, Aktivitas eksperimental penghambatan Staphylococcus
Masfiyah, Ekstrak laboratorium terbesar terjadi epidermidis
Rina W, Etanolik pada bakteri
Daun Jati Staphylococcus
(Tectona epidermidis
grandis L. dengan
f.) dalam konsentrasi
Menghamb ekstrak 25%
at menghasilkan
Pertumbuh zona hambat
an Bakteri sebesar 13 mm.
Secara In
Vitro
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI
1. Jati Jati (Tectona grandis L.f)
a. Klasifikasi
Jati (Tectona grandis L.f) merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh
dengan baik di iklim tropis dengan suhu yang hangat dan lembab.

Gambar 2.3 Daun Jati (Tectona grandis L.f)(Muharam, 2017)

Penggolongan dan tatanama tanaman jati diklasifikasikan sebagai


berikut (Erinda, 2011) :
Kingdom : Plantae
Divisio :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Tectona
Spesies : T. Grandis
Nama-nama daerah jati yang sering dipakai dibeberapa negara,
seperti Jati (Indonesia), Tekku (Bombay), Kyun (Burma), Saga
(Gujarat), Sagun (Hindi), Saguan (Kannad), Sag (Manthi), Singuru
(Oriya), Bardaru (Sangskrit), Tekkumaran (Tamil) dan Adaviteeku
(Telugu) (Sumarna, 2011).
b. Morfologi
Jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40
meter. Tinggi batang bebasnya mencapai 18-20 meter. Kulit batang
berwarna cokelat gradasi dan kuning keabu-abuan. Pohon jati yang baik
adalah pohon yang memiliki garis diameter batang yang besar, berbatang
lurus dan jumlah cabangnya sedikit (Mulyana dan Asmarahman, 2010).
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan
tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar,
sekitar 60-70 cm × 80-100 cm sedangkan pada pohon tua menyusut
menjadi sekitar 15 × 20 cm. Permukaan berbulu halus dan mempunyai
rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna
kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila
diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol
di buku – bukunya (Danu, 2013). Daun jati letaknya saling berhadapan
(opposite), bertangkai pendek (Ahsana, dkk., 2011).
c. Kandungan Kimia
Daun jati dilaporkan mengandung karbohidrat, alkaloid, tanin,
sterol, saponin, protein, kalsium, fosfor, serat mentah dan juga
mengandung pewarna (cokelat kekuningan atau kemerahan) (Nidavani,
dkk.,2014). Ekstraktif terlarut dalan etanol-benzena merupakan
senyawa-senyawa terpenoid sampai fenolat (Lukmandaru, 2010).
Kandungan senyawa fenolik pada daun jati muda lebih tinggi dari daun
jati dewasa (Nayeem dan Kevekar, 2010).
Gambar 2.4 Struktur kimia Flavonoid(kiri atas),Struktur Kimia Tanin(kanan
atas),Struktur Kimia Saponin (bawah) (Agnes Juniarti, 2016)
(1). Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15
atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu
rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6.
Flavonoid termasuk senyawa fenolik potensial sebagai antioksidan
dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Manfaat flavonoid antara
lain adalah untuk melindungi struktur sel, anti-inflamasi, mencegah
kanker, dan sebagai antibiotik (Resi, 2009).
(2). Tanin memiliki struktur senyawa yang terdiri dari cincin benzena
(C6) yang berikatan dengan gugus hidroksil (-OH). Tanin memiliki
peranan biologis yang besar karena fungsinya sebagai pengendap
protein dan penghelat logam. Oeh karena itu tannin diprediksi dapat
berperan sebagai antioksidan biologis (Shafa, dkk., 2015).
(3). Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan struktur
aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe
steroida dan tipe triterpenoida. Kedua senyawa ini memiliki
hubungan glikosidik pada atom C3 dan memiliki asal usul
biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan
isoprenoid (Gunawan dan Mulyani, 2004). Saponin merupakan
senyawa sekunder yang ditemukan pada banyak tanaman di bagian
akar, kulit, daun, biji, dan buah yang berfungsi sebagai sistem
pertahanan (Hidayah, 2016).
2. Penyakit Perodontal
a. Definisi
Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan
berfungsi sebagai penyangga gigi yang terdiri dari gingiva, sementum,
ligamen periodontal dan tulang alveolar. Istilah penyakit periodontal
digunakan untuk menggambarkan suatu kelompok atau kondisi yang
dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan bagian perlekatan gigi
(misalnya gingiva, ligamen periodontal, sementum akar, dan tulang
alveolar) (Hatta, 2011).
Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan
periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai
adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang
mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal
dengan Gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini
mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi
tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut
dengan Periodontitis (Saputra, 2014).
Konsep patogenesis penyakit periodontal yang diperkenalkan oleh
Page dan Schroeder terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu : Permulaan, Dini,
Menetap dan Parah. Tiga tahap pertama yaitu permulaan, dini dan
menetap merupakan tahap pada diagnosa gingivitis dan tahap parah
merupakan diagnosa periodontitis. Klasifikasi penyakit periodontal
secara klinik dan histopatologi pada anak-anak dan remaja menurut
International workshop for a classification of periodontal disease and
conditions tahun 1999 dapat dibedakan atas 6 (enam) tipe sebagai
berikut:
(1). Gingivitis kronis
(2). Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ)
(3). Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)
(4). Periodontitis kronis
(5). Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
(6). Periodontitis Prepubertas.
b. Gingivitis
Gingivitis adalah sebuah inflamasi gingiva yang disebabkan oleh
akumulasi plak dan bakteri. Gingivitis disebabkan efek jangka panjang dari
penumpukan plak. Plak adalah sebuah materi yang melekat yang terbentuk
di sekitar gigi karena bakteri, saliva, dan sisa makanan. Gejala gingivitis
adalah mulut kering, pembengkakan pada gusi, warna merah menyala atau
merah ungu pada gingiva, gingiva terlihat mengkilat dan pendarahan pada
gingiva (Newman, dkk., 2012).
c. Periodontitis
Periodontitis adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung
gigi (periodontium). Pemeriksaan klinis pada penderita periodontitis
terdapat peningkatan kedalaman poket, perdarahan saat probing yang
dilakukan dengan perlahan ditempat aktifnya penyakit dan perubahan
kontur fisiologis. Dapat juga ditemukan gingiva yang kemerahan dan
bengkak dan biasanya tidak terdapat rasa sakit. Tanda klinis yang
membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah adanya attachment
loss (hilangnya perlekatan). Kehilangan perlekatan ini seringkali
dihubungkan dengan pembentukan poket periodontal dan berkurangnya
kepadatan serta ketinggian dari tulang alveolar dibawahnya (Newman,
dkk., 2012).
Faktor penyebab periodontitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Penyebab utama
penyakit periodontal adalah adanya mikroorganisme yang berkolonisasi
di dalam plak gigi. Plak gigi adalah substansi yang terstruktur, lunak,
berwarna kuning, yang melekat pada permukaan gigi. Kandungan dari
plak gigi adalah berbagai jenis mikroorganisme, khususnya bakteri
sisanya adalah jamur, protozoa dan virus. Plak yang mengandung
mikroorganisme patogenik ini berperan penting dalam menyebabkan dan
memperparah infeksi periodontal. Peningkatan jumlah organisme Gram
negatif di dalam plak subgingiva seperti Porphyromonas gingivalis,
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia dan
Treponema denticola menginisiasi infeksi periodontal. serta faktor
lainnya seperti bentuk gigi yang kurang baik, maloklusi, over hanging
restoration dan bruxism. Faktor sistemik sebagai penyebab periodontitis
adalah pengaruh hormpnal pada masa pubertas, kehamilan, menopause,
defisiensi vitamin, diabetes militus dll. (Hartanti, 2013).
3. Porphyromonas gingivalis
Porphyromonas gingivalis merupakan flora normal rongga mulut dan
berperan dalam perkembangan penyakit mulut seperti penyakit periodontal,
halitosis, kanker mulut serta kondisi sistemik seperti diabetes mellitus dan
penyakit kardiovaskuler (Katz, dkk., 2011). Porphyromonas gingivalis dapat
menginduksi terjadinya gingivitis dan periodontitis (Newman, dkk., 2006).

Gambar 2.1 Gambar Bakteri phorpyromonas gingivalis (Nahdiya Fitriyana,


2013)
a. Klasifikasi Porphyromonas gingivalis
Berikut klasifikasi Porphyromonas gingivalis menurut (Henderson,
et al., 2009) sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Superphylum : Bacteroidetes/Chlorobi group
Phylum : Bscteroidetes
Class : Bacteroides
Orde : Bacteroisales
Family : Porphyromonadaceae
Genus : Porphyromonas
Spesies : Porphyromonas gingivalis
b. Karakteristik bakteri Porphyromonas gingivalis
Porphymonas gingivalis memiliki bercak hitam, pleomorphic
terutama batang pendek (coccoballi), tak punya alat gerak (nonmotile)
anaerob Gram negatif, non-fermentasi, dapat tumbuh optimum pada suhu
36,8 – 39 ºC dengan pH antara 7,5 – 8,0, tidak membentuk spora (non
spore forming), obligat anaerob (Naito, dkk.,2008). Habitat utama
Porphyromomnas gingivalis adalah pada daerah sub gingiva terutama
pada daerah sub gingiva penderita periodontitis. Selain itu juga dapat
ditemukan di daerah lidah, gingiva, membran mukosa bukal dan tonsil
(Samaranayake, 2004).
Porphymonas gingivalis merupakan bakteri Gram negatif yang
memiliki struktur dinding sel yang berbeda dengan struktur dinding sel
bakteri Gram positif. Pada dinding sel Porphyromonas gingivalis
terdapat adanya membran luar, dinding peptidoglikan, dan ruang
periplasmik diantara dinding sel dan membran. Struktur membran luar
ini mengandung lipopolisakarida (LPS) yaitu suatu struktur kompleks
yang terdiri dari lipid A, rantai pendek gula dan rantai panjang
karbohidrat yang disebut sebagai antigen O. Membran luar bakteri juga
terdapat saluran porin yang memungkinkan penetrasi senyawa berukuran
molekul kecil dan hidrofilik seperti gula, asam amino dan ion-ion tertentu
(Geidam, dkk., 2007).
c. Pengaruh Porphyromonas gingivalis Terhadap Jaringan Mulut
Terganggunya sel epitel oleh bakteri adalah tahap pertama dalam
inisiasi proses inflamasi dan respon imun yang menyebabkan kerusakan
jaringan dan pendukung gigi sekitarnya sehingga dapat mengakibatkan
kehilangan gigi. Porphyromonas gingivalis menyerang jaringan
periodontal dan menghambat mekanisme pertahanan pejamu.
Porphyromonas gingivalis memanfaatkan faktor virulensi yang
menyebabkan deregulasi respon imun dan inflamasi. Penelitian
menunjukkan bahwa adanya invasi bakteri pada gingiva dari penderita
periodontitis kronis (Susanti, 2005).
Penghambat PMN yang terdapat pada sulkus gingiva (poket
periodontal) tidak cukup untuk mencegah invasi plak bakteri pada
dinding poket, sehingga bakteri plak pada subgingiva termasuk
Porphyromonas gingivalis dapat menembus epitel gingiva. Penetrasi
bakteri dan masuknya ke jaringan ikat menambah perbesaran ruang antar
epitel penyatu karena terjadi kerusakan dari P. gingivalis Arg dan Lys-
gingipains yang terlibat dalam degradasi beberapa jaringan ikat dan
protein matriks ekstraseluler pada sel pejamu. Ditemukan bakteri
subgingiva, namun bakteri intraseluler belum tentu terlihat dalam kasus
periodontitis kronis kecuali fagositosis bakteri dalam vakuola dari PMN
(Susanti, 2005).
4. Antibakteri
Antibakteri adalah obat untuk membasmi mikroba, meliputi golongan
anti bakteri, antijamur dan antiviral. Antibakteri bekerja dengan cara
mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding sel
mikroba, merusak keutuhan membran sel mikroba, menghambat sintesis
protein sel mikroba dan menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Sifat
antibakterial ada 2 yaitu bakteriostatik dan bakteriosidal. Bakteriostatik
adalah antibakteri yang memiliki kemampuan menghambat perkembangan
bakteri tetapi perkembangbiakan akan terus berlangsung bila zat tidak ada.
Bakterisidal adalah sifat yang membunuh bakteri secara permanen (Jawetz,
dkk., 2005).
Cara kerja bahan antibakteri antara lain dengan merusak dinding sel,
merubah permeabilitas sel, merubah molekul protein dan asam nukleat,
menghambat kerja enzim, serta menghambat sintesis asam nukleat dan
protein (Pelczar, 2005).
Mekanisme kerja anti bakteri adalah sebagai berikut :
a. Menghambat sintesis dinding sel bakteri
Kerusakan pada dinding sel pada pembentukannya dapat
menyebabkan sel bakteri menjadi lisis. Dalam lingkungan hipertonik,
kerusakan pembentukan dinding sel mengakibatkan terbentuknya
protoplas bakteri sferis pada organisme gram positif atau sferoplas pada
organisme gram negatif dilapisi oleh membran sitoplasma yang rapuh.
b. Mengubah permeabilitas membran sel atau transport aktif melalui
membran sel
Membran sel bekerja sebagai barier permeabilitas selektif, berfungsi
sebagai transpor aktif, sehingga mengontrol komposisi internal sel.
Integritas fungsional membran sel terganggu, maka makromolekul dan
ion dapat keluar dari sel sehingga dapat menyebabkan kerusakan atau
kematian sel
c. Menghambat Sintesis Protein
Antimikroba dapat menghambat sintesis protein bakteri pada
ribosom bakteri.
d. Menghambat Sintesis Asam Nukleat
Asam p-aminobenzoat (PABA) berperan dalam sintesis asam folat,
suatu prekursor penting yang berperan dalam sintesis asam nukleat.
Sulfonamid adalah analog struktural PABA yang dapat masuk ke dalam
reaksi dan bersaing untuk pusat aktif enzim. Akibatnya, terbentuk analog
asam folat nonfungsional, yang mencegah pertumbuhan sel bakteri
(Jawetz, dkk., 2008).
5. Metronidazol
Metronidazol merupakan antibiotik yang berguna dalam mengatasi
berbagai peradangan akibat protozoa dan bakteri anaerob. Spektrum
metronidazol terbatas pada bakteri anaerob obligat dan beberapa bakteri
mikroaerofilik, dan paling efektif melawan bakteri anaerob Gram negatif
yang bertanggung jawab pada peradangan orofasial akut dan periodontitis
kronis. Kombinasi metronidazol dengan antibiotik betalaktam pada
peradangan oral diindikasikan untuk peradangan orofasial akut yang serius
dan pada penatalaksanaan periodontitis agresif (Priskila, dkk.,2017).
Mekanisme metronidazol dalam membunuh bakteri ini yaitu dengan
cara masuk ke dalam mikroorganisme tersebut dan bereduksi menjadi produk
polar yang menghasilkan 2-hydroxymethyl metronidazol yang akan berikatan
dengan DNA bakteri dan mengganggu struktur heliksnya, kemudian
menghambat sintesis asam nukleatnya dan mengakibatkan kematian sel
bakteri. (Wright, dkk, 2017).
Metronidazol didistribusikan secara luas di seluruh tubuh dan setelah
dosis oral, dapat dideteksi dalam saliva dan cairan sulkus gingiva. Setelah
lima hari dengan dosis 250 mg tiga kali sehari, tingkat metronidazol dalam
cairan sulkus gingiva menunjukkan rentang yang jauh lebih besar dan dapat
hampir 50% lebih tinggi dari konsentrasi serum. Metabolisme obat ini
terutama di hati (Tracy, 2008).
6. Ekstrak
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), ekstraksi adalah proses
penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari suatu serbuk simplisia,
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Beberapa metode yang
banyak digunakan untuk ekstraksi bahan alam antara lain:
a. Ekstraksi secara dingin
(1). Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan
Menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk
menarik zat - zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak
tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI, 2000).
(2). Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut dari
jaringan selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Perkolasi cukup
sesuai, baik untuk ekstraksi pendahuluan maupun dalam jumlah besar
(Depkes RI, 2006).
b. Ekstraksi secara panas
(1). Reflux adalah ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang akan
diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat
yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan
sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat
aktif dalam simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3
kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam (Departemen Kesehatan
RI, 2006).
(2). Infudasi adalah proses penyaringan yang umunya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan
nabati. Penyaringan dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak
stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang oleh sebab itu
sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari
24 jam.
7. Uji Bakteri
Metode pengujian daya antimikroba bertujuan untuk menentukan
konsentrasi suatu zat antimikroba sehingga memeperoleh suatu sustem
pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat dua metode untuk menguji
daya antimikroba, yaitu dilusi dan difusi. Menurut Pratiwi (2008) dalam
Atikah (2013) metode difusi dan metode dilusi terbagi menjadi beberapa
metode, yaitu:
a. Metode Difusi
Metode difusi adalah pengukuran dan pengamatan diameter zona
bening yang terbentuk di sekitar cakram, dilakukan pengukuran setelah
didiamkan selama 18-24 jam dan diukur menggunakan jangka sorong
(Khairani, 2009; Sari, dkk, 2013)
(1). Metode disc diffusion atau metode Kirby Baure, metode ini
menggunakan kertas cakram yang berisi zat antimikroba dan
diletakkan pada media agar yang telah ditanami bakteri uji.
(2). Metode E-Test digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat
Minimum), yaitu konsentrasi minimal zat antimikroba dalam
menghambat pertumbuhan bakteri uji. Metode ini menggunakan
strip plastik yang telah berisi zat antibakteri dan diletakkan pada
media agar.
b. Metode Dilusi
Meode dilusi dibedakan mejadi dua, yaitu:
(1). Metode Dilusi cair/ broth dilution test, digunakan untuk mengukur
KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh
Minimum). Zat antimikroba diencerkan pada medium cair yang
telah ditambahkan bakteri uji. Larutan antimikroba dengan kadar
terkecil dan terlihat jernih ditetapkan sebagai KHM. KHM dikultur
ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri dan zat
antimirkoba, kemudian diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang
tetap cair ditetapkan sebagai KBM.
(2). Metode dilusi padat/ solid dilution test, metode ini hampir sama
dengan metode dilusi cair, namun menggunakan media padat/solid.
Metode dilusi padat dapat menguji beberapa macambakteri dalam
satu konsentrasi zat antimikroba.
8. Hubungan Ekstrak Daun Jati terhadap Bakteri Porphyromonas
gingivalis
Daun jati (Tectona grandis L.f) memiliki kandungan kimia seperti
flavonoid, saponin, dan tanin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Flavonoid
Flavonoid memiliki kemampuan antibakteri merusak dinding sel
bakteri karena berikatan dengan protein melisis sel bakteri sehingga bakteri
mati (Christianto, 2012). Flavonoid juga dapat menggumpalkan protein,
bersifat lipofilik, sehingga lapisan lipid membran sel bakteri akan rusak
(Monalisa, dkk., 2011).
b. Saponin
Saponin dapat meningkatkan permebilitas membran sel bakteri
sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menganggu
tegangan permukaan dinding sel, dan pada saat tegangan permukaan
saponin akan mudah masuk kedalam sel dan akan menganggu metabolisme,
kemudian menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel
akan rusak dan lisis (Suerni, Dkk., 2013). Mekanisme kerja saponin
termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas
membran sel bakteri yang menyebabkan kerusakan membran sel dan
mengakibatkan sel bakteri lisis (Kurniawan dan Aryana, 2015).
c. Tanin
Tanin memiliki kemampuan menganggu metabolisme dan
permeabilitas bakteri, akibatnya sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup
sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat bahkan mati (Ajizah, 2004).
Tanin juga memiliki daya antibakteri melalui reaksi dengan membran sel,
inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genik (Aftina,
2015).
B. Kerangka Teori

Daun Jati (Tectona Flavonoid, Tanin,


grandis L.f) Saponin

Kontrol Positif
Ekstraksi
Metronidazole
250mg

25% 50% 75% 100%

Metode Uji Bakteri


Porphyromonas
gingivalis

Pertumbuhan Bakteri
Porphyromonas
gingivalis Terhambat

C. Kerangka Konsep

Ekstrak Daun Jati Porphyromonas


(Tectona grandis L.f) gingivalis
D. Hipotesis
1. Adanya daya hambat ekstrak daun jati (Tectona grandis L.f) terhadap bakteri
Porphyromonas gingivalis untuk mencegah periodontitis.
2. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jati semakin efektif daya hambat
terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan rancangan true
eksperimen laboratorium mengenai efektivitas ekstrak daun jati dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis dengan rancangan
penelitian post-test only control group design, dengan melakukan pengukuran
zona hambat atau daerah yang tidak ditumbuhi bakteri Porphyromonas
gingivalis. Dalam design ini terdapat dua kelompok, kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Kelompok perlakuan dengan menggunakan ekstrak daun jati
untuk menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis, dan
kelompok kontrol yaitu metronidazol 250 mg untuk menghambat pertumbuhan
bakteri Porphyromonas gingivalis.

Bakteri Porphyromonas gingivalis

Bakteri Porphyromonas gingivalis ATCC 33277

K+ P1 P2 P3 P4

Pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :
K+ = Kontrol positif (Metronidazol 250 mg)
P1 = Perlakuan 1 (Ekstrak daun jati konsentrasi 25%)
P2 = Perlakuan 2 (Ekstrak daun jati konsentrasi 50%)
P3 = Perlakuan 3 (Ekstrak daun jati konsentrasi 75%)
P4 = Perlakuan 4 (Ekstrak daun jati konsentrasi 100%)
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang digunakan adalah biakan bakteri Porphyromonas
gingivalis yang tersedia di Laboratorium Mikrobiologi Universitas
Airlangga.
2. Sampel
Bakteri Porphyromonas gingivalis diambil dari strain biakan murni
dengan menggunakan ose sebanyak satu koloni kemudian dimasukan 0,5 ml
Brain Heart Infusion (BHI) cair dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37º
C. Suspensi tadi diencerkan dengan akuades steril sampai kepekatan tertentu
sesuai dengan standar Mc Farland 0,5 yaitu 1 x 108 CFU/ml. Sampel bakteri
Porphyromonas gingivalis yang berada pada beberapa cawan petri dengan
masing-masing konsentrasi yaitu 25%, 50%, 75%, 100% akan dilakukan
pengulangan yang sama. Pengulangan dilakukan sesuai dengan hasil
perhitungan rumus Federer (Arkerman dan David, 2006) yaitu :
( t – 1 ) ( r – 1 ) ≥ 15
(5 – 1) (r – 1) ≥ 15
4r – 4≥ 15
r ≥ 4,57
r≥ 5
t = jumlah kelompok perlakuan
r = jumlah pengulangan
Jumlah ulangan yang ideal menurut hitungan rumus Federer di
atas adalah 5 kali ulangan atau lebih untuk tiap kelompok uji.
Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan (Pengulangan)
Kelompok Konsentrasi Ekstrak Bakteri Pengulangan
Kelompok 1 Ekstrak daun jati Suspensi bakteri yang 5 kali pengulangan
konsentrasi 25 % sudah disetarakan
dengan metode
McFarland 50μl
Kelompok 2 Ekstrak daun jati Suspensi bakteri yang 5 kali pengulangan
konsentrasi 50 % sudah disetarakan
dengan metode
McFarland 50μl
Kelompok 3 Ekstrak daun jati Suspensi bakteri yang 5 kali pengulangan
konsentrasi 75 % sudah disetarakan
dengan metode
McFarland 50μl
Kelompok 4 Ekstrak daun jati Suspensi bakteri yang 5 kali pengulangan
konsentrasi 100 % sudah disetarakan
dengan metode
McFarland 50μl
Kelompok 5 (kontrol Metronidazol 250 mg Suspensi bakteri yang 5 kali pengulangan
positif) sudah disetarakan
dengan metode
McFarland 50μl
Jumlah perlakuan 25 perlakuan
a. Krieteria Inklusi
Daun jati muda berwarna hijau, utuh dan tidak rusak, daun yang diambil
dari Blora.
b. Kriteria Eksklusi
Daun jati tua bewarna hijau kekuningan, gugur dari pohon, daun yang
dimakan hama atau ulat.
C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Tempat :
Dalam penelitian ini menggunakan laboratorium yaitu:
a. Pengambilan bakteri Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 di
Laboratorium Mikrobiologi Universitas Airlangga.
b. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Semarang untuk uji hambat pertumbuhan
Porphyromonas gingivalis.
c. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Semarang untuk pengekstrak daun jati dalam
pembuatan ekstrak dengan mengambil daun jati di daerah Blora Jawa
Tengah.
2. Waktu Penelitian :
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2018 –April 2019.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah ekstrak daun jati
konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan bakteri
Porphyromonas gingivalis pada media Mueller Hinton Agar (MHA).
3. Variabel Terkontrol
Variabel terkontrol dalam penelitian ini adalah Media biakan Mueller
Hinton Agar (MHA), suhu inkubasi 37oC, lama inkubasi baktei
Porphyromonas gingivalis selama 24 jam, sterilisasi alat, dan berbagai
konsentrasi ekstrak daun jati (25%,50%, 75%, dan 100%).
4. Variabel Tidak Terkontrol
Variabel tidak terkontrol dalam penelitian ini adalah kontaminasi pada
media biakan.
F. Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Skala
Operasional Ukur
Variabel
Dependen
1 Pertumbuhan Lebar/Zona Jangka Dengan Rasio
Bakteri hambat di sorong metode
Porphyromo sekeliling yang disc
nas tidak ditemukan diffusion
gingivalis pertumbuhan
bakteri
Porphyromonas
gingivalis
Variabel
Independent
2 Ekstrak Ekstrak Daun Mikro Rumus : Rasio
Daun Jati Jati konsentrasi pipet M1 x V1
25%, 50%, 75%, =M2 x V2
100% dengan
metode maserasi
3 Kontrol Tablet Mikro Mengguna Rasio
Positif metronidazol pipet kan
250 mg yang timbangan
telah dilarutkan
F. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Riset
kuantitatif adalah riset yang didasarkan pada data yang berbentuk angka atau
bilangan. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer merupakan data yang diproleh langsung dari subjek penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek
sebagai sumber informasi yang dicari.
G. Tahap Penelitian
Pada penelitian ini ada beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap pertama :
a. Membuat surat Ethical Clearence dari KEPK untuk memulai penelitian.
b. Menentukan laboratorium yang akan digunakan untuk jalannya
penelitian.
c. Melakukan pencatatan peralatan yang sudah tersedia dalam lab maupun
belum tersedia, kemudian mempersiapkan dan menyediakan peralatan
maupun bahan penelitian.
d. Memberikan surat kepada laboratorium guna melakukan penelitian
dengan surat yang diketahui oleh Dekan dan Kepala Prodi.
2. Tahap kedua :
Pencarian bahan dan alat guna kepentingan penelitian.
3. Tahap ketiga :
a. Sterilisasi alat
Pada penelitian ini alat yang digunakan untuk penelitian disterilkan
terlebih dahulu. Alat berbahan gelas disterilkan dengan oven yang bersuhu
170̊ C selama ± 2 jam. Jarum ose dipanaskan atau dibakar diatas api
langsung dan media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121̊C selama
±15 menit.
b. Pembuatan ekstrak daun jati
Ekstrak daun jati diambil dengan kriteria daun jati yang masih muda
dan tidak gugur. Tahap pembuatan ekstrak sebagai berikut :
1) Timbang daun jati yang sudah dipetik dan terkumpul 3 kg.
2) Cuci daun kemudian dirajang dirajang halus menggunakan pisau dan
dikeringkan dengan tidak terpapar langsung matahari karena akan
timbul kerusakan kandungan daun jati. Setelah kering hingga tidak
ada kadar air yang ada dalam daun jati dan ditimbang kembali.
3) Ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi, rendam rajangan
daun jati yang sudah kering dalam 3 liter larutan etanol 96% dan
ditutup alumunium foil selama 3x24 jam sambil sesekali diaduk.
4) Lakukan pemisahan maserat yaitu filtrate dan ampas daun jati
dengan kertas saring untuk mendapatkan filtrat daun jati cair.
5) Filtrate dipekatkan dan diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator dengan suhu 50̊ C hingga didapatkan ekstrak etanol daun
jati.
6) Lalu dilakukan pembuatan beberapa konsentrasi sesuai kelompok
(25%, 50%, 75%, 100%) dengan menggunakan rumus berikut:

N1 x V1 = N2 x V2

Keterangan :
N1 = Konsentrasi 100% (%)
V1 = Volume larutan dengan konsentrasi 100% yang diperlukan (ml)
N2 = Konsentrasi yang diinginkan (%)
V2 = Volume konsentrasi yang diinginkan (ml)
(Kartikasari, dkk., 2012)
Hingga diperoleh :
a) Kelompok 1 : untuk mendapatkan hasil konsentrasi ekstrak daun
jati 25% sebesar 10 ml, maka ditambahkan 2,5 gr/ml dari 100%
ekstrak daun jati.
b) Kelompok 2 : untuk mendapatkan hasil konsentrasi ekstrak daun
jati 50% sebesar 10 ml, maka ditambahkan 5 gr/ml dari 100% ekstrak
daun jati.
c) Kelompok 3 : untuk mendapatkan hasil konsentrasi ekstrak daun
jati 75% sebesar 10 ml, maka ditambahkan 7,5 gr/ml dari 100%
ekstrak daun jati.
d) Kelompok 4 : untuk mendapatkan hasil konsentrasi ekstrak daun
jati 100% sebesar 10 ml, maka ditambahkan 10 gr/ml dari 100%
ekstrak daun jati.
c. Analisa fitokimia
Analisa fitokimia merupakan analisa kualitatif yang dilakukan untuk
mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak daun jati
(Tectona grandis L.f) dengan menggunakan uji tabung reaksi dengan
mengamati perubahan warna. Analisa fitokimia yang dilakukan seperti
flavonoid, tanin dan saponin.
1). Identifikasi flavonoid, masukkan 3 mL ekstrak daun jati ke dalam
tabung reaksi, tambahkan logam magnesium 0,5 mg dan HCL pekat 3
tetes. Septyaningsih (2010) menjelaskan bahwa jika ekstrak sampel
terdapat senyawa flavonoid, maka setelah penambahan logam Mg dan
HCL akan terbentuk garam flavilium berwarna merah atau jingga.
Penambahan HCL pekat dalam uji flavonoid dimaksudkan untuk
menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya, yaitu dengan
menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan tergantikan oleh H+ dari
asam karena sifatnya yang elektrofilik. Glikosida berupa gula yang
biasa dijumpai yaitu glukosa, galaktosa dan ramnosa. Reduksi dengan
Mg dan HCL pekat ini menghasilkan senyawa kompleks yang
berwarna mrah ataujingga pada flavonol, flavanon, flavanonol dan
xanton (Mariana, 2013).
2). Identifikasi saponin, masukkan 0,1 g ekstrak daun jati ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 ml air hangat atau panas lalu
dikocok selama 30 detik. Tes buih positif mengandung saponin bila
terjadi buih yang stabil selama 15 menit dengan tinggi 3 cm di atas
permukaan cairan (Fitriyani, dkk., 2011). Timbulnya busa
menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan
membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glikosa dan
senyawa lainnya (Marliana, 2005).
3). Identifikasi tanin, masukkan 3 mL ekstrak daun jati ke dalam tabung
reaksi, ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1%. Larutan akan berwarna hitam
kebiruan atau hijau jika mengandung senyawa tanin (Sangi, dkk.,
2008). Terjadinya pembentukan warna hijau ini karena terbentuknya
senyawa kompleks antara logam Fe dan tanin. Senyawa kompleks
terbentuk karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion atau
atom logam dengan atom nonlogam (Effendy, 2007).
d. Pembuatan kontrol positif
Uji ini dilakukan dengan menggunakan tablet metronidazol 250 mg.
Tablet dihancurkan untuk dijadikan serbuk, kemudian ditimbang dan
dilarutkan dalam 100 ml akuades. Setelah itu, diaduk dan hasilnya
disaring (Moch, 2012).
e. Uji konfirmasi bakteri Porphyromonas gingivalis
Isolasi merupakan cara untuk memisahkan suatu mikroorganisme
dari lingkungan, sehingga diperoleh biakan yang murni atau tidak
tercampur dengan jenis lainnya (Gandjar, dkk., 1992). Identifikasi
bakteri dilakukan dengan pewarnaan Gram dan uji koloni
Porphyromonas gingivalis (Pelczar dan Chan, 2007).
f. Pembuatan Larutan Mc Farland
Pembuatan larutan standar larutan baku Mc Farland terdiri atas dua
komponen yaitu larutan BaCL2 1% dan H2SO4 1%. Larutan BaCL2 1%
sebanyak 0,05 ml dicampur dengan larutan H2SO4 1% sebanyak 9,95 ml
dan dikocok hingga homogen. Nilai absorban larutan baku Mc Farland
0,5 ekuivalen dengan suspense sel bakteri konsentrasi 1,5 x 108 CFU/ml.
Larutan harus dikocok terlebih dahulu hingga homogen setiap akan
digunakan untuk membandingkan suspensi bakteri (Vandepitte, dkk.,
2010).
g. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)
Timbang 9,5 gram Mueller Hinton Agar atau MHA (38 gr/L) dengan
komposisi medium (Beef infusion 300 gram, Casamino acid 17,5 gram,
strach 1,5 gram dan agar) dilarutkan dalam 250 ml akuades lalu
dipanaskan hingga mendidih kemudian disterilkan dalam autoklaf
selama 20 menit dengan tekanan udara 1 atm suhu C (Vandepitte, dkk.,
2010).
h. Pembuatan kultur bakteri
Bakteri Porphyromonas gingivalis yang digunakan merupakan
biakan murni dan tidak mati sebelum dan saat penelitian. Tahapan
pembuatan kultur bakteri sebagai berikut :
1) Bakteri Porphyromonas gingivalis diambil dari media Brain Heart
Infusion (BHI) dengan menggunakan ose steril di atas api spiritus
dan digores tipis ke media Mueller Hinton Agar (MHA).
2) Selanjutnya cawan petri diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator
dengan suhu 37̊C .
3) Pembuatan suspensi bakteri uji yang dibandingkan dengan 0,5 Mc
Farland diambil 100 μl.
i. Pembuatan suspensi bakteri
Biakan bakteri Porphyromonas gingivalis diambil dan biakan murni
ditanam pada media Brain Heart Infusion (BHI) kemudian diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37OC. Setelah diinkubasi, suspensi bakteri
tersebut diencerkan dngan larutan fisiologis NaCL 0,9% di dalam tabung
sampai didapatkan kekeruhan yang disesuaikan dengan standart
kekeruhan Mc Farland 0,5 untuk mendapatkan konsentrasi larutan
bakteri sebanyak 108 CFU/mL. Cara untuk menentukan kekeruhannya
adalah dengan menggunakan alat nephelometer. Kekeruhan dilihat
dengan mengambil sedikit suspensi ke dalam tabung reaksi yang lebih
kecil dan memasukkannya ke lubang pada nephelometer dan dilihat
angka kekeruhannya. Jika kurang keruh suspensi ditambahkan koloni,
sedangkan jika lebih keruh ditambahkan NaCL 0,9% (Permatasari,
2018).
j. Uji daya hambat pertumbuhan bakteri
Metode yang digunakan untuk uji daya bakteri adalah metode difusi
yaitu metode sumuran. Pada suspensi kuman 108 CFU/ml (sesuai dengan
standar Mc.Farland) dicelupkan kapas steril, kemudian kapas tersebut
ditekan ke dinding tabung agar tidak terlalu basah, lalu dioleskan pada
media MHA hingga rata. Setelah media dioleskan dengan suspensi
kuman, setiap cawan petri diberi lubang sumuran berdiameter 6 mm.
Setiap lubang sumuran pada media ditetesi ekstrak daun jati, hingga
setiap lubang sumuran berisi larutan percobaan dengan konsentrasi 25%,
50%, 75%, 100% dan metronidazol sebagai kontrol, kemudian media
tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC, setelah itu dilakukan
pembacaan hasil. Lakukan pengamatan zona hambat, setelah 24 jam
daerah bening yang terbentuk pada media masing- masing sumuran yang
diberi bahan coba.
Rumus : L = (D1-D3)+(D2-D3)
2
L = (D1-6)+(D2-6)
2
Keterangan :
L = Luas Zona Hambat
D1= Diameter Zona Hambat Horizontal
D2= Diameter Zona Hambat Vertikal
D3= Diameter Sumuran
Gambar 3.2 Rumus perhitungan zona hambat (Gunawan, dkk., 2014)

Pembacaan hasil dilakukan dengan mengukur diameter zona


hambatan menggunakan jangka sorong berskala milimeter, cara
pengukuran yaitu dengan membuat dua garis tegak lurus melalui titik pusat
lubang sumuran (garis AB dan garis CD) kemudian bentuk garis yang
ketiga di antara kedua garis tegak lurus tersebut sehingga membentuk
sudut 45º terhadap dua garis lurus tersebut garis (EF). Pengukuran zona
hambat pertama menggunakan diameter zona hambatan (AB) dikurangi
diameter lubang sumuran/disk (ab), pengukuran zona hambat kedua
menggunakan diameter zona hambatan (CD) dikurangi diameter lubang
sumuran (cd), pengukuran zona hambat ketiga menggunakan diameter
zona hambatan (EF) dikurangi diameter lubang sumuran (ef). Hasil akhir
dari pengukuran zona hambat tersebut adalah pengukuran pertama
ditambah pengukuran kedua ditambah pengukuran ketiga selanjutnya
hasilnya dibagi tiga (Nisa, dkk., 2010).
H. Alat dan Bahan Penelitian
Pada penelitian ini, alat dan bahan yang digunakan yaitu :
Tabel 3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Tahap penelitian Alat Bahan
Pembuatan ekstrak Timbangan, pisau atau blender, rotary Daun jati, etanol 96%,
evaporator alumunium foil, kertas saring
Analisis fitokimia Tabung reaksi, pipet, sarung tangan, Mg, HCL, FeCl3
masker
Pembuatan kontrol Timbangan, kertas saring, sarung tablet metronidazol 250 mg,
positif tangan, gelas ukur akuades
Pembuatan MHA Autoklaf, kompor, sarung tangan, Beef infusion, Casamino acid,
masker, cawan petri strach, agar, akuades
Pembuatan kultur Kawat ose, tabung spiritus, korek api, Porphyromonas gingivalis,
bakteri inkubator, sarung tangan, masker spiritus, MHA
Uji daya hambat Tabung, mikro pipet, pinset, kertas, Kapas, suspensi, MHA, ekstrak
bakteri alat tulis, inkubator, jangka sorong daun jati konsentrasi 25%, 50%,
berskala milimeter, sarung tangan, 75%, dan 100%, metronidazol
masker 250 mg

I. Pengolahan Data
Untuk melakukan pengolahan data pada penelitian ini menggunakan suatu
aplikasi statistik yaitu SPSS. Adapun kegiatan pengolahan data yang digunakan
untuk melakukan penelitian ini terdiri dari pemeriksaan data, pemberian kode
dan tabulasi.
1. Memeriksa data
Memeriksa kembali data zona hambat bakteri pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol yang telah dikumpulkan dengan menilai apakah data
yang telah dikumpulkan tersebut cukup baik atau relevan untuk diproses atau
diolah lebih lanjut.
2. Memberi kode
Memberikan kode tertentu pada setiap kelompok perlakuan. Kelompok
A diberikan perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 25%, kelompok B
diberikan perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 50%, kelompok C diberikan
perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 75%, kelompok D diberikan perlakuan
dengan konsentrasi ekstrak 100%, kelompok E diberikan perlakuan dengan
antibiotik Metronidazol 250 mg yang telah dilarutkan dalam 100 ml akuades.
3. Tabulasi data
Proses penyusunan dan analisis data dalam bentuk tabel. Dari data tabel
tersebut kemudian data diolah dan dianalisis dengan menggunakan sistem
pengolahan data SPSS, sehingga diperoleh kesimpulan.
J. Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari penelitian ini dimasukan ke dalam tabel
untuk pengamatan dan pengkajian data. Data kemudian dianalisis dan diolah
dengan menggunakan sistem pengolahan data SPSS.
1. Uji Normalitas dan Homogenitas
a. Uji Normalitas
Untuk menguji normalitas peneliti akan menggunakan uji normalitas
Shapiro-Wilk. Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak.
b. Uji Homogenitas
Untuk uji Homogenitas pada penelitian ini menggunakan uji
Lavene’s Test. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh homogen atau tidak.
2. Uji Statistik
Setelah uji normalitas dan homogenitas terpenuhi maka dilakukan
pengolahan data menggunakan uji parametrik ANOVA satu arah (One Way
Anova), apabila menunjukkan pengaruh yang signifikan, analisis data
dilanjutkan dengan uji Post Hoc menggunakan metode LSD (Least
Significant Difference) untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata
antar kelompok perlakuan. Alternatif lain yang dapat digunakan jika data
yang diperoleh tidak normal dan homogen adalah analisis non parametrik
dengan menggunakan uji Kruskall Wallis.
K. Alur Penelitian
Tahap Persiapan

Uji Kelayakan Etik

Persiapan Alat dan


Bahan

Kultur Bakteri
Porphyromonas
gingivalis pada Media
BHI

Uji Daya Hambat


Teknik Difusi Sumuran

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol

Ekstrak Daun Jati Metronidazol 250 mg

25 % 50 % 75 % 100 %

Pengulangan 4 kali

Inkubasi 24 jam pada


suhu 37oC

Pengukuran Zona
Hambat

Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai