DISUSUN OLEH :
Kelompok 2
Ade Putri Andani (130317447)
Alfi Aula Sofiani (130317449)
Devi Ayu Anggraeni (130317456)
Nur Asiah (130317468)
Tria Pradita (130317473)
A. PEMBAGIAN TUGAS
Pembimbing : Mengawasi jalannya acara penyuluhan
Ketua Pelaksana : Membantu proses jalannya penyuluhan kesehatan
Sie Acara : Mengatur jalannya acara penyuluhan
Penyaji Materi : Menyampaikan materi penyuluhan dan menjawab
apabila ada pertanyaan
Dokumentasi :Mendokumentasikan rangkaian acara dalam
penyuluhan
Fasilitator :Membantu dalam mempersiapkan fasilitas yang
diperlukan, mempertahankan sasaran untuk
berpartisipasi, dan memotivasi sasaran.
C. KEGIATAN PENYULUHAN
ALOKASI SUSUNAN PELAKSANAAN
WAKTU Perawat Audiens
08.15 – A. Pembukaan/ Introduksi:
08.25 WIB 1. Memberikan salam, memperhatikan Menjawab salam.
sikap tempat duduk audiens.
Menjawab
2. Memberikan evaluasi secara lisan pertanyaan.
3. Memberikan salam penutup. Menjawab salam.
E. METODE PEMBELAJARAN
1. Ceramah.
2. Tanya jawab.
3. Diskusi.
F. MEDIA PEMBELAJARAN
1. Leaflet.
2. Laptop.
3. LCD.
4. Power Point.
G. EVALUASI
1. Jumlah butir tes : 4 butir
2. Prosedur tes : lisan.
3. Soal tes :
1) Apa itu Sindrom Nefritis Acut?
2) Sebutkan dan Jelaskan penyebab Sindrom Nefritis Acut!
3) Sebutkan dan Jelaskan tanda dan gejala yang muncul pada Anak
penderita Sindrom Nefritis Acut!
4) Sebutkan dan Jelaskan Penatalaksanaan pada anak penderita
Sindrom Nefritis Acut!
4. Jawaban :
1) Sindrome Nefritis akut (SNA) adalah sekumpulan gejala-gejala yang
timbul secara mendadak, terdiri atas hematuria, proteinuria,
slinderuria (terutama slinder eritrosit), dengan atau tanpa disertai
hipertensi, edema, gejala-gejala dari kongesti vaskuler atau gagal
ginjal akut, sebagai akibat dari suatu proses peradangan yang
ditimbulkan oleh reaksi imunologik pada ginjal yang secara spesifik
mengenai glomeruli, penyakit ini paling sering diakibatkan oleh
glomerulonefritis akut pasca streptokokus, oleh karena itu istilah
sindrom nefritis akut sering disamakan dengan glomerulonefritis
akut.
2) Penyebab Sindrom Nefritis Acut, Sebagai Berikut :
a) Glomerulonefritis proliferatis (sebagian besar)
b) Glomerulonefritis primer
Glomerulonefritis pasca streptokok
Glomerulonefritis proliferatif difus dan idiopatik
Penyakit IgA
Glomerulonefritis membranoproliferatif
c) Glomerulonefritis Sekunder
Sindrom Goodpasture
Lupus Eritematosus sistemik
Vaskulitis
d) Penyakit Mikroangiopati
Sindrom Uremia hemolitik
Trombositopenia trombotik
b. Diet
Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum
normal, dan 0,5-1 gram/kg BB/hari untuk Ureum
lebih dari atau sama dengan 40 mg%
Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan
tanpa garam bila anasarka.
Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri,
yaitu: Intake cairan = jumlah urin + insensible loss
(20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap
kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])
c. Tindakan Khusus
Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas,
sianosis, dan pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi
basah.
H. DAFTAR PUSTAKA
Penyuluh
Lampiran
A. Definisi
Sindrome Nefritis akut (SNA) adalah sekumpulan gejala-gejala yang
timbul secara mendadak, terdiri atas hematuria, proteinuria, slinderuria
(terutama slinder eritrosit), dengan atau tanpa disertai hipertensi, edema,
gejala-gejala dari kongesti vaskuler atau gagal ginjal akut, sebagai akibat dari
suatu proses peradangan yang ditimbulkan oleh reaksi imunologik pada ginjal
yang secara spesifik mengenai glomeruli, penyakit ini paling sering
diakibatkan oleh glomerulonefritis akut pasca streptokokus, oleh karena itu
istilah sindrom nefritis akut sering disamakan dengan glomerulonefritis akut.
Istilah SNA sering digunakan bergantian dengan Glomerulonefritis Akut
(GNA). GNA ini adalah suatu istilah yang sifanya lebih umum dan lebih
menggambarkan proses histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel
glomeruli akibat proses imunologik. Jadi, SNA merupakan istilah bersifat
klinik dan GNA merupakan istilah yang bersifat histologik. Sindrome
Nefrotik Akut merupakan kumpulan gejala klinik berupa proteinuria,
hematuria, azotemia, red blood cast, oligouria, dan hipertensi (pharoh) yang
terjadi secara akut.
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7
tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan
adalah 2 : 1 dan jarang meyerang anak dibawah usia 3 tahun.
B. Etiologi
1. Glomerulonefritis proliferatis (sebagian besar)
2. Glomerulonefritis primer
a. Glomerulonefritis pascastreptokok
b. Glomerulonefritis proliferatif difus dan idiopatik
c. Penyakit IgA
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
3. Glomerulonefritis Sekunder
a. Sindrom Goodpasture
b. Lupus Eritematosus sistemik
c. Vaskulitis
4. Penyakit Mikroangiopati
a. Sindrom Uremia hemolitik
b. Trombositopenia trombotik
C. Klasifikisi
Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke adalam SNA antara
lain :
1. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut penyakit ginjal dengan
manifestasi hematuria.
a) Glomerulonefritis fokal
b) Nefritis heriditer (sindrom Alport)
c) Nefropati Ig-G (Maladie de Berger)
d) Benign recurrent hematuria
2. Glomerulonefritis progresif cepat
3. Penyakit-penyakit sistemik :
a) Purpura Henoch-Schoenlein (HSP)
b) Lupus erythematosus sistemik (SLE)
c) Endokarditis bakterial subakut (SBE)
D. Patofisologi
Hematuria terjadi akibat ke membran gomerulus dengan kebocoran sel
dara merah. Terjadi penurunan laju filtrasi gomerulus dan peningkatan
resorpsi natrium dan air tubulus. Akibat retensi natrium, mungkin pula
dipengaruhi mekanisme hormonal, terjadi hipertensi, peningkatan resorpsi
cairan bahkan edema.
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di
traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25 dan 29. Hubungan antara
glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus ditemukan pertama kali
oleh Lohein pada tahun 1970 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis
akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A dan meningkatkan titer-streptolisin pada serum
penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat
masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus
tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak
diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan
umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut
setelah infeksi kuman streptococcus.
Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS (Glomerulonefritis
Akut Pasca Streptococcus) masih belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa
GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis.
Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis
glomerulonefritis pascastreptokokus. \
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang
dihasilkan oleh streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic.
Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah
tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang
kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan
pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah
plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem
komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pada
pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada
glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat
menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman.
Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG
antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.
Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan
ditemukannya endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran.
Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur
klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen melalui jalur
alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan
monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses
inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga
dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi
dari sel mesangial.
E. Manifestasi Klinis
SNA merupakan suatu penyakit akut yang ditandai dengan hematuria
makroskopik, oliguria, hipertensi, edema (ringan hingga berat, biasanya
pada muka), dan proteinuria ringan (biasanya 3,5 g/ hari). Pada beberapa
pasien mungkin tidak ditemukan satu atau beberapa gejala tersebut. Pada
kasus yang berat dapat ditemukan gagal ginjal. Ini merupakan kedaruratan
yang harus segera ditangani. Biasanya 2 minggu setelah infeksi tenggorokan
atau organ lain, pasien mengalami gejala-gejala akut berupa hematuria
makroskopik, oliguria, edema ringan, hipertensi (dapat berat), dan
proteinuria. Dapat ditambah dengan adanya fatig, malaise, nyeri pinggang
akibat pembengkakan kapsul ginjal, dan nyeri pada palpasi ginjal.
SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang
pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan
jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post
streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah
dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa
menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna
gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala
tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise.
Gejalanya :
1. Onset akut (kurang dari 7 hari)
2. Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross
hematuria 30% ditemukan pada anak-anak.
3. Oliguria
4. Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak;
edema bisa ditemukan sedang sampai berat.
5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya
jarang.
7. Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura
pada Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan
dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE).
Gejala lain yang mungkin muncul :
1. Pengelihatan kabur
2. Batuk berdahak
3. Penurunan kesadaran
4. Malaise
5. Sesak napas
F. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan SNA, pemeriksaan fisik dan tekanan darah
kadang dalam batas normal; tetapi kebanyakan pada pemeriksaan ditemukan
adanya edema, hipertensi, dan oliguria.
1. Edema sering pada daerah muka, terutama daerah periorbital
2. Hipertensi sering ditemukan pada 80% kasus SNA
3. Hematuria, baik pada pemeriksaan makroskopik atau mikroskopik
4. Skin rash
5. Kelainan neurologis ditemukan pada kasus hipertensi malignant atau
hipertensi encepalopaty.
6. Artritis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Kreteria Klinik
a) Pemeriksaan fungsi ginjal berupa urin mikroskopik, ureum,
kreatinin, elektrolit, protein urin, dan klirens kreatinin.
b) Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari mikroangiopati, titer
antistreptolisin, apus tenggorok, LED, pemeriksaan imunologi
untuk lupus eritematosus sistemik, antibodi anti membran basal
glomerulus, dan antibodi sitoplasmik antineutrofil.
c) Pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui besarnya jantung,
adanya edema, atau perdarahan paru.
d) Biopsi ginjal dilakukan kecuali pada glomerulonefritis
pascastreptokok dengan gejala yang jelas.
e) Untuk pengawasan kemajuan dilakukan pengukuran dan
pencatatan berkala dari tekanan darah, keseimbangan cairan, serta
berat badan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berkalaadalah
ureum, kreatinin, elektrolit, klirens kreatinin, urin mikroskopik,
protein, dan foto toraks.
f) Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari)
g) Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi,
disusul tungkai, abdomen, dan genitalia.
h) Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-
merahan seperti teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada
minggu pertama. Hematuri makroskopik muncul pada 30 – 50 %
kasus, sedangkan hematuri mikroskopik ditemui pada hampir
semua kasus
i) Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi
ringan dan timbul dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi
hipertensi ensefalopati (5-10% kasus). Dikatakan hipertensi jika
tekanan darah sistolik dan atau diastolik tiga kali berturut-turut di
atas persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin. Praktisnya:
1) Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg
2) Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg
3) Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115
mmHg
5. Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila
produksi urin kurang dari atau sama dengan 1 cc/kgBB/jam.
Umumnya terjadi pada minggu pertama dan menghilang bersama
dengan diuresis pada akhir minggu pertama.
2. Laboratorium
a) Sedimen Urin
1) Eritrosit (+) sampai (++++)
2) Torak eritrosit (+) pada 60 – 85% kasus
b)Darah
1) Titer ASO meningkat pada 80 – 95% kasus.
2) Kadar C3 (B1C globulin) turun pada 80 – 90% kasus.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
1) Darah
1. LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk
rumah sakit dan diulangi tiap minggu
2. Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol
diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulangi bila
perlu
3. Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa
waktu masuk rumah sakit.
2) Urin Proteinuri diperiksa tiap hari
1. Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)
2. Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2
gram/m2/24 jam
3. Volume ditampung 24 jam setiap hari
H. Terapi Farmakologi
I. Komplikasi
Hipertensi (ensefalopati, kejang, perdarahan serebral), gagal ventrikel
kiri, gagal ginjal, dan perburukan ke arah penyakit ginjal kronik.
Komplikasi utamanya adalah Gagal Ginjal Akut. Meskipun perkembangan
ke arah sklerosis jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis
Akut tahap perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat
Komplikasi lain dapat berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem
saraf pusat dan kardiopulmoner, bisa berkembang dengan pasien hipertensi
berat, encephalopati, dan pulmonary edema. Komplikasinya antara lain :
a. Retinopati hipertensi
b. Encephalopati hipertensif
c. Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume
overload)
d. Edema Paru
e. Glomerulonefritis progresif(7)
J. Penatalaksanaan
1. Tirah baring
Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah
komplikasi. Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak
boleh kegiatan berlebihan. Penderita dipulangkan bila keadaan
umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari perawatan.
2. Diet
a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan
0,5-1 gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan
40 mg%
b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam
bila anasarka.
c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake
cairan = jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari +
jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu dari normal
[10cc/kgBB/hari])
3. Tindakan Khusus
Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan
pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah.