Oleh kelompok 1:
1. Novrelia Nityassari (185070209111004)
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga
Makalah ini dapat terwujud. Paparan materi yang saya sajikan dalam Makalah ini
mengacu pada “Stressor Umum Hospitalisasi Pada Anak Usia Sekolah Dan Remaja “
Makalah ini kami buat dengan sebaik- baiknya agar dapat dimengerti oleh seluruh
pembacanya. Namun kami sadar bahwa Makalah ini masih banyak kekurangannya,
sehingga saran pembaca sangat saya harapkan untuk pembuatan Makalah selanjutnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu
sehinnga makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan
Harapan penyusun kiranya Makalah ini bermanfaat serta dapat meningkatkan mutu
dan daya saing pendidikan kesehatan.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………….........………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………........iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………..........………………….…..1
B. Permasalahan ………………………………………………………...........…..1
C. Tujuan ………………………………………………………………..............……1
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………...........…..15
B. Saran………………………………………………………..............…………….15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..........17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah
sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas
dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak
akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada
prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak
sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh
kepuasan. Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak ,
meskipun hal tesebut tidak menghasilkan komoditas tertentu. Aktivitas bermain
merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anaksecara optimal. Oleh karena
itudalam memilih alat bermain hendaknya disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia
anak. Sehingga dapat merangsang perkembangan anak secara optimal. Dalam kondisis
sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini etap perlu dilaksanakan
disesuaikan dengan kondisi anak.
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara
optimal. Oleh karena itu dalam memilih alat bermain hendaknya disesuaikan dengan
jenis kelamin dan usia anak. Sehingga dapat merangsang perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
perlu dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi anak.
Sakit dan hospitalisasi menimbulkan krisis pada kehidupan anak dirumah sakit,
anak harus menghadapi lingkungan yang asing, pemberi asuhan yang tidak dikenal, dan
gangguan terhadap gaya hidup mereka. Sering kali anak harus menghadapi prosedur yang
menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian, dan berbagai hal yang tidak diketahui (Wong,
2003). Krisis atau stress yang dialami anak saat hospitalisasi dapat pula disebabkan karena
selama menjalani perawatan medis, anak-anak harus mentolerir ketidakhadiran orang tua
mereka untuk beberapa waktu.
B. Permasalahan
1. Perkembangan pada anak usia remaja
2. Terapi bermain pada anak usia remaja.
3. Bagaimana hospitalisasi pada anak usia remaja
4. Bagaimana stressor umum hospitalisasi pada anak usia remaja.
1. Definisi
Bermain adalah bagian penting dari kehidupan anak dan merupakan aspek
penting untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak. Bermain merupakan
aktivitas yang sangat digemari oleh anak-anak. Terapi Bermain merupakan suatu
aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan ketrampilan, memberikan
ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan
berperilaku dewasa (Hidayat, 2008).
Bermain telah dianggap sebagai aspek penting sejak zaman Plato (429-347 SM)
dimana menurutnya “Dalam satu jam bermain, anda dapat menemukan lebih banyak
mengenai seseorang dari pada mengamati orang tersebut dalam setahun dengan
bercakap-cakap”. Pada abad ke-18 Rousseau (1762), dalam bukunya 'Emile' menulis
tentang pentingnya mengamati bermain sebagai wahana untuk mempelajari dan
memahami anak (Raman & Singhal, 2015).
Salah satu pelopor terapi bermain psikoanalitik dengan anak-anak adalah Hug-
Hellmuth. Dia merekomendasikan penggunaan mainan anak itu sendiri dalam rangka
sesi yang diadakan di rumah anak. Namun, dia tidak melakukan psikoanalisis pada anak
yang berusia di bawah enam tahun atau mengembangkannya sebagai teknik tertentu.
Kebanyakan psikoanalis dianggap eksplorasi ke dalam alam bawah sadar pada anak-anak
yang dapat berpotensi berbahaya (Raman & Singhal, 2015).
Dengan latar belakang ini, Melanie Klein mulai menerapkan teknik menggunakan
bermain sebagai sarana menganalisis anak yang berusia di bawah enam tahun.
Menurutnya bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk bertindak
dengan cara yang anak inginkan. Klein percaya bahwa dengan bermain mampu
menggambarkan secara signifikan bagaimana hubungan anak orang tua dan orang lain di
lingkungan mereka. Dengan demikian, seperti dalam contoh klasik Klein, anak berusia
3,5 tahun yang membenturkan bersama dua truk ia sedang memikirkan hubungan
seksual orangtuanya. Dengan melakukan ini, Klein mempertimbangkan bahwa anak akan
merestrukturisasi emosinya sehingga menurunkan ketegangan dan kecemasan (Raman
& Singhal, 2015).
Namun, menurut Anna Freud, yang tidak setuju dengan rumusan Klein, dia
percaya bahwa tidak semua tindakan dalam bermain mampu untuk diinterpretasikan.
Beberapa kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak-anak juga bisa menjadi
pengulangan dari kegiatan kehidupan sehari-hari mereka. Freud merasa bermain bisa
menjadi latihan membangun hubungan dan hubungan ini dapat digunakan kemudian
untuk bekerja dengan anak melalui interpretasi transferensi dan kontra transference
(Raman & Singhal, 2015).
a. Klasifikasi
Menurut Peck (2015), tipe bermain dapat digolongkan menurut usia anak menjadi 4
yaitu:
1. Exploratory play
Tipe permainan ini diberikan pada anak usia 0-2 tahun berupa permainan yang dapat
melatih kemampuan sensorik dan motorik atau sensorimotor anak. Contoh
permainan tipe ini adalah mengambil dan menempatkan makanan pada mulut,
menjatuhkan benda ke dalam wadah untuk membuat kebisingan dan merobohkan
sebuah menara blok.
2. Symbolic play
Tipe permainan ini diberikan pada anak usia 2-4 tahun berupa kegiatan konstruksi
sederhana. Contoh tipe permainan ini adalah menghitung dan mengelompokkan
benda yang sama berdasarkan warnanya atau bentuknya kemudian
menempatkannya ke dalam wadah.
3. Creative Play
Tipe permainan ini diberikan pada anak usia 4-7 tahun berupa kegiatan konstruktif
yang kompleks. Contoh permainan tipe ini adalah membangun atau menciptakan
pola menggunakan berbagai item, membawa benda-benda dengan sendok
kemudian menempatkannya ke dalam wadah, membentuk atau mencipatakan suatu
pola atau bentuk dari tanah liat.
4. Competitive Play
Tipe permainan ini diberikan pada anak usia 7-12 tahun berupa kegiatan kompetetif
atau persaingan. Contoh permaian tipe ini adalah menempatkan benda ke dalam
wadah yang dibatasi oleh waktu tertentu, melempar bola atau anak panah pada
sasaran, bermain permainan kartu, menyelesaikan puzzle.
Sedangkan Charnigo & York (2015), klasifikasi terapi bermain dibagi menjadi 4
macam yaitu:
Jenis pertama dari terapi bermain adalah terapi bermain berbasis anak.
Dalam terapi bermain berbasis anak, konseling hanya melibatkan anak dan terapis di
dalam ruangan. Terapis menyediakan berbagai mainan untuk anak namun tidak
hanya sekedar untuk bermain saja, tetapi anak harus berhubungan dengan mainan
tersebut sehingga mereka juga mampu mengekspresikan diri mereka. Contoh dari
tipe permainan ini adalah terapi memberikan boneka dan wayang untuk anak-anak,
dapat memungkinkan anak-anak untuk bebas mengekspresikan diri secara verbal.
Wayang juga akan membantu anak-anak untuk memahami emosi dan perilaku
mereka. Hartwig (2014) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa ada dua
pendekatan ketika menggunakan boneka selama terapi. Pendekatan pertama adalah
terapi bermain direktif. Pendekatan ini memungkinkan terapis untuk memilih
kegiatan yang tepat untuk diberikan kepada anak. Kegiatan yang telah dipilih, harus
menyajikan masalah anak dan cara bagi anak untuk meraih tujuan mereka. Dengan
menggunakan pendekatan ini, terapis dapat memperoleh informasi, mendorong
keterlibatan, menetapkan batas, dan menafsirkan perilaku anak. Pendekatan kedua
adalah terapi bermain non-direktif. Dengan pendekatan ini, anak sendiri yang
memutuskan mainan apa yang digunakan dan bagaimana cara menggunakan mainan
tersebut. Sementara itu, terapis hanya mengamati apa yang anak lakukan selama
sesi terapi bermain berlangsung.
Terapi bermain juga dapat membantu anak-anak dengan kecacatan. Sebagai contoh,
dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Ray, Stulmaker, Lee, dan Silverman (2013)
pada anak-anak yang menunjukkan perilaku berikut: penarikan/depresi, agresif,
menantang, atau bahkan keterampilan sosial yang buruk. Studi ini menjelaskan
bahwa terapi bermain efektif untuk anak yang memiliki beberapa jenis kecacatan.
Penelitian mengenai keefektifan terapi bermain lebih lanjut dalam bidang ini sangat
direkomendasikan.
Tipe kedua terapi bermain adalah terapi berbasis keluarga. Dalam Family-Based Play
Therapy, proses terapi bermain melibatkan klien, orang tua, saudara kandung klien
dan terapis. Menurut Willis, Halters, dan Derek (2014), pada Family-Based Play
Therapy, terapi bermain melibatkan keluarga dan memungkinkan semua orang
dalam keluarga untuk terbuka selama sesi. Terapi bermain jenis ini juga
meningkatkan partisipasi anak dalam setiap sesi. Sebagai contoh, dalam Family
Puppet Interview model (seperti dikutip dalam Hartwig 2014), terapis dapat meminta
anak-anak selama sesi untuk menyebutkan nama boneka, membuat sebuah cerita
dari awal sampai akhir dan menyajikan cerita untuk terapis. Terapis kemudian akan
memberikan kesempatan kepada orang tua untuk bertanya pada akhir setiap sesi.
Family-Based Play Therapy juga digunakan untuk orang-orang yang mengalami
trauma dan stres kronis dalam hidup mereka. Mereka yang terlibat dalam beberapa
jenis trauma cenderung mengungkapkan atau menyembunyikan sejumlah emosi dan
pikiran mereka. Dalam sebuah studi oleh Kiser, Backer, Winkles, dan Medoff (2015),
mereka menunjukkan bahwa terdapat hasil yang efektif dari Family-Based Play
Therapy. Diamond, Reis, berlian, Siqueland, dan Isaacs (2002) menyatakan bahwa
remaja yang mengalami depresi, mereka menunjukkan tingkat kritik dan
permusuhan yang tinggi serta mengekspresikan psikopatologi orangtua. Selain itu,
penelitian yang sukses ini telah menjadi penelitian pertama yang menunjukkan data
tentang terapi keluarga yang dapat mengobati remaja dengan gangguan depresi
mayor. Penelitian lain menyebutkan bahwa anak-anak yang menderita kekerasan
dalam rumah tangga dari ibu mereka juga dapat memiliki kesulitan berkomunikasi
dengan satu sama lain. Waldman-Levi dan Weintraub (2015) menyatakan bahwa
ketika kekerasan terjadi antara orang tua dan anak-anak, kekerasan mempengaruhi
sensorik, motorik, kognitif, emosional, dan sosial anak. Dalam hal ini, terapi bermain
memberikan waktu bagi anak untuk mengekspresikan diri dengan menggunakan
sensorik, motorik, kognitif, emosional dan keterampilan sosial mereka.
B. HOSPITALISASI
7. Tahap perkembangan
Pada tahap perkembangan anak usia sekolah respon terhadap
kecemasan lebih meningkat jika dibandingkan denga remaja (Rasmun,
2004)
Up
Right
Fron
t
Rubik cube terdiri dari enam sisi yaitu depan (front), belakang (back), kiri (left),
kanan (right), atas (up), dan bawah (down). Dalam Rubik 3x3 terdapat pembagian
kategori piece atau kubus kecil yang terdiri dari :
- Center piece : kubus kecil yang terddapat di tengah setiap sisi rubik dan
berjumlah 6 buah sesuai warna di setiap sisinya.
- Corner piece : kubus kecil yang terdapat di sudut disemua sisi rubik dan
berjumlah 8 buah dimana setiap corner piece memiliki 3 warna
- Edge piece : kubus kecil yang mengelilingi center dan berjumlah 12 buah
dengan 2 warna.
Langkah- langkah dalam bermain Rubik layer by layer :
1. Menyelesaikan layer pertama / atas
2. Menyelesaikan layer kedua // tengah
- Membentuk cross / garis disisi atas tiap layer dengan warna keempat sisi di
samping
A. Kesimpulan
Stressor yang dapat menyebabkan kecemasan pada anak usia remaja
diantaranya adalah perpisahan teman sebaya dan orang tua, kehilangan kontrol
pada ketrampilan sebelumnya, cedera tubuh dan nyeri, dan privacy. Stressor ini
dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan anak dan cara mengatasinya
dengan melakukan terapi bermain pada anak.
Bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak, karena bagi anak bermain
sama saja bekerja bagi orang dewasa. Bermaian pada anak mempunyai fungsi yaitu
untuk perkembangan sensorik, motorik, intelektual, sosial, kreatifitas, kesadaran
diri, moral sekaligus sebagai terapi anak saat sakit.
Tujuan bermain adalah melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang
normal, mengekspresikan dan mengalihkan keinginan fantasi dan idenya
mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah serta
membantu anak untuk beradaftasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan
dirawat di Rumah Sakit.
B. Saran
Terapi bermain dapat menjadi obat bagi anak anak yang sakit. Jadi sebaiknya di
Setiap RS juga disediakan Ruangan dan fasilitas bermain bagi anak anak yang dirawat
di Ruamah Sakit. Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya Perawat dapat
mensosialisasikan dan menerapkan terapi bermain paa orang tua dan pasien usia
Remaja sehingga orang tua dan ranak usia remaja dapat menerapkan terapi bermain
di rumah dan di Rumah Sakit.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah
wawasan, sebagai referensi, bahan kajian, serta media pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Leader
Leader, tugasnya:
Membuka acara permainan
Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan sampai selesai.
Mengarahkan permainan.
Memandu proses permainan.
2. Co Leader
Co Leader, tugasnya :
Membantu leader mengatur jalannya permainan
Membantu memberi motivasi pada peserta bersama dengan leader
Bersama dengan leader memandu dan mengarahkan proses bermain
3. Fasilitator
Fasilitator, tugasnya:
Membimbing anak bermain.
Memberi motivasi dan semangat kepada anak dalam mewarnai
Memperhatikan respon anak saat bermain.
Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan perawat dan keluarganya
4. Observer
Observer, tugasnya:
Mengawasi jalannya permainan.
Mencatat proses kegiatan dari awal hingga akhir permainan.
Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses bermain.
Menyusun laporan dan menilai hasil permainan
A. PENDAHULUAN
Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan pengalaman
traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan ketegangan atau stress
hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya perpisahan dengan
orang tua, kehilangan control, dan akibat dari tindakan invasif yang menimbulkan rasa
nyeri. Akibatnya akan menimbulkan berbagai aksi seperti menolak makan, menangis,
teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif atau menolak tindakan keperawatan yang
diberikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan pengaruh
hospitalisasi pada anak yaitu dengan melakukan kegiatan bermain. Bermain merupakan
suatu tindakan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan dan
kepuasan. Bermain merupakan aktivitas yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dan merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional
dan sosial sehingga bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain anak-anak akan belajar berkomunikasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang baru, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan dapat mengenal waktu, jarak
serta suara.
Untuk itu dengan melakukan permainan maka ketegangan dan stress yang dialami
akan terlepas karena dengan melakukan permainan rasa sakit akan dapat dialihkan
(distraksi) pada permainannya dan terjadi proses relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang
menyenangkan dan merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi
anak bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti
halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak memerlukan berbagai
variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan perkembangan emosinya.
Dengan bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya
dan juga emosinya karena mereka bermain dengan seluruh emosinya, perasaannya dan
pikirannya. Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana dengan kesenangan
ini mereka mengenal segala sesuatu yang ada disekitarnya sehingga anak yang mendapat
kesempatan cukup untuk bermain juga akan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk
mengenal sekitarnya sehingga ia akan menjadi orang dewasa yang lebih mudah
berteman, kreatif dan cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa
kecilnya kurang mendapat kesempatan bermain
D. RENCANA PELAKSANAAN :
A. KEUNTUNGAN BERMAIN
Keuntungan-keuntungan yang didapat dari bermain, antara lain:
1. Membuang ekstra energi.
2. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, seperti tulang, otot dan organ-
organ.
3. Aktivitas yang dilakukan dapat merangsang nafsu makan anak.
4. Anak belajar mengontrol diri.
5. Berkembanghnya berbagai ketrampilan yang akan berguna sepanjang hidupnya.
6. Meningkatnya daya kreativitas.
7. Mendapat kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada disekitar anak.
8. Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan kedukaan.
9. Kesempatan untuk bergaul dengan anak lainnya.
10. Kesempatan untuk mengikuti aturan-aturan.
11. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya.
B. MACAM BERMAIN
1. Bermain aktif
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari apa yang
diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :
a. Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan
tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada bunyi, mencium, meraba,
menekan dan kadang-kadang berusaha membongkar.
b. Bermain konstruksi (Construction Play)
Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan.
G. EVALUASI
Proses Bermain :
1. Melipat kertas sesuai instruksi yang diberikan
a. Klien A : Berhasil : x berhasil
Gagal : x gagal
Menyusun bagian tengan/center rubik 4x4 tidak bisa sembarangan, harus sesuai letak
warnanya seperti di atas dengan syarat letak warna merah berseberangan dengan
orange, putih dengan kuning, serta hijau dengan biru. Dengan susunan warna kuning
berada diatas dan putih dibawah, lalu warna merah, biru, orange, dan hijau berputar
mengelilinginya searah jarum jam.
Tahap 1
posisikan warna putih (boleh warna yang lain tapi agar lebih mudah memahaminya
gunakan warna putih saja) seperti gambar di atas dan ikuti rumusnya.
Tahap 2
Jika tahap 1 sudah diselesaikan sekarang lakukan tahap 2, posisikan warna putih yang
lain pada posisi 2, jika sudah ikuti rumus di atas agar warna putih yang tadinya berada
di sisi kanan akan bepindah seperti pada gambar 2....
Lakukan terus tahap 1 dan 2 hingga seperti gambar rubik di bawah ini
2. Menyusun Tepi Rubik Menjadi Benar
Tepi rubik yang dimaksud di sini adalah tepi rubik yang berjumlah 2 kotak
bersebelahan yang mempunyai komposisi warna sama persis. Pembuatan warna yang
sama ini agar nanti rubik dapat diselesaikan seperti rubik 3x3. Namun kondisi tepi
yang sudah berpasangan boleh keacak seperti gambar di atas.
Jka sudah maka tepi rubik sudah benar semua... sekarang kita lanjut ke langkah yang
ketiga...
Empat kotak bagian tengah rubik 4x4 dianggap sebagai bagian tengah rubik 3x3 dan 2
kotak tepi rubik 4x4 dianggap sebagai bagian tepi rubik 3x3. Untuk
menyelesaikannya gunakan penyelesaian rubik 3x3......
Jika sedang beruntung, maka pada step ini rubik 4x4 sudah jadi. Namun, tekadang ada
kondisi baru yang tidak ditemui pada rubik 3x3 ketika membuat lapisan atas. Seperti
di bawah ini...
Kondisi di atas muncul ketika kita mau menyelesaikan bagian atas rubik menjadi satu
warna setelah bagian bawahnya sudah selesai semua. Misalnya bagian atasnya adalah
warna kuning. Kita tidak bisa menyelesaikannya jika terjadi kondisi eror seperti diatas
maka gunakan rumus:
( r2 B2 U2 l U2 r' U2 r U2 F2 r F2 l' B2 r2 ) agar bagian atasnya menjadi kondisi yang
normal dan dapat di selesaikan....
4. Kondisi Eror
Pada langkah terakhir menyelesaikan rubik 4x4 menggunakan cara 3x3 terkadang kita
akan terjebak pada kondiisi eror seperti di bawah ini:
Dengan catatan
Arah putaran nya seperti dibawah ini:
DI ruang mawar rumah sakit X merupakan ruang bangsal dimana saat ini terdapat 2 pasien anak usia
remaja yang bernama gita dan syaiful, seperti biasanya dipagi hari dokter visite didampingi oleh
perawat mendatangi pasien
Dokter : dek makan dan minumnya yg banyak ya, biar cepat sembuh dam bisa pulang
Setelah dokter keluar ruangan Perawat lina dan sita memberitahu gita dan syaiful untuk bermain
rubik
Perawat : dek gita dan syaiful kakak mau ngajak kalian bermain rubik apa kalian mau?
Gita & syaiful : iya kak kami mau dari pada bosen diruangan kak
perawat lina dan perawat sita menemui kedua pasien dengan membawa rubik untuk bermain
Perawat : bagaimana keadaan kalian hari ini, semalam bisa tidur gak?
Perawat : tapi masih bisa tidurkan? Ohh iya kita kenalan dulu ya, ada pepatah tak kenal
makan tak sayang.. kenalin ini suster sita dan suster lina.
Perawat : Ini suster sita sama suster lina mau ngajakin kalian berdua main biar kalian gk
bosan, kalian pasti bosan kan di dalam ruangan terus ya?
G&S : iya sus kita bosen di dalam terus..
Perawat : ini nanti kita main rubik ya, yang salah satu manfaatnya biar adek adek tidak bosan
disamping itu dapat melatih otak agar bisa berfikir cepat lho. Pertama suster kasih contoh dulu terus
kalian coba sendiri dan suster kasih waktu 15 menit untuk menyelesaikan satu sisi. Kalau kalian bisa
menyelesaikan satu sisi nanti suster kasih reward. Setuju yaa??
Perawat : ini suster kasih rubik satu-satu ya, kalau kalian bisa nyelesaian satu sisi yang sama
kalian dapat reward.. nanti 15 menit lagi suster balik kesini..
Perawat : gk bisa semua ya, berarti gk ada yang dapat reward nih padahal suster uda bawa
rewardnya looo..
Perawat : beneran nih gk ada yang mau dapat hadiah suster, hadiahnya dijamin menarik lho
Perawat : nha begitu dong semangat, suster kasih ini hadiahnya semoga bisa bermanfaat
buat gita&syaiful
Perawat : nha sekarang bagaimana perasaanya masih bosan atau sudah terkikis bosannya
Syaiful : sudah hilang tak bersisa sus bosannya sekarang sudah berganti dengan
kegembiraan sus
Perawat : baiklah dek G&S semoga bisa terhibur, lekas sembuh dan bisa bertemu dengan
keluarga dan teman-teman dirumah ya