DISUSUN OLEH :
Kelompok 2:
1. ADIKA SADHIQIN SIREGAR (P01031221002)
2. AFIKA DEARNA BR SIALOHO (P01031221003)
3. AYUNY SANTRY (P01031221009)
4. LENI ASTRIA (P01031221028)
5. RUMONA PUTRI HARAHAP (P01031221042)
6. WIDY FAHRUNI RANANDITA (P01031221053)
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini selesai tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas dari dosen kami pada mata kuliah Surveilensi Gizi dangan judul
Makalah Analisis Hubungan Konsumsi Daging dan Status Stunting di Negara
Indonesia,Amerika Serikat, dan Ghana.
kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Haripin Togap Sinaga, MCN
selaku dosen mata kuliah Studi Surveilensi Gizi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga Saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan
dalam makalah ini dan kami menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan kearah yang lebih baik.
Harapan penulis semoga Makalah ini memberi manfaat kepada penulis khususnya dan
pembaca umumnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................4
2.1 Pengertian Stunting
2.2 Faktor-faktor penyebab tinggi dan rendahnya asupan daging dimasyarakt
2.3 Data Stunting dan Jenis Daging yang Dikonsumsi....................................................4
2.4 Analisis Faktor Penyebab Asupan Daging dan Angka Stunting.............................10
2.5 Analisis Faktor Penyebab Tinggi dan Rendahnya Asupan Daging dan Angka
Stunting.....................................................................................................................................12
2.6 Kaitan dengan Program Intervensi Gizi, Pendapatan, dan Kondisi Masyarakat...14
BAB III.........................................................................................................................................17
PENUTUP....................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................17
3.2 Saran............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Stunting adalah masalah global. Setidaknya terdapat 149,2 juta anak di dunia yang
menderita stunting. Hal ini berarti anak balita mempunyai tinggi badan dua standar deviasi
di bawah median Tumbuh Kembang Anak Standar dari Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO). Ironisnya, prevalensi stunting global tidak terjadi rata. Laporan WHO tahun 2021
menunjukkan bahwa masalah stunting terberat terjadi di wilayah Afrika dan Asia. Itu
berkontribusi terhadap 82 persen dari seluruh jumlah kasus stunting di dunia.
Sementara itu, di Asia Tenggara sendiri, prevalensi stunting mencapai 27,4 persen,
menduduki peringkat kedua tertinggi di seluruh wilayah Asia.Sebagai salah satu daerah
yang paling banyak mengalami stunting, data stunting di Indonesia menunjukkan kondisi
yang sangat memprihatinkan.Indonesia menduduki peringkat kelima dari negara dengan
masalah stunting terberat di dunia. Bahkan di dunia Asia Tenggara sendiri, diantara enam
negara yang menjadi fokus permasalahan gizi buruk, Indonesia dilaporkan berada di urutan
teratas.
Global Nutrition Report: Laporan gizi global menunjukkan bahwa meskipun terdapat
penurunan secara keseluruhan dalam prevalensi stunting, namun masih ada tantangan
signifikan dalam mencapai target penurunan stunting global.Riskesdas (Riset Kesehatan
Dasar) Indonesia: Menurut hasil survei Riskesdas terbaru, prevalensi stunting di Indonesia
menunjukkan penurunan, namun angka ini masih cukup tinggi, terutama di daerah-daerah
1
tertentu dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan dan nutrisi.Kementerian
Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja
Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di
tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022.
2
6 Bagaimana Kaitan dengan Program Intervensi Gizi, Pendapatan, dan Kondisi
Masyarakat
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Analisis Hubungan Konsumsi Daging
dan Status Stunting di Negara Indonesia (Developing Countries) Amerika Serikat
Developed Countries) Ghana (Under Developed)
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Stunting
Stunting atau kurang gizi kronik adalah kegagalan pertumbuhan dan perkembangan.
Kurang gizi kronik adalah keadaan yang sudah terjadi sejak lama, bukan seperti kurang gizi
akut. Anak yang mengalami stunting sering terlihat memiliki badan normal yang
proporsional, namun sebenarnya tinggi badannya lebih pendek dari tinggi badan normal
yang dimiliki anak seusianya. Stunting merupakan proses kumulatif dan disebabkan oleh
asupan zat-zat gizi yang tidak cukup atau penyakit infeksi yang berulang, atau kedua-
duanya. Stunting dapat terjadi sebelum kelahiran dan disebabkan oleh asupan gizi yang
sangat kurang saat masa kehamilan, pola asuh makan yang sangat kurang, rendahnya
kualitas makanan sejalan dengan frekuensi infeksi sehingga dapat menghambat
pertumbuhandan perkembangan anak.
Stunting mengacu pada gangguan pertumbuhan pada anak yang ditandai dengan
perawakan pendek yang tidak sesuai dengan usia mereka. Hal ini disebabkan oleh faktor-
faktor seperti gizi buruk, infeksi berulang, stimulasi psikososial yang tidak memadai, dan
asupan nutrisi yang tidak mencukupi untuk jangka waktu yang lama. Stunting dapat
memiliki dampak jangka panjang pada perkembangan fisik, mental, intelektual, dan
kognitif, dan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit, kematian, dan penghambatan
pertumbuhan motorik dan mental. Ini adalah masalah kesehatan masyarakat yang signifikan
secara global, dengan tingkat prevalensi yang tinggi di negara-negara seperti Indonesia.
Upaya untuk mengatasi stunting termasuk pendidikan kesehatan, meningkatkan akses ke
makanan bergizi, dan meningkatkan praktik sanitasi dan kebersihan lingkungan. Diagnosis
dan pengobatan dini sangat penting dalam mencegah dan mengelola stunting.
Intervensi untuk stunting yang diprogramkan oleh pemerintah meliputi ibu hamil
mendapatkan tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan, pemberian makanan
tambahan pada ibu hamil, pemenuhan gizi, persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli,
IMD (Inisiasi Menyusui Dini), Asi Eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan, pemberian
makanan pendamping ASI mulai anak usia 6 bulan sampai dengan usia 2 tahun, berikan
imunisasi dasar lengkap dan vitamin A, pantau pertumbuhan balita di posyandu terdekat,
serta terapkan perilaku hidup bersih dan sehat
4
asupan daging.
2. Ketersediaan dan Aksesibilitas: Negara-negara dengan industri peternakan yang maju
cenderung memiliki ketersediaan daging yang melimpah dan lebih terjangkau secara
ekonomis, mendorong masyarakat untuk mengonsumsi lebih banyak daging.
3. Persepsi Gizi dan Kesehatan: Beberapa masyarakat menganggap daging sebagai sumber
protein yang penting untuk memenuhi kebutuhan gizi, terutama dalam membangun otot dan
mempertahankan kesehatan.
4. Promosi dan Iklan: Promosi dan iklan dari industri daging serta restoran fast food dapat
mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat dengan menggambarkan daging sebagai
makanan yang menarik dan bergizi.
Dalam masyarakat yang beragam, faktor-faktor ini dapat saling berinteraksi dan memengaruhi pola
konsumsi daging secara kompleks.
Dijelaskan Plt Direktur PAUD stunting disebabkan oleh berbagai beberapa faktor,
salah satunya kurangnya asupan penting seperti protein hewani yang berasal hewan,
meliputi daging sapi, daging kambing, daging ayam, daging bebek, seafood, serta telur
memiliki zat gizi lengkap. Seperti asam amino yang lebih lengkap dibandingkan dengan
5
protein nabati, kaya akan mikronutrien seperti vitamin B12, vitamin D, DHA
(docosahexaenoic acid), zat besi, dan zink. Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin
mengungkapkan, angka stunting tersebut disebabkan berbagai faktor, salah satunya
karena kurangnya asupan penting seperti protein hewani, nabati dan zat besi sejak
sebelum sampai setelah kelahiran. Hal ini berdampak pada bayi lahir dengan gizi yang
kurang, sehingga anak menjadi stunting.Untuk mengatasi persoalan tersebut,
Kementerian Kesehatan mengkampanyekan pentingnya pemberian protein hewani
kepada anak utamanya anak usia dibawah 2 tahun.
Angka stunting di Indonesia masih tinggi yaitu 24,4% (SSGI 2021), walaupun
terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 27,7% (SSGI 2019) namun masih butuh
upaya untuk mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024 sebesar 14%. Tren
data SSGI 2019-2021, menunjukkan Stunting terjadi sejak sebelum lahir, dan
meningkat paling banyak pada rentang usia 6 bulan 13,8% ke 12 bulan 27,2% (SSGI
2019). Dari data tersebut kita dapat melihat pentingnya terpenuhi gizi ibu sejak hamil,
menyusui dan gizi pada MP-ASI balita.
Beriku adalah data Konsumsi Daging dan Tingkat Stunting di berbagai negara
berkembang :
Menurut sumber data OECD (2018) dan UNICEF-WHO World Bank (2017) diatas
diperoleh negara berkembang yang konsumsi daging dengan rate stunting yaitu:
6
Nama Negara Jumlah daging dikonsumsi/org Rate Stunting
Indonesia 10 kg 36%
India 3 kg 38%
Bangladesh 5 kg 35%
Pakistan 13 kg 45%
Filipina 29 kg 31%
Dari hasil data diatas dapat disimpulkan bahwa negara yang paling banyak mengkonsumsi
daging adalah negara Filipina dengan jenis daging babi dan unggas sebanyak 29kg/org
dengan rate stunting 30%. Sementara, negara yang paling sedikit mengkonsumsi daging
adalah negara India dengan jenis daging unggas sebanyak 5kg/org dengan rate stunting
38,5%. Kemudian di negara Pakistan ditemukan angka stunting yang paling tinggi yaitu
45% dengan jenis konsumsi daging sapi sebanyak 11kg/org.
Beriku adalah data Konsumsi Daging dan Tingkat Stunting di berbagai negara maju :
7
Menurut sumber data OECD (2018) dan UNICEF-WHO World Bank (2017) diatas
diperoleh negara berkembang yang konsumsi daging dengan rate stunting yaitu:
Dari hasil data diatas dapat disimpulkan bahwa negara yang paling banyak
mengkonsumsi daging adalah negara Amerika Serikat dengan jenis daging babi dan
unggas sebanyak 98kg/org dengan rate stunting 2,5%. Sementara, negara yang paling
sedikit mengkonsumsi daging adalah negara Ukraina dengan jenis daging babi dan
unggas sebanyak 40kg/org dengan rate stunting 4%.
Berdasarkan data terbaru yang saya temukan, rata-rata konsumsi daging per kapita per
tahun di Ghana adalah sekitar 6,9 kg pada tahun 2018.Jika dibandingkan dengan
standar konsumsi daging rata-rata dunia sebesar 43,3 kg per kapita per tahun (data
FAO 2015), maka konsumsi daging di Ghana tergolong sangat rendah.
8
Konsumsi daging yang rendah ini kemungkinan disebabkan karena:
Menurut sumber data OECD (2018) dan UNICEF-WHO World Bank (2017) diatas
diperoleh dari underdevelopment countries yang konsumsi daging dengan rate stunting
yaitu:
Nama Negara Jumlah daging dikonsumsi/org Rate Stunting
Sudan 0 kg 38%
Ethiopia 5 kg 39%
Tanzania 7 kg 33%
Monzambique 8 kg 43%
Ghana 9 kg 19%
9
10
2.4 Analisis Faktor Penyebab Asupan Daging dan Angka Stunting
2.4.1 Indonesia
a. Faktor Penyebab Tingginya Asupan Daging:
Keanekaragaman Kuliner: Keanekaragaman kuliner Indonesia memberikan
akses luas terhadap berbagai jenis daging, seperti ayam, ikan, dan daging sapi,
meningkatkan kemungkinan untuk asupan protein hewani yang seimbang.
Pendapatan Rendah di Sebagian Masyarakat: Meskipun secara keseluruhan
Indonesia masih berkembang, sebagian masyarakat dapat mengalami pendapatan
yang lebih tinggi, memungkinkan mereka untuk mengakses daging lebih mudah.
11
2.4.3 Ghana
a. Faktor Penyebab Tingginya Asupan Daging:
Keterbatasan Pilihan Pangan: Keterbatasan pilihan pangan mungkin membuat
asupan daging di Ghana lebih rendah daripada negara maju.
Pendapatan Rendah: Keterbatasan ekonomi dapat membatasi akses ke sumber
protein hewani, termasuk daging.
b. Faktor Penyebab Rendahnya Asupan Daging:
Keterbatasan Infrastruktur dan Distribusi Pangan: Keterbatasan infrastruktur dan
distribusi pangan dapat mempengaruhi ketersediaan daging di beberapa wilayah
di Ghana
Pola Makan Tradisional: Pola makan tradisional mungkin lebih didominasi oleh
sumber protein nabati, dan asupan daging mungkin tidak menjadi prioritas
utama.
2.5 Analisis Faktor Penyebab Tinggi dan Rendahnya Asupan Daging dan Angka
Stunting
Diindonesia faktor yang mempengaruhi stunting terdiri dari faktor langsung dan
faktor tidak langsung. Menurut penelitian Uliyanti tahun 2017, faktor langsung yang
mempengaruhi kejadian stunting yaitu asupan gizi, riwayat penyakit infeksi,
pengetahuan gizi ibu dan kadarzi (keluarga sadar gizi), sedangkan faktor tidak langsung
yang mempengaruhi stunting yaitu perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS. Asupan
zat gizi memiliki peran besar terhadap pertumbuhan anak hingga remaja. Hal tersebut
dibutuhkan dalam mempercepat pembelahan sel dan DNA selama masa pertumbuhan
terutama zat gizi energi dan protein (Susetyowati, 2016). Protein merupakan sumber
asam amino esensial untuk pertumbuhan dan pembentukan serum, hemoglobin, enzim,
hormon, serta antibodi (Susetyowati, 2016). Bahan makanan sumber protein hewani
memiliki jumlah asam amino esensial lebih tinggi dibandingkan sumber protein nabati
(Damayanti, 2016). Menurut penelitian Hornell, et al tahun 2013 menyebutkan adanya
hubungan positif antara asupan protein tinggi pada bayi dan balita dengan konsentrasi
insulin-like growth factor 1 (sIGF-I) yang menimbulkan pertumbuhan lebih cepat.
Protein berkontribusi dalam meningkatkan hormon pertumbuhan. Salah satu hormon
pertumbuhan yaitu hormon endokrin berperan dalam pertumbuhan yang disebut
somatotropin (growth hormon). Hormon tersebut berperan mengatur pertumbuhan
terutama pertumbuhan kerangka dan mempengaruhi pertambahan tinggi badan
(Soetjiningsih, 2016).
Diamerika faktor penyebab tinggi dan rendahnya asupan daging serta angka
stunting di Amerika Serikat melibatkan sejumlah variabel. Faktor tinggi asupan daging
dapat dipengaruhi oleh preferensi makanan, aksesibilitas, dan kondisi ekonomi. Di sisi
lain, rendahnya asupan daging mungkin terkait dengan pilihan diet, gaya hidup
vegetarian atau vegan, dan kesadaran kesehatan. Angka stunting dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor termasuk nutrisi, sanitasi, dan perawatan kesehatan. Kombinasi
kurangnya asupan nutrisi, terutama pada masa perkembangan anak, dapat menjadi
penyebab stunting. Faktor sosial ekonomi, seperti ketidaksetaraan akses terhadap
layanan kesehatan dan pendidikan, juga dapat memainkan peran. Analisis holistik perlu
dilakukan untuk memahami interaksi kompleks antara faktor-faktor ini dan mencari
solusi yang terintegrasi untuk meningkatkan status gizi dan mencegah stunting di
Amerika Serikat.
Dighana Analisis faktor penyebab tinggi dan rendahnya asupan daging serta
angka stunting di Ghana melibatkan sejumlah faktor seperti aksesibilitas ekonomi
terhadap daging, pendidikan tentang gizi, sanitasi, dan pola makan tradisional. Selain
itu, faktor kesehatan ibu dan anak, serta kebijakan pangan dan gizi, dapat berperan
dalam memahami masalah ini secara holistik.
13
2.5.1 Aspek Penyebab Rendahnya Asupan Daging
Protein hewani dari daging merupakan sumber pangan yang sangat baik untuk masa
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak oleh karena kandungan asam aminonya yang
14
lengkap. Namun realitanya, tingkat konsumsi protein hewani khususnya daging sapi di
Indonesia masih jauh tertinggal di bawah rata-rata dunia bahkan negara-negara ASEAN.
Kekurangan protein hewani mengakibatkan lambatnya laju pertumbuhan badan serta
tingkat kecerdasan terutama pada anak-anak yang merupakan potensi sumber daya
manusia (SDM) Indonesia. Bila tidak diatasi, masalah ini akan menimbulkan efek jangka
panjang bagi kualitas SDM Indonesia di masa yang akan datang. Menurut Kementerian
Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia, ada 2 kendala utama penyebab langkanya
konsumsi daging di Indonesia. Pertama ialah rendahnya daya beli masyarakat terhadap
daging. Daging selama ini masi menjadi komoditas pangan yang mewah dengan harga
relatif mahal. Kendala berikutnya ialah jumlah produksi daging khususnya daging sapi
dalam negeri yang tidak memenuhi angka kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia.
Selain itu, terdapat pula masalah dalam saluran distribusi serta tata niaga daging di
Indonesia.
Diamerika Serikat konsumsi daging tidak rendah karena Daging sapi adalah daging
yang paling banyak dikonsumsi di Amerika Serikat, rata-rata 67 pon per orang per tahun.
Temuan berdasarkan Survei Berkelanjutan Asupan Makanan oleh Individu (CSFII) tahun
1994-96 dan 1998 menunjukkan bahwa sebagian besar daging sapi dimakan di rumah.
Konsumsi daging sapi tahunan per orang tertinggi terjadi di wilayah Midwest (73 pon),
diikuti oleh wilayah Selatan dan Barat (masing-masing 65 pon), dan Timur Laut (63 pon).
Konsumen pedesaan mengonsumsi lebih banyak daging sapi (75 pon) dibandingkan
konsumen perkotaan dan pinggiran kota (66 dan 63 pon). Konsumsi daging sapi juga
bervariasi berdasarkan ras dan etnis. Orang kulit hitam memakan 77 pon daging sapi per
orang per tahun, diikuti oleh 69 pon oleh orang Hispanik, 65 pon oleh orang kulit putih,
dan 62 pon oleh ras lain. Konsumen berpendapat rendah cenderung mengonsumsi lebih
banyak daging sapi dibandingkan konsumen di rumah tangga berpendapat lain.
Dan dighana Makanan pokok dari Ghana adalah hasil tani seperti kacang-
kacangan, jagung, dan singkong. Selain itu, kopi juga menjadi komoditas utama yang
diadagangkan negara ini. Oleh sebab itu, konsumsi daging Ghana terbilang rendah.
Pendapatan per kapita Ghana yang rendah juga menjadi salah satu penyebabnya.
Kalaupun ada, daging domba atau kambing yang lebih sering dikonsumsi
2.6 Kaitan dengan Program Intervensi Gizi, Pendapatan, dan Kondisi Masyarakat
a. Indonesia:
Program Intervensi:
Di Indonesia, program pemberian makanan tambahan untuk balita menjadi salah satu
inisiatif utama dalam menangani masalah stunting. Program ini melibatkan distribusi
makanan bergizi khususnya untuk anak-anak yang rentan mengalami kekurangan gizi.
Selain itu, kampanye edukasi gizi juga dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya pola makan seimbang dan gizi yang cukup.
Pendapatan:
Kondisi Masyarakat:
Peningkatan sanitasi dan edukasi kesehatan menjadi fokus dalam meningkatkan kondisi
masyarakat di Indonesia. Penyuluhan tentang kebersihan, akses terhadap air bersih, dan
pencegahan penyakit menjadi langkah-langkah kunci untuk menciptakan lingkungan
yang mendukung pertumbuhan anak-anak secara optimal.
b. Amerika Serikat:
Program Intervensi:
Di Amerika Serikat, pendekatan intervensi fokus pada pendidikan gizi dan program
pangan berbasis masyarakat. Kampanye untuk meningkatkan pemahaman tentang
pentingnya asupan nutrisi, khususnya pada anak-anak, menjadi bagian integral dari
upaya ini. Program pangan berbasis masyarakat bertujuan untuk memastikan bahwa
akses terhadap makanan sehat terjamin di berbagai lapisan masyarakat.
Pendapatan:
Kondisi Masyarakat:
Upaya menangani masalah obesitas dan pola makan tidak sehat menjadi bagian penting
dari strategi kesehatan masyarakat di Amerika Serikat. Kampanye kesadaran tentang
pentingnya gaya hidup sehat, termasuk makanan bergizi, dilaksanakan untuk mengubah
perilaku masyarakat dalam menghadapi tantangan kesehatan.
c. Ghana:
Program Intervensi:
Di Ghana, peningkatan akses terhadap pangan bergizi menjadi fokus utama program
intervensi. Ini melibatkan distribusi makanan bergizi dan kampanye penyuluhan gizi
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya makanan seimbang.
Pendapatan:
16
Kondisi Masyarakat:
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stunting sebagai Masalah Kesehatan Global:Stunting merupakan masalah
kesehatan global yang memengaruhi pertumbuhan fisik dan kognitif anak-anak di
berbagai negara, termasuk Indonesia, Amerika Serikat, dan Ghana.Pentingnya
Konsumsi Daging dalam Mencegah Stunting: Konsumsi daging, khususnya protein
hewani, memiliki peran penting dalam mencegah stunting. Daging merah, ayam, dan
telur merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi yang mengandung asam
amino esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan anak.Variabilitas Konsumsi Daging
di Berbagai Negara:Terdapat variasi dalam konsumsi daging antara negara berkembang
seperti Indonesia, negara maju seperti Amerika Serikat, dan negara sedang berkembang
seperti Ghana. Faktor ekonomi, keanekaragaman kuliner, dan pola makan tradisional
mempengaruhi asupan daging di masing-masing negara.Kaitan Faktor Ekonomi dan
Sosial dengan Asupan Daging:Tingkat pendapatan dan aksesibilitas ekonomi
memainkan peran penting dalam menentukan jenis daging yang dapat diakses oleh
masyarakat. Pendapatan tinggi di Amerika Serikat memungkinkan akses yang lebih
besar terhadap sumber protein hewani, sementara keterbatasan ekonomi di Ghana dapat
membatasi konsumsi daging.
3.2 Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penyusun mengharapkan kritik
dan saran dari dosen pembimbing dan para pembaca agar dalam penyusunan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abd Rohman Taufiq. (2023). An Nahl Group’s Honey Sales Assistance Through E-
Commerce Shopee. Jurnal Pengabdian Dan Peningkatan Mutu Masyarakat
(Janayu), 4(1), 117–125. https://doi.org/10.22219/janayu.v4i1.22199
Siringoringo, E. T., Syauqy, A., Panunggal, B., Purwanti, R., & Widyastuti, N. (2020).
Karakteristik Keluarga Dan Tingkat Kecukupan Asupan Zat Gizi Sebagai Faktor
Risiko Kejadian Stunting Pada Baduta. Journal of Nutrition College, 9(1), 54–62.
https://doi.org/10.14710/jnc.v9i1.26693
https://paudpedia.kemdikbud.go.id/kabar-paud/berita/prevalensi-stunting-tahun-2022-
di-angka-216-protein-hewani-terbukti-cegah- stunting?
do=MTQyMy1iNmNmMmYzZA==&ix=MTEtYmJkNjQ3YzA=
https://www.google.com/url?q=http://repository2.unw.ac.id/1254/13/S1_060116A012_
SKRIPSI%2520LENGKAP%2520-
%2520Ervika%2520Damayani.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwjIy4bWiLWEAxUh4jg
GHeXcDVMQFnoECC8QAQ&usg=AOvVaw1iLB_xoVmCtOOUff4YTX6L
https://www.google.com/url?q=https://goodstats.id/article/rata-rata-konsumsi-daging-di-
indonesia-masih-anjlok-ozwzO&sa=U&ved=2ahUKEwjC-
Z2ZiLWEAxVLumMGHdGGBYMQFnoECCcQAQ&usg=AOvVaw1R008izMpn
vtkNGpLfs6Ud
https://www.google.com/url?q=https://bobobox.com/blog/negara
Meher, C., Zaluchu, F., & Eyanoer, P. C. (2023). Local approaches and ineffectivity in reducing
stunting in children : A case study of policy in Indonesia [ version 1 ; peer review : awaiting
peer review ]. 1–9.
Nugrawati, N., Junaidin, Ekawati, N., Sartika, D., & Wijaya, A. (2021). Edukasi Tentang
Pemanfaatan Daun Kelor Guna Pencegahan Stunting Pada Kader Posyandu di Kecamatan
Maros Baru Kabupaten Maros. Jtcsa Adpertisi Journal, 2(1), 6–10.
http://jurnal.adpertisi.or.id/index.php/JTCSA/article/view/184
Asrari, S., Husna, A., & Khairi, I. (2022). Angka konsumsi ikan, cara pengolahan ikan dan
prevalensi stunting Di Desa Kuta Blang, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Acta
Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 9(2), 116. https://doi.org/10.29103/aa.v9i2.8130Black, R.
E., et al. (2013). Maternal and child undernutrition and overweight in low-income and middle-
income countries. The Lancet, 382(9890), 427-451.
Victora, C. G., et al. (2008). Maternal and child undernutrition: consequences for adult health
and human capital. The Lancet, 371(9609), 340-357.
WHO. (2021). Global Nutrition Report 2021. World Health Organization.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2018). Riset Kesehatan Dasar 2018.
19