Disusun Oleh:
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
ii
BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia dikenal dengan praktik-praktik keagamaan dan adat istiadatnya yang tidak
konvensional. Sekitar 1.300 suku bangsa, 700 bahasa daerah, dan enam agama asli ditemukan
di negara ini. Kemajemukan ini menjadi potensi masalah. Di satu sisi, kemajemukan
menjunjung tinggi keyakinan agama dan memperkuat sentimen kebangsaan. Di sisi lain,
perbedaan agama, budaya, dan adat istiadat dapat menimbulkan ketegangan dan konflik di
kalangan masyarakat umum. Konflik ini dapat berdampak pada keruntuhan dan perpecahan
bangsa. Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa banyak konflik dan kesalahpahaman yang
muncul karena kecemburuan di antara masyarakat umum. Krisis G30S, gempa bumi Mei 1998,
dan konflik di beberapa daerah merupakan contoh dampak negatif dari perumahan di bawah
standar yang dapat timbul dari pembangunan yang tidak dikelola dengan baik.
Kemajemukan adalah konsekuensi dari ketidakadilan dan ketimpangan. Kaum minoritas
sering mengalami kesulitan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan, politik,
dan ekonomi. Hal ini dapat menimbulkan perasaan frustrasi dan kebencian yang dapat
meningkat menjadi radikalisme dan pemisahan diri.Stereotip dan diskriminasi terhadap
kelompok minoritas masih sering terjadi. Stigma negatif dan prasangka buruk terhadap
kelompok saat ini dapat mengurangi rasa tujuan dan tekad. Hal ini dapat merusak toleransi dan
kerukunan antar umat beragama.
Memahami pentingnya kemajemukan merupakan langkah awal untuk menyelesaikan
masalah utama. Banyak orang di masyarakat yang tidak memahami betapa penting dan
krusialnya kemajemukan. Hal ini dapat menimbulkan sikap intoleransi dan eksklusivitas yang
pada akhirnya dapat menimbulkan konflik. Radikalisme dan intoleransi adalah norma sosial
baru yang merusak nilai-nilai Bangsa dan Persatuan. Kelompok radikal sering menggunakan
perbedaan agama, budaya, dan ras untuk menyoroti isu-isu keadilan sosial dan
1
BAB II
MATERI POINT
A. KONSEP DAN STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA
Masyarakat Indonesia memiliki struktur yang kompleks dan majemuk, ditandai oleh dua ciri
unik, yaitu horizontal dan vertikal. Secara horizontal, masyarakat Indonesia terdiri dari
kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku-bangsa, agama, adat, dan kedaerahan.
Sementara secara vertikal, terdapat perbedaan antara lapisan atas dan bawah yang signifikan.
Konsep ini mengakibatkan ketidakadaan kehendak bersama dalam kehidupan politik dan
ekonomi, serta kurangnya homogenitas budaya dan dasar untuk saling memahami satu sama
lain.
Struktur sosial masyarakat Indonesia merupakan susunan dari beberapa orang dengan
kategori yang berbeda namun terikat pada tata hubungan kerja yang sama. Dalam struktur
sosial ini terdapat sistem sosial yang memperlihatkan hubungan timbal balik yang disebut
struktur. Masyarakat Indonesia juga ditandai oleh konflik dialektika dan struktural fungsional
sebagai gejala yang melekat bersama-sama di masyarakat
Masyarakat majemuk Indonesia memiliki karakteristik seperti segmentasi ke dalam
kelompok-kelompok dengan kebudayaan berbeda, struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam
lembaga-lembaga non-komplementer, kurangnya konsensus antar anggota terhadap nilai-nilai
dasar, seringnya konflik, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan ketergantungan ekonomi,
serta dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain[2].
3
3. STRUKTUR MASYARAKAT INDONESIA SEBAGAI MASYARAKAT
MAJEMUK
Pierre L. van den Berghe menyebutkan beberapa karakteristik masyarakat majemuk, sebagai
berikut:
1) Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki
subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer.
3) Kurang mampu mengembangkan konsensus di antara para anggota-anggotanya
terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4) Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain.
5) Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.
4
C. ANALISIS POTENSI KONFILIK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK
Ciri utama masyarakat majemuk (plural society) menurut Furnivall (1940) adalah kehidupan
masyarakat berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah-
pisah karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuah unit politik. Sebagai seorang
sarjana yang pertama kali menemukan istilah ini. Furnivall merujuk pada masyarakat indonesia
di zaman kolonial sebagai contoh yang klasik. Masyarakat hindia belanda waktu itu terpisah-
pisah dalam pengelompokan komunitas yang didasarkan pada ras, etnis, ekonomi dan agama.
Tidak hanya antara kelompok yang memerintah dan yang diperintah dipisahkan oleh ras yang
berbeda, tetapi masyarakatnya juga secara fungsional terbelah dalam unit-unit ekonomi, seperti
antara pedagang cina, arab dan hindia (foreign asiatic) dengan kelompok petani bumi putera.
Pemisahan kelompok-kelompok masyarakat ini dapat juga disebabkan karena perbedaan
agama (seperti di Ireland), dan kasta(di India). Sebab utama dari pemisahan ini,
ialahkepentingan untuk monopoli sumber-sumber ekonomi (economic resources). Dengan kata
lain, kepentingan ekonomi dilanggengkan oleh ras, agama, suku, bangsa, hukum, politik,
bahkan nasionalisme
Masyarakat majemuk Indonesia lebih sesuai didekati dari konsep pluralisme kebudayaan,
sebab integrasi nasional yang hendak diciptakan tidak berkeinginan untuk. melebur identitas
ratusan kelompok etnis bangsa kita, bahkan di samping hal itu dijamin oleh UUD 45, tetapi
juga memerlukan pluralisme itu dalam pembangunan nasional. Masalahnya ialah bagaimana
mengelola pluralisme itu dan menjauhkan dampak negatifnya dalam “National
Building”.Kemajemukan masyarakat Indonesia dewasa ini, seperti juga pada masyarakat di
belahan bumi lainnya tampak terutama di kota-kota besar sebagai wujud daripada
prosesurbanisasi yang tidak dapat dibendung. Dalam lima tahun terakhir ini penduduk kota Di
Indonesia, menurut hasil Sensus Nasional (1990) bertambah 20%. Kota-kota besar di Indonesia
Merupakan contoh masyarakat majemuk yang utama, sedang kota-kota kecil yang mekar
disekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, danBekasi, untuk Jakarta juga memperlihatkan
ciri kemajemukan yang serupa.
Apabila faktor-faktor kemajemukan masyarakat kota dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kategori, horizontal dan vertikal, maka faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Faktor Horizontal (Etnis; Bahasa daerah; Adat-istiadat/perilaku; Agama, dane.
Pakaian/makanan (budaya material)
2) Faktor Vertikal (Penghasilan (income); Pendidikan; Pemukiman; Pekerjaan, dan
Kedudukan Politis)
5
Faktor kemajemukan horizontal merupakan faktor-faktor yang diterima seseorang sebagai
warisan (ascribed-factors),sedang faktor-faktor kemajemukan vertikal lebih banyak
diperolehnya dari usahanya sendiri(achievement-factors).Kemajemukan akan menjurus ke
arah konflik yang sangat potensial apabila faktor kemajemukan horizontal bersatu dengan
faktor kemajemukan vertikal. Dengan kata lain, apabila suatu kelompok etnis tertentu tidak
hanya dibedakan dengan kelompok etnis lainnya karena faktor-faktor “ascribed” lainnya
seperti bahasa daerah, agama, dan lain-lain, tetapi juga karena perbedaan faktor
“achievement”seperti ekonomi, pemukiman dan kedudukan politis,maka intensitas konflik
akan dapat menjurus kepada suasana permusuhan. Sebaliknya, apabila kemajemukan faktor-
faktor horizontal tidak diperkuat oleh faktor-faktor vertikal, maka intensitas konflik sangat
kecil dan mudah untuk dijuruskan kepada persesuaian atau harmoni.
6
BAB III
PENUTUP
Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan anugerah yang patut disyukuri.
Keberagaman suku, agama, ras, dan budaya merupakan kekayaan yang memperkaya budaya
dan memperkuat persatuan bangsa. Namun, kemajemukan juga menghadirkan berbagai
tantangan dan potensi masalah. Perbedaan suku, agama, ras, dan budaya dapat memicu gesekan
dan konflik antar kelompok masyarakat. Konflik ini dapat berakibat pada perpecahan dan
disintegrasi bangsa. Ketidakadilan dan ketimpangan juga menjadi konsekuensi dari
kemajemukan. Kelompok minoritas seringkali tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan,
seperti ekonomi, politik, dan pendidikan. Hal ini dapat memicu rasa frustrasi dan ketidakpuasan
yang dapat berkembang menjadi radikalisme dan separatisme. Stereotip dan diskriminasi
terhadap kelompok minoritas masih sering terjadi. Stigma negatif dan prasangka buruk
terhadap kelompok tertentu dapat melahirkan rasa permusuhan dan kebencian. Hal ini dapat
mengganggu toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Lemahnya pemahaman tentang
kemajemukan merupakan akar permasalahan utama. Banyak masyarakat yang belum
memahami makna dan pentingnya kemajemukan. Hal ini dapat menyebabkan sikap intoleransi
dan eksklusivisme, yang pada akhirnya dapat memicu konflik.
Sehingga pada saran membangun toleransi dan saling pengertian antar kelompok
masyarakat. Dialog antarumat beragama dan kegiatan bersama antar kelompok masyarakat
perlu digalakkan untuk membangun toleransi dan saling pengertian.
7
DAFTAR PUSTAKA
Eko Handoyo, Tri marhaeni Pudji Astuti , Rini aswari, Yasir alimi, dan Solehatul mustofa.
(2015). Studi masyarakat Indonesia . Yogyakarta: UNNES PRESS.
Nasikun 1984. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Grafiti Pers.
Nasikun. 1990. Masyarakat Majemuk dan Dinamika Integrasi Nasional. Suatu Tinjauan
Sosiologis.