TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
1. Batasan Pasien Terminal
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit/
sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses
kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/ mengancam
hidup, antara lain:
a. Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal, Sirosis Hepatis, Penyakit Ginjal
b.
c.
d.
e.
1.
2.
Fase Prediagnostik
Terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit.
Fase Akut
Terpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk
kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
3.
4.
Fase Kronis
Klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
Fase Terminal
Dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti
terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain:
1.
Problem Oksigenisasi
Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi secret, nadi ireguler.
2.
Problem Eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet
serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi
oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (misalnya: Ca Colon), retensi urin,
inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma
medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit
misalnya gagal ginjal.
3.
4.
5.
Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
Problem Sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi
menjadi menurun, penglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
6.
Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
7.
8.
Masalah Psikologis
Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul
pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi/ barrier
komunikasi.
9.
Perubahan Sosial-Spiritual
Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan
yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada
kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan
psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup.
2. Cara Mengkaji Tingkat Kesadaran
Kesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya dan hubungan dengan
lingkungan sekitarnya.mMenurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran dibagi
3:
a. Closed Awarness
b. Mutual Pretense
c. Open Awarness
Teknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan metode GCS (Glasgow
Coma Scale):
JENIS PEMERIKSAAN
NILAI
Respon motorik ( M )
Ikut perintah
Melokalisir nyeri
Menyingkirkan badan
Fleksi Normal
Fleksi Abnormal
Tidak ada
Respon Verbal ( V )
Orientasi baik
Tidak ada
Respon buka mata
( Eye Opening E )
Spontan
Terhadap suara
Terhadap nyeri
Tidak ada
Skor GCS 11 13
: Somnolent
: Koma
Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah
pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran,
nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian.
Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal
tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam
pemeliharaan diri.
b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus
peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali
ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain
yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan
harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien
terminal.
Menurut Kubler Ross (1969) seseorang yang menjelang ajal menunjukan lima tahapan,
yaitu :
1. Denial (menolak)
Pada tahap ini individu menyangkal dan bertindak seperti tidak terjadi sesuatu, dia
mengingkari bahwa dirinya dalam kondisi terminal. Pernyataan seperti tidak mungkin, hal
ini tidak akan terjadi pada saya, saya tidak akan mati karena kondisi ini umum dilontarkan
klien.
2. Anger (Marah)
Individu melawan kondisi terminalnya, dia dapat bertindak pada
seseorang atau lingkungan di sekitarnya. Tindakan seperti tidak mau minum obat, menolak
tindakan medis, tidak ingin makan, adalah respon yang mungkin ditunjukan klien dalam
kondisi terminal.
3. Bargaining (Tawar Menawar)
Individu berupaya membuat perjanjian dengan cara yang halus atau
jelas untuk mencegah kematian. Seperti Tuhan beri saya kesembuhan, jangan cabut
nyawaku, saya akan berbuat baik dan mengikuti program pengobatan.
4. Depresion (Depresi)
Ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin memburuk klien
merasa terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi kesenjangan, klien
banyak berdiam diri dan menyendiri.
5. Aceptance (Penerimaan)
Reaksi fisiologis semakin memburuk, klien mulai menyerah dan
pasrah pada keadaan atau putus asa.
Peran perawat adalah mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi
terminal terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak
ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda
klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan sosial bisa dari teman
dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
d.
Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana
sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada
Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaatsaat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaatsaat terakhirnya.
4. Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu
dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat
tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan
budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari. Keyakinan spiritual mencakup praktek
ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang
akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat
terpenuhi.
B.
menghadapi kematian
h. Depresi berhubungan dengan ketidaksiapan menghadapi kematian
C.
e.
f.
g.
Peningkatan Kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress
psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan
penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena mengganggu
tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi
pada klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien terminal juga mencakup pengendalian
gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan
keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa memberikan
bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan
pada klien.
b.
Pemeliharan Kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan
lain adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah.
Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dank lien. Sebagian
besar klien terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk
melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan meningkatkan martabat
klien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi klien terutama jika ketidakmampuan
secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bisa memberikan dorongan
kepada keluarga untuk membiarkan klien membuat keputusan.
c.
terhadap klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat
mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Lingkungan harus diberi
pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah
kesepian. Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama klien menjelang ajal
sepanjang waktu. Perawat memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu
bersama klien menjelang ajal, terutama saat-saat terkhir hidupnya.
d.
rohaniawan. Ketika kematian mendekat, Klien sering mencari ketenangan. Perawat dan
keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai dan keyakinannya. Klien menjelang
ajal mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri
kepada kematian. Klien mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari
anggota keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapn dan cinta, cinta dapat
diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati dari perawat dan
keluarga.
Perawat
ketrampilan komunikasi, empati, berdoa dengan klien, membaca kitab suci, atau
mendengarkan musik.
e.
orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus
diberikan penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi
selama fase kritis pasien terminal harus dijelaskan pada keluarga.
2. Prosedur Bimbingan dan Konseling pada pasien terminal
Dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien terminal atau
keluarganya, harus ditetapkan tujuan bersama. Hal ini menjadi dasar untuk evaluasi tindakan
perawatan. Bimbingan yang diberikan harus berfokus pada peningkatan kenyamanan dan
perbaikan sisa kualitas hidup, hal ini berarti memberikan bimbingan pada aspek perbaikan
fisik, psikologis, social dan spiritual.
E.
program hospice mempunyai waktu hidup 6 bulan atau kurang. Program ini dimulai di
Irlandia tahun 1879, yang kemudian di Inggris, amerika, dan Canada pada tahun 1970-an.
Komponen Perawatan Hospice yaitu:
a.
Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi
b.
c.
d.
rumah sakit.
Control gejala (fisik, fisiologis, sosio-spiritual)
Pelayanan yang diarahkan dokter.
Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri dari dokter, perwat, rohaniawan,
e.
f.
g.
h.
i.
2. Sistem Rujukan
Dalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh penanggung jawab
perawatan. Diluar negeri Registered nurses (RN), mempunyai kewenangan untuk merujuk
pasien ke system pelayanan yang lebih tinggi lagi. Dalam perawatan pasien di rumah, system
rujukan bisa dibuat, dimana perawatan klien oleh perawat home care dibawah yurisdiksi
Registered nurses (RN). RN membuat delegasi tugas-tugas perawatan yang harus
dilaksanakan oleh perawat pelaksana yang telah mempunyai izin (lisenced) dari lembaga
berwenang. Prinsip Delegasi/Rujukan:
a.
b.
Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab langsung untuk merawat klien.
Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk pasien, mengevaluasi asuhan yang
c.
d.
kewenangan untuk melakukan terapi intravena oleh pelaksana perawat, ada juga yang tidak.
Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan) memberi kan izin pada perawat
pelaksana untuk merawat dan membuat rujukan berdasarkan standar asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to
Sumber
http://janisarwestri.blogspot.co.id/2013/07/asuhan-keperawatan-pada-pasienterminal_9824.html
diakses pada Selasa, 26 jan 2016