Anda di halaman 1dari 17

PERAWATAN MENJELANG AKHIR HAYAT

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada orang dewasa
maupun anak setiap tahunnya terus meningkat. Sedangkan, pelayanan kesehatan saat ini
belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut,
terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan
tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan
keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi
juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak
hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin.
Pada perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan pentingnya integrasi
perawatan lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan
baik. Pasien dalam tahap terminal dapat mengalami gejala yang berhubungan
dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau memerlukan bantuan yang
berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan
dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan
kelonggaran dalam melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu
meringankan rasa sedih dan kehilangan.
Sangat penting diketahui untuk kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara
menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang
menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat seperti
memberikan perhatian yang lebih terhadap pasien sehingga pasien dan keluarga dan ikhlas
dalam menghadapi kondisi sakaratul maut. Untuk meningkatkan pelayanan akan
kebutuhan yang unik ini rumah sakit diperlakuan suatu Panduan. Buku panduan tersebut
diharapkan dapat menjadi pegangan atau acuan dalam memberikan pelayanan terhadap
pasien tahap terminal
secara komprehensip dan juga terhadap pasien dalam kondisi sakaratul maut.
B. PENGERTIAN
1. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi
kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang atau mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama
proses penderitaan atau sekarat pasien
2. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin
memburuk
3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
4. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti
sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel.
5. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh
jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
6. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan
serebelum.
7. Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
8. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup.
9. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup.
10. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup (Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan hidup (Witholding
life support).
11. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent)
atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan
(voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup (informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
12. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada
resipien.
13. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mempertahankan
kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan RS PKU Muhammadiyah Pamotan
Rembang terhadap pasien dan keluarga pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Menghargai nilai yang dianut oleh pasien, agama dan preferensi budaya.
b. Mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam aspek pelayanan kesehatan.
c. Memberikan respon pada hal psikologis, emosional, spiritual, dan budaya dari pasien dan
keluarganya.
d. Menghilangkan/ mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi.
e. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna.
f. Membantu klien menerima rasa kehilangan.
g. Membantu kenyamanan fisik “ Mempertahankan harapan”.

D. SASARAN
1. Pihak Internal
Sasaran internal dalam hal ini adalah petugas medis maupun non medis RS PKU
Muhammadiyah Pamotan Rembang yang menangani pasien.
2. Pihak Eksternal
Sasaran eksternal dalam hal ini adalah pasien dan keluarga pasien
BAB II
DASAR TEORI
A. PERMASALAHAN PASIEN TAHAP TERMINAL
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik,
psikologis, maupun sosial-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi
terminal antara lain:
1. Problem Oksigenisasi adalah respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan
cheynestokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental, agitasi-gelisah, tekanan darah
menurun, hipoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
2. Problem Eliminasi adalah Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltik,kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi,
inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (misalnya:
Ca Colon), retensiurin, inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit (misalnya: trauma medulla spinalis), oliguri terjadi seiring penurunan intake
cairan atau kondisi penyakit (misalnya: gagal ginjal).
3. Problem Nutrisi dan Cairan adalah asupan makanan dan cairan menurun, peristaltik
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah- pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
4. Problem suhu adalah ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
5. Problem Sensori adalah Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun,
kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
6. Problem nyeri adalah ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
7. Problem Kulit dan Mobilitas adalah seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Masalah Psikologis adalah klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami
banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
kontrol diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan,
kesenjangan komunikasi/barrier komunikasi.
9. Perubahan Sosial-Spiritual : klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi
terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai
kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai
jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang
dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikucilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup. Seseorang yang
menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap
berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama
pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan
kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan
psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.

B. TAHAP PENERIMAAN KENYATAAN MENJELANG AJAL


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying)
dalam 5 tahap, yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti:“Seharusnya tidak
terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”.Beberapa orang bereaksi pada fase ini
dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami
keadaan menjelang ajal).
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang
telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien,
seperti:“Mengapa hal ini terjadi dengan diriku kemarahan-kemarahan tersebut biasanya
diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien, seperti:keluarga, teman dan
tenaga kesehatan yang merawatnya.
3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan
sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.Pada pasien yang sedang dying,
keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu saya mati
dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.
4. Kemurungan/Depresion
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian.Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat,
menulis surat wasiat, dan sebagainya.

C. TIPE PERJALANAN MENJELANG KEMATIAN


Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat
dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada
pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit
kronik dan telah berjalan lama.

D. TINGKAT KESADARAN PASIEN DAN KELUARGA TERHADAP KEMATIAN


Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang
diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat
menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan
keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung,
kapan sembuh, kapan pulang, dan sebagainya.
2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu
yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang
menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-
saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

E. PERUBAHAN FISIK MENJELANG KEMATIAN


1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung,
obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
3.Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang- kadang
pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir yang
berfungsi sebelum meninggal.
F. TANDA-TANDA KLINIS SAAT AKAN MENINGGAL
1. Pupil mata melebar.
2. Tidak mampu untuk bergerak.
3. Kehilangan reflek.
4. Nadi cepat dan kecil.
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
G. TANDA-TANDA MENINGGAL SECARA KLINIS
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly,
menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.
H. MATI BATANG OTAK
1. Pengertian Mati Batang Otak
Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan
serebelum.
2. Tanda-tanda Mati Batang Otak
Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak adalah koma, hilangnya seluruh reflex
batang otak, dan apneu.
3. Cara Penetapan Mati Batang Otak
Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal berikut:
a. Evaluasi kasus koma
b. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
c. Penilaian klinis awal refleks batang otak
d. Periode interval observasi
1) sampai dengan usia 2 bulan,periode interval observasi 48jam
2) usia lebih dari 2 bulan sampai dengan 1 tahun, periode interval observasi 24 jam
3) usia lebih dari 1 tahun sampai dengan kurang dari 18 tahun, periode interval
observasi 12 jam
4) usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
e. Penilaian klinis ulang reflex batang otak
f. Tes apneu
g. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi
h. Persiapan akomodasi yang sesuai
i. Sertifikasi kematian batang otak
j. Penghentian penyokong kardiorespirasi
BAB III
TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN TERMINAL
Semua staf medis dan keperawatan harus diupayakan memahami kebutuhan pasien yg
unik pada akhir kehidupan dan asuhan akhir kehidupan oleh Rumah Sakit mengemukakan
kebutuhan pasien yg akan meninggal.
A. Asuhan Akhir Kehidupan yang diberikan Rumah Sakit
Dalam pelaksanaan asuhan pada pasien dengan kondisi terminal di Rumah Sakit
dilaksanakan agar tercapai derajat hidup yang baik dalam akhir hayatnya yaitu termasuk:
1. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan keluarga;
2. Menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ;
3. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya;
4. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan;
5. Memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan budaya dari
pasien dan keluarganya.

B. Pasien yang akan meninggal dan keluarganya dilakukan asesmen dan


asesmen ulang untuk mengetahui beberapa gejala kondisi dan dilakukan evaluasi
seperti:
1. Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernapasan
2. Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
3. Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien
4. Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok Agama
5. Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa, penderitaan, rasa
bersalah atau pengampunan
6. Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga,lingkungan rumah
yang memadai apabila diperlukan perawatan di rumah,cara mengatasi dan reaksi pasien
dan keluarga atas penyakit pasien
7. Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services) bagi pasien,
keluarga dan pemberi pelayanan lain
8. Kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain
9. Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi
patologis atas kesedihan.
C. TATA LAKSANA PENETAPAN PASIEN KONDISI TERMINAL
Penetapan pasien kondisi terminal dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP). Langkah-langkah dokter DPJP dalam menentukan pasien kondisi terminal adalah
sebagai berikut :
1. Dokter DPJP melakukan hand hygine ketika masuk keruang perawatan pasien dan
melakukan identifikasi pasien.
2. Dokter DPJP melihat kondisi pasien dan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi
pasien.
3. Dokter DPJP setelah melakukan visite pasien dan melakukan pemeriksaan, kemudian
atas pertimbangan medis menetapkan bahwa pasien tersebut dalam kondisi terminal.
4. Dokter DPJP dapat berkonsultasi dengan spesialis lain apabila diperlukan pertimbangan
mengenai penetapan kondisi terminal pada pasien.
5. Dokter DPJP memberitahukan kepada perawat atau bidan yang menangani pasien
mengenai hal tersebut dan ditulis di CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

D. EDUKASI KONDISI TERMINAL DAN MANFAAT RESUSITASI KEPADA PASIEN


DAN ATAU KELUARGA PASIEN OLEH DPJP
1. DPJP menjelaskan terhadap pasien dan keluarga tentang kondisi pasien tersebut sesuai
dengan prosedur penyampaian berita/kabar buruk kepada pasien atau keluarga pasien
2. DPJP menanyakan kepada pasien dan keluarga apakah ada hal-hal yang perlu ditanyakan
atau ada keinginan dari pasien dan keluarga pasien tentang keadaannya
3. DPJP menjelaskan prognosis pasien kepada pasien dan keluarga dan edukasi tentang
manfaat dan resiko dilakukan tindakan resusitasi kepada pasien
4. Pasien dan keluarga memberikan keputusan dan mendokumentasikannya melalui
persetujuan tindakan resusitasi atau penolakan (Do Not Resusitasion) dalam infom
konsent
E. TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN TERMINAL
1. Asesmen pasien terminal dilakukan setelah DPJP menetapkan kondisi pasien dalam
tahap terminal.
2. Perawat mengkaji gejala kegawatan, nyeri, status psikologis dan spiritual pasien dan
keluarga, kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan bagi pasien, keluarga dan
pemberi pelayanan, faktor resiko bagi keluarga yang ditinggalkan , serta reaksi
pasien/keluarga atas penyakitnya sehingga dapat menentukan asuhan atau bantuan yang
akan diberikan kepada pasien dan keluarga.
3. Asesmen pasien tahap terminal meliputi :
a. Gejala seperti mau muntah dan kesulitan bernafas.
Pasien dapat mengalami kegawatan pernafasan seperti Khusmol, Dispnoe,ataupun
apnoe. Pasien dalam tahap terminal akan mengalami penurunan tonus otot sehingga dapat
menimbulkan mual, sulit menelan, penurunan gerakan tubuh, dan incontinensia. Nyeri
kadang dirasakan oleh pasien tahap terminal. Perlambatan sirkulasi dapat menimbulkan
tekanan darah turun, gelisah, kulit dingin, serta sianosis pada ekstremitas.
b. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan membangkitkan gejala fisik.
Gejala-gejala fisik dapat ditimbulkan oleh karena aktifitas fisik misalnya pindah
posisi baring.
c. Manajemen gejala saat ini dan respon pasien.
Gejala dan respon pasien dapat menjadi masalah keperawatan yang nantinya harus
dilakukan asuhan dengan sebaik-baiknya.
d. Orientasi spiritual pasien dan keluarga
Perlu ditanyakan apakah pasien dan keluarga menginginkan pendampingan secara
spiritual.
e. Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa, rasa
bersalah atau pengampunan. Dalam kondisi pasien tahap terminal kadang-kadang pasien
dan keluarga membutuhkan pelayanan kerohanian, support mental dan bimbingan doa-
doa.
f. Status psikologis pasien dan keluarga. Pada kondisi ini pasien atau keluarga
mungkin membutuhkan kehadiran keluarga yang lain. Pasien atau keluarga hendaknya
dapat menentukan perawatan selanjutnya, apakah di rumah sakit atau di rumah. Bila
perawatan dirumah apakah lingkungan sudah disiapkan, apakah ada yang bisa merawat,
apakah perlu difasilitasi oleh rumah sakit ?

g. Reaksi pasien atas penyakitnya Pada kondisi pasien tahap terminal ada yang
menyangkal,marah,sedih,maupun rasa bersalah takut
h. Reaksi keluarga atas penyakitnya, Hal ini perlu dikaji untuk memudahkan dalam
memberikan bantuan emosional.
i. Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan bagi pasien, keluarga atau
pemberi layanan lain. Saat pasien atau keluarga membutuhkan dukungan dari keluarga
yang lain mungkin akan membutuhkan perlakuan khusus, misalnya keluarga atau orang
yang dikehendaki oleh pasien dapat berkunjung diluar jam kunjung.
j. Apakah ada kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain.
Pasien dan keluarga harus mengetahui tentang kemungkinan ada atau tidaknya alternatif
perawatan atau tindakan serta rujukan ke tingkat pelayanan lain untuk memperbaiki
kondisi pasien.
k. Faktor resiko bagi keluarga yang ditinggalkan Pada keluarga juga perlu dilakukan
pengkajian tentang faktor resiko yang ada
l. Perawat mengkomunikasikan hasil asesmen kepada DPJP

F. TATA LAKSANA BANTUAN EMOSIONAL


1. Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau harapannya, dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
2. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang
marah. Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih merupakan hal
yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik
bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,
memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan
asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman
3. Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut
yang tidak masuk akal.

4. Pada Fase Depresi


Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk
dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan
teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan
perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk
menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

G. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN FISIOLOGIS


1. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan sebagainya.
2. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan
tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena
dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah
menurun.
Manajemen nyeri pada pasien dengan kondisi terminal merupakan salah satu
prioritas yang harus dicapai. Manajemen nyeri diatur di dalam panduan tersendiri, namun
secara garis besar, yang dilakukan adalah:
- Assessmen nyeri
- Pelaporan hasil assessmen nyeri pada DPJP
- Tindak lanjut hasil assessmen nyeri berupa penatalaksanaan nyeri.
- Evaluasi hasil penatalaksanaan nyeri
- Pelaporan ulang kepada DPJP tentang hasil evaluasi nyeri post penatalaksanaan.
Pada prinsipnya, tenaga kesehatan harus menghargai persepsi nyeri masing- masing
pasien yang berbeda-beda, dan dapat merespon hal tersebut dengan baik, sehingga nyeri
pasien dapat terkurangi.
3. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien
yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen
4. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak, seperti:
turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan) untuk mencegah
decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun
5. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta
pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan
makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
6. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang
duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah
sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
7. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara
dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

H. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN SOSIAL


Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
1. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga
lain
2. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi
3. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-
teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri
4. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain
dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu membacanya.

I. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN SPIRITUAL


Kebutuhan spiritual pada pasien kondisi terminal harus diperhatikan. RS PKU
Muhammadiyah Pamotan menyediakan prosedur yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien pada kondisi terminal, yaitu:
1. Prosedur Rutin
Prosedur rutin pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kondisi terminal dilakukan dengan
cara melakukan kunjungan kerohanian rutin oleh petugas kerohanian rumah sakit minimal
satu kali dalam sehari untuk pasien muslim. Sementara untuk pasien non muslim hal
tersebut dapat ditawarkan terlebih dahulu kepada pasien atau keluarga, untuk kemudian
pelaksanaannya diserahkan kepada rumah sakit karena sudah berkerjasama dengan
DEPARTEMEN AGAMA KABUPATEN REMBANG yang dapat memberikan pelayanan
kerohanian sesuai dengan kepercayaan atau agama yang dianut pasien tersebut.
2. Prosedur Non Rutin
Prosedur non rutin pada pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kondisi terminal
meliputi pelayanan kerohanian khusus yang sifatnya insidentil, misalnya: memberikan
pendampingan pada saat kondisi sakaratul maut. Keyakinan spiritual mencakup praktek
ibadah sesuai dengan keyakinannya/ ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan
keluarga harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual
pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang
kematian dapat terpenuhi.

BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Proses monitoring pelayanan pada pasien tahap terminal yaitu dengan memonitor
langsung petugas saat menangani pasien tahap terminal dan dengan melihat kelengkapan
formulir asuhan keperawatan pada pasien tahap terminal. Evaluasi dilakukan secara
berkala, setiap 3 (tiga) bulan sekali.

Anda mungkin juga menyukai