Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

BERDUKA SITUASIONAL

Disusun oleh:

DEWI MELLIYUNITA (1807006)

Dosen Pengampu:
Ns. Maryati, M.Kep., Sp.Kep.J

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

DAFTAR ISI

1
Halaman Sampul .................................................................................................................1
Daftar Isi..............................................................................................................................2
LAPORAN PENDAHULUAN.........................................................................................3
A. Kasus (Masalah Utama) ..........................................................................................3
B. Proses terjadinya masalah........................................................................................3
Pengertian ...............................................................................................................3
Etiologi ....................................................................................................................4
Faktor Predisposisi .................................................................................................5
Faktor Presipitasi.....................................................................................................5
Jenis Berduka .........................................................................................................6
Sifat Kehilangan .....................................................................................................6
Tipe Kehilangan .....................................................................................................7
Tanda dan gejala ....................................................................................................7
Akibat ......................................................................................................................9
C. Pohon masalah ........................................................................................................10
D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji ...................................................11
E. Diagnosa keperawatan.............................................................................................11
F. Rencana tindakan keperawatan................................................................................11
G. Daftar pustaka..........................................................................................................13
H. Strategi Pelaksanaan Keperawatan..........................................................................14

2
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Kasus ( Masalah Utama)


Masalah utama : Berduka
B. Proses terjadinya masalah
Pengertian
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini
diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan
pada pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
Sementara itu, istilah kehilangan (bereavement) mencakup berduka dan berkabung
(mourning), yaitu perasaan di dalam dan reaksi keluar orang yang ditinggalkan.
Berkabung adalah periode penerimaan terhadap kehilangan dan berduka. Hal ini
terjadi dalam masa kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau
kebiasaan (Aziz Alimul, 2014).
Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan, yang
dimanifestasikan oleh individu dalam cara yang khusus, berdasarkan pengalaman
personal, harapan budaya, dan kepercayaan spiritual (Hooyman dan Kremer, 2006).
Koping pada proses berduka melibatkan suatu periode berkabung, penampilan,
ekspresi sosial terhadap berduka, dan perilaku berhubungan dengan rasa kehilangan.
Upacara berkabung dipengaruhi secara budaya dan seperti perilaku yang dipelajari.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. Stroebe
dan Stroebe (1987) (dalam Moyle & Hogan, 2006) menganggap berduka sebagai
situasi objektif dari seorang individu yang baru saja mengalami kehilangan dari
sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada. Berduka mengacu pada respons
emosional terhadap kehilangan ini, termasuk beberapa reaksi psikologis dan fisik
(Buglass, 2010). Definisi lain menyebutkan bahwa berduka, dalam hal ini dukacita
adalah proses kompleks yang normal yang mencakup respons dan perilaku emosi,
fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan komunitas
menghadapi kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi, atau persepsi kehilangan
ke dalam kehidupan mereka sehari-hari (NANDA, 2011). Dari berbagai definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwa berduka merupakan suatu reaksi psikologis sebagai
respon kehilangan sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku emosi,
fisik, spiritual sosial maupun intelektual seseorang. Berduka sendiri merupakan

3
respon yang normal yang dihadapi setiap orang dalam menghadapi kehilangan yang
dirasakan.
Berduka situasional sendiri diartikan sebagai suatu kondisi ketika individu
atau kelompok mengalami sejumlah reaksi dalam merespon kehilangan yang
bermakna yang berhubungan dengan efek negatif akibat peristiwa kehilangan
sekunder, kehilangan gaya hidup dan kehilangan normalitassekunder (Carpenito,
2006). Peristiwa kehilangan sekunder timbul akibat adanya nyeri kronis, penyakit
terminal, dan kematian. Kehilangan gaya hidup timbul akibat peristiwa melahirkan,
perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan rumah, dan perceraian. Sedangkan
kehilangan normalitas sekunder muncul sebagai akibat keadaan cacat, bekas luka, dan
penyakit.

Etiologi
Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan yang dapat menimbulkan
respon berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006). Situasi yang paling sering
ditemui adalah sebagai berikut:
a. Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang bersifat sekunder
akibat kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler, sensori, muskuloskeletal,
digestif, pernapasan, ginjal dan trauma;
b. Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam jangka waktu
yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi, kolostomi, histerektomi);
c. Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan sekunder akibat
nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian; berhubungan dengan kehilangan
gaya hidup akibat melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan
rumah, dan perceraian; dan berhubungan dengan kehilangan normalitas sekunder
akibat keadaan cacat, bekas luka, penyakit;
d. Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti teman-teman, pekerjaan,
fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan kehilangan harapan dan impian. Rasa
berduka yang muncul pada setiap individu dipengaruhi oleh bagaimana cara
individu merespon terhadap terjadinya peristiwa kehilangan. Menurut Miller

4
(1999) (dalam Carpenito, 2006), dalam menghadapi kehilangan, individu
dipengaruhi oleh:
1. Dukungan sosial (Support System);
2. Keyakinan religius yang kuat;
3. Kesehatan mental yang baik;
4. Banyaknya sumber yang tersedia terkait disfungsi fisik atau psikososial
yang dialami.

Faktor Predisposisi
Dalam Hidayat (2012), faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang
respon kehilangan adalah sebagai berikut.
a. Faktor genetik. Individu yang dilahirkandan dibesarkan dalam keluarga dengan
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapu perasaan kehilangan.
b. Faktor fisik. Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur
cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
c. Faktor mental. Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan
pesimis, selalu dibayangi masa depan peka dalam mengahadapi situasi
kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di masa lalu. Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan
individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa.
e. Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri negatif dan perasaan
rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri rendah dan tidak objektif
terhadap stres yang dihadapi.

Faktor Presipitasi
Ada beberapa stresor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Stresor
ini dapat berupa stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti
kehilangan biopsikososial yang meliputi kehilangan harga diri, pekerjaan,
seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik pribadi (harta benda, dan lain-lain).
Berikut beberapa stresor kehilangan tersebut.

5
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi dalam masyarakat
e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f. Kehilangan kewarganegaraan

Jenis Berduka
Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari
kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian
maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan berduka yang
ditunjukan selama individu melewati rekasi atau masa berkabung (mourning). Berikut ini
beberapa jenis berduka menurut Hidayat (2012) :
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri
dari aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu proses ‘melepaskan diri’ yang muncul sebelum kehilangan
atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosis
terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan berbagai
urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung
berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang
lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak yang mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin.

Sifat Kehilangan
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)

6
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan
dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan
atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando : 1984).

Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang,
pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak
dapat dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan
yang berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan
berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit
terminal.

Tanda dan Gejala


Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala yang
sering terlihat pada individu yang sedang berduka. Menurut Buglass (2010), tanda dan
gejala berduka melibatkan empat jenis reaksi, meliputi:

a. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah, kecemasan,


menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa, kerinduan;
b. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan
cahaya, mulut kering, kelemahan;
c. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa, tidak
sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan;

7
d. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.

Tanda dan gejala berduka juga dikemukan oleh Videbeck (2001), yang
mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif, emosional, spiritual, perilaku,
dan fisiologis yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

Respon Berduka Tanda dan Gejala


Respon Kognitif - Gangguan asumsi dan keyakinan
- Mempertanyakan dan berupaya menemukan
makna kehilangan
- Berupaya mempertahankan keberadaan orang
yang meninggal atau sesuatu yang hilang
- Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah
orang yang meninggal adalah pembimbing
Respon Emosional - Marah, sedih, cemas
- Kebencian
- Merasa bersalah dan kesepian
- Perasaan mati rasa
- Emosi tidak stabil
- Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan
dengan individu atau benda yang hilang
- Depresi, apatis, putus asa selama pasa
disorganisasi dan keputusasaan
Respon Spiritual - Kecewa, marah pada Tuhan
- Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa
ditinggalkan atau kehilangan
- Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
Respon Perilaku - Menangis, terisak, atau tidak terkontrol
- Gelisah
- Iritabilitas atau perilaku bermusuhan
- Mencari atau menghindar tempat dan aktivitas
yang dilakukan bersama orang lain yang telah
meninggal
- Kemungkinan menyalahgunakan obat atau
alkohol

8
- Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri atau
pembunuhan
Respon Fisiologis - Sakit kepala, insomnia
- Gangguan nafsu makan
- Tidak bertenaga
- Gangguan pencernaan
- Perubahan sistem imun dan endokrin

Akibat
Akibat Berduka
Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry (1997), respon berduka seseorang
terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap seperti pengingkaran, marah, tawar-
menawar, depresi dan penerimaan.
Rentang Respon Kehilangan (Hidayat, 2012)
(Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan menurut Kubler-Ross)
Fase Marah Fase Depresi

Fase Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima

a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi,
dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak mungkin
terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan
terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh

9
dokter-perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

c. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon
ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka
saya akan sering berdoa”. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang
sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga, ada keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang ditunjukkan
antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang
obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan
beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-
betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis” atau “apa yang dapat
saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan
mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

C. Pohon masalah
Gangguan Konsep Diri Efek/Akibat

Core Problem
Berduka

10
Kehilangan Penyebab/Kausa

D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Masalah keperawatan : Berduka
Data yang perlu dikaji :
Gejala dan Tanda Mayor
Ds (Data Subjektif) Do (Data Objektif)
1. Merasa sedih 1. Menangis
2. Merasa bersalah atau menyalahkan 2. Pola tidur berubah
orang lain 3. Tidak mampu berkonsentrasi
3. Tidak menerima kehilangan
4. Merasa tidak berharap
Gejala dan Tanda Minor
Ds (Data Subjektif) Do (Data Objektif)
1. Mimpi buruk atau pola mimpi 1. Marah
berubah 2. Tampak panik
2. Merasa tidak berguna 3. Fungsi imunitas terganggu
3. Fobia

E. Diagnosa keperawatan
Berduka (D.0081)

F. Rencana tindakan keperawatan


SIKI
Diagnosa Keperawatan SLKI
(Intervensi)
Berduka Tingkat Berduka Dukungan Proses Berduka
Definisi : Respon Definisi : respon psikososial yang ditunjukan akibat kehilangan Definisi :
psikososial yang ditunjukan (orang, objek, fungsi, status, bagian tubuh atau hubungan) Memfasilitasi menyelesaikan
oleh klien akibat kehilangan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam proses berduka terhadap
(orang, objek, fungsi, status, diharapkan perasaan sedih menurun kehilangan yang bermakna
bagian tubuh atau hubungan)
Penyebab : Ekspektasi Membaik Tindakan
Kriteria Hasil : Observasi
1. Kematian keluarga
atau orang yang berarti  Identifikasi kehilangan

2. Antisipasi kematian yang dihadapi

keluarga atau orang  Identifikasi proses berduka


yang dialami

11
yang berarti  Identifikasi sifat
3. Kehilangan (objek, keterikatan pada benda
pekerjaan, fungsi, yang hilang atau oaring
status, bagian tubuh, yang meninggal
hubungan sosial) Terapeutik
4. Antisipasi kehilangan  Tujukan sikap menerima
(objek, pekerjaan, dan empati
fungsi, status, bagian  Motivasi agar mau
tubuh, hubungan mengungkapkan perasaan
sosial) kehilangan
 Motivasi untuk
menguatkan dukungan
keluarga atau orang
terdekat
 Fasilitasi melakukan
kebiasaan sesuai dengan
budaya, agama dan norma
sosial
 Fasilitasi mengepresikan
perasaan dengan cara yang
nyaman (mis. Membaca
buku, menulis,
menggambar atau
bermain)
 Diskusikan strategi koping
yang dapat digunakan
Edukasi
 Jelaskan kepada pasien
dan keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah,
tawar-menawar, depresi,
dan menerima adalah
wajar dalam menghadapi
kehilangan
 Anjurkan
mengindentifikasi
ketakutan terbesar pada
kehilangan
 Anjurkan
mengekspresikan perasaan

12
tentang kehilangan
 Ajarkan melewati proses
berduka secara bertahap
Menu Cukup Cukup Mening
Sedang
run Menurun Meningkat kat
Verbalisasi
menerima 1 2 3 4 5
kehilangan
Verbalisasi
1 2 3 4 5
harapan
Verbalisasi
perasaan 1 2 3 4 5
berguna
Menu Cukup Cukup Mening
Sedang
run Menurun Meningkat kat
Verbalisasi
perasaan 1 2 3 4 5
sedih
Verbalisasi
perasaan
bersalah atau 1 2 3 4 5
menyalahka
n orang lain
Menangis 1 2 3 4 5
Verbalisasi
1 2 3 4 5
mimpi buruk
Fobia 1 2 3 4 5
Marah 1 2 3 4 5
Panik 1 2 3 4 5
Cukup
Mem Cukup Memba
Membur Sedang
buruk Membaik ik
uk
Pola tidur 1 2 3 4 5
Konsentrasi 1 2 3 4 5
Imunitas 1 2 3 4 5

G. Daftar pustaka
Azizah, L. M. (2013). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Dalami, E. (2015). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial. Jakarta:
Trans Info Media.
Keliat, dkk. (2011). Modul IC-CMHN: Manajemen keperawatan psikososial dan
pelatihan kader kesehatan jiwa. Jakarta: FIKUI.

13
Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

14
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka
(SP 1)
Masalah : Kehilangan dan Berduka (Respon mengingkari terhadap kematian suaminya)
Pertemuan : ke-1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sedang berada dikamar mencium baju dan sarung yang terakhir
digunakan oleh suaminya. Klien tampak lemah dengan kondisi terus-menerus
menangis. Klien tetap memangis dan berkata tidak bisa hidup kalau tidak ada
suaminya. Selain itu, klien masih tidak percaya bahwa suaminya telah tiada karena
saat pulang bekerja yang menjemput adalah suaminya tanpa mengeluh sakit apa-apa.
2. Diagnosa keperawatan
Berduka berhubungan dengan kematian keluarga atau orang yang berarti
3. Tujuan Khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
 Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka.
4. Tindakan keperawatan
a. Memberikan salam terapeutik
b. Memperkenalkan diri kepada klien
c. Menjelaskan tujuan interaksi kepada klien
d. Membuat kontrak waktu bersama klien dengan tepat
e. Menciptakan lingkungan yang aman dan tenang bagi klien untuk berinteraksi
f. Mendorong dan memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaanya
g. Mendengarkan ungkapan klien dengan empati
h. Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap menerima dan
empati.
i. Memberi reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaanya.

15
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan

a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi Ibu.”
“Perkenalkan saya perawat yang bertugas hari ini, nama saya Dewi, saya
mahasiswi Universitas Widya Husada Semarang. Bisa saya duduk di sini?”
“Boleh saya tau nama Ibu? Ibu senang di panggil siapa?”
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini ?” Apakah ibu sudah sarapan ?
3) Kontrak
a) Topik
Ibu, bisakah kita berbincang-bincang hari ini untuk saling mengenal ?
saya ingin menemani ibu sampai proses perawatan jenazah suami ibu
selesai. Saya juga ingin mengetahui alasan ibu terus menangis, dan
melamun?
b) Waktu
Berapa lama waktu yang Ibu bisa luangkan untuk berbicara dengan saya
? Bagaimana bila saya temani Ibu hingga proses perawatan jenazah
selesai ? kira-kira sampai 15 menit ke depan. Apakah Ibu bersedia ? Jadi
dari pukul 08.00 hingga 08.15 saya akan temani Ibu ya ?
c) Tempat
Ibu ingin berbincang-bincang di mana ? Bagaimana bila di taman atau
tempat lain yang ibu senangi ?
b. Kerja
1. Ibu, tadi Ibu sudah menyebutkan nama Ibu, lalu boleh saya tahu berapa usia
Ibu sekarang ?
2. Boleh saya tahu Ibu berasal dari mana?...
3. Apakah ibu ingin menyampaikan sesuatu ? Saya yakin ada yang ingin Ibu
ceritakan …
4. Coba Ibu ceritakan apa yang menyebabkan ibu terus berduka… Apa yang

16
menyebabkan Ibu merasa bersalah ? … apakah dokter dan perawat di sini
telah membuat kesalahan terhadap suami Ibu ?...
5. Baiklah Ibu, saya paham dengan perasaan Ibu saat ini. Memang wajar setiap
orang akan mengalami kesedihan ketika kehilangan orang yang disayangi.
Kami semua di sini pun ikut bersedih Bu, tetapi semua itu tidak terlepas dari
kehendak Yang Kuasa. Kita sebagai manusia hanya mampu berserah diri
dan menerima semua ini…
6. Ibu ingin minum ? saya ambilkan ya Bu… Bagaimana dengan makan ?
Coba sedikit ya Bu agar Ibu tidak lemas..
7. Wah… bagus sekali Ibu sudah menghabiskan sarapannya…
8. Bagaimana kalau sekarang Ibu bercerita tentang hobi Ibu ?
9. Wah….ternyata bagus sekali hobi Ibu. Ada empat hobi yang ibu kuasai..
10. Ternyata banyak kegiatan yang Ibu bisa lakukan untuk menghalau
kesedihan Ibu…
c. Terminasi
1. Evaluasi
(Subyektif) : Setelah kita ngobrol tadi, bagaimana perasaan Ibu saat
ini?
(Obyektif) : Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan sesekali
melihat perawat. Klien masih nampak sedih walaupun sedikit berkurang.
2. Tindak lanjut
Nah Bu, ini sudah 15 menit. Apakah ingin dilanjutkan ? Jadi kita cukupkan
saja dulu perbincangan kita.. Sekarang Ibu istirahat dulu. Usahakan Ibu
makan dan minum ya Bu, supaya tubuhnya tidak lemas.. Kalau nanti ada
yang ingin Ibu ceritakan atau tanyakan kepada saya, Ibu bisa sampaikan saat
pertemuan kita berikutnya.
3. Kontrak yang akan datang
Bagaimana kalau nanti siang sesudah makan siang kita ngobrol-ngobrol lagi
sekitar pukul 14.00 WIB? Dan bagaimana kalau nanti kita membicarakan
tentang kondisi Ibu? Apakah Ibu bersedia? Ibu nanti ingin mengobrol
dimana? Apakah di tempat ini lagi? Baik bu nanti kita berbincang-bincang
lagi, kalau begitu saya permisi dulu Bu, terima kasih karena Ibu sudah mau

17
berbincang-bincang dengan saya.

18

Anda mungkin juga menyukai