Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MENAJEMEN BENCANA

PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH PENGUNGSIAN KORBAN BENCANA TSUNAMI

KELOMPOK 3 :

AMALIA (PO714201171001)

FEBRIANI WILDA SAFITRI (PO714201171014)

HERAWATI (PO714201171019)

NUR RAHMA (PO714201171034)

NURLAILA (PO714201171039)

QORIMA RESNITA (PO714201171041)

QORINA RESMITA (PO714201171042)

RAHAYU YULUNAR ROMBA (PO714201171043)

RIZKY OKTAVIA HARDIANTO (PO714201171047)

UMMMUL KHAIRAH M. ANIS (PO714201171054)

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


2019
MATERI

1.Pengertian Tsunami

Tsunami adalah gelombang air besar yang diakibatkan oleh gangguan di dasar laut, seperti gempa
bumi. Gangguan ini membentuk gelombang yang menyebar ke segala arah dengan kecepatan
gelombang mencapai 600–900 km/jam. Awalnya gelombang tersebut memiliki amplitudo kecil
(umumnya 30–60 cm) sehingga tidak terasa di laut lepas, tetapi amplitudonya membesar saat mendekati
pantai. Saat mencapai pantai, tsunami kadang menghantam daratan berupa dinding air raksasa (terutama
pada tsunami-tsunami besar), tetapi bentuk yang lebih umum adalah naiknya permukaan air secara tiba-
tiba. Kenaikan permukaan air dapat mencapai 15–30 meter, menyebabkan banjir dengan kecepatan arus
hingga 90 km/jam, menjangkau beberapa kilometer dari pantai, dan menyebabkan kerusakan dan korban
jiwa yang besar.

2. Penyakit penyakit yang dapat timbul paska tsunami

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam petunjuk manajemen evakuasi jenazah


pascabencana menyatakan bahwa mayat korban bencana alam sebenarnya tidak menyebabkan wabah
penyakit. Karena mereka tewas akibat trauma, tenggelam, atau tertindih reruntuhan sehingga tidak
mengandung organisme penyebab epidemi, kecuali kalau mereka meninggal akibat wabah penyakit
menular, misalnya virus Ebola di Afrika.

Namun manajemen perawatan jenazah perlu diperhatikan karena jika terlambat ditangani atau
lama baru ditemukan, vektor tertentu seperti lalat, kutu, binatang pengerat, atau lainnya dapat
menyebarkan mikro organisme di dalam mayat. Jenazah korban bencana yang tidak ditangani baik atau
lama baru ditemukan juga dapat menulari sumber air minum.

Beberapa penyakit menular pascabencana, terutama setelah tsunami yang harus diwaspadai antara
lain kolera, diare, malaria, infeksi dada, demam berdarah dengue, typhoid, Hepatitis A, Leptospriosis,
Disentri, Gigitan atau sengatan binatang, dan Balantidiasis

a. Kolera
Kolera adalah penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh bakteri Vibrio Cholerae.
Bakteri ini dapat kontak dengan manusia dari air minum atau makanan yang terkontaminasi.
Penyakit ini dapat berkembangan dengan cepab, bahkan dapat membunuh seseorang dalam
waktu kurang dari sehari.
Infeksi penyakit ini menyebabkan diare berat yang menyebabkan hilangnya cairan tubuh
hingga 10 liter dalam sehari sehingga menyebabkan dehidrasi parah, syok, dan risiko kematian.
b. Tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Anda bisa tertular dengan
makan makanan atau minum minuman dari orang yang terinfeksi. Bakteri tersebut masuk ke
dalam air yang Anda gunakan untuk minum atau mencuci.
Demam tifoid gejalanya termasuk demam tinggi 39-40 derajat celcius yang berkelanjutan,
tubuh lemas, sakit perut, sakit kepala atau kehilangan nafsu makan. Beberapa orang ada yang
menderita diare, namun ada juga yang malah mengalami konstipasi.
c. Hepatitis A dan E
Penyakit-penyakit ini menyebar melalui kotoran manusia. Seseorang bisa terinfeksi
virus ini dari air atau makanan yang terkontaminasi.
Tidak ada pengobatan khusus atau obat antibiotik untuk hepatitis A atau E. Mereka yang
menderita penyakit ini harus banyak beristirahat, tetap terhidrasi, dan makan makanan bergizi.
d. Balantidiasis
Ini merupakan jenis infeksi usus yang juga disebabkan dari kontak dengan air yang
terkontaminasi. Infeksi ini umumnya menyebar di daerah di mana manusia dan hewan
peliharaan, khusunya babi, tinggal berdekatan.
Babi banyak membawa bakteri yang menyebabkan balantidiasis dan dapat ditularkan ke
manusia. Ini juga bisa menyebar ketika kotoran babi masuk ke air yang digunakan manusia
untuk mencuci atau minum.
Gejala-gejala dari kondisi ini termasuk diare akut, disentri, mual, nafas berbau tak
sedap, radang usus besar, sakit perut, penurunan berat badan, ulserasi usus yang mendalam dan
kemungkinan perforasi usus. Jika tidak diobati, bisa berisiko kematian.
e. Leptospriosis
Air minum yang terkontaminasi juga dapat membawa bakteri penyebab leptospriosis.
Seseorang berisiko terinfeksi ketika air terkontaminasi oleh air kencing hewan yang membawa
bakteri yang menyebabkan leptospriosis, seperti sapi, babi, kuda, anjing, hewan pengerat dan
hewan liar.
Gejalanya meliputi demam tinggi, sakit kepala berat, menggigil, nyeri otot dan muntah.
Mereka yang terinfeksi juga dapat terserang penyakit kuning, mata merah, sakit perut, diare
atau ruam. Jika tidak ditangani, pasien dapat berisiko mengalami kerusakan ginjal, meningitis,
gagal hati dan gangguan pernapasan. Dalam kasus yang jarang terjadi, leptospriosis dapat
menyebabkan kematian.
f. Gigitan atau sengatan binatang
Jika Anda berada di negara tropis, Anda mungkin berisiko mengalami gigitan dari laba-
laba dan ular berbisa. Selain itu, nyamuk juga bisa menjadi ancaman. Gigitan hewan-hewan
tersebut bisa berisiko beberapa penyakit. Seperti Malaria dan Demam Berdarah. Malaria,
adalah penyakit menular yang disebarkan oleh nyamuk, terutama di iklim tropis. Gejala mulai
muncul 10 sampai 15 hari setelah infeksi, termasuk sakit kepala dan demam, menggigil, otot
dan nyeri sendi, mual dan muntah, serta kejang. Jika tidak segera diobati, berisiko kematian.
g. Disentri
Disentri juga dapat menyebar melalui air minum yang terkontaminasi, meskipun juga
dapat disebabkan oleh parasit yang hidup di perut seseorang. Sebagian besar kasus disebabkan
oleh bakteri. Disentri menyebabkan diare di mana ada darah dan nanah dalam kotoran. Dalam
kasus yang jarang terjadi, dapat membunuh penderitanya dalam 24 jam. Namun, sebagian besar
kasus hilang dengan sendirinya, tanpa pengobatan.
Gejala utama disentri adalah diare dengan bercak darah, lendir, atau nanah. Gejala lain,
tiba-tiba demam tinggi dan menggigil, sakit perut, kram dan perut kembung, hilang nafsu
makan, sakit kepala, kelelahan, muntah dan dehidrasi. Jika dehidrasi menjadi parah, orang yang
terinfeksi bisa berisiko koma hingga kematian.

3. Pelayanan Kesehatan Di Daerah Pengungsian Korban Bencana Tsunami

a. Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (APHA) menegaskan pentingnya tindakan segera untuk
mengurangi ancaman penyakit menular dan wabah pascabencana. Pemerintah dan para tim
relawan di lapangan harus menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan di lapangan berangsur-
angsur normal.
b. Monitoring dan surveilans ketat terhadap faktor lingkungan (air, sanitasi, penanganan sampah)
dan pengendalaian vektor penyakit (nyamuk dan lalat) harus mulai diperhatikan. Kelompok-
kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, anak-anak, orang tua, serta orang cacat harus didata agar
bisa mendapat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya.
c. Tindakan promosi kesehatan dan imunisasi terhadap penyakit berpotensi wabah harus mulai
dilakukan di lapangan, dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan setempat.
d. Humanitarian Charter and Minimum Standards in Humanitarian Response yang diterbitkan oleh
The Sphere Project merupakan salah satu standar yang secara international diakui dan digunakan
untuk tindakan perlindungan dalam kondisi emergensi. Panduan yang dibuat oleh International
Red Cross and Red Crescent Movement dan lembaga swadaya masyarakat bidang bencana ini
memuat beberapa prinsip pelayan minimum yang harus dijalankan pascabencana. Berdasarkan
standar ini, yang harus dilakukan antara lain menyediakan sarana air minum dan sanitasi dasar,
pembuangan tinja (toilet), mengendalikan vektor penyakit dan manajemen sampah termasuk
pengelolaan air limbah. Pengelolaan tinja di lokasi pengungsian juga merupakan faktor yang
sangat penting mengingat ini adalah kebutuhan dasar. Kalau tidak dikelola baik, akan menjadi
sumber bencana baru.
e. Menurut WHO (2006) langkah-langkah prioritas berikut sangat penting untuk mengurangi
dampak menular penyakit setelah bencana tsunami
1) Tersedianya air bersih dan sanitasi
Desinfektan seperti klorin harus tersedia dalam jumlah yang cukup karena desinfektan ini
mudah digunakan dan efektif terhadap hampir semua patogen yang ditularkan melalui air.
2) Layanan Kesehatan Primer
Layanan kesehatan primer pasca bencana harus dikoordinasi mulai dari tingkat pusat sampai
ketingkat kecamatan. Pusat layanan kesehatan primer utama yang harus dilakukan adalah
menyelenggarakan ksehatan dasar di penampungan, memeriksa kualitas air dan sanitasi serta
surveilans penyakit menular
3) Surveillance dan sistem peringatan dini
Deteksi cepat kasus wabah penyakit rawan sangat penting untuk memastikan kontrol yang
cepat. Pengawasan dan peringatan dini harus cepat dilakukan untuk mendeteksi wabah dan
memantau penyakit endemik prioritas. Penyakit endemis di daerah bencana harus
dimasukkaan menjadi prioritas dalam sistem surveillance dalam penilaian risiko menular.
Penilaian risiko penyakit menular yang komprehensif untuk dapat mengidentifikasi dan
memprioritaskan ancaman penyakit ini secara dini, dengan cara:
a) Petugas kesehatan harus dilatih untuk mendeteksi penyakit prioritas dengan cepat untuk
dilaporkan kejenjang yang lebih tinggi
b) Sampel dan transportasi bahan pemeriksaan harus dilakukan secepatnya untuk merespon
bila terjadinya wabah, seperti kolera. Diperlukan kit yang dapat mendeteksi dengan cepat
penyakit endemik didaerah kolera dianggap berisiko.
4) Imunisasi
Beberapa imunisasi diperlukan unntuk beberapa penyakit berisiko di daerah terjadi
tsunami.
a) Imunisasi missal campak diperlukan bersamaan pemberian vitamin A menjasi
prioritas kesehatan segera setelah bencana alam di daerah dengan tidak memadai
tingkar cakupan imunisasi sebelumnya. Rendah.
b) Vaksin tifoid sekarang tidak direkomendasikan untuk imunisasi massal untuk
mencegah penyakit tiffus. Vaksinasi tipus dalam hubungannya dengan tindakan
pencegahhan lainnya mungkin berguna untuk mengendalikan wabah tipus,
tergantung pada keadaan setempat
c) Vaksin Hepatitis A umumnya tidak dianjurkan untuk mencegah wabah dibencana
d) Pencegahan malaria dan demam berdarah
Pencegahan penyakit malaria harus didasarkan pada informasi lokal, termasuk pada
spesies parasit dan vektor utama yang terdapat di daerah tsunami. Menurut Muriuki,
et al, (2012) data penyakit malarria di tempat terjadinya tsunami sangat pennting
sebagai dara awal untuk menyusun program penccegahann terjadinya malaria pasca
tsunami. Peningkatan jumlah nyamuk biasanya tidak terjadi saat setelah tsunami.
Pada saat setelah tsunami ada waktu untuk pelaksanaan langkah-langkah pencegahan
penyakit malaria, seperti penyemprotan daerah tersebut dengan inteksida, pengobatan
bagi yang sudah terinfeksi sebelum tsunami.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh Epidemiology Group. 2006. Outbreak of tetanus cases following the tsunami inn Aceh Province
Indonesia. Global Public Health. 1:173-177
Depkes RI. 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Depkes RI.
Jakarta
De ville De Goyet C. 2004. Epidemics caused by dead bodies a disaster myth that does notwant to die.
Pan American Journal of Public Health. 91:784-789
World Health Organization. 2006. Communication diseases following natural Disasters: Risk assesment
and priority interventions. Geneva

Anda mungkin juga menyukai