Anda di halaman 1dari 5

PEMERIKSAAN ENDOMETRITIS

TANGGAL KEGIATAN

Pemeriksaan endometritis dilakukan pada tanggal 1 Februari 2017 di UPT Hewan Coba
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.

TUJUAN KEGIATAN

Untuk mengetahui atau mendeteksi adanya gangguan reproduksi yang disebabkan


adanya patologi anatomi pada uterus sapi pasca partus (endometritis).

DASAR TEORI

Endometritis adalah peradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh
partus, dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium.
Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang, waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen yang
merusak fungsi dari glandula endometrium dan/atau merubah lingkungan uterus dan/atau
oviduk (Boume, 2014). Perubahan morfologi dan fungsional endometrium yang
menyebabkan penurunan fertilitas (open days yang panjang utk IB; dan repeat breeding).

A. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan pada pemeriksaan endometritis adalah metricheck dan


bahannya yakni 2 ekor sapi dengan nomor eartag 1030 dan 1038.

B. PROSEDUR KERJA

Prosedur kerja yang dilakukan dalam pemeriksaan endometritis pada 2 ekor sapi
adalah sebagai berikut :
1) Sapi direstrain terlebih dahulu menggunakan tali
2) Kemudian siapkan alat untuk mendeteksi endometritis dengan menggunakan
alat metricheck.
3) Selanjutnya oleskan gel pada ujung alat
4) Masukkan alat tersebut ke vagina sampai ke pintu servix
5) Lalu keluarkan alat tersebut, Amati lendir yg melekat pada alat.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1) HASIL
Pemeriksaan dilakukan pada sapi dengan eartag 1030 dan 1038. Dari hasil
pemeriksaan pada kedua sapi maka didaptkan hasil sebagai berikut :

a) Sapi 1 nomor eartag 1030


- Bau = 0
- Lendir = 0

0+0
Jadi = 0, hasil nya (-) Endometritis.
2

(Gambar 1. Lendir berwarna bening dan tidak berbau)

b) Sapi 2 nomor eartag 1038


- Bau = 0
- Lendir keruh dan sedikit kemerah-merahan =3

0+3
Jadi = 1,5 hasil nya (+) endometritis.
2

(Gambar 2. Lendir keruh sedikit kemerah-merahan tapi tidak berbau)

Endometritis adalah penyakit infeksi pada endometrium uterus (rahim) yang


biasanya terjadi setelah patrus. Pemeriksaaan endometritis pada sapi dilakukan
menggunakan alat metricheck, dimana alat tersebut dimasukkan ke dalam lubang
vagina sampai ke pintu servix kemudian alat dikeluarkan dan diamati lendir yang
melekat pada alat.

(Gambar. Sapi yang negatif endometritis)

Ada beberapa skor karakter lendir endometritis, adalah sebagai berikut :


1) Transparan =0
2) Transparan tapi ada gumpalan =1
3) < 50% kental yang kental, < 50% cairan =2
4) 50% kental, putih, darah =3

Menurut Noakes et al. (2001) derajat kontaminasi bakteri pada uterus sering terjadi
selama partus dan setelah partus, serta dapat terjadi ketika coitus dan inseminasi. Infeksi yang
persisten tergantung pada derajat kontaminasi bakteri, mekanisme pertahanan inang, dan
keberadaan substrat untuk pertumbuhan bakteri. Uterus normal merupakan lingkungan yang
bersifat steril, sedangkan vagina merupakan lingkungan yang tidak steril karena mengandung
banyak mikroorganisme. Patogen yang bersifat oportunistik dari flora normal vagina atau dari
lingkungan luar dapat masuk ke dalam uterus. Uterus pada kondisi normal dapat melakukan
pembersihan secara efisien terhadap mikroorganisme yang masuk dari vagina atau
lingkungan luar. Namun, uterus pada saat postpartus biasanya terkontaminasi oleh beragam
mikroorganisme dan ketika terjadi infeksi yang bersifat persisten, maka infeksi akan
berkembang menjadi endometritis kronis atau subakut dan kondisi ini akan merusak fertilitas
ternak (anonim 2008a).

Uterus pada kondisi normal mempunyai beberapa mekanisme pencegahan terhadap


patogen oportunistik dari saluran reproduksi. Mekanisme pertama adalah barrier fisik yang
berupa sphincter vulva dan cervix, sphincter vulva dapat melindungi saluran reproduksi dari
kontaminasi feses yang dikeluarkan oleh saluran pencernaan. Mekanisme kedua adalah
pertahanan secara lokal dan sistemik di uterus, kedua mekanisme pertahanan tersebut sangat
dipengaruhi oleh hormon steroid reproduksi (estrogen dan progesteron) (Noakes et al., 2001).
Hal ini berarti bahwa saluran reproduksi akan lebih resisten terhadap infeksi apabila kadar
estrogen meningkat (dominan), sedangkan ketika kadar progesteron lebih dominan, maka
saluran reproduksi lebih rentan terhadap infeksi.
Menurut Noakes et al. (2001), konsentrasi estrogen terjadi saat estrus dan partus, kondisi ini
menyebabkan perubahan pada jumlah dan perbandingan sel-sel darah putih yang bersirkulasi
(dengan neutrofilia relatif). Kondisi estrus menyebabkan suplai darah ke uterus mengalami
peningkatan karena dipengaruhi oleh hormon estrogen yang meningkat, selain itu, pada saat
partus juga terjadi peningkatan suplai darah ke uterus bunting. Peningkatan suplai darah
tersebut diikuti oleh migrasi sel-sel darah putih dari sirkulasi darah ke lumen uterus, sehingga
memungkinkan terjadi proses fagositosis yang aktif. Estrogen juga dapat menyebabkan
peningkatan jumlah vaginal mucus yang berperan penting dalam mekanisme pertahanan
uterus terhadap bakteri dengan cara menyediakan barrier fisik uterus dan mekanisme flushing
dan pengenceran bakteri kontaminan. Sehingga pada kondisi tersebut, kontaminasi bakteri
tidak mengganggu kesehatan uterus. Infeksi uterus yang menyebabkan peradangan uterus
dapat terjadi oleh adanya kerusakan barrier mekanis/barrier fisik yang melindungi uterus.

Uterus yang mengalami infeksi menyebabkan kerusakan epitel endometrium dan akan
menyebabkan uterus tidak mampu mensekresikan hormon PGF2, sehingga corpus luteum
menjadi tertahan dan dapat memicu terjadinya infeksi uterus (Noakes et al. 2001).
Menurut Ball dan Peters (2004), endometritis sering disebabkan oleh kelanjutan distokia atau
retensio secundinae dan sering berkaitan dengan penurunan laju involusi uterus pada periode
pospartus. Kondisi endometritis sering diikuti oleh keadaan corpus luteum persisten sehingga
kejadian infeksi dapat terjadi terus menerus karena kadar estrogen sangat rendah yang
berfungsi dalam mekanisme pembersihan uterus.

DAFTAR PUSTAKA
Boume, L.D. 2014. Theory and Practice of Histologi Techiques. Edited by Bancroft JD,
Steven A and Turner D.R. Ed III Edinburg. Churchill Livingstone.
Hardjopranjoto, H. S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya : Airlangga University
Press.

McDonald, 2004. Reproductive patterns of dogs. In: L.E. McDonnald Ed. Veterinary
Endocrinology and Reproduction. 3rded. Philadelphia. Lea and Febiger.

Noakes. 2001. Arthurs Veterinary Reproduction and Obstetrics 8th edition. Philadelphia
:Saunders Elsevier.

Partodiharjo S, 2010. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.

Quinn, P.J., 2001. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Philadelphia :Blackwell.

Smith, B. P. 2009. Large Animal Internal Medicine 4th edition. New York : Mosby Elsevier.

Subronto. 2004. Ilmu Penyakit Ternak II. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai