FKH
514
Kelompok J (08/03/2021-03/04/2021)
Disusun oleh:
Koordinator MK:
Oleh:
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Pengesahan:
REVIEW FISIOLOGI REPRODUKSI
HEWAN JANTAN
Perkembangan folikel pada ovarium selama masih ada corpus luteum yang
aktif maka folikel tidak akan terovulasi. Corpus luteum (CL) harus regresi atau
dilisiskan agar siklus kembali berjalan. Hormon prostaglandin yang dihasilkan
oleh uterus saat kondisi uterus sehat dan bersih berfungsi untuk kontraksi
myometrium dan meregresi corpus luteum dengan cara vasokonstriksi atau
menyempitkan pembuluh darah sehingga oksigen dan nutrisi tidak tersalurkan ke
CL dan secara berangsur fungsi CL akan menurun dan regresi. Dalam satu siklus
estrus terdapat 2-3 gelombang folikel. Gelombang 1 dan 2 terjadi saat periode
metestrus dan diestrus. Folikel akan di-recruited dan diseleksi hingga ada folikel
yang dominan, namun karena pada periode metestrus dan diestrus terdapat corpus
luteum, maka sel telur tidak akan ovulasi. Gelombang 3 terjadi setelah luteolisis
yang akan menyebabkan folikel dominan dapat ovulasi. Jika tidak ada yang
menghambat atau tidak ada gangguan reproduksi seperti pyometra pada uterus,
corpus luteum akan mengalami lisis dengan sendirinya.
Terdapat periode Bifase dalam satu siklus estrus yaitu pada periode
metestrus dan diestrus, dimana terdapat corpus luteum namun juga ada folikel
yang berkembang. Perlu diketahui bahwa hanya folikel yang direkrut selama atau
setelah luteolisis yang akan keluar ovulasi. Selain fase folikular dan luteal, dikenal
juga istilah Biphase. Biphase merupkan keadaan pada saat ada CL serta folikel
fungsional, hal ini berakibat pada kondisi hewan betina yang menunjukkan estrus
yg lemah. Apabila inseminator tidak teliti. Jadi kalau tdk hati” petugas akan meng
ib, padahal birahi yg sesungguhnya adalah pd saat folikel dominan dan CL regresi
(estrus yg sesungguhnya). Hal ini akan menjadi suatu jebakan untuk inseminator
karena gejala estrus yang lemah akan ditunjukkan pada fase ini namun saat
dilakukan IB tidak akan terjadi kebuntingan.
Inseminasi buatan (IB) harus dilakukan di saat yang tepat. Waktu
dilaksanakannya inseminasi buatan yang paling baik adalah saat 9 jam setelah
estrus atau pada pertengahan estrus sampai dengan 6 jam estrus berakhir atau 15
jam setelah gejala estrus pertama. Dengan bantuan palpasi rektal dapat diketahui
periode dari siklus estrus ternak. Saat palpasi rektal, proestrus akan ditunjukkan
dengan permukaan ovarium yang meluas dan berisi cairan cenderung lembek, hal
ini karena adanya folikel yang dominan dan sudah tidak adanya CL atau adanya
CL yang regresi. Pada periode estrus terdapat ketegangan uterus, folikel dominan
dan pada kelamin luar terdapat ciri 3B (bereum, bareuh, dan baseuh) karena kerja
hormone estrogen yang dominan. Periode metestrus saat di palpasi CL akan terasa
masih lembek, tidak beraturan karena bekas ovulasi dan pada periode diestrus CL
akan membentuk angka 8 atau bunga kol yang khas. Luteolisis merupakan proses
saat CL tidak mampu lagi mensintesis dan mensekresikan progesterone. Agen
luteolitik merupakan segala factor yang dapat menurunkan sintesis dan sekresi
progesterone luteal dan atau mencegah aktivitas hormone luteotropik. Pada ternak,
hormone prostaglandin merupakan agen luteolitik yang dihasilkan oleh uterus.
Kebuntingan atau gestasi merupakan periode yang dimulai dengan fertilisasi dan
berakhir dengan parturisi (proses kelahiran).
Palpasi ;
Proestrus = cl terasa seperti angka 8,
Estrus = serviks dan vaginanya menegang, tidak ada cl fungsional, estrogen tinggi
= vulva merah (karena sirkulasi darah tinggi)
IB terbaik 6 jam setelah akhir estrus, saat baru estrus ga boleh langsung di IB.
Waktu IB terbaik = pada saat pertengahan sampai 6 jam seteah periode estrus
berakhir (9 jam -15 jam)
Menentukan umur kebuntingan awal = ada bulatan (vesikel yang berisi cairan
dengan titik yang bergerak)
- Letak uterus; 2 bln di pelvis, 4 bulan di lereng abdomen, 5 bulan di ruang
abdomen
- Fremitus; arteri uterinya media (mulai ada pada umur 4 bulan
- Lokasi fetus; kalo udah di abdomen berrti usia kebuntingan lama
Fetus lahir karena fetal stress = stimulai acth > stimulsi pelepasan fetal kortisol =
merubah plasenta proges jadi esterogen (pd saat mau lahir konsen estrogen
eningkat) | juga menyebabkan pengeluaran prostaglandin yng mnybabkan
hormone relaxin merelaksasikan / mengendurkan daerah pelvis dan luteolisis CL
Oxytocin dapat dikasih kalo udah ada pembukaan, kalau belum kasih ada
prostaglandin.
Rata-rata lama periode gestasi pada hewan adalah:
- Babi: 113-114 hari
- Domba/Kambing: 147-148 hari
- Sapi: 278-283 hari
- Kuda: 336-340 hari
Pemeriksaan Kebuntingan
Parturisi
Parturisi atau yang biasa disebut dengan partus merupakan tahap akhir dari
kebuntingan. Partus adalah proses fisilogis yang berhubungan dengan pengeluaran
fetus dan plasenta melalui saluran reproduksi. Situasi sapi sebelum melahirkan
adalah: nafsu makan turun, kebutuhan tetap, klostrogenesis, laktogenesis, calf
positioning, serta mobilisasi kalsium. Kalsium dapat diberikan sebelum partus
(kalsium yang digunakan berkerja secara slow release, pemberian kalsium secara
intravena tidak disarankan karena akan lebih cepat termobilisasi dan tidak terdapat
cadangan atau back-up pada tubuh), bentuk kalsium yang diberikan. Awalnya
kalsium karbonat dapat diberikan, namun pada 7 hari sebelum kelahiran dirubah
menjadi kalsium klorida atau garam amonia. Kegemukan ternak pada saat partus
dapat membuat distokia dan memicu terjadinya fatty liver sehingga tubuh gagal
dalam mobilisasi energi.
Selain kebutuhan mineral yang telah dijelaskan diatas, kedudukan fetus
menjelang partus juga merupakan salah satu penentu jalan kelahiran, kedudukan
tersebut mencakup presentasi (situs), posisi, dan postur (sikap) fetus. Presentasi
merupakan posisi sumbu memanjang fetus terhadap sumbu memanjang induk,
sedangkan posisi adalah kedudukan punggung fetus terhadap pelvis induk, dan
postur merupakan keadaan bagian ekstremitas fetus.
Tahapan dan tanda klinis hewan saat partus adalah :
Tahap 1 (Perejanan) ditandai dengan adanya dilatasi cervix dan kontraksi
uterus.
Tahap 2 (Pengeluaran anak atau foetal expulsion) dimulai dari
pengeluaran kantung amnion atau ketuban sampai mulai keluarnya fetus,
pada tahap ini sering terjadi distokia karena kedudukan fetus.(memeriksa
posisi, presentasi fetus bisa intravagina, dan kalau susah diperiksa melalui
palpasi perektal, kalau posisi dan presentasi masih bisa dibetulkan maka
direposisi terlebih dahulu.
Tahap 3 (placental expulsion) atau pengeluaran selaput anak, pada tahap
ini plasenta sudah menggantung di vulva dan anak sudah keluar dan mulai
belajar menyusu.
__________________________________________________________________
Satwaliar merupakan binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau
di udara yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia (UU No.5 Tahun 1999 tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya). Konservasi satwa liar adalah kegiatan pengelolaan
(termasuk perencanaan) yang mencakup unsur perlindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan.. Dalam pelestarian hewan yang terancam punah keaslian genetik
penting dijaga, sehingga perlu dilakukan silsilah. Hewan di hutan dapat dianggap
sebagai F0, ketika hewan tersebut dibawa ke kebun binatang atau taman safari dan
kawin kemudian mempunyai anak, maka anak tersebut menjadi F1 (menjadi
keturunan pertama). Apabila nantinya ada F3 yang dikawinkan dengan F0 maka
anak yang dihasilkan adalah F4 namun memiliki kualitas genetik yang lebih baik.
Peran ilmu dan teknologi reproduksi dalam konservasi berada dalam pilar
pelestarian populasi hewan dengan perkembangbiakan yang memerlukan
pengetahuan reproduksi. Teknik perkembangbiakan satwa liar memerlukan
pencatatan silsilah yang mengatur perkawinan satwa liar untuk menjaga
kemurnian breed dan genetika dari satwa liar serta teknologi reproduksi
berbantuan (inseminasi buatan, transfer embrio) untuk kelangsungannya. Satwa
liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara
yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara
oleh manusia. Konservasi satwa liar merupakan kegiatan pengelolaan satwa liar
yang mencakup unsur perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan (3 pilar
konservasi). Strategi pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati mengacu
pada 3 pilar konservasi dimana konservasi secara in-situ dilakukan dihabitatnya
sedangkan ex-situ pelestarian diluar habitat asli hewan. Pengelolaan konservasi
in-situ memerlukan Dalam konservasi in-situ difokuskan pada monitoring
(habitat, adanya hewan, dan daya dukung), penyelamatan (translokasi),
pelepasliaran (reintroduction) dan mitigasi konflik (penyelesaian konflik).
Sementara konservasi ex-situ dapat berupa lembaga konservasi Konservasi ex-situ
terdiri atas Lembaga Konservasi yang diberi izin memelihara satwa liar yang
terdiri dari LK khusus (PLG, PPS, PRS) dan LK umum (Taman Safari, taman
satwa, kebun binatang, museum zoologi).. Penangkaran merupakan lembaga yang
melestarikan hewan dengan prosedur perkembangbiakan (dilakukan atas izin
tertentu), hewan yang dikembangbiakan dalam penangkaran dapat
diperjualbelikan dan diatur oleh lembaga CITES. Contoh penangkaran yang ada
di Indonesia adalah pengkaran buaya. Gajah merupakan hewan liar yang memiliki
karakteristik berbeda dengan hewan lainnya, gajah jantan memiliki testis di dalam
tubuh sehingga fisiologi reproduksinya mirip dengan ayam. Pada gajah betina
ovulasi terjadi pada peak LH kedua (peak LH pertama dan kedua berjarak 3
minggu). Penangkaran difokuskan dengan pemberian izin pada individu yang
kompeten terhadap perkembangbiakkan satu jenis hewan dan memiliki
keterkaitan dengan pemanfaatan yang diatur oleh CITES karena adanya
bioprospecting untuk pemanfaatan hewan penangkaran.
Siklus reproduksi berkaitan dengan generasi. Dalam planning reproduksi
satwa liar perlu ada pengetahuan status reproduksi betina, sex ratio kawin alam,
upaya peningkatan populasi dan produksi, pengaturan perkawinan dan budidaya,
tersedianya pejantan unggul, teknologi berbantuan dan kesehatan tubuh hewan.
Contohnya pada reproduksi Gajah Asia (Elephas maximus), gajah akan dapat
bereproduksi aktif di umur 20 tahun dengan lama kebuntingan 22-24 bulan dan
testis pada jantan berada di dalam tubuh. Dalam siklus estrus Gajah Asia, terjadi
dua peak LH di mana ovulasi terjadi pada LH surge ke-2. Pengetahuan ini penting
untuk membuat strategi konservasi Gajah Asia.
Tujuan konservasi satwa liar adalah mempertahankan keragaman genetik
yang sudah ada dan populasi yang masih bisa kawin, memproduksi keturunan dan
bertahan. Pengelolaan populasi yang baik tergantung pada data mengenai populasi
viable dan memerlukan koordinasi dan kerjasama antar institusi. Syarat viabilitas
adalah memiliki demografik yang stabil, mampu bereproduksi, dan satwa berada
di lebih dari satu institut. Demografik merupakan studi yang mempelajari populasi
dengan perubahan yang terjadi di dalamnya di satu waktu. Jumlah populasi hewan
dengan usia reproduktif menentukan keberlangsungan hidup spesies. Link antara
ex-situ dan in-situ ada pada kerjasama penulisan silsilah yang akurat, lengkap dan
tersimpan secara permanen (berupa Studbook).
Studbook ini menjadi database dan dasar silsilah yang dapat menentukan
proses perkawinan hewan untuk tetap mempertahankan keragaman genetik dan
menghindari terjadinya inbreeding yang dapat menyebabkan gen resesif hewan
muncul. Tiga elemen manajemen populasi adalah demografik, genetik, dan
husbandry, di mana ketiganya saling bersinergi dan berkaitan. Program
manajemen spesies global dapat dilakukan melalui kerja sama untuk tukar
menukar hewan sebagai cara peningkatan viabilitas populasi dan manajemen
metapopulasi menjadi contoh yang lainnya. Contoh teknologi berbantuan yang
digunakan adalah inseminasi buatan pada macan dahan.
Catatan harus tertulis, lengkap, dan disimpan secara permanen. Pencatatan
silsilah dilakukan di studbook untuk mengelola dinamika populasi satwa liar. Ada
tiga elemen manajemen populasi, yaitu demografi (kelahiran, kematian, tingkat
pertumbuhan, dsb), genetik, dan husbandry (kandang, nutrisi, dsb). Pada
penangkaran atau pun konservasi, inbreeding dapat dinyatakan buruk karena akan
memperbesar kemunculan gen resesif, namun disisi lain apabila manajemen hanya
fokus kepada permasalahan inbreeding maka tingkat populasi akan menurun.
Untuk pemuliaan satwaliar, inbreeding lebih dipilih daripada cross-breeding,
cross-breeding dapat menghilangkan variasi genetik asli satwa liar. Dalam upaya
pemuliaan satwaliar, teknik reproduksi berbantuan dapat dilakukan. Teknik
reproduksi berbantuan ini dilakukan efisiensi reproduksi. Pada satwa liar koleksi
semen menggunakan elektroejaculator, dan inseminasi buatan dilakukan dengan
laparotomi (surgery) melalui intra-infundibulum. Selain IB, bisa juga dilakukan
invitro fertilisasi.
__________________________________________________________________
Efisiensi Reproduksi
Cap berupa lambing stable atau peternakan dan biasanya berisi informasi
urutan kelahiran dan tahun kelahiran. Metode lip tattoo dilakukan di bibir atas
kuda, umumnya tidak dilakukan di Indonesia. Metode implant akan diinjeksikan
microchip yang kemudian dapat dideteksi oleh alat khusus. Sistem pencatatan
identitas kuda dilakukan oleh federasi equestrian international untuk membuat
horse passport yang biasanya meliputi identifikasi kuda, prestasi serta silsilah.
Sistem pencatatan lain yaitu sertifikat registrasi kuda pacu oleh Pordasi Pusat. Hal
ini dilakukan dalam rangka mengembangbiakkan kuda local dengan pejantan
THB dengan tujuan menghasilkan kuda persilangan G1, G2, G3, G4 yang akan
diakui sebagai Kuda Pacu Indonesia (KPI). Dalam sertifikasi ini meliputi
pendataan ciri-ciri kuda (marking/cap), nama kuda, pemilik, silsilah dan lainnya.
Ciri-ciri kuda local Indonesia adalah berbadan kecil dengan tinggi 150-160
cmyang jika diperhatikan saat lari ciri khas yang terlihat adalah pangkal ekor yang
naik dan dengan surai yang berdiri (tidak halus menjuntai seperti Kuda Arab).
Kriteria unggul pada kuda dilihat dari sisi genetik, karakter (bisa
diwariskan), dan bentuk fisik atau anatomi yang ideal. Saat ini bentuk tubuh kuda
yang paling diminati adalah kuda dengan badan yang lebih panjang dan dada yang
lebar. Semakin lebar ruang dada maka oksigen semakin banyak dihirup sehingga
siklus krebs dalam tubuh meningkat dan kuda akan memiliki performa lebih
cepat. Dari segi reproduksi, kuda mengalami dewasa kelamin di umur 1,5 tahun
dengan dewasa tubuh siap kawin usia 3 tahun. Panjang siklus estrus pada kuda
adalah 21-22 hari dengan besar diameter folikel 4-6cm dan panjangnya fase estrus
adalah 5 hari. Gelombang folikel kuda terdiri dari 2-3 gelombang dalam satu
siklus estrus dan masa kebuntingan pada kuda sepanjang 11-12 bulan dengan
jumlah anak satu (kembar umumnya abortus). Lamanya periode menyusui adalah
4-5 bulan. Estrus pertama setelah melahirkan adalah saat 7-9 hari post partus.
Pelaksanaan IB pada kuda dilakukan dengan palpasi intravaginal dan saat
melakukan pemeriksaan siklus estrus, tidak dapat dengan palpasi rektal karena
korpus luteum kuda bertumbuh ke dalam tidak mencuat seperti pada sapi maupun
domba. Pemeriksaan estrus pada kuda dapat dilakukan dengan USG dengan skor
0- 3 di mana uterus yang estrus akan terlihat seperti jari-jari roda. Perilaku estrus
yang ditunjukkan biasanya urinasi, pangkal ekor naik, dan keluarnya
leleran/discharge dari vagina. Lama estrus pada kuda adalah 5 hari sehingga
direkomendasikan kuda dikawinkan pada hari ke-3 estrus, karena ovulasi biasanya
terjadi pada hari ke-4.
__________________________________________________________________
Interestrus adalah periode diestrus sampai estrus kembali bila tidak ada
ovulasi atau perkawinan. Pseudopregnancy merupakan periode kebuntingan
palsu/bukan kebuntingan sebenarnya yang dapat terjadi Ketika ada perkawinan
steril dengan jantan yang infertile atau subfertil maupun betina dengan malformasi
organ reproduksi. Prolonged inestrus dan anestrus adalah periode yang
berdasarkan musim dan intensitas cahaya yang diterima hewan perharinya. Pada
negara empat musim kucing akan mengalami anestrus di musim dingin.
Proestrus merupakan fase dari siklus estrus yang berlangsung selama 1,2
hari pada kucing. Diperlihatkan dengan ciri bersuara, mengusakkan wajah pada
objek, meningkatnya perilaku manja, dengan karakteristik seperti berguling,
namun masih tidak mau menerima jantan.
Estrus merupakan fase Ketika betina menerima jantan. Durasi selama 4-7
hari. Estrus terjadi dengan lonjakan estrogen atau aktivitas folikel. Vulva akan
sedikit terlihat edema dan hiperemi dan menunjukkan sedikit discharge.
Menunjukkan perilaku lordosis, dan penerimaan jantan dengan tanda deviasi
ekor ke sisi dan mengiinkan jantan untuk menggigit leher lalu mounting dan
kopulat.
Interestrous interval merupakan periode dimana fungsi reproduksi inaktif.
Durasi rata-rata 10 hari dengan kadar estorgen dan progesterone tetap rendah
(hormone inaktif), dan kembali pada siklus proestrus dalam 1-3 minggu.
Diestrus atau pseudopregnancy, merupakan periode hormone progesterone
dominan, bisa bunting ataupun pseudopregnant. Korpus luteum berkembang 1-2
hari pasca ovulasi dan tetap berfungsi untuk 30-50 hari. CL pada kasus
pseudopregnancy akan dipertahankan selama 35-45 hari.
Anestrus merupakan fase reproduktif mengalami dorman (Oktober-Januari),
kadar estrogen dan progesterone rendah dan tidak ada perilaku seksual. Hari
pendek menstimulasi onset anestrus dan dalam sisi hormone mirip dengan fase
interestrus
Secara garis besar siklus estrus dimulai dari fase proestrus pada kucing
betina yang ditandai dengan vokalisasi, perubahan perilaku, head rubbing dsb.
Periode ini berlangsung sampai 2 hari. Selanjutnya estrus terjadi karena lonjakan
esterogen dan aktivitas folikel. Setelah itu interestrus (apabila tidak ada fertilisasi)
atau pun diestrus atau pseudopregnancy yang ditandai dengan tingginya
progesteron. Anestrus terjadi spesifik pada negara dengan 4 musim dimana kadar
esterogen dan progesterone rendah.
Pada saat breeding hal yang perlu diperhatikan adalah pejantan memiliki
daerah teritori, sehingga apabila akan mengawinkan dengan pejantan baru maka
harus diadaptasikan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan stress yang
menghambat perkawinan. Selanjutnya setelah terjadi perkawinan maka sperma
yang fertile dapat melakukan fertilisasi sehingga terjadi kebuntingan. Deteksi
kebuntingan pada kucing dapat menggunakan palpasi abdominal pada umur
kebuntingan 17-25 hari, USG (mulai dari usia kebuntingan sekitar 11 hari), dan
radiografi (dapat digunakan apabila usia kebuntingan lebih dari 45 hari). Breeding
behavior pada kucing dimulai dari kucing jantang yang mendekati betina dan
menggigit bagian tengkuknya, kemudian akan terjadi coitus oleh pejantan waktu
yang singkat (0.3-8 menit untuk positioning, dan 1-20 detik untuk intromisi).
Setelah itu akan terjadi dismounting (0-1 detik), betina kemudian akan menolak
pejantan, rolling, dan menjilat area genitalnya. Fase akhir adalah refractory
period dimana kucing menolak untuk kembali dikawini dalam kurun waktu 0-5
jam.
Ovulasi pada kucing harus diinduksi dengan kopulasi untuk mendapatkan
lonjakan LH. Namun satu kali kopulasi belum dapat menyebabkan terjadinya ovulasi,
minimal membutuhkan empat kali kopulasi dalam selang waktu 24-30 jam agar
betina dapat ovulasi. Periode kebuntingan pada kucing berlansung selama 63-66 hari
pasca-ovulasi. Jika kucing kawin selama 3 hari hitung 65 hari sejak hari kedua.
Perubahan perilaku yang dapat diamati adalah mencari perhatian lebih pada owner
walau perubahan perilaku ini tidak terlalu dapat dijadikan pegangan (not reliable
enough). Perubahan fisik yang dapat diamati adalah peningkatan bobot badan yang
paling jelas terlihat saat kebuntingan berumur lebih dari 1 bulan.
Diagnosis kebuntingan yang dapat dilakukan adalah: 1) palpasi abdominal
pada hari ke 17-25, sebelum hari tersebut sulit untuk diperiksa; 2) USG, paling
dapat dipercaya, pada usia kebuntingan 11-14 hari dapat melihat jumlah anak dan
viabilitas fetus; 3) Xray, konsisten setelah 43-45 hari, untuk mengecek jumlah
fetus dan posisi kelahiran. Pemeriksaan Xray harus dilakukan setelah formasi
pertulangan fetus sudah selesai dan tidak dipakai untuk diagnose kebuntingan,
biasanya untuk melihat distokia.
Proses kelahiran atau Queening, dari sisi reproduksi betina mencapai dewasa
reproduksi pada umur 6-9 bulan. Beberapa hari sebelum betina akan melahirkan
biasanya kucing betina akan menunjukkan perilaku gelisah, dan mencari sarang atau
tempat melahirkan. Saat proses melahirkan serviks betina akan dilatasi dan dari
vagina akan keluar discharge tak berbau dan fetus keluar bersamaan plasenta. Pada
saat lahir bayi kucing tidak dapat melihat dan mendengar.
- Artificial Vagina : dapat dibuat dari microtube yang dilapisi plastik karet
- Electroejakulator : dilakukan pada hewan liar dengan daya sebesar 5 volt,
dan
biasa dilakukan di bawah anastesi untuk alasan
keamanan.
- Catheter : mengambil sperma yang ada di vas deferens, teknik
koleksi
ini juga dapat dipakai untuk koleksi dan evaluasi semen.
Adapun inseminasi buatan dapat dilakukan dengan menggunaka semen
segar atau fresh semen (tingkat keberhasilan fresh semen mencapai 50-54%
dengan konsentrasi sperma yang digunakan berkisar antara 50-100 jt), semen
yang dipreservasi di suhu 4˚C, serta semen beku. Sperma kucing diketahui banyak
yang mengalami teratospermia (morfologi sperma banyak yang abnormal). Hal
tersebut diduga disebabkan oleh rendahnya variasi genetik karena inbreeding, atau
pun nutrisi imbalance. Keberhasilan IB pada kucing ditentukan oleh konsentrasi,
deposisi dan jenis semen yang digunakan. Teknik IB yang dilakukan pada kucing
terdiri dari:
Siklus Reproduksi
Pemeriksaan Estrus
Nilai objektif dalam handling dan restrain pada sapi diantaranya adalah
petugas atau praktisi harus memahami betul potensi resiko yang ada dengan ternak
besar. Petugas atau praktisi juga harus mengetahui cara melepaskan knot.
Pedet sangat mudah terkena diare dan memerlukan cara handling yang
baik untuk melakukan pemeriksaan maupun treatment untuk mengobati diare pada
pedet. Jika handling tidak dilakukan dengan baik, pedet akan mudah panik dan
heart rate dari pedet akan meningkat menjadi 120. Hal ini tentu saja dapat
mempengaruhi hasil diagnose dan membuat diagnose dari hewan tidak nyata/real.
Handling pada pedet yang benar adalah memegang kaki depan dan belakang pedet
yang menempel ke tubuh petugas, dan siku tangan kiri petugas menekan leher dari
pedet agar pedet tidak bergerak.Dalam meng-handle Calf atau pedet, peternak
dapat melakukannya dengan cara mendekap seperti pada saat membawa hewan
kecil (kucing, anjing, dsb). Pada sapi dewasa restrain dapat dilakukan dengan cara
mengangkat kaki bagian dalam (yang dekat dengan tubuh) sambil tangan yang
berada di dekat kepala memberikan tekanan agar sapi bisa roboh. Selain itu,
handling sapi dapat dilakukan dengan cara keluh sapi. Keluh sapi dilakukan
dengan cara melubangi nostril dan memasang tali lalu menghubungkan dan
dibuatkan simpul. Metode handling seperti ini sering dilakukan di Pulau Jawa
terutama peternakan kecil, namun hal ini kurang sesuai dengan kaidah
kesejahteraan hewan. Penggunaan keluh pada sapi menyebabkan sapi lebih mudah
untuk dituntun, sehingga hal ini menyebabkan sapi juga lebih mudah untuk dicuri.
Metode handling lainnya adalah dengan menggunakan cow halter. Cow
halter ini digunakan untuk membatasi pergerakan kepala yang tidak diperlukan.
Metode lain seperti nose ring juga dapat dipilih dalam membatasi pergerakan
kepala sapi, bahan untuk nose ring biasa terbuat dari aluminium (umumnya
digunakan pada sapi kontes). Cow Halter dan brongsong digunakan dalam
moncong sapi. Halter menggunakan tali yang dililitkan di sekitar wajah sapi.
Terkadang pada Bull Teknik ini dikombinasikan dengan nose ring. Pemakaian
halter harus diperhatikan jangan sampai menyebabkan infeksi. Ketika sapi tumbuh
membesar maka halter juga harus dilonggarkan dan disesuaikan dengan ukuran
sapi. Brongsong dari bamboo merupakan alat tradisional yang digunakan untuk
menjaga sapi yang selesai membajak sawah agar tidak memakan padi/rumput
tetangga pemiliknya.
Nose ring, merupakan salah satu contoh alat restrain yang digunakan untuk
bull yang ikut kontes. Terdapat dua jenis nose ring berdasarkan bahan
pembuatnya. Ada nose ring yang terbuat dari besi yang dilengkapi dengan sekrup
untuk pemasangannya dan ada pula nose ring yang terbuat dari plastic yang sudah
dilengkapi dengan aplikatornya sehingga lebih praktis. Namun keduanya memiliki
kekurangan seperti, pada nose ring plastic sangat mudah untuk nose ring terputus
sedangkan pada nose ring besi sering kali terjadi kebengkokan.
Tail restraint, dilakukan dalam pelaksanaan IB dan pemeriksaan kebuntingan.
Ekor dapat dibengkokan ke atas punggungnya ataupun ditalikan pada kaki atau leher
sapi. Jangan sampai ekor diikatkan pada tiang kendang atau bagian luar tubuh sapi
karena dapat terjadi kemungkinan ekor lepas saat sapi mendadak lepas kendali. Tail
jack atau membengkokkan ekor ke punggung sapi dilakukan untuk pengambilan
darah dengan menusukkan spoit tegak lurus pada coccygea sapi.
Selain handling kepala, handling ekor juga bisa dilakukan, handling
metode ini sering digunakan apabila dokter hewan ingin mengambil sampel darah
dari vena coccigea. Dalam meng-handling ekor tidak boleh menali atau pun
menautkan di bagian selain tubuhnya, hal tersebut berguna agar pada saat sapi
shock dan berlari maka ekor tidak patah dan terluka. Ekor ternak dapat ditautkan
pada lengan kaki depan atau pun area leher. Metode selanjutnya adalah front leg
hopple, merupakan metode restrain dengan cara mengangkat salah satu bagian
kaki depan, bertujuan untuk melakukan examination dan treatment, pada saat
pemeriksaan kaki maupun trimming kuku. Tali dapat dililitkan pada kendang jepit
agar bisa ditarik dan kaki terangkat Metode yang lain adalah Beam and hock yang
berfungsi untuk mencegah mobilisasi kaki depan dengan cara mengangkat salah
satu kaki belakang, menggunakan prinsip penekanan tendon pada hook sehingga
terjadi vasokonstriksi dan kakibelakang akan terangkat.
Head restrain technique, menggunakan Teknik halter. Halter memiliki dua
jenis Teknik ikat, tergantung kebutuhan dan tempat. Casting or throwing digunakan
untuk merobohkan sapi dengan ukuran besar. Dilakukan untuk handling saat kastrasi
atau rolling sebagai terapi saat terjadi torsio uteri. Menjatuhkan sapi dapat
menggunakan Reuff’s method dan alternate method. Metode Casting/ Reuff’s
method atau throwing adalah dapat mengarahkan kemana arah sapi dijatuhkan (dapat
diarahkan ke lateral). Posisi tali diperhatikan, saat merobohkan sapi dengan menarik
tali, simpul harus berada di atas tubuh sapi jangan sampai simpul berada di bawah
atau tertindih sapi. Jika sapi sudah roboh jangan longgarkan tali ataupun berikan
kesempatan sapi untuk mengangkat kepala karena sapi akan dapat berdiri. Apabila
simpul tertahan maka tali tidak bisa dilonggarkan. Untuk mengetahui perputaran
dengan menggunakan tali maka perlu diketahui derajat torsio uteri terlebih dahulu.
Teknik Reuff’s dilakukan di bawah batas tuber coxae, dan simpul dari ikatan
Reuff dihubungkan dengan ikatan halter digunakan untuk restrain kepala dan
simpul pertama ada di pangkal leher (simpul masuk dari dalam kemudian keluar).
Metode Casting atau throwing adalah metode yang dapat peternak lakukan
apabila tidak memiliki kandang jepit dan ingin merobohkan hewan untuk
trimming hooves, metode ini dapat digunakan pada saat akan melakukan
penanganan torsio uteri atau pun kastrasi. Pertama-tama tali dibuat simpul di leher
kemudian tali dibuat melingkar di depan cranial os scapula sampai bagian
belakang kaki depan lalu dibuat pertautan dan dibuat melingkar di depan kaki
belakang lalu dibuat simpul dan kemudian ditarik.
Kandang jepit merupakan perlengkapan yang paling sering digunakan
untuk me-restrain sapi, peggunaan kandang jepit ini perlu memperhatikan lebar
kandang tidak terlalu besar sehingga mobilitas hewan dapat dipertahankan.
Peternak harus memastikan panjang hewan tidak melebihi panjang kandang,
apabila panjang kandang lebih kecil maka dapat memungkinkan sapi untuk
melompat. Untuk membatasi gerakan hewan juga dapat dilakukan dengan cara
memasang kayu atau bambo pada bagian belakang sapi.
Pada kasus-kasus tertentu seperti kastrasi dan torsio uteri (pada usia
kebuntingan diatas 6 bulan, torsio diputar searah torsio agar induk dapat
mengikuti arah torsio) handling perlu dilakukan. Pada saat kastrasi dapat
dilakukan dengan cara menali kedua kaki depan kebelakang dan menautkannya
bersama kaki belakang bagian depan, sedangkan kaki belakang bagian dalam
ditarik ke belakang untuk memperluas area operasi kastrasi.
Penggunaan restrain juga dapat digunakan untuk terapi torsio uteri, teknik
yang digunakan adalah untuk menjatuhkan (merebahkan) sapi. Posisi rebahan
pada sisi lateral diperlukan, sapi harus diputar pada poros panjangnya (tulang
punggungnya). Perputaran searah umumnya dilakukan pada umur kebuntingan
dibawah 5 bulan, sedangkan pada umur kebuntingan diatas 5 bulan perputaran
dilakukan berlawanan arah karena kondisi fetus lebih besar. Derajat perputaran
dan umur kebuntingan menentukan tingkat keparahan torsio uteri (terkait hokum
momentum). Pengekangan untuk menjatuhkan sapi dapat menggunakan Reuff’s
method dan alternate method. Reuff’s method dapat mengarahkan kemana arah
sapi dijatuhkan (dapat diarahkan ke lateral), kekangan tali jangan sampai tertindih
oleh badan yang menyebabkan tertahan (kalau simpul di kanan berarti dijatuhkan
ke arah kiri). Apabila simpul tertahan maka tali tidak bisa dilonggarkan. Untuk
mengetahui perputaran dengan menggunakan tali maka perlu diketahui derajat
torsio uteri terlebih dahulu. Teknik Reuff’s dilakukan di bawah batas tuber coxae,
dan simpul dari ikatan Reuff dihubungkan dengan ikatan halter digunakan untuk
restrain kepala dan simpul pertama ada di pangkal leher (simpul masuk dari dalam
kemudian keluar).
Anastesi epidural dilakukan untuk penanganan kasus (Caesar lebih utama
dilakukan dengan anastesi paralumbal) distokia, prolapse uteri, torsio uteri, retensi
plasenta, dsb. Selain untuk menghilangkan rasa sakit, anastesi juga berguna untuk
sanitasi (mengeluarkan feses dan urin agar tidak mengkontaminasi pada saat
penanganan manual). Karena efek anastesi, uterus akan kendor atau lemah
sehingga dapat menghambat pada saat melakukan peeling. Tanda berhasilnya
dilakukan anastesi epidural adalah tersedotnya jarum, apabila tidak tersedot maka
tetap dilakukan anastesi epidural meskipun onset menjadi lebih panjang baru
terjadi proses anastesi (untuk memeriksa apabila obat sudah bekerja adalah
dengan mencubit daerah perineal, dan dilihat reflex). Jarum sebagai penanda
dapat dilepas (apabila ada asisten) dan dibiarkan (harus bisa memastikan agar sapi
tidak jatuh = dikasih penopang atau pun belt). Jumlah obat yang diberikan pada
tahap pertama dapat dikurangi apabila hewan sensitif terhadap sediaan. Alangkah
baiknya sediaan yang diberikan 3/4 dari 100% dosisnya.
Pengobatan intrauterine menggunakan sediaan antibiotika, antiseptic, dsb
yang tidak bersifat iritan, kaustik, atau pun nekrotik. Antibiotika yang digunakan
tidak boleh dari golongan long acting (pasti mengandung zat-zat yang bersifat
iritatif). Povidone iodine dengan konsentrasi tinggi (2-4%) yang digunakan untuk
antiseptik intrauterine maka dapat menyebabkan uterus papan (sel-sel
endometrium mati), standart eropa konsentrasi povidone iodine tidak lebih dari
0.6%. Antiseptik lebih aman apabila dilakukan melalui metode irigasi kemudian
dibilas dengan NaCl hangat untuk meningkatkan sirkulasi. Prostaglandin
diperlukan untuk kombinasi pada penanganan kasus uterus. Pengobatan intravena
biasa dilakukan terkait hypocalcemia pre dan post parturition, jika hypocalcemia
terjadi lewat dari 72 jam post partus maka hypocalcemia tidak terkait parturisi
melainkan karena kolostrogenesis. Obat dalam bentuk bolus pada saat masuk
uterus akan membentuk busa, jadi pada saat air keluar, busanya masih tertinggal
di dalam sehingga antibiotik masih remain.
Pada tahun 1978 dilahrikan bayi pertama yang dihasilkan dari teknologi ini
bernama Louise Brown. Teknologi berbantuan ini ditujukan untuk menolong
pasangan yang infertile. Skema produksi embrio in vitro adalah pengkoleksian oosit
(diikuti dengan pematangan oosit) yangkemudian akan ditambahkan sperma
sehingga terjadi fertilisasi kemudian embryo yang dewasa (25-40% yang
berkembang) akan dikultur dan dikembangkan.
In-vitro fertilization adalah pembuahan diluar tubuh induk, dengan cara
koleksi dan pematangan oosit kemudian ditambahkan sperma, sehingga embrio
dapat didapatkan (dari kultur). Teknik pengambilan sel telur dapat didapatkan dari
hewan hidup (ovum pick up) atau pun mati (aspirasi).
Kriteria pemilihan oosit (oosit sekunder) adalah kumulus sel yang kompak
dan sitoplasma yang homogen. Kriteria pematangan oosit yaitu :
1. Cumulus Maturation : dinilai berdasarkan pemekaran sel kumulus,
pematangan sel kumulus. Biasanya dilakukan pada
incubator CO2 2%
2. Nuclear Maturation : (pematangan inti) berdasarkan perubahan
meiosis dari germinal vesicle . tanda sel telur yang
matang secara inti dapat ditandai dengan adanya
polar body yang pertama.
Selain adanya kriteria dalam pemilihan sel telur, sel sperma yang akan
digunakan juga memiliki kriteria yaitu:
1. Pemilihan sperma motil melalui teknik swim up atau percoll gradient
2. Kapasitasi sperma : perubahan biokimiawi terhadap spermatozoa untuk
dapat melakukan fertilisasi, pada tahap kapasitasi terjadi peningkatan
motilitas dan reaksi akrosom
3. Pencucian dan sentrifugasi untuk menghilangkan pengencer dan lipoprotein