LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH FARMAKOLOGI II (AFF 332)
Anasthesi Perinhalasi
Anggota Kelompok
Suci Nurani B04120034
Febrina Suci Dwi Kadri B04130006
Aisyah Fidela Siregar B04130031
Putri Pratiwi Arsyad B04130163
Indra Saputra B04130169
Fitri Aryani B04130172
Joanita Maria B04130178
Latar Belakang
Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes berasal dari
bahasa Yunani anaisthēsia (dari an‘tanpa’ dan aisthēsis ‘sensasi’) yang berarti
tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: (1) anesthesia
lokal, yakni hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan kesadaran; (2)
anesthesia umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri.
Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi
terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa
nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa
kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum
yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan
secara inhalasi dan secara intravena. Obat anastesi umum yang diberikan secara
inhalasi (gas dan cairan yang mudah menguap) yang terpenting di antaranya
adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran, dan isofluran. Obat anastesi umum
yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-analgesik, senyawa
alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus seperti ketamin.
(Munaf, 2008).
Ideal Sifat anestesi umum yang ideal adalah: (1) bekerja cepat, induksi dan
pemilihan baik, (2) cepat mencapai anestesi yang dalam, (3) batas keamanan
lebar; (4) tidak bersifat toksis. Untuk anestesi yang dalam diperlukan obat yang
secara langsung mencapai kadar yang tinggi di SSP (obat intravena) atau tekanan
parsial yang tinggi di SSP (obat ihalasi). Kecepatan induksi dan pemulihan
bergantung pada kadar dan cepatnya perubahan kadar obat anastesi dalam SSP
(Munaf, 2008).
METODOLOGI
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain syringe 1 ml,
kapas, gelas piala, dan kotak kandang kaca. Bahan yang digunakan antara lain eter
dan atropin.
Metodologi
Menimbang badan masing-masing kucing dan memasukkan dalam
kandang kaca secara terpisah. Menyuntik atropin ke salah satu kucing dengan
dosis 0,03-0,05 mg/kg BB. Memasukkan kapas dalam cawan petri yang sudah
dibasahi eter tepat di depan hidung masing-masing kucing ke dalam kedua
kandang kaca tersebut. Mengamati gejala yang timbul pada masing-masing
kucing, serta mengamati perubahan pada setiap stadium anestesinya.
KESIMPULAN
Aplikasi obat anaesthesi yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
perinhalasi. Anaesthesi perinhalasi yang diberikan adalah eter, yaitu berupa cairan
yang mudah menguap. Stadium anaesthes perinhalasi dibagi menjadi empat
stadium, yaitu stadium analgesia, stadium delirium/eksitasi, stadium anaestesia
(plana I dan II), dan stadium paralisis. Pada stadium analgesia, hewan terlihat
gelisah. Pada stadium delirium/eksitasi, hewan menunjukkan gerakan-gerakan
tidak teratur, peningkatan denyut jantung, dilatasi pupil, dan peningkatan laju
pernafasan. Penggunaan premedikasi mempengaruhi efek pada stadium ini.
Penggunaan atropin sebagai premedikasi menyebabkan sekresi saliva berkurang.
Pada stadium anaesthesi plana I, hewan kehilangan kesadaran, tetapi masih
mempunyai reflek sakit. Stadium anaesthesi palana II, reflek nyeri sudah hilang.
Pada praktikum ini tidak sampai pada stadium paralisis, yaitu stadium yang dapat
menyebabkan hewan koma bahkan mati. Pengaruh pemberian atropin sebagai
premedikasi adalah mengurangi efek sekresi lendir, mengurangi efek bronkial dan
kardial, onset lebih cepat, dan durasi lebih lama.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA