Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wortel (Daucus carota L) adalah jenis sayuran yang berwarna kuning kemerahan atau jingga
kekuningan dengan tekstur yang mirip seperti kayu (Malasari, 2005). Bagian yang dapat dimakan dari
wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Wortel memiliki batang yang pendek, akar tunggang yang
bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Kulit umbi wortel tipis dan jika
dimakan mentah terasa renyah dan agak manis (Makmun, 2007).

Gambar 1. Wortel (Daucus carota L.)

Klasifikasi Wortel

Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman wortel diklasifikasi-kan sebagai berikut:

Devisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Subdevisi : Angiospermae (Biji berada dalam buah)

Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping 2/ biji belah)

Ordo : Umbelliferales

Famili : Umbellifirae/ Apiaceae/ Ammiaceae

Genus : Daucus

Spesies : Daucus carota L. (Sumber:Cahyono, 2006)


Spesies Daucus carota L. Berkerabat dekat dengan seledri (Apium graveolens L.), parsley atau petroseli
(Petroselinum crispum Mill), parsnip, adas, dan sebagainya. Spesies ini memeiliki banyak varietas yang
sudah dibudidayakan oleh masyarakat.

Wortel merupakan tanaman tropis dan subtropis yang tumbuh di daerah relatif dingin. Suhu optimum
untuk memperoleh wortel kualitas tinggi, berkisar antara suhu 16 ºC hingga 21ºC (Hunez et al. 2008).
Jika suhu di atas 21oC umbi wortel cenderung pendek dan baunya lebih kuat. Sebaliknya, di bawah suhu
16 oC umbi wortel cenderung lebih panjang dan kecil (David dan Raid 2002). Penanaman wortel
dianjurkan pada tanah yang subur, gembur dan kaya humus dengan pH antara 5.5 hingga 6.5. Namun,
wortel sering dibudidayakan pada tanah berpasir (Grubben dan Denton 2004). Menurut Hunez et al.
(2008) tipe tanah yang sesuai bagi pertumbuhan wortel adalah lempung berdebu.

Pemasukan tanaman Aglonema dari Jepang untuk tujuan perbanyakan meningkatkan peluang masuk dan
tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dari Jepang ke Indonesia yang bisa terbawa
melalui bibit wortel . Untuk mengantisipasi masuknya OPTK melalui bibit wortel tersebut maka perlu
dilakukan Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT) terhadap pemasukan bibit
tanaman wortel dari Jepang. Metode yang digunakan berdasarkan pedoman penyusunan AROPT sesuai
dengan ISPM No. 2 dan No. 11

Penyusunan AROPT berdasarkan Media Pembawa merupakan kegiatan Badan Karantina Pertanian untuk
dapat menetapkan pengelolaan terhadap Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang memenuhi
syarat sebagai OPTK. Laporan ini merupakan wujud pertanggungjawaban Surat Penunjukan Kepala Pusat
Karantina Tumbuhan dan Keamanan Pangan Hayati No. 7690./KR.020/L.3/8/2015, tanggal 31 Agustus
2015 tentang penunjukan melakukan AROPT, dan tugas dari Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I
Palembang (terlampir Lembar Konfirmasi). Diharapkan, laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam penetapan kebijakan yang akan diambil.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan (AROPT) terhadap pemasukan
bibit tanaman wortel dari Jepang adalah untuk :

1. Mengidentifikasi OPT yang terbawa bibit wortel dari Jepang yang belum terdapat di Indonesia.

2. Melakukan penilaian untuk menentukan status suatu OPT yang memenuhi syarat sebagai OPTK yang
dimungkinkan terbawa bibit wortel dari Jepang.

3. Menentukan pengelolaan risiko dan membuat rekomendasi persyaratan pemasukan bibit wortel dari
Jepang ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
1.3 Dasar Hukum

a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);

b. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan

c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5170);

d. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan

e. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1977 juncto Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1990 tentang
Pengesahan International Plant Protection Convention 1951;

f. Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun1992 tentang Pengesahan Plant Protection Agreement for the
South East Asia And Pacific Region;

g. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52/Permentan/OT.140/10/ 2006, tentang Persyaratan Tambahan


Karantina Tumbuhan;

h. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara


Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Media Pembawa Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 No 35);

i. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara


Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pengeluaran dan Pemasukan Media Pembawa Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina dari Suatu Area ke Area Lain di dalam Wilayah Negara Republik
Indonesia;

j. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/2/ 2009 tentang Persyaratan dan Tatacara
Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Kemasan Kayu ke dalam Wilayah Negara Republik
Indonesia

k. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56/Permentan/OT.140/9/ 2010 tentang Pelaksanaan Tindakan


Karantina di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran;
l. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93/Permentan/OT.140/12/ 2011 tentang Jenis Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina

m. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/ 2011 tentang Tempat-Tempat


Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina

n. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pemasukan dan


Pengeluaran Bibit Hortikultura (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199);

o. ISPM Nomor 2 tahun 2007 Framework for Pest Risk Analysis

p. ISPM Nomor 11 tahun 2004 tentang Pest Risk Analysis for Quarantine Pests, Including Analysis of
Enviromental Risk and Living Modified Organisms)

q. Pedoman AROPT Berdasarkan Komoditas Revisi IV tahun 2014.

1.4 Pengertian Umum

a. Area bebas OPT adalah suatu area yang tidak terjangkit OPT tertentu yang didukung oleh bukti-bukti
ilmiah yang layak dan dalam pengendalian secara resmi oleh pemerintah.

b. Komoditas adalah jenis tumbuhan, hasil tumbuhan, atau bahan lain yang dipindahkan/diangkut dari
suatu tempat ke tempat lain untuk perdagangan atau tujuan lain.

c. Media pembawa adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa
organisme pengganggu tumbuhan karantina.

d. Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah suatu organisme yang dapat merusak, mengganggu
kehidupan, menyebabkan kematian tumbuhan.

e. Organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) adalah semua OPT yang ditetapkan oleh Menteri
untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

f. Penilaian risiko OPT adalah penilaian terhadap peluang masuk dan menyebarnya OPT serta dampak
yang ditimbulkan secara ekonomi.

g. Pengelolaan risiko OPT adalah penentuan pilihan pengelolaan risiko OPT untuk menghilangkan atau
mengurangi peluang masuk, menetap dan menyebarnya suatu OPT ke suatu area baru.

h. Sertifikat Kesehatan Tumbuhan adalah surat keterangan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang
di negara atau area asal/pengirim/transit yang menyatakan bahwa tumbuhan atau bagian-bagian tumbuhan
yang tercantum di dalamnya, bebas dari OPT, OPTK golongan I, OPTK golongan II, dan/atau organisme
pengganggu tumbuhan penting (OPTP), serta telah memenuhi persyaratan karantina tumbuhan yang
ditetapkan dan/atau menyatakan keterangan lain yang diperlukan.

i. Tindakan karantina tumbuhan di negara asal adalah tindakan sertifikasi yang dilaksanakan di negara
asal di bawah pengawasan/supervisi petugas NPPO negara tujuan.

Anda mungkin juga menyukai