Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA PANGAN

LEMAK

Kelompok 5
Maria Reynadia Binvenianinda Harsitaning Adi 1910511052
Josephine Natalie 1910511062
Desy Aprilia 1910511072
Tatia Hanauli Pardosi 1910511074
Adventus Razzoli Ginting 1910511082

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2020
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lemak/minyak biasa digunakan dalam kebutuhan sehari-hari, baik untuk keperluan
menggoreng, maupun sebagai komponen bahan pangan yang dikonsumsi seperti keju,
margarin, atau mentega. Penggorengan merupakan teknologi pengolahan bahan pangan
dengan memanaskan bahan ke dalam wadah yang berisi minyak. Tujuan dilakukannya
penggorengan ini adalah untuk melakukan pengeringan pada bahan. Dengan adanya
teknologi penggorengan maka nilai AW pada bahan akan menurun sehingga pertumbuhan
mikroorganisme semakin sedikit dan juga mikroba serta enzim pada bahan menjadi inaktif.
Berkurangnya kadar air dalam bahan pangan akan memperpanjang daya simpan produk.
Proses yang terjadi selama penggorengan yaitu perpindahan panas dan massa, dimana
minyak menjadi media penghantar panas.
Minyak jagung merupakan minyak yang kaya akan asam lemak tidak jenuh, yaitu
asam linoleat dan linolenat. Kedua asam lemak tersebut dapat menurunkan kolesterol darah
dan menurunkan resiko serangan jantung koroner. Minyak jagung juga kaya akan tokoferol
(Vitamin E) yang berfungsi untuk fungsi stabilitas terhadap ketengikan. Minyak jagung
terdiri dari 59% poly-unsaturated (PUFA), 24% mono-unsaturated (MUFA), dan 13%
asam lemak jenuh (SFA). Minyak jagung memiliki tingkat PUFA tertinggi setelah minyak
bunga matahari, safflower, kenari dan gandum. PUFA utama adalah asam linoleat, dengan
sejumlah kecil asam linolenat. Minyak jagung mengandung sejumlah besar ubiquinone dan
gamma-tokoferol (vitamin E) dalam jumlah yang tinggi. PUFA dan vitamin E dari
konsumsi minyak jagung dapat memberikan manfaat kesehatan (Dwiputra, 2015).
Lemak/minyak memiliki struktur yang akan mempengaruhi sifatnya seperti bersifat
non polar sehingga takut air dan mudah teroksidasi. Kerusakan minyak pada umumnya,
disebabkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi dan menyebabkan ketengikan. Hal ini
dipengaruhi oleh jenis minyak yang memiliki struktur berbeda. Lemak/minyak juga
dipengaruhi oleh suhu. Suhu dapat merubah sifat fisik dan kimia suatu lemak/minyak.
Sehingga minyak goreng yang digunakan berulang-ulang akan mengubah warna, aroma,
kejernihan, dan kekentalan pada minyak serta dapat menimbulkan adanya gelembung, busa
ataupun asap pada saat penggorengan.
II. METODE PENGAMATAN
1. Alat dan Bahan
1.1 Alat
- Talenan
- Pisau
- Wajan
- Spatula
- Kompor
- Plastik
- Piring kecil

1.2 Bahan
- Minyak jagung merk Mazola
- 7 potong tempe

2. Cara Kerja
- Tempe di potong menjadi 7 bagian yang sama besar, kemudian
- Dipanaskan minyak dengan api sedang.
- Setelah minyak panas, tempe dimasukkan ke dalam wajan dan digoreng hingga
matang,
- Kemudian tempe di tiriskan dan minyak di dinginkan
- Setelah itu diamati apa perubahan yang terjadi pada minyak dan pada tempe
- Dilakukan pengulangan sebanyak 7 kali pada minyak yang sama dan tempe yang
berbeda
III. Hasil dan Pembahasan
MINYAK
Tabel 1. Grafik hasil pengamatan minyak

Hasil Pengamatan Minyak


3,5

2,5

1,5

0,5

0
Waktu Warna Tekstur Kejernihan Gelembung Busa Suara Asap
Pemanasan

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Keterangan :
Point 1 : Waktu pemansan lama, warna bening, tekstur encer, aroma gurih, gelembung
sedikit, busa sedikit, suara kecil, asap sedikit.
Point 2 : Waktu pemansan sedang, warna kuning pekat, tekstur kekentalan sedang,
aroma menyengat, gelembung cukup banyak, busa cukup banyak, suara
sedang, asap cukup banyak.
Point 3 : Waktu pemansan cepat, warna kuning sedikit kecoklatan, tekstur kental, aroma
sangat menyengat, gelembung banyak, busa banyak, suara cukup kencang,
asap banyak.

Berdasarkan hasil pengamatan diatas, waktu pemakaian minyak dan jumlah


pemakaian minyak berpengaruh nyata terhadap warna, aroma, tekstur, kejernihan,
gelembung, busa dan asap.
Waktu Pemanasan
Minyak jagung merupakan minyak yang kaya akan asam lemak tidak jenuh, yaitu asam
linoleat dan linolenat. Asam lemak yang memiliki semakin banyak ikatan rangkap akan
semakin reaktif terhadap oksigen sehingga cenderung mudah teroksidasi. Pemanasan akan
menyebabkan asam lemak tidak jenuh terurai akibat permukaan minyak yang panas dan
kontak langsung dengan udara. Rantai karbon dalam ikatan rangkap terputus sehingga
asam lemak bebas bertambah. Rantai karbon yang terputus berikatan dengan oksigen
sehingga peroksida minyak juga bertambah. Hal ini membuat minyak menjadi semakin
tidak stabil sehingga waktu pemanasan semakin cepat beriringan dengan banyaknya
pengulangan pemanasan.

Warna
Warna yang semakin keruh dan menjadi gelap pada minyak disebabkan oleh adanya
kerusakan oksidatif. Reaksi oksidasi terjadi antara oksigen dengan ikatan rangkap dari
trigliserida/minyak. Adanya antioksidan (tokoferol) dalam minyak berguna untuk
mengalihkan proses oksidasi dari minyak ke antioksidan sehingga ikatan minyak tetap
utuh. Warna kecoklatan pada minyak dapat disebabkan adanya ikatan molekul karbohidrat
dan protein, disebut sebagai Reaksi Maillard yaitu reaksi antara gugus karbonil dengan
gugus amin dari protein.Warna gelap pada minyak juga dapat terjadi selama proses
pengolahan, penyimpanan dan penggunaan minyak. Semakin tinggi dan sering pemanasan,
senyawa peroksida yang terbentuk semakian banyak sehinggga warna minyak semakin
gelap.

Aroma
Sebagian besar kerusakan minyak disebabkan oleh proses oksidasai dan hidrolisis (secara
enzimatik ataupun non-enzimatik). Pada saat pertama proses oksidasi, akan terbentuk
senyawa peroksida yang merupakan senyawa labil dan mudah bereaksi lebih lanjut.
Selanjutnya terbentuk senyawa keton dan aldehid yang menyebabkan bau dan cita rasa
tengik pada minyak sehingga menjadi pertanda minyak telah rusak.
Tekstur (Kekentalan)
Pemanasan yang terlalu tinggi dan berulang, menyebabkan terjadinya reaksi polimerasi
asam-asam lemak dan reaksi Maillard yang menyebabkan minyak mengental. Sehingga
sesuai dengan hasil percobaan dimana menunjukkan bahwa pada proses penggorengan ke-
7 minyak berubah menjadi lebih kental.

Kejernihan
Kejernihan pada minyak dipengaruhi oleh kontaminan disekitarnya, yang diduga berasal
dari udara dan dari produk yang digoreng yaitu tempe. Residu dari tempe mempengaruhi
kejernihan dari minyak jagung.

Gelembung
Gelembung muncul ketika bahan yaitu tempe dimasukkan ke dalam minyak. Gelembung
itu merupakan uap lembap atau air yang keluar dari produk. Saat air keluar dari tempe,
permukaan tempe menjadi kehilangan cairan dan mulai terbentuklah lapisan yang renyah
di luar. Kemudian molekul minyak masuk ke makanan dan mengisi "ruang" yang kosong
karena molekul air yang hilang. Kemudian molekul minyak masuk ke makanan dan
mengisi "ruang" yang kosong karena molekul air yang hilang. Peningkatan intensitas
gelembung tergantung oleh tingkat kepanasan minyak.

Busa/buih
Pada waktu pemasakan tempe mencapai fase jenuh akan terjadi pembuihan (foaming) dan
menghasilkan buih-buih yang berwarna putih hingga kekuningan. Buih adalah sistem
koloid yang zat terdispersinya gas dan zat pendispersinya cair. Buih dapat terbentuk karena
adanya zat pemantap atau pembuih, salah satu zat pemantap atau pembuih adalah protein.
Karena tempe terbuat dari kacang kedelai yang mengandung protein cukup tinggi
menimbulkan buih/busa pada pinggiran wajan yang berisi minyak jagung. Munculnya busa
ini bisa menjadi tanda bahwa minyak sebaiknya tidak digunakan kembali.
Suara
Suara yang timbul saat proses penggorengan adalah karena adanya air yang melakukan
kontak langsung dengan minyak panas, sehingga timbul bunyik gemericik. Semakin panas
minyak maka semakin kencang pula suara yang ditimbulkan.

Asap
Suhu yang tinggi pada proses penggorengan yang kontinu ini menghasilkan asam lemak
bebas pada minyak goreng. Peningkatan kandungan asam lemak bebas menyebabkan
penurunan titik asap. Sehingga semakin sering minyak digunakan akan semakin banyak
asap yang timbul.

TEMPE
Tabel 2. Grafik Hasil Penggorengan Tempe

Hasil Pengamatan Tempe


3,5

2,5

1,5

0,5

0
Warna Aroma Tekstur Waktu Kematangan

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Point 1 : Warna coklat keemasan, aroma gurih, Tekstur crispy diluar, waktu kematangan
lama
Point 2 : Warna coklat keemasan, aroma gurih, Tekstur crispy diluar, waktu kematangan
sedang
Point 3 : Warna kecoklat, aroma gurih, Tekstur crispy diluar, waktu kematangan cepat
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, suhu dan pengulangan dalam penggunaan minyak
goreng hanya berpengaruh nyata terhadap warna dan waktu kematangan tempe.

Warna
Pada penggorengan tempe pertama menghasilkan warna tempe coklat keemasan, tetapi
mulai dari pemakaian minyak goreng yang kelima hingga ketujuh, terjadi perubahan warna
pada tempe menjadi kecoklatan yang dipengaruhi oleh minyak yang semakin keruh dan
reaksi browning. Minyak yang terhidrolisis, smoke point-nya menurun, sehingga bahan
menjadi coklat dan lebih banyak menyerap minyak. Pengulangan penggorengan yang
semakin banyak menyebabkan suhu penggorengan semakin tinggi, hal ini akan
menyebabkan tempe menjadi cepat berwarna lebih gelap.

Aroma
Aroma tempe goreng selain dihasilkan oleh reaksi mailard juga dipengaruhi oleh aroma
minyak goreng. Namun pada percobaan kali ini, aroma pada tempe tetap walaupun telah
dilakukan pengulangan penggorengan pada tempe, yang berarti aroma tidak terpengaruh
oleh pengulangan pemakaian minyak tersebut.

Tekstur
Begitu juga terhadap tekstur tempe, tampaknya pengulangan penggunaan minyak juga tidak
berpengaruh terhadap tekstur tempe karena pada hasil pengamatan tersebut tidak terjadi
perubahan tekstur, dimana dari penggorengan pertama hingga ketujuh tekstur tempe goreng
tetap sama yaitu crispy pada bagian luar dan lunak pada bagian dalam tempe.

Waktu Kematangan
Waktu kematangan menjadi lebih cepat akibat dari pemecahan ikatan rangkap pada minyak
yang menyebabkan waktu pemanasan minyak yang menjadi semakin cepat. Dengan kata
lain waktu kematangan tempe berbanding lurus dengan waktu pemanasan minyak.
IV. KESIMPULAN
Penggorengan merupakan teknologi pengolahan bahan pangan dengan memanaskan bahan
ke dalam wadah yang berisi minyak. Proses penggorengan yang menggunakan minyak berulang-
ulang berpengaruh terhadap warna, aroma, tekstur, kejernihan, gelembung, busa dan asap pada
minyak. Selain itu, proses penggorengan dengan minyak yang berulang-ulang juga dapat
mempengaruhi hasil dari proses penggorengan tersebut. Namun, dari hasil yang kami dapatkan,
penggunaan minyak secara berulang tidak berpengaruh terhadap warna dari produk akhir, begitu
juga dengan aroma dan tekstur dari produk akhir tersebut. Dikarenakan, kualitas minyak goreng
yang kami gunakan walaupun sudah dipakai secara berulang menunjukkan kerusakan yang tidak
begitu besar, dan didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kualitas minyak goreng yang
masih baru atau hanya digunakan beberapa kali.
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Siti. 2010. Bilangan Perioksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe
Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi. 1(1) : 7-14.

Ashari, Avisena. 2018. “Wah, Rupanya Ini Proses yang Terjadi Saat Kita Menggoreng Makanan”.
https://bobo.grid.id/read/08961332/wah-rupanya-ini-proses-yang-terjadi-saat-kita-
menggoreng-makanan?page=all. Diakses pada 23 November 2020.

Budjianto, Slamet. dkk. 2011. Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia dan Fungsional Isolat Protein Biji
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 22(2) :
130-136

Putri, Sarah Islamia Dhahono. 2015. Efek Lama Pemanasan Terhadap Perubahan Bilangan
Perioksida Minyak Goreng yang Berpotensi Karsinogenik Pada Pedagang Gorengan di
Kelurahan Pasar Minggu. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Suroso, Asri Sulistijowati. 2013. Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau dari Bilangan
Peroksida, Bilangan Asam, dan Kadar Air. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 3(2) : 77-88.

Yani, Ifa. 2016. “Laporan Penggorengan”. https://www.academia.edu/26118590


/LAPORAN_PENGGORENGAN. Diakses 19 November 2020.
LAMPIRAN

Minyak pada proses Hasil dari proses Minyak pada proses Hasil dari proses
penggorengan ke-1 penggorengan ke-1 penggorengan ke-2 penggorengan ke-2

Minyak pada proses Hasil dari proses Minyak pada proses Hasil dari proses
penggorengan ke-3 penggorengan ke-3 penggorengan ke-4 penggorengan ke-4

Minyak pada proses Minyak pada proses


Hasil dari proses penggorengan ke-6 Hasil dari proses
penggorengan ke-5
penggorengan ke-5 penggorengan ke-6
Minyak pada proses Hasil dari proses
penggorengan ke-7 penggorengan ke-7

Anda mungkin juga menyukai