240210150060
menjadi 2 bagian. Permukaan pisau yang terbuat dari stainless steel akan terdapat
suatu lapiasan oksida (krom) yang sangat stabil, sehingga pisau ini tahan terhadap
korosi, serta dapat menghindari terjadi pencoklatan enzimatis (Tjhajadi, 2008).
Setelah itu, cabai merah direndam dalam larutan Na-Mtabisulfit 1% selama 5 menit.
Natrium metabisulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi tersebut
dapat mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat, selain itu
untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Purwanto et al., 2013). Setelah
itu, cabai merah disimpan dalam loyang yang telah disediakan dna dikeringkan
dengan menggunakan oven pada suhu 50 oC selama 18 jam. Tujuan pengeringan
dengan menggunakan oven adalah sebagai cara alternatif dari pengeringan dengan
sinar matahari, sehingga waktu yang diperlukan lebih singkat serta tidak tergantung
oleh keadaan cuaca. Pengeringan oven dapat melindungi pangan dari serangan
serangga dan debu, dan tidak tergantung pada cuaca (Hughes dan Willenberg,
1994).
Untuk cabai merah yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari,
tahapan yang dilakukan mulai dari penyortiran hingga pencucian prosedurnya sama
dengan cabai merah yang dikeringkan dengan menggunakan oven. Setelah cabai
merah tersebut dicuci dengan menggunakan air mengalir, selanjutnya di-blansing
uap selama 5 menit. Tujuan blansing adalah untuk menonaktifkan enzim yang
menimbulkan reaksi kimia yang tidak diinginkan; membersihkan produk dari
kotoran-kotoran yang melekat; mengurangi jumlah mikroorganisme pada bahan;
serta untuk melunakkan atau melenturkan jaringan sehingga mudah untuk dikemas.
Bahan yang diblansing dengan air panas menggunakan suhu 87-99 oC selama 1,5
menit hingga 12 menit (Tjahjadi, 2008). Cabai merah yang diblansing uap
kemudian disimpan dalam loyang yang telah disediakan dan dikeringkan dengan
menggunakan sinar matahari selama 5 hari.Pengeringan dengan menggunakan
sinar matahari sangat tergantung dengan kondisi cuaca saat penjemuran (Catur,
1991).
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengeringan Cabai Merah
Perlakuan Warna Aroma Tekstur Wo W1 Rendemen Gambar
Merah 101
Oven Cabai Keras
segar gram
Sebelum -
Merah Cabai Sebelum
Matahari Lunak
keorenan ++ blansing:
Riska Oktafiani
240210150060
dari komponen masing-masing dan kelarutannya dalam air. Keadaan ini ditandai
dengan pengurangan berat bahan. Disamping itu, penguapan akan menyebabkan
struktur jaringan menjadi keras karena sebagian besar air akan keluar dari jaringan.
Pengurangan kadar air juga akan mengakibatkan komponen senyawa citarasa
meningkat kadarnya, sehingga intensitas citarasa termasuk rasa pedas meningkat.
Kernunqkinan lain yaitu terjadinya oksidasi zat yang ada dalam bahan dengan
udara. Reaksi ini terjadi pada zat warna dan komponen minyak atsiri yang dapat
menyebabkan perubahan warna dan kehilangan minyak atsiri bahan, sehingga dapat
memengaruhi citarasa buah cabai merah (Novary, 1997).
Cabai merah kering merupakan hasil olahan cabai merah segar yang telah
mengalami proses pengeringan. Dengan proses pengeringan menggunakan energi
panas, akan terjadi proses pengeluaran atau penghilangan sebagian air dari bahan
tersebut. Untuk menghasilkan cabai merah kering yang baik dengan kadar air 5%-
8%, dengan bahan baku cabai merah yang telah dibelah memerlukan waktu
pengeringan yang lebih pendek. Dan dari beberapa penelitian diketahui bahwa
pembelahan dan pembuangan biji akan menghasilkan cabai merah kering dengan
warna dan rasa yang lebih baik (Hartuti dan Sinaga, 1997).
Oven
Blower Khas
Hijau daun 27
Sebelum Kaku
muda salam gram
Matahari +4
Oven
Blower:
35,18%
Khas
Hijau
Oven daun renyah 9,5
muda Matahari:
Blower salam +++ gram
pucat 37,04%
+2
Sesudah
Khas
Hijau
daun Renyah 10
Matahari bercak
salam ++++ gram
hitam
+1
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
tekstur dan sifat transport (transport properties) produk yang dihasilkan (Yan et al.,
2008).
Rendemen yang dihasilkan oleh daun salam dengan menggunakan oven
blower adalah 35,18%, sedangkan pengeringan dengan menggunakan sinar
matahari sebanyak 37,04%. Sinar matahari memiliki rendemen yang lebih besar
dibandingkan dengan oven blower, hal ini disebabkan karena suhu yang berasal dari
sinar matahari lebih kecil dibandingkan dengan oven blower. Semakin tinggi suhu,
maka menyebabkan kandungan air yang teruapkan lebih banyak mengakibatkan
rendemen yang dihasilkan menurun (Martunis, 2012). Begitu juga sebaliknya,
semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin sedikit air yang teruapkan
sehingga diperoleh rendemen yang tinggi. Perbedaan tinggi dan rendahnya
rendemen suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh kandungan air suatu bahan
pangan. Hal ini diperkuat oleh Ramelan (1996) bahwa suhu merupakan salah satu
faktor penentu dalam proses pengeringan. Selain itu sifat bahan yang dikeringkan
seperti kadar air awal dan ukuran produk akan mempengaruhi proses pengeringan.
dengan tekstur yang halus (Sunyoto, 2017). Setelah itu, masing-masing sampel
disimpan dalam wadah loyang yang berbeda-beda dan dilakukan pengeringan
dengan menggunakan sinar matahari selama 5 hari, selain itu pengeringan dengan
menggunakan oven pada suhu 50 oC selama 18 jam. Di bawah ini hasil pengamatan
bawang putih, bawang merah, dan serai kering:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengeringan Bawang Putih, Bawang Merah, dan
Serai
Sampel Perlakuan Warna Aroma Tekstur Wo W1 Rendemen Gambar
Khas -
Oven Putih
Bawang Keras 100
Blower Kekuningan
Putih +4 Oven
Sebelum Khas - Blower :
Putih Bawang 40,9%
Matahari Keras 100
Kekuningan Putih
Bawang +4 Matahari :
putih
Putih Khas 35%
Oven Keras
Kecoklatan Bawang - 40,9
Blower +2
+2 Putih +
Sesudah
Putih Khas
Keras
Matahari Kecoklatan Bawang - 35
+3
+4 Putih
Khas
Oven
Ungu Muda Bawang Keras
Blower
Merah +2
Sebelum
Khas
Oven
Matahari Ungu Muda Bawang Keras
Blower:
Merah +2
Bawang 19,01%
- -
Merah
Oven Bawang Matahari:
Kecoklatan Kaku 15,64%
Blower Panggang
Sesudah
Khas
Putih
Matahari Bawang Keras+2
Kekuningan
Merah
Oven Oven
100,30 - Blower :
Blower
Khas 23,33%
Serai Sebelum Hijau Muda Renyah
Serai +4
Matahari 100,42 - Matahari :
21,01%
Riska Oktafiani
240210150060
merusak zat warna bawang merah, selain itu dapat merusak riboflavin, vitamin A,
dan vitamin C (Jackman dan Smith, 1996).
Aroma yang dihasilkan dari bawang merah sebelum dikeringkan dengan
menggunakan oven blower dan sinar matahari adalah aroma khas bawang merah
++, namun setelah dikeringkan dengan oven blower adalah aroma bawang
panggang, sedangkan setelah dikeringkan dengan sinar matahari menjadi aroma
khas bawang merah. Aroma bawang merah yang khas disebabkan oleh adanya
aktivitas enzim allinase. Aroma ini akan tercium bila jaringan tanaman ini rusak
dan enzim allinase akan mengubah senyawa s-alkil sistein sulfoksida yang
mengandung belerang (Wibowo, 2009). Sebagian atau seluruh komponen volatil
pada bawang merah mengalami penguapan bersama air selama proses pengeringan.
Tekstur yang dihasilkan dari bawang merah sebelum dikeringkan dengan
menggunakan oven blower dan sinar matahari adalah keras, namun setelah
dikeringkan dengan oven blower menjadi kaku, sedangkan setelah dikeringkan
dengan menggunakan sinar matahari teksturnya menjadi keras ++. Hasil penelitian
Musaddad et al., (1994), bahwa perlakuan penyimpanan bawang pada suhu 30 oC
menghasilkan tingkat kekerasan tertinggi setelah disimpan selama 4 minggu.
Terdapat kecenderungan semakin tinggi suhu penyimpanan semakin tinggi pula
tingkat kekerasan bawang merah. Selain itu, meningkatnya kekerasan pada bawang
merah dapat disebabkan karena terjadinya penguapan air yang terjadi di ruang-
ruang antar sel sehingga sel menjadi mengkerut dan menyatu dan zat pektin menjadi
berikatan (Nurkomar et al., 2001).
Rendemen dari bawang merah yang dikeringkan dengan menggunakan oven
blower adalah 19,01%, sedangkan dikeringkan dengan sinar matahari sebanyak
15,64%. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen bawang merah yang direndam
dengan menggunakan oven blower memiliki rendemen yang lebih besar
dibandingkan dengan menggunakan sinar matahari. Hal ini didukung oleh pendapat
Wijana et al., (2013) bahwa semakin tinggi suhu dan laju pengeringan maka
kandungan air yang teruapkan akan lebih banyak sehingga mengakibatkan
rendemen yang dihasikan menurun, begitupun sebaliknya.
Parameter – parameter yang mempengaruhi waktu pengeringan adalah : (1)
suhu, (2) kelembaban, (3) laju alir udara, (4) kadar air awal dan (5) kadar air akhir.
Riska Oktafiani
240210150060
Makin tinggi kadar air awal, makin tinggi panas yang diperlukan untuk
mengeringkan hasil pertanian dan semakin lama waktu yang dibutuhkan unuk
mengeringkan bahan tersebut. Suhu berperan sangat penting, karena apabila suhu
terlalu rendah maka pengeringan akan memakan waktu lama serta dapat
menurunkan mutu bahan yang dikeringkan (Balitsa, 1996).
Pengeringan bawang merah yang dilakukan dengan cara dijemur di bawah
sinar matahari memiliki kelemahan yaitu bawang banyak tercecer, bawang dapat
terbakar panas matahari yang mengakibatkan terjadi perubahan warna, lunak, berair
dan kehilangan kadar air berlebih yang menyebabkan tingginya susut bobot (Asgar
dan Sinaga 1992). Menurut Musaddad et al., (1994) bahwa sengatan matahari
langsung dapat mengakibatkan terjadinya keriput dan rusaknya jaringan pelindung
pada umbi sehingga dapat menyebabkan pemudaran warna kulit umbi.
lain ikut menguap, terjadi penguraian karbohidrat menghasilkan air yang ikut
terhitung, ada air yang terikat kuat pada bahan yang tidak terhitung (Huriawati et
al., 2016).
Kuning -
100,29
Oven pucat Khas jahe Keras -
gram
terang
Kuning
100
Sebelum Matahari pucat Khas jahe Keras - -
gram
terang
Kuning
Jahe Food 100,42
pucat Khas jahe Keras - -
dehydrator gram
terang
Kering
Kuning Khas jahe 13,26
Oven tidak 13,22%
kepucatan (-) gram
rapuh
Sesudah
Kuning 13,07
Matahari Khas jahe Kering 12,25%
kecoklatan gram
Riska Oktafiani
240210150060
Kuning
Food Kering 12,3
pucat Khas jahe 12,25%
dehydrator rapuh gram
merata
Khas
Oven Pink pucat, Keras, 100
lengkuas -
Blower krem berserat gram
segar
Khas
Pink pucat, Keras, 100
Sebelum Matahari lengkuas - -
krem berserat gram
segar Oven
Khas blower :
Food Pink pucat, Keras, 100 6,9%
lengkuas -
dehydrator krem berserat gram
segar
Matahari :
Lengkuas
12%
Oven Khas 6,9
Putih pucat Rapuh - Food
Blower lengkuas + gram
dehydrator
Keras, : 6,5%
Putih pucat Khas
Sesudah Matahari sedikit - 12 gram
+ lengkuas
lembab
Khas
Food 6,5
Putih cerah lengkuas Rapuh ++ -
dehydrator gram
+++
Riska Oktafiani
240210150060
Selain itu, air dalam bahan pangan menjadi terhambat dan tidak dapat menguap
lagi. Berdasarkan pertimbangan standar gizi, pemanasan bahan pangan yang
dianjurkan yaitu tidak lebih dari 85 oC. Laju pengeringan termasuk suatu penentuan
waktu pengeringan dan perkiraan untuk mengetahui ukuran alat yang digunakan
untuk pengeringan bahan pangan (Syarief dan Halid, 1993).
Berdasarkan parameter rendemen, jahe setelah dikeringkan dengan
menggunakan oven menghasilkan rendemen sebesar 13,22%, yang dikeringkan
dengan menggunakan sinar matahari sebesar 12,25%, dan yang dikeringkan dengan
menggunakan food dehydrator sebesar 12,25%. Rendemen dari pengeringan
dengan menggunakan sinar matahari dan food dehydrator hasilnya sama, namun
rendemen dari pengeringan dengan menggunakan sinar matahari dan food
dehydrator lebih kecil dibandingkan dengan oven. Hal ini didukung oleh pendapat
Wijana et al., (2013) bahwa semakin tinggi suhu dan laju pengeringan maka
kandungan air yang teruapkan akan lebih banyak sehingga mengakibatkan
rendemen yang dihasikan menurun, begitupun sebaliknya.Suhu food dehydrator
yang digunakan untuk pengeringan jahe adalah 70 oC, hal ini sangat memengaruhi
nilai rendemennya.
semakin tinggi suhu pengeringan dan semakin kecil kadar air, maka rendemen akan
semakin kecil.
Keuntungan utama dari dehidrasi atau pengeringan dengan sinar matahari
yaitu:
- Bobot yang ringan-kadar air makanan pada umumnya di sekitar 60% atau lebih
dari 90%, kecuali biji-bijian, dan hampir semua bagian air ini dikeluarkan
dengan dehidrasi.
- Kemampatan-kebanyakan produk yang dikeringkan membutuhkan tempat
lebih sedikit dari pada aslinya, makanan beku atau yang dikalengkan, terutama
kalau ditekan dalam bentuk balok.
- Kestabilan dalam suhu penyimpanan pada suhu kamar-tidak diperlukan alat
pendingin, tetapi ada batasan pada suhu penyimpanan maksimum untuk masa
simpan yang cukup baik (Buckle et al., 1985).
Kerugian utama dari dehidrasi atau pengeringan dengan sinar matahari,
dimana beberapa diantaranya dapat diatasi dengan teknik dehidrasi yang lebih baru
dan perlakuan sebelum dehidrasi, termasuk:
- Kepekaan terhadap panas, semua bahan pengan mempunyai derajat kepekaan
terhadap panas tertentu dan dapat menimbulkan bau gosong (burnt flavour)
pada kondisi pengeringan yang tidak terkendali.
- Hilangnya flavor yang mudah menguap (rolatile flavour) dan memucetnya
pigmen.
- Perubahan struktur, termasuk case hardening, sebagai akibat dari pengerutan
selama air dikeluarkan.
- Membutuhkan waktu yang cukup lama.
- Reaksi pencokelatan non-enzimatis yang melibatkan pereaksi dengan
konsentrasi yang lebih tinggi, oksidasi dari komponen-komponen lipid.
- Kerusakan mikrobiologis jika kecepatan pengeringan awal lambat atau jika
kadar air dari produk akhir terlalu tinggi, atau jika makanan kering disimpan
dalam tempat dengan kelembaban tinggi (Buckle et al., 1985).
Selain itu, pengeringan menggunakan alat pengering yang menggunakan
tenaga listrik (oven) bisa meningkatkan kualitas karena penggunaannya sangat
steril, namun pengeringan ini juga memiliki kelemahan antara lain biaya
Riska Oktafiani
240210150060
operasional yang mahal tidak sesuai dengan sekala usaha tani, perawatan dan
pengoperasian membutuhkan tenaga terampil (Wadli, 2005).
Riska Oktafiani
240210150060
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat diambil dalam praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:
1. Dilihat dari karakteristik organoleptik (warna, aroma, dan tekstur), cabai merah
lebih cocok dikeringkan dengan menggunakan oven. Hal ini karena
penambahan natrium metabisulfit pada cabai merah berpengaruh nyata
terhadap pengeringan dengan menggunakan oven, sehingga dapat
mempertahankan karakteristik oragnoleptiknya;
2. Rendemen cabai merah yang dikeringkan dengan menggunakan oven (35,25%)
lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan sinar matahari (40,7%), hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan, maka kadar airnya
semakin berkurang dan menyebabkan rendemennya turun;
3. Dilihat dari karakteristik organoleptik, daun salam lebih cocok dikeringkan
dengan menggunakan oven, selain itu rendemen yang dikeringkan dengan oven
(35,18%) lebih kecil dibandingkan dengan sinar matahari (37,04%);
4. Bawang putih lebih cocok dikeringkan dengan menggunakan oven blower
berdasarkan karakteristik organoleptiknya, selain itu rendemen bawang putih
yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (40,9%) lebih besar
dibandingkan dengan sinar matahari (35%);
5. Bawang merah lebih cocok dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari
jika dilihat dari karakteristik organoleptiknya, selain itu rendemen bawang
merah yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (19,01%) lebih
besar dibandingkan dengan sinar matahari (15,64%);
6. Serai lebih cocok dikeringkan dengan menggunakan oven blower jika dilihat
dari karakteristik organoleptiknya, selain itu rendemen serai yang dikeringkan
dengan menggunakan oven blower (23,33%) lebih besar dibandingkan dengan
menggunakan sinar matahari (21,01%);
7. Jahe lebih cocok dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari dan food
dehydrator, dimana rendemen serai yang dikeringkan dengan menggunakan
Riska Oktafiani
240210150060
sinar matahari dan food dehydrator (12,25%) lebih kecil dibandingkan dengan
menggunakan oven (13,22%);
8. Untuk mempertahankan warna dan aroma, lengkuas lebih cocok dikeringkan
dengan menggunakan food dehydrator, namun food dehydrator dapat
menyebabkan terkstur lengkuas menjadi rapuh. Rendemen lengkuas yang
dikeringkan dengan menggunakan food dehydrator (6,5%) lebih kecil
dibandingkan dengan oven blower (6,9%) dan sinar matahari (12%);
9. Kunyit lebih cocok dikeringkan dengan menggunakan food dehydrator, selain
itu rendemen kunyit yang dikeringkan dengan menggunakan food dehydrator
(16,9%) lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan oven blower (19,5%)
dan sinar matahari (21%), hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
pengeringan, maka kadar air dalam bahan semakin menurun dan menyebabkan
rendemennya turun juga.
5.2 Saran
Saran yang diambil dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
sebaiknya lebih diperhatikan suhu pengeringan (baik pada oven, food dehydrator,
maupun sinar matahari) agar karakteristik organoleptik dan senyawa bioatkif pada
rempah dapat dipertahankan. Selain itu, pengeringan yang dilakukan sebaiknya
harus didasarkan dari karakteristik dan jenis rempah yang digunakan agar mutu atau
kualitasnya tetap dipertahankan.
Riska Oktafiani
240210150060
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H.Fleet dan M.Wootton. 1985. Ilmu Pangan.
Penerjemah: H.Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.
Catur, D.S. 1991. Studi Pengeringan Bawang Merah (Allium a scalonicum L.)
dengan menggunakan Ruang Berpembangkit Vorteks. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Diaz-Maroto, M.C., Perez-Coello, M.S. dan Cabezudo. M.D. 2002. Effect of drying
method on the volatile in bay leaf (Laurus nobilis L.). Journal of Agriculture
and Food Chemistry. 50: 4520-4524.
Dutta, D., U.R. Chaudhuri. dan R. Chakraborty. 2005. Structure Health Benefits.
Antioxidant Property and Processing and Storage of Carotenoids. African
Journal of Biotechnology. 4 (13) : 1510 – 1520.
Dwika, R.T., T. Ceningsih., S. T. Sasongko. 2012. Pengaruh Suhu dan Laju Alir
Udara Pada Pengeringan Karaginan Menggunakan Teknologi Spray Drayer.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol 1, No. 1.
Fachry, A.R., B. Ferila. dan M. Farhan. 2013. Ekstraksi Senyawa Kurkuminoid dari
Kunyit (Curcuma Longa Linn) sebagai Zat Pewarna Kuning pada Proses
Pembuatan Cat. Jurnal Teknik Kimia. 3(19) : 10-19.
Riska Oktafiani
240210150060
Furia, T.E. 1968. Handbook of Food Additives. CRC Press Inc, Florida.
Hanindra, R.S. 2012. Pengaruh Perasan Daun Salam (Eugenia polyantha Wight)
80% Sebagai Denture Cleanser Terhadap Kekuatan Impak Resin Akrilik
Tipe Heat-Cured. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Jember,
Jember.
Hartuti, N. dan R.M. Sinaga. 1997. Pengeringan Cabai. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bandung.
Hely, E., M.A. Zaini. dan A. Alamsyah. 2018. Pengaruh Lama Pengeringan
Terhadap Sifat Fisiko Kimia Teh Daun Kersen (Muntingia Calabura L.).
Jurnal Agrotek. 5(1) : 1-9.
Histifarina, D. dan R.M. Sinaga. 1999. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan
Terhadap Mutu Tepung Wortel. Bul. Pasca Panen Hort. 1(4): 25-30.
Hughes, K.V. and B.J. Willenberg. 1994. Quality for Keeps : Drying food.
University of Missouri, Columbia.
Lin, C.C., Lin, H.Y., Chen, H.C., Yu, M.W. dan Lee, M.H. 2009. Stability and
characterisation of phospholipid-based curcumin-encapsulated
microemulsions. Food Chemistry, 116, pp. 923–928
Lubis, I.H. 2008. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Tepung
Pandan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Marsella, R., I. Thohari. dan L.E. Radiati. 2016. Pengaruh Daun Salam (Syzygium
Polyanthum) terhadap Protein Kuning Telur, Total Fenol dan Flavonoid
pada Telur Asin. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 11(2) : 23-27.
Riska Oktafiani
240210150060
Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Kuantitas dan
Kualitas Pati Kentang Varietas Granola. Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia. 4(3) : 26-30.
Mayor L. dan A.M. Sereno. 2004. Modelling shrinkage during convective drying
of food materials: a review. Journal of Food Engineering. 61: 373–386.
Musaddad, D. dan R.M. Sinaga. 1994. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Mutu
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Bul. Penel.Hort. Vol. XXVI No.
2.
Novary, E.W. 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Oyen, L.P.A., and N.X. Dung. 1999. Plants Resources of South East Asia :
Essential Oil No. 19. Prosea, Bogor.
Pooter, H.L., M. Nor Omar., B.A. Coolsaet. and N.M. Scamp. 1985. The Essential
Oil of Greater Galangal (Alpina galangal) from Malaysia. Phytochem. 24 :
93.
Purwanto, C.C., D. Ishartani. dan D. Rahadian. 2013. Kajian Sifat Fisik dan Kimia
Tepung Labu Kuning (Cucurbita Maxima) dengan Perlakuan Blanching
Dan Perendaman Natrium Metabisulfit (Na2S2O5). Jurnal Teknosains
Pangan. 2(2): 121-130.
Ramelan, A.H., N.H.R. Parnanto. dan Kawiji. 1996. Fisika Pertanian. UNS-Press,
Solo.
Rizki, Z.M. 2004. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Anti Kanker pada Minuman
Formulasi Susu Jahe (Zingiber officinale var. Amarum) Pasteurisasi.
Skripsi. FATETA IPB, Bogor.
Riska Oktafiani
240210150060
Sabina, E.P., Rasool, M.K., Mathew, L., EzilRani, P. dan Indu, H. 2010. 6-Shogaol
inhibits monosodium urate crystal-induced inflammation - An in vivo and in
vitro study. J. Food and Chemical Technology 48: 229-235.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. 4rd Ed. Wadsworth
Publishing Company, California.
Sudarsono., Gunawan, D., Wahyono, S., Donatus, I.A. dan Purnomo. 2002.
Tumbuhan Obat II (Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan), 66-68.
Pusat Studi Obat Tradisional-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sulistiari. 1995. Pembuatan bubuk bawang putih (Allium sativum L.) dengan
pengering hampa udara : kajian pengaruh konsentrasi CaCl2 dan suhu
pengeringan. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan Dan Gizi, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.
Susinggih W., Sucipto. dan Lia M.S. 2015. Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan
terhadap Aktivitas Antioksidan pada Bubuk Kulit Manggis (Garcinia
Mangostana L.). Jurnal. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya, Malang.
Tjahjadi, C. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Volume I dan II. Widya
Padjadjaran, Sumedang.
Riska Oktafiani
240210150060
Wadli. 2005. Kajian Pengeringan Rumput Laut Menggunakan Alat Pengering Efek
Rumah Kaca. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Wibowo, S. 2009. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay.
Cetakan 1. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wijana, S., Sucipto. dan L. M. Sari. 2013. Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan
terhadap Aktivitas Antioksidan pada Bubuk Kulit Manggis (Garcinia
mangostana L.). Skripsi Universitas Brawijaya P: 40, Malang.
Winarto, I.W. 2004. Khasiat dan Manfaat Kunyit. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Wiriya, P., Paiboon, T. dan Somchart, S. 2009. Effect of Drying Air Temperature
and Chemical Pretreatments on Quality of Dried Chilli. International Food
Research Journal. 16 : 441 – 454.
Wresdiyati, T., Astawan, M. dan Adnyane, I.K.M. 2003. Aktivitas anti inflamasi
oleoresin jahe (Zingiber officinale) pada ginjal tikus yang mengalami
perlakuan stres. Jurnal Teknol. dan Industri Pangan. Vol. XIV. No. 2.
Yan, Z., Sousa-Gallagher, M.J., F.A.R. Oliveira. 2008. Shrinkage and porosity of
banana, pineapple and mango slices during air-drying. Journal of Food
Engineering. 84: 430–440.