Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TANAH

(GEL 0205)

ACARA I, II, III

PENGENALAN ALAT SURVEY TANAH, TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL DI


LAPANGAN, DAN IDENTIFIKASI MORFOLOGI TANAH

Disusun oleh :
Nama : Avie Rose Savitri
NIM : 18/429729/GE/08914
Hari, tanggal : Senin, 2 September 2019
Waktu : 09.00 – 11.00 WIB
Asisten : 1. Yuli Widyaningsih
2. Berlian Absal Delweis

LABORATORIUM GEOMORFOLOGI LINGKUNGAN DAN MITIGASI BENCANA


FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA I, II, III

PENGENALAN ALAT SURVEI TANAH, TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL DI


LAPANGAN, DAN IDENTIFIKASI MORFOLOGI TANAH

I. LATAR BELAKANG
Tanah berasal dari bahasa yunani, yaitu pedon dan bahasa latin, yaitu solum.
Tanah merupakan benda alam yang tersusun atas horison-horison yang terdiri dari bahan-
bahan kimia mineral dan bahan organik, biasanya tidak padu dan mempunyai tebal yang
dapat dibedakan dalam hal morfologi fisik, kimia dan biologinya (Joffe, 1949). Faktor
yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, diantaranya bahan induk, iklim yang
meliputi curah hujan dan suhu, organisme dari hewan dan tumbuhan, relief atau topografi
lereng, dan waktu (Jenny, 1941).
Pedon merupakan lajur tubuh tanah mulai dari permukaan hingga batas terbawah
(bahan induk tanah). Pedon pada lokasi pengamatan memiliki ukuran kurang lebih
panjang 2 m, lebar 1 m, dan tinggi 2 m. Kumpulan dari pedon-pedon disebut dengan
poilipedon. Profil tanah biasa disebut juga penampang tanah merupakan penampang
melintang vertical dari suatu sisi pedon tersusun atas lapisan (solum) dan lapisan bahan
induk. Lapisan-lapisan tanah menunjukan tingkat kepadatan, ketebalan, warna, struktur
yang berbeda-beda dan lapisan tanah itulah yang disebut dengan horizon. Proses
perkembangan dari horizon tanah dapat berupa penambahan, pengurangan, perubahan,
atau translokasi.

Pedon pada zona residual DAS Bompon


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
Masing-masing horizon tanah memiliki komposisi, warna, tekstur serta
kandungan yang berbeda akibat adanya perbedaan proses perkembangan pada masing-
masing horizon tanah tersebut. Perbedaan jenis tanah yang diketahui melalui horison
membuat bahan penyusun mineral mengalami perubahan yang dapat dipertimbangkan
kesamaannya. Pemberian nama horizon genesis utama dengan simbol O, E, A, B, C, R
dan diimbuhi angka 1, 2, 3 dibelakang simbol horizon utama untuk horizon yang lebih
rinci, seperti O.2. simbol O untuk horizon bahan organik, A untuk horizon jenis topsoil
(materi organic berwarna gelap yang telah bercampur dengan butiran mineral akibat
aktivitas organisme), E untuk horizon yang kehilangan sebagian besar kandungan
mineralnya, B untuk partikel dari horizon yang telah tercuci oleh horizon E, C untuk
horizon paling bawah yang terdiri dari bahan induk tanah (batuan kasar dan sedimen
yang belum padat), dan R untuk horizon yang sangat padat, pejal, dan belum mengalami
pelapukan
Data mengenai horizon tanah dapat diperoleh melalui pengamatan langsung di
lapangan. Pengamatan lapangan meliputi pengamatan yang menghasilkan data kualitatif
dan kuantitatif serta melibatkan pengamat dan obyek yang diamati. Selama pengamatan
lapangan berlangsung terjadi interaksi secara langsung antar pengamat dengan objek
yang diamati hingga menghasilkan data hasil pengamatan. Pengamatan lapangan
dilaksanakan agar pengamat dapat mengkaji kondisi alam secara langsung mulai dari
bagaimana cara penggunaan alat dan bahan, hingga mengidentifikasi karakteristik objek
kajian di lokasi pengamatan.

II. TUJUAN
1. Memahami alat survey tanah
2. Mengetahui fungsi dan cara kerja alat survey tanah
3. Mengkaji morfologi tanah di lapangan
4. Memahami Teknik pengambilan sampel tanah di lapangan

III. DESKRIPSI WILAYAH


Pengamatan dilakukan pada dua stopsite, yaitu stopsite pertama pada zona
residual DAS Bonpon dan stopsite kedua pada lembah DAS Bompon. Kedua lokasi ini
terletak di wilayah Dusun Ngemplak, Desa Wonogiri, Kecamatan Kajoran, Kabupaten
Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ngemplak secara geografis terletak pada garis
lintang dan bujur antara 110°26’51” dan 110°26’58” Bujur Timur (BT) dan 7°19’13”
dan 7°42’16” Lintang Selatan (LS) dibagian utara Kabupaten Magelang dengan luas
61,65 km2. Jarak Kabupaten Magelang dengan Dusun Ngemplak sekitar 38 km yang
dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam 3 menit.
Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa
Tengan. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten
Semarang dibagian utara, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten dibagian timur,
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo di bagian Selatan, serta
Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo di bagian Barat. Topografi
kabupaten ini relatif cekung sehingga dapat ditemukan banyak gunung dan pegunungan,
seperti Gunung Merbabu, Merapi, Sumbing, Andong, Telomoyo serta pegunungan
Menoreh. Kondisi ini mengakibatkan banyak daerah di Kabupaten Magelang yang subur
sehingga banyak dimanfaatkan warga sebagai lahan pertanian.
Desa Wonogiri terletak di lereng kaki Gunung Sumbing dan termasuk kedalam
wilayah DAS Bompon dengan karakteristik wilayah berupa lapisan tanah lempung yang
tebal, kondisi topografi berupa perbukitan dan banyak terjadi pemotongan lereng.
Kondisi DAS Bompon menguntungkan warga karena tanah yang cenderung subur
sehingga banyak warga desa yang memanfaatkan untuk lahan pertanian seperti sawah
padi, palawija ketela pohon, pisang, dan tanaman lainnya. Di sisi lain, topografi
kemiringan yang mencapai >15%, tanah yang tebal, vegetasi yang lebat, dan penggunaan
lahan untuk pertanian, pemukiman atau akses jalan mengakibatkan wilayah DAS
Bompon rawan terjadi bencana, sepertinya longsor dan erosi yang dapat terjadi setiap
saat, khususnya saat musim hujan.

Ketela pohon pada zona residual DAS Bompon


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
DAS Bompon memiliki luas ± 300 hektar yang berada pada daerah iklim tropis
dengan temperature udara sekitar 20-26oC sehingga mengenal adanya bulan basah
dengan curah hujan dan hari hujan begitu tinggi serta bulan kering hujan dan hari hujan
yang begitu rendah (Israq, dkk., 2018). Secara administratif, DAS Bompon melewati
wilayah Desa Kuwaderan dan Desa Wonogiri, serta Desa Margoyoso. Desa Kuwaderan
dan Desa Wonogiri merupakan bagian dari Kecamatan Kajoran, sementara Desa
Margoyoso merupakan bagian dari Kecamatan Salaman. Material penyusun berasal dari
material Gunung Sumbing Tua dan Muda serta Pegunungan Menoreh yang membentuk
lapisan tanah dengan ketebalan > 20 m. Adanya perbedaan dari material penyusun ini
menyebabkan karakteristik tanah dikedua lokasi pengamatan berbeda, baik dari segi
kimia, fisik, dan biologi.

IV. ALAT DAN BAHAN

No. Foto Nama Fungsi

1. Membersihkan singkapan
tanah, menggali lubang untuk
pembuatan profil tanah, dan
Sekop
menghilangkan rumput yang
ada dipermukaan tanah
sebelum di bor.
2. Mengukur ketebalan tanah
hingga 2 meter dan
Meteran
mengidentifikasi batas horizon
tanah.

3.

Pengeboran tanah untuk


Bor Tanah
pembuatan profil tanah.

4.
Mengambil sampel tanah yang
Ring
terbagi atas dua sisi, yaitu sisi
Permeabilitas
tumpul dan tajam.
5.

Buku “Munsell
Mengetahui warna dari tiap-
Soil Color
tiap lapisan tanah.
Chart”

6.
Mengetahui daya dukung atau
ketahanan tanah terhadap
Penetrometer
tekanan.yang dituliskan dalam
satuan kg/cm.

7. Menguji sifat pH tanah dengan


ketentuan :
pH meter/pH
<7 berarti tanah bersifat asam
stick
>7 berarti tanah bersifat basa
=7 berarti tanah bersifat netral
8.

Plastics Sampel Tempat sampel tanah yang


Tanah akan diamati.

9.

Memberi nama tiap-tiap


Spidol OHP
sampel tanah.
10.

Menulis hasil penegamatan


Checklist
sampel tanah di lapangan.

11.
Tempat bahan kimia dan
Soil Test Kit peralatan untuk pengamatan
sampel tanah.

12.

Menetesi sampel tanah dengan


Pipet Tetes
larutan-larutan.

13.

Menguji tingkat drainase yang


α α bipiridin
terdapat pada sampel tanah.

14.

Menguji kandungan BO atau


H2O2 10% bahan organik yang terdapat
pada sampel tanah.
15.

Menguji kandungan besi dan


H2O2 3% mangan (Fe dan Mn) yang
terdapat pada sampel tanah.

16.

Menguji kandungan kapur


HCL 10% yang terdapat pada sampel
tanah.

17.

Menguji pH potensial sampel


KCL 1N
tanah.

18.

Menguji pH actual dan tekstur


sampel tanah serta
Aquades
membersihkan alat dan
tabung.

19.

Menguji pH dan kelembapan


Soil tester
tanah.
20.

Tempat untuk menguji


Tabung reaksi campuran dari sampel tanah
dengan larutan.

21.

Cetok Mengambil sampel tanah.

22.

Mengikat sampel tanah yang


Karet Gelang diambil memalui riang
permeabilitas.
V. LANGKAH KERJA

Sampel tanah, checklist, alat dan bahan (sekop, meteran, bor tanah, ring
permeabilitas, buku “Munsell Soil Color Chart”, pnetrometer, pH meter/pH stick,
plastics sampel tanah, spidol OHP, soil test kit, pipet tetes, α α bipiridin, H2O2 10%,
H2O2 3%, HCL 10%, KCL 1N, aquades, soil tester, tabung reaksi)

Penentuan koordinat dan elevasi lokasi pengamatan 1 Penentuan koordinat dan elevasi lokasi pengamatan 2
pada zona residual DAS Bompon pada Lembah DAS Bompon

Pengamatan horizon tanah pada zona Pembersihan rumput menggunakan sekop


residual dan profil pit

Pengambilan sampel tanah dengan cara pengeboran


Klasifikasi sampel berdasarkan horizon tanah
berdasarkan warna, rekahan, dan perakaran

Pengamatan sampel tanah berdasarkan batas


horizon, warna, bercak, tekstur, bahan kasar,
Pengambilan sampel tanah sesuai horizon tanah struktur, penetrometer (kg/cm), konsistensi,
sementasi, perakaran, larutan (pH, Fe, Mn, BO,
CO3 bebas), dan drainase

Pengamatan sampel tanah berdasarkan batas


horizon, warna, bercak, tekstur, bahan kasar, Pengisian checklist stopsite 1 dan penggambaran
struktur, penetrometer (kg/cm), konsistensi,
sketsa horizon tanah
sementasi, perakaran, larutan (pH, Fe, Mn, BO,
CO3 bebas), dan drainase

Checklist hasil pengamatan pada


Pengisian checklist stopsite 1 dan penggambaran
lembah DAS Bompon
sketsa horizon tanah

Checklist hasil pengamatan pada zona


residual DAS Bompon

VI. HASIL
1. Checklist hasil pengamatan tanah di zona residual DAS Bompon
2. Checklist hasil pengamatan tanah di lembah DAS Bompon
VII. PEMBAHASAN
Daerah Aliran Sungai atau yang biasa disebut DAS merupakan daerah yang
dibatasi oleh topografi pemisah air yang terkeringkan oleh sungai atau sistem saling
berhubungan sedemikian rupa sehingga semua aliran sungai yang jatuh di dalam akan
keluar dari saluran lepas tunggal dari wilayah tersebut (Sudaryono, 2002). Lokasi
pengamatan berada di DAS Bompon yang merupakan daerah aliran sungai yang berada
di lereng kaki Gunung Sumbing dengan kondisi geomorfologi dan geologi yang unik.
DAS Bompon ini memiliki tanah yang subur sehingga sangat cocok untuk pertanian dan
tingkat longsor yang tinggi terutama saat musim hujan karena reliefnya yang berada di
kaki gunung. Teras – teras yang dapat dilihat pada igir DAS Bompon dibuat oleh warga
untuk mencegah adanya longsor, namun longsor tetap terjadi sewaktu – waktu sehingga
banyak warga yang gagal panen karena ladang yag terkena longsoran.

Teras – Teras pada zona igir DAS Bompon


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
Karakteristik tanah yang terdapat pada stopsite pertama berada zona residual DAS
Bompon dan zona deposisi DAS Bompon berbeda. Perbedaan ini diakibatkan oleh factor
pembentukan tanah antar tiap zona yang berbeda. Pola distribusi tanah di permukaan
bumi mengikuti konsep geomorfologi (Daniels, 1971 dalam Jungerius, 1985). Menurut
Jenny (1994), faktor pembentuk tanah meliputi bahan induk, relief/topografi, iklim,
organisme, dan waktu. Adapun faktor pembentuk bentuklahan meliputi batuan induk,
relief/topografi, dan proses (yang dipengaruhi iklim, organisme, dan waktu). Dalam
proses pembentukannya, faktor-faktor tersebut tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan
saling bekerja sama sehingga menghasilkan horizon tanah (Priyono, 2016).
Stopsite pertama berada di zona residual DAS Bompon yang termasuk ke dalam
wilayah Dusun Ngemplak, Desa Wonogiri, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.
Lokasi ini terletak pada koordinat -7.51406486 dan 110.09205323 dengan elevasi 515 di
atas permukaan laut. Kemas muka tanah pedon pada zona residual DAS Bompon adalah
bongkah mulai dari ukuran besar hingga kecil. Berdasarkan skala makro, zona residual
DAS Bompon berbentuk teras dengan skala kecil yang berbentuk rata. Teras-teras pada
zona residual DAS Bompon merupakan bentukan lahan antropogenik atau b
uatan manusia untuk mencegah erosi dan longsor. Teras yang ada dimanfaatkan warga
untuk daerah pertanian campuran (sawah + ladang) tanaman palawija, ketela pohon,
pisang, semak, dan kelapa dengan jenis pengairan desa dan tadah hujan.

Pembagian lapisan pedon


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
Pedon zona residual DAS Bompon dapat diklasifikasikan menjadi tiga lapisan.
Lapisan pertama memiliki jeluk 0 - 40 cm, lapisan kedua memiliki jeluk 41 – 75 cm, dan
lapisan ketiga memiliki jeluk 76 – 160 cm. Semakin dalam lapisan tanah (solum) maka
kejelasan batas horizon akan terlihat semakin jelas. Lapisan pertama tidak jelas dengan
bentuk tidak teratur, batas lapisan kedua terlihat jelas dengan bentuk tidak teratur, dan
batas lapisan ketiga terlihat semakin jelas dengan bentuk tidak teratur. Warna lapisan
tanah ditentukan berdasarkan “Munsell Color Charts”. Lapisan pertama memiliki warna
dark brown (10YR 3/4), lapisan kedua memiliki warna brown (10YR 4/4), dan lapisan
ketiga memiliki warna dark brown (10YR 3/3).
Intensitas sinar matahari mempengaruhi warna yang dihasilkan sehingga semakin
dalam lapisan tanah maka tanah akan terlihat semakin gelap karena intensitas sinar
matahari yang mengenai tanah hanya sedikit. Ketiga lapisan tanah tidak ditemukan
bercak atau warna merah. Adanya bercak sangat berkaitan dengan drainase. Uji drainase
dilakukan dengan menetesi larutan α α bipiridin pada sampel tanah dan ditujukan dengan
indikator buih. Semakin banyak buih yang muncul maka semakin baik drainase tanah.
Ketiga sampel tanah menunjukkan adanya drainase tanah yang baik. Pengamatan tekstur
tanah dilakukan dengan menetesi aquades pada sampel tanah. Ketiga lapisan memiliki
tekstur yang lengket karena sampel tanah yang didominasi tanah lempung, baik lempung.
Lapisan pertama memiliki tekstur lengket dan halus, lapisan kedua memiliki tekstur
lengket dan kasar terdapat pasir kasar, dan lapisan ketiga memiliki tekstur lengket. Bahan
kasar hanya ditemukan pada stopsite pertama dengan jenis kerikil, berjumlah sedikit,
sedangkan pada lapisan kedua dan ketiga tidak ditemukan bahan kasar.
Struktur menunjukan adanya pengikatan partikel-partikel tanah satu sama lain.
Struktur tanah dapat diindentifikasi melalui tipe struktur yang menggambarkan agregat
dan derajat struktur yang berkaitan dengan ketahanan tanah dispersi. Lapisan pertama
dan kedua memiliki tipe struktur kersai atau granulair yang berbentuk butir-butir lepas,
sedangkan lapisan ketiga memiliki tipe struktur pejal atau massif yang berupa kesatuan
ikatan partikel tanah yang mampat. Semakin dalam lapisan tanah (solum) maka derajat
struktur tanah akan semakin kuat dan sukar terdispersi. Lapisan petama memiliki derajat
struktur lemah atau weak sehingga mudah hancur menjadi pecahan kecil jika
tersinggungan, lapisan kedua memiliki derajat struktur cakupan atau moderate sehingga
ped masih terbentuk jelas dan dapat dipecahkan, dan lapisan ketiga memiliki derajat
struktur kuat atau sangat kuat sehingga sukar terdispersi. Daya dukung tanah yang diuji
menggunakan Penetrometer pada ketiga lapisan relatif sama dan sekitar 4,5 km/cm.
Konsistensi tanah berkaitan dengan derajat dan adhesi diantara partikel-partikel
tanah dan ketahanan yang diukur dengan cara memijit sampel tanah dengan ibu jari.
Semakin dalam lapisan tanah maka konsistensi tanah akan semakin basah atau lembab.
Lapisan pertama memiliki konsistensi kering yang bersifat agak keras atau slightly hard
dan sedikit hancur saat dipijit tangan, lapisan kedua memiliki konsistensi kering lunak
atau soft yang bersifat kohesi lemah dan sedikit sudah hancur saat ditekan, sedangkan
lapisan ketiga memiliki konsistensi basah yang bersifat teguh atau firm dan sukar hancur
saat dipijit tangan. Sementasi berkaitan dengan partikel-partikel tanah yang merekat dan
membentuk gumpalan dengan konsistensi keras akibat kandungan bahan perekat, seperti
lempung, kapur (CaCO3), silika, sesquioxida, dan humus. Ketiga lapisan memiliki
sementasi yang kuat sehingga sukar untuk dipecahkan.
Perakaran berkaitan dengan ukuran dan jumlah akar yang ada pada tanah.
Semakin dalam lapisan tanah (solum) maka perakaran akan semakin kasar dengan jumlah
sedikit. Lapisan pertama memiliki ukuran perakaran yang sedang dengan diameter 2 – 5
mm dan jumlah banyak, lapisan kedua memiliki ukuran perakaran yang halus dengan
diameter 1 – 2 mm dan jumlah sedang, dan lapisan ketiga memiliki ukuran perakaran
besar dengan diameter > 5 mm dan jumlah sedang. Penentuan pH tanah menggunakan
larutan H2O untuk menguji pH aktual dan larutan KCL 1N untuk menguji pH potensial
yang kemudian diuji menggunakan pH stick. Ketiga lapisan menunjukan pH aktual dan
pH potensial yang sama, yaitu sifat asam dengan pH 5.

Pengukuran pH pada zona residual DAS Bompon


Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
Uji kandungan Fe, Mn dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 3% ke sampel
tanah dan ditujukan dengan indikator buih. Semakin banyak buih yang muncul setelah
ditetesi larutan H2O2 3% maka semakin banyak kandungan Fe, Mn yang ada pada tanah.
Lapisan pertama setelah ditetesi larutan H2O2 3% menghasilkan buih sedikit yang berarti
kandungan Fe, Mn pada tanah sedikit, sedangkan lapisan kedua dan ketiga setelah ditetesi
larutan H2O2 3% menghasilkan buih banyak yang berarti kandungan Fe, Mn pada tanah
banyak. Uji bahan organik dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 10% pada sampel
tanah dan ditujukan dengan indikator buih. Semakin banyak buih yang muncul setelah
ditetesi larutan H2O2 10% maka semakin banyak bahan organik yang ada pada tanah.
Lapisan pertama menunjukan adanya sedikit bahan organik, sedangkan lapisan kedua
dan ketiga menunjukan adanya banyak bahan organik. Uji kandungan kapur (CO3) bebas
dilakukan dengan meneteskan larutan HCL 10% pada sampel tanah dan ditunjukan
dengan indikator buih.
Stopsite kedua berada di zona deposisi lembah DAS Bompon yang termasuk ke
dalam wilayah Dusun Ngemplak, Desa Wonogiri, Kecamatan Kajoran, Kabupaten
Magelang pada koordinat -7.537020672 dan 110.07083528. Kemas muka tanah pada
zona deposisi lembah DAS Bompon adalah bongkah mulai dari ukuran besar hingga
kecil. Berdasarkan skala makro, zona deposisi lembah DAS Bompon berbentuk cekung
dengan skala kecil yang berbentuk rata. Wilayah yang cekung dan dikelilingi perbukitan
dan gunung mengakibatkan wilayah ini subur dan cocok untuk dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian.
Zona deposisi lembah DAS Bompon tidak dapat ditemukan pedon atau singkapan
sehingga memerlukan bor tanah untuk pengambilan sampel tanah. Hasil sampel tanah
yangdiambil dapat diklasifikasikan menjadi lima lapisan. Jeluk lapisan satu 0 – 20 cm,
lapisan kedua 21 – 40 cm, lapisan ketiga 41 – 60 cm, lapisan keempat 61 – 80 cm dan
lapisan kelima 81 – 100 cm. Batas horizon antar lapisan pertama hingga kelima terlihat
jelas dan berbentuk datar. Hal ini diakibatkan karena gradasi warna yang terlihat sangat
jelas pada soil horizon. Semakin dangkal lapisan tanah (solum) maka tanah semakin
berwarna coklat gelap dalam lapisan tanah (solum) maka tanah semakin berwarna abu-
abu terang. Warna merah pada tanah menunjukan baiknya drainase sedangkan warna
abu-abu pada tanah berkaitan dengan buruknya sistem drainase tanah pada tiap-tiap
lapisan tanah, adanya risiko denitrifikasi yang tinggi, dan emisi metana. Lapisan pertama
memiliki warna dull yellowish brown (10YR 4/3), lapisan kedua memiliki warna greyish
yellow brown (10YR 4/2), lapisan ketiga memiliki warna dark brown (10YR 3/3), lapisan
keempat memiliki warna olive black (5Y 3/2), dan lapisan kelima memiliki warna greyish
olive (5Y 4/2).
Tanah bekas pengeboran dan tanah hasil pengeboran
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2019
Bercak tanah dapat diidentifikasi dengan adanya warna kemerahan pada tanah.
Tidak semua lapisan terdapat bercak tanah dan hanya terdapat di lapisan kedua dan
lapisan ketiga. Lapisan kedua memiliki bercak tanah dengan jumlah sedikit, ukuran
halus, kontras kabur, dan batas tegas, sedangkan lapisan ketiga memiliki bercak tanah
dengan jumlah sedikit, ukuran halus, kontras dan batas jelas. Tekstur lapisan pertama dan
kedua memiliki tekstur lengket karena adanya kandungan dari tanah lempung dan agak
kasar, lapisan kedua meiliki tekstur sedang yang lengket dan berbutir, lapisan keempat
memiliki tekstur sedikit lengket dan halus, dan lapisan kelima memiliki tekstur kasar
karena adanya kandungan pasir berdebu. Bahan kasar tidak ditemukan pada zona
deposisi lembah DAS Bompon.
Struktur tanah dapat diidentifikasi melalui tipe struktur yang menggambarkan
agregat dan derajat struktur yang berkaitan dengan ketahanan tanah dispersi. Lapisan
pertama dan kedua memiliki tipe struktur kersai atau granulair yang berbentuk butir -
butir lepas dan derajat struktur cakupan atau moderate yang sudah berbentuk ped jelas
mudah dipecahkan, lapisan ketiga, keempat, dan kelima memiliki tipe struktur gumpal
atau blocky dengan ujung yang membulat. Lapisan ketiga dan keempat memiliki derajat
struktur yang kuat atau strong yang ped tahan lama dan ada adhesi lemah satu sama lain
yang jika pecah akan terasa tahanan, sedangkan lapisan kelima memiliki derajat struktur
tak beragregate atau structureless yang agregasinya tidak bisa diamati karena pengaruh
adanya zona jenuh air pada lapisan ini.
Semakin dalam lapisan tanah zona ini maka konsistensi tanah akan semakin
basah. Lapisan pertama memiliki konsistensi kering yang bersifat agak keras atau slightly
hard dan sedikit hancur saat dipijit tangan, lapisan kedua memiliki konsistensi keras yang
bersifat kering keras atau hard dengan kohesi lemah dan sedikit sudah hancur saat
ditekan, lapisan ketiga memiliki konseistensi lembab yang bersifat lepas - lepas atau
loose yang tidak memiliki adhesi butir – butir tanah, lapisan keempat memiliki
konsistensi basah yang bersifat lekat atau slightly sticky dengan sedikit adhesi tanah dan
susah lepas jika dipijat pada jari, sedangkan lapisan kelima memiliki konsistensi basah
yang bersifat lekat atau sticky dengan adanya adhesi tanah dan susah lepas jika dipajat
dijari. Perakaran berkaitan dengan ukuran dan jumlah akar yang ada pada tanah. Lapisan
pertama, kedua, dan ketiga memiliki ukuran perakaran yang relatif halus dengan diameter
1 – 2 mm dan jumlah sedang, sedangkan lapisan keempat dan kelima memiliki ukuran
perakaran relatif sedang atau berdiameter 2 – 5 mm dan jumlah sedikit.
Uji pH aktual dengan larutan H2O menunjukan lapisan pertama hingga kelima
menghasilkan sifat asam dengan pH 5, sedangkan uji pH potensial dengan larutan KCL
1N menunjukan lapisan kedua dan ketiga menghasilkan sifat asam dengan ph 5,5 serta
lapisan pertama, keempat, dan kelima menghasilkan pH asam dengan 5. Uji kandungan
Fe, Mn dengan larutan H2O2 3% menunjukan kandungan Fe, Mn pada lapisan pertama
dan kelima sedang, lapisan kedua dan keempat banyak, serta lapisan ketiga sedikit.
Semakin banyak buih yang muncul setelah ditetesi larutan H2O2 3% maka semakin
banyak bahan organik yang ada pada tanah. Uji kandungan bahan organic dengan larutan
H2O2 10% menunjukan bahan organik lapisan pertama, ketiga, dan kelima sedang,
sedangkan lapisan kedua dan keempat banyak. Semakin banyak buih yang muncul
setelah ditetesi larutan H2O2 10% maka semakin banyak bahan organik yang ada pada
tanah. Kandungan kapur (CO3) bebas yang dilakukan dengan meneteskan larutan HCL
10% tidak ditemukan dalam lapisan tanah pertama hingga kelima.

VIII. KESIMPULAN
1. Alat untuk survei tanah yang digunakan, diantaranya checklist lapangan, sekop,
meteran, bor tanah, ring permeabilitas, buku Munsell Soil Color Chart,
Penetrometer, pH meter, plastic sampel tanah, Soil test kit, pipet tetes, karet gelang,
dan Soil Tester.
2. Kegunaan masing-masing alat survei, yaitu sekop digunakan untuk menggali lubang
profil tanah, meteran digunakan untuk ngukur ketebalan horizon tanah, bor tanah
digunakan untuk pengeboran tanah dan pembuatan profil tanah, ring permeabilitas
digunakan untuk mengambil sampel tanah, buku “Munsell Color Soil Chart”
digunakan untuk mengetahui warna tiap - tiap perlapisan tanah, Penetrometer
digunakan untuk mengetahui daya dukung atau ketahanan tanah terhadap tekanan,
pH meter/pH stick digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman tiap - tiap
perlapisan tanah, plastik sampel tanah digunakan untuk tempat sampel tanah, spidol
OHP digunakan untuk memberi nama tiap - tiap sampel tanah, checklist digunakan
untuk menulis data hasil pengamatan sampel tanah di lapangan, soil test kit
digunakan untuk tempat meletakkan indikator penguji dan alat pengamatan sampel
tanah, pipet tetes digunakan untuk menetesi sampel tanah dengan larutan penguji,
soil tester digunakan untuk menguji pH dan kelembapan tanah, tabung reaksi
digunakan untuk tempat untuk menguji campuran dari sampel tanah dengan larutan,
cetok digunakan untuk mengambil sampel tanah, dan karet gelang digunakan untuk
mengikat sampel tanah yang diambil melalui ring permeabilitas agar tidak
terguncang.
3. Morfologi profil DAS Bompon yang terdapat pada zona residual DAS Bompon dan
zona deposisi DAS Bompon memiliki tekstur, warna, struktur, konsistensi,
sementasi, perakaran, dan kandungan yang terdapat dalam tanah berbeda pada tiap -
tiap perlapisan. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor tanah, iklim, bahan organic,
batuan induk, relief, waktu, dan factor lainnya.
4. Teknik pengambilan sampel tanah pada daerah yang terdapat singkapan atau sudah
terdapat pedon atau profil pit dapat dilakukan dengan mengambil sampel tanah
dengan cetok mulai dari lapisan paling bawah agar sampel tanah tidak tercampur
dengan lapisan tanah atasnya, sedangkan pengambilan sampel tanah pada daerah
yang tidak terdapat singkapan dapat dilkukan menggunakan bor tanah dilakuka
dengan cara menghilangkan rumput dengan sekop, kemudian memutar bor tanah
sesuai dengan arah jarum jam dengan menekannya sedikit - sedikit hingga mata bor
tanah terpenuhi dengan tanah, lalu mengeluarkan bor tanah dengan cara memutar
bor tanah dengan menariknya sedikit - sedikit keluar

IX. DAFTAR PUSTAKA

Daniels, R.B. dan Hammer, R.D., 1992, Soil Geomorphology, New York: John
Wiley & Sons, Inc.

Israq, Cakra Buana dkk.. 2018. Industri Kreatif di Dusun Bompon dan Dusun
Ngemplak Desa Wonogiri Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. Padang : Jurnal
Geografi, Vol. 7 : 124-131.
Jenny, H. 1941. Factor of Soil Formation, A System of Quantitative Pedology.
New York : John Wiley and Sons.

Joffe, J.S. 1949. The A B C of Soils Pedology. Somerville, N.J. : Somerset Press,
Inc.

Priyono, Kuswaji Dwi dan Priyana, Yuli. 2016. Kajian Tingkat Perkembangan
Tanah Pada Kejadian Bencana Longsor Lahan Di Pegunungan Menoreh Kabupaten
Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. UMS : The 3rd University Reasearch
Colloquium : 489 - 495

Sudaryono. 2002. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu Konsep


Pembangunan Berkelanjutan. BPPT : Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, No. 2 :
153-158

Anda mungkin juga menyukai