FARMAKOLOGI
2015
VOL. XI NO. 1, FEBRUARI 2015
Pelindung/Penasehat:
Ketua STIFA
Drs. Joni Tandi, M.Kes.,Apt.
Ketua Lembaga Penelitian STIFA
Dr. Baso Amri., M,Si
Penanggung Jawab:
Pembantu Ketua I STIFA
Dermiati T, S.Farm., M.Si., Apt
Ketua Penyunting:
Niluh Puspita Dewi, S.Farm., M.Si., Apt
Sekretariatan:
Feiverin Tibe, S.Farm., M.Si., Apt
Mustofa
I Wayan Wirawan, S.Farm., M.Si., Apt
Koordinator Dana:
Yuliana
Alamat Sekretariat:
Kampus STIFA-PM Palu
Jln. Wolter Monginsidi No. 106 A
Palu Sulawesi Tengah
Email: jurnalstifa@yahoo.co.id
Kontak Person
085341419115
082191916697
085342476999
Farmakologi
Jurnal Farmasi
DAFTAR ISI
Halaman
1 - 15
Agung Kadek
Sumiasih, Syariful
Anam, H. Baso
Amri
Abd. Rahman,
Ummul Fitiyani
Yala, Niluh
Puspita Dewi
16 - 28
Winartivira
29 - 41
Mugiati, Joni
Tandi,
Purwaningsih,
Ummul Fitiyani
42 - 54
Muthmainah
Tuldjanah., Yuliet,
Dermiati T.
55 - 68
Nurhayati, Joni
Tandi, Yuliet,
Dermiati T
69 - 81
Annastasia
Gantima, Yusriadi,
Dermiati T.
82 - 90
Linda Pratecia,
Yuliet, Feiverin
Tibe
91 - 107
Aprilia arieska
Thomson, Yuliet,
Sri.
108 - 118
119 - 132
groups. Group I negative control (Na.CMC), group II kecapi leaf extract dose of 50
mg/kg body weight, group III kecapi leaf extract dose of 100 mg/kg body weight,
group IV kecapi leaf extract dose of 150 mg/kg body weight and groupV positive
control (glibenclamide). Data were statistically analyzed using analysis of variance test
(Test F) and followed by a further test Honestly Significant Difference (HSD). HSD
test results show that the leaf extract kecapi dose of 100 mg/kg body weight and a
dose of 150 mg/kg body weight can lower blood glucose levels on day 7 th and day
14th, while the kecapi leaf extract dose of 50 mg/kg body weight can reduce levels
blood glucose on day 14th. Based on the results can be concluded that the leaf
extract kecapi dose of 100 mg/kg body weight is effective in lowering blood glucose
levels induced rats streptozotocin.
Keywords : Leaves kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr), Blood glucose,
Rats white, Streptozotocin.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara
tropis yang sudah dikenal sebagai
penghasil berbagai macam komoditas
hasil pertanian, termasuk diantaranya
tanaman obat. Kondisi tanah yang
subur,
iklim
yang
baik
serta
didukung oleh keanekaragaman flora
membuat Indonesia menjadi negara
penghasil komoditas obat- obatan yang
berasal dari alam yang cukup
potensial.1
Penggunaan
tumbuh-tumbuhan
dalam penyembuhan adalah bentuk
pengobatan tertua di dunia, setiap
budaya di dunia memiliki sistem
pengobatan tradisional yang khas dan di
setiap daerah dijumpai berbagai macam
jenis
tumbuhan
yang
dapat
dimanfaatkan sebagai obat.2 Sejak
ratusan tahun yang lalu, leluhur bangsa
Indonesia telah terkenal
pandai
meracik
jamu
dan
obat-obatan
tradisional. Beragam jenis tumbuhan
seperti, akar, rimpang, batang, buah,
daun, bunga dan bahan-bahan alamiah
lainnya
diracik sebagai
ramuan
tradisional
untuk
menyembuhkan
berbagai penyakit.3
Menurut
World
Health
Organization (WHO) pada tahun 2013
terdapat 382 juta orang di seluruh
dunia atau 8,3 % menderita penyakit
diabetes melitus.4
Berdasarkan
International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun
2014 mengungkapkan bahwa penderita
diabetes
melitus
di
Indonesia
menempati urutan ke-7 dengan jumlah
penderita diabetes melitus sebanyak 8,5
juta orang.5
Menurut laporan
RISKESDAS
pada
tahun 2013,
prevalensi diabetes melitus di Indonesia
berdasarkan
wawancara
yang
terdiagnosis sebesar 1,5 %, diabetes
melitus terdiagnosis atau gejala
sebesar 2,1%. Prevalensi
tertinggi
terdapat DI Yogyakarta (2,6%), DKI
Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%),
dan Kalimantan
Timur
(2,3%).
Prevalensi diabetes melitus yang
pernah
(2009)
diteliti
Yenni
Ciawi (2009) sebagai antibakteri.7,8
Berdasarkan hasil penelitian skrining
fitokimia pada ekstrak etanol daun
kecapi
yang
telah
dilakukan
terdapat
kandungan senyawa kimia
alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin,
dan tanin. Senyawa-senyawa kimia
tersebut
diketahui dapat berkhasiat
sebagai antidiabetes, seperti senyawa
alkaloid
terbukti
secara
nyata
mempunyai kemampuan regenerasi sel
pankreas yang rusak. Peningkatan
sekresi insulin diakibatkan oleh adanya
efek perangsangan saraf simpatis
(simpatomimetik).9
Mekanisme dalam penyembuhan
penyakit diabetes melitus, flavonoid
diduga berperan secara signifikan
meningkatkan
aktivitas
enzim
antioksidan dan mampu meregenerasi
sel-sel pankreas yang rusak sehingga
defisiensi
insulin
dapat
diatasi.
Flavonoid yang terkandung di dalam
tumbuhan di duga juga dapat
memperbaiki
sensitifitas
reseptor
insulin, sehingga adanya
flavonoid
memberikan
efek
yang
menguntungkan
pada
keadaan
melitus.10
diabetes
Senyawa saponin juga berperan
dalam menurunkan kadar
glukosa
darah yaitu dengan menghambat
aktivitas enzim alfa glukosidase, yaitu
enzim yang terdapat dalam pencernaan
yang bertanggung jawab terhadap
pengubahan
karbohidrat
menjadi
glukosa.11
Polifenol
berfungsi
sebagai
antioksidan sehingga penderita diabetes
melitus membutuhkan
antioksidan
dalam pengobatannya, karena kadar
gula darah yang tinggi dalam jangka
waktu yang lama akan memicu
timbulnya reaksi autooksidasi yang
mengakibatkan menumpuknya radikal
bebas dalam tubuh penderita diabetes
melitus, oleh karena itu dibutuhkan
suatu senyawa yang mampu mengikat
radikal
bebas
untuk menekan
timbulnya komplikasi.12
Tanin
berfungsi sebagai
astrigens
atau
pengkhelat
yang
dapat
mengerutkan membran epitel usus halus
sehingga mengurangi penyerapan sari
makanan dan sebagai akibatnya
menghambat asupan gula dan laju
peningkatan
gula
darah
tidak
terlalu tinggi. Tanin diketahui dapat
memacu metabolisme glukosa dan
lemak sehingga timbunan kedua kalori
ini dalam darah dapat dihindari. Tanin
juga mempunyai aktivitas hipoglikemik
yaitu
dengan
meningkatkan
glikogenesis.13
Berdasarkan dari kandungan
senyawa
kimia yang terdapat pada
daun kecapi yang dapat menurunkan
kadar glukosa darah sehingga peneliti
aktif
lalu
penangas air
ekstrak kental
0,75
darah.
Adapun
perlakuan
diberikan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
yang
Hasil pengamatan
Keterangan
Uji Alkaloid
Uji Flavonoid
(+)
(+)
Uji Saponin
(+)
Uji Tanin
(+)
Uji Polifenol
(+)
Keterangan:
Tabel 2.
Kelompok
Perlakuan
Kontrol Negatif
(Na. CMC)
204
214
209
627
209 a
291
250
277
818
272,66 b
241
223
231
695
231,66 ab
259
264
326
849
283 b
Keterangan :
Abjad yang sama menunjukan perbedaan yang tidak signifikan, Abjad yang berbeda
menunjukan ada perbedaan yang signifikan
Tabel 3.
Tikus 2
Tikus 3
80
75
92
Jumlah
(Yi)
247
Rerata
219
359
376
954
318 b
347
356
340
1043
347,66 b
292
372
347
1011
337 b
383
391
345
1119
373 b
82,33 a
Keterangan :
Abjad yang sama menunjukan perbedaan yang tidak signifikan, Abjad yang berbeda
menunjukan ada perbedaan yang signifikan
600
500
400
Kontrol (-)
300
Dosis 50 mg/kg
200
100
BB K (+)
T0
T1
T2
T3
Keterangan :
T0 : Kadar glukosa darah awal
T1 : Kadar glukosa darah hari ke-3 setelah dinduksi
T2 : Kadar glukosa darah pada hari ke-7 setelah perlakuan
T3 : Kadar glukosa darah pada hari ke-14 setelah perlakuan
Pembahasan
Tanaman yang digunakan adalah
daun kecapi (Sandoricum koetjape
(Burm.f.) Merr). Hasil pengujian
penapisan fitokimia pada (Tabel 1) yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa
ekstrak etanol daun kecapi mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol,
saponin dan tanin.
Uji efek ekstrak etanol daun
kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.)
Merr) terhadap penurunan kadar
glukosa darah dilakukan pada tikus
putih jantan (Rattus norvegicus).
Pemilihan tikus putih sebagai hewan uji
karena tikus mudah dikembangbiakkan,
dapat digunakan sebagai model diabetik
sepontan maupun dengan induksi zat
diabetogenik, selain itu tikus putih
memiliki kemampuan metabolik yang
relatif cepat sehingga lebih sensitif jika
10
11
12
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian uji
efek penurunan kadar glukosa darah
ekstrak etanol daun kecapi (Sandoricum
koetjape (Burm.f.) Merr) pada tikus
putih
(Rattus
norvegicus)
yang
diinduksi streptozotosin maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Ekstrak daun kecapi (Sandoricum
koetjape (Burm.f.) Merr) dapat
menurunkan kadar glukosa darah
tikus putih
(Rattus
norvegicus)
yang
diinduksi
streptozotosin.
2. Dosis
ekstrak
daun
kecapi
(Sandoricum koetjape (Burm.f.)
Merr)
yang
efektif
dalam
menurunkan kadar glukosa darah
tikus putih (Rattus norvegicus)
yang di induksi streptozotosin yaitu
dosis 100 mg/kg BB.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Materia Medika
Indonesia. Jilid VI. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta. Hal: 333 - 334, 336
337.
Anonim. 2013. IDF Diabetes Atlas.
Sixth Edition.Hal: 34.
Brunner
&
Suddarth.
2002.
Keperawatan Medikal- Bedah.
Edisi 8. Vol. 2. EGC. Jakarta. Hal:
1220
Dharmayudha
A.A.G.O.,
Anthara
M.S.
2013.Identifikasi
Golongan
Senyawa Kimia Dan
Pengaruh Ekstrak Etanol Buah
Naga
Daging
Putih
(Hylocereusundatus)
Terhadap
PenurunanKadar Glukosa Darah
Serta Bobot Badan Tikus Putih
13
14
Hewan
Percobaan
Diabetes
Melitus: Patologi Dan Mekanisme
Aksi Diabetogenik. Biodiversitas:
Volum. 7, No. 4. Universitas
Gadjah Mada. Hal:381.
Pasaribu F., Sitorus P., Bahri S.
2012. Uji Ekstrak Etanol Kulit
Buah
Manggis
(Garcinia
Mangostana
L.)
Terhadap
Penurunan
Kadar
Glukosa
Darah. Journal Of Pharmceutics
And Pharmacology: Vol. 1, No. 1.
Universitas Sumatra Utara. Hal: 6.
Prameswari O.M., Widjanarko S.B.
2014. Uji Efek Ekstrak Daun
Pandan
Wangi
Terhadap
Penurunan
Kadar
Glukosa
Darah Dan Histopalogi Tikus
Diabetes Melitus. Jurnal Pangan
dan Agroindustri. Vol.2 , No.2.
Universitas Brawijaya Malang.
Hal: 23.
Ridwan A., Astrian R.T. Barlian
A. 2012.Pengukuran
Efek
Antidiabetes
Polifenol
(Polyphenol 60) Berdasarkan
Kadar Glukosa Darah Dan
Histologi Pankreas Mencit (Mus
musculus L.) S. W. Jantan Yang
Dikondisikan Diabetes Melitus.
Jurnal Mate-Matika & Sains. Vol.
17. No. 2. Institute Teknologi
Bandung. Hal:82.
Riswan
S.,
Andayaningsih
D.
2008.Keanekaragaman
Tumbuhan
Obat
Yang
Digunakan Dalam Pengobatan
Tradisional Masyarakat Sasak
Lombok Barat. Jurnal Farmasi
Indonesia.
Vol.4.
No.
2.
Universitas Nasional. Hal:96.
15
16
masing 200 mg/Kg BB, 400 mg/Kg BB, dan 600 mg/Kg BB. Perlakuan V diberikan
suspensi glibenklamid sebagai kontrol positif. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji statistik Analisis Sidik Ragam (UJI-F) pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak daun insulin memiliki efek terhadap
penurunan kadar glukosa darah tikus pada hari ke 14. Berdasarkan uji lanjut BNJ
diperoleh bahwa dosis yang efektif menurunkan kadar glukosa darah tikus adalah 400
mg/Kg BB.
Kata kunci :
PENDAHULUAN
Perubahan pola hidup masyarakat
dari natural menuju kemajuan yang
berdampak pada terciptanya polusi
memunculkan
banyak
penyakit
degeneratif. Krisis ekonomi yang
merupakan
bagian
dari
krisis
multidimensi
di
Indonesia
menyebabkan
tingginya
biaya
pengobatan dan obat-obatan kimia.
Tingginya biaya obat dan pengobatan
dikarenakan sebagian besar bahan
bakunya berasal dari luar negeri.
Kondisi itu mendorong masyarakat
untuk mencari berbagai macam
alternatif untuk pengobatan. Salah
satunya pengobatan dengan tanaman
obat tradisonal. Gaya hidup masyarakat
modern yang serba instan dan
mengabaikan
gaya
hidup
sehat
merupakan
penyebab
peningkatan
resiko terjadinya penyakit degeneratif.
Penyakit
degeneratif
merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan
kematian bagi manusia, salah satunya
diabetes melitus.1
Diabetes
melitus
(DM)
merupakan suatu penyakit gangguan
metabolisme dimana kadar glukosa
darah diatas normal (hiperglikemia)
akibat tubuh kekurangan insulin atau
17
17
18
(Tithonia
A.
Gray.)
19
20
Tabel 1
Hasil
Uji Alkaloid
Positif
Uji Flavonoid
Positif
Uji Saponin
Positif
Uji Tanin
Positif
Uji Polifenol
Positif
Kelompok Perlakuan
Kontrol Positif (+)
Rerata
Kontrol Negatif ()
Rerata
Dosis 200 mg/Kg BB
Rerata
Dosis 400 mg/Kg BB
Nomor
Hewan
Uji
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
t0
t1
t2
t3
116
84
99
113
103
103
107
103
115
107
100
83
106
96
96,25
82
88
124
109
383
352
371
402
377
411
402
373
365
387,75
410
382
397
361
387,5
325
364
409
398
294
230
220
259
250,75
343
329
322
303
324,25
323
296
305
295
304,75
232
254
249
297
91
97
89
116
98,25
271
243
241
240
246,25
227
193
194
187
200,25
100
136
125
171
21
Rerata
Dosis 600 mg/Kg BB
100,75
374
I
98
384
II
114
418
III
100
405
IV
116
421
107
407,5
: t0 = Kadar Glukosa Darah Awal
Rerata
Keterangan
258
274
290
269
296
282,25
133
87
125
98
107
104,25
450
400
350
300
Kontrol (+)
250
Kontrol (-)
200
150
100
50
0
H1
H7
H14
Gambar 1 Grafik penurunan kadar glukosa darah pada tikus setelah perlakuan
pemberian ekstrak daun insulin.
Tabel 3 Penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih
Perlakuan
Hari ke-14
137,5c
271,25c
63,5a
141,5a
82,75a
187,5b
104,75b
241c
125,25b
303,25d
Pembahasan
Penggujian fitokimia dilakukan
sebagai uji pendahuluan bahwa tanaman
daun insulin yang digunakan memiliki
khasiat sesuai literatur karena adanya
senyawa-senyawa aktif yang dikandung
dari tanaman tersebut. Hasil pengujian
fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1
yang
menunjukan
bahwa
hasil
pengujian alkaloid, flavonoid, saponin,
tannin dan polifenol diperoleh hasil
positif. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang mengatakan bahwa
daun insulin mengandung senyawasenyawa
kimia
yaitu
alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin dan polifenol.
(Thongsom,2013)
Ekstrak daun insulin (Tithonia
diversifolia [Hemsl.] A. Gray.) dibuat
dalam 3 variasi dosis yaitu 200 mg/Kg
BB, 400 mg/Kg BB dan 600 mg/Kg
BB. Kontrol negatif hanya mengandung
larutan kolodial Na CMC 1%. Larutan
yang
mengandung
zat
aktif
glibenklamid digunakan sebagai kontrol
positif.
Penelitian
ini
menggunakan
larutan ekstrak daun insulin untuk
menurunkan kadar glukosa darah
terhadap tikus putih, sedangkan yang
digunakan sebagai pembanding (kontrol
positif) adalah larutan glibenklamid
yang mekanisme kerjanya menstimulasi
sel-sel beta pankreas sehingga sekresi
insulin
meningkat.
Glibenklamid
diperlukan untuk melihat pengaruh obat
antidiabetik oral yang telah terbukti
khasiatnya dalam menurunkan kadar
glukosa
darah.
Glibenklamid
merupakan obat golongan sulfonilurea
yang sering digunakan untuk pasien
diabetes melitus tipe 2 serta kontrol
23
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Diabetes Mellitus
Penyebab Kematian Nomor 7 di
Dunia. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim. 2013. Riset Kesehatan Dasar,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Hanafiah. 2011. Rancangan Percobaan
Teori & Aplikasi. Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya.
Palembang.
Mahendra, B. 2005. 13 Jenis Tanaman
Obat Ampuh. Penebar Swadaya.
Jakarta
Otusanya, O., Ilori, O. 2012.
Phytochemical Screening and the
Phytotoxic Effects of Aqueous
Extracts of Tithonia diversifolia
(Hemsl) A. Gray. International
Journal of Biology Vol. 4, No. 3;
2012.
Scobie, I.N., Samaras, K. 2013. Fast
Fact : Diabetes Mellitus. Healt
Press. Fift edition.
Setiawan, R. 2010. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Kelopak Bunga Rosela
(Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap
Penurunan Kadar Glukosa Darah
Tikus Putih (Rattus norvergicus)
yang Diinduksi Aloksan. Skripsi
Fakultas Kedokteran. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Sutjiatmo,
A.B.,
Yulinah,
E.S.,
Ratnawati, Y., Kusmaningati, S.,
Wulandari, A., Narvikasari, S.
2011. Efek Antidiabetes
Herba
Ciplukan (Physalis angulata
Linn.) Pada Mencit Diabetes
26
27
29
31
33
eritema
Sedikit
1
eritema
(hampir
tidak
nampak)
Eritema 2
tampak
jelas
Eritema 3
sedang
sampai
kuat
Eritema
parah
(ada
luka)
Edema
sangat
ringan
Edema
ringan
Edema
3
sedang
(ketebalan
kira-kira 1
mm)
Edema
4
parah
(Ketebalan
melebihi 1
mm)
34
) x 100%
Keterangan :
A kontrol = Absorbansi kontrol
(absorbansi DPPH)
A sampel = Absorbansi sampel
(absorbansi sediaan + DPPH)
Setelah didapatkan persentase
inhibisi
dari
masing-masing
konsentrasi, persamaan y = a + bx
ditentukan dengan perhitungan secara
regresi linier dimana x adalah
konsentrasi (g/ml) dan y adalah
35
Hari ke-21
Putih, tidak
berbau,
kental
Hijau muda,
bau
khas
ekstrak
daun
kersen,
kental
Hijau
kecoklatan,
bau
khas
ekstrak
daun
kersen,
kental
Hijau
kecoklatan,
bau
khas
ekstrak
daun
kersen,
kental
Putih, tidak
berbau,
kental
Hari ke21
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Hari ke-28
Putih, tidak
berbau,
kental
Hijau muda,
bau
khas
ekstrak
daun
kersen,
kental
Hijau
kecoklatan,
bau
khas
ekstrak
daun
kersen,
kental
Hijau
kecoklatan,
bau
khas
ekstrak
daun
kersen,
kental
Putih, tidak
berbau,
kental
Hari ke-28
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
36
Selisih
perubahan
viskositas (Cp)
25.500
33.250
28.550
29.100c
22.375
25.250
24.000
23.875b
13.775
14.000
37
3
35.800
22.250
13.550
Rerata
36.275
22.500
13.775a
1
23.250
11.750
11.500
2
24.250
10.000
14.250
F4
3
23.000
10.250
12.750
Rerata
23.500
10.666
12.833a
1
98.000
64.000
34.500
2
98.500
65.000
33.500
F5
3
97.500
65.500
32.000
Rerata
98.000
64.833
33.333d
Ket : Abjad yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan dan abjad yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
Tabel 8 Hasil pengukuran IC50 krim ekstrak daun kersen
IC50
Selisih
Formula
Ulangan
perubahan IC50
Hari ke-1 Hari ke-28
1
51,26
54,78
3,52
2
51,39
55,27
3,88
F1
3
50,94
53,67
2,73
Rerata
51,19
54,57
3,37e
1
5,82
6,31
0,49
2
5,75
6,39
0,64
F2
3
5,84
6,76
0,92
Rerata
5,80
6,48
0,68a
1
5,07
6,28
1,21
2
4,89
6,31
1,42
F3
3
4,63
6,29
1,66
Rerata
4,86
6,29
1,43b
1
4,13
6,10
1,97
2
4,14
6,13
1,99
F4
3
4,10
6,11
2,01
Rerata
4,12
6,11
1,99d
1
6,41
8,28
1,87
2
6,38
8,34
1,96
F5
3
6,43
8,35
1,92
Rerata
6,41
8,32
1,91c
Ket : Abjad yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan dan abjad yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
38
Pembahasan
Hasil
penapisan
fitokimia
menunjukkan serbuk simplisia dan
ekstrak daun kersen positif mengandung
senyawa flavonoid, saponin, steroid,
tanin dan polifenol. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Zakaria
Z.A (2011), daun kersen mengandung
senyawa kimia yaitu flavonoid, steroid,
polifenol, tanin dan saponin.3
Uji organoleptik pada krim
menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak daun kersen yang
digunakan maka warna krim semakin
pekat. Pengamatan bau krim ekstrak
daun kersen menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi ekstrak
maka semakin menyengat bau khas
ekstrak daun kersen. Krim yang telah
dibuat dalam berbagai konsentrasi
memiliki bentuk kental. Pengamatan
bentuk, warna dan bau pada masingmasing formula selama penyimpanan
tidak mengalami perubahan.
Pada uji homogenitas F1, F2, F3,
F4 dan F5 secara visual menunjukkan
susunan krim yang homogen dan tidak
menggumpal serta tidak terdapat
partikel-partikel
kasar.
Hal
ini
menunjukkan bahwa semua bahanbahan
yang
digunakan
dalam
pembuatan krim tercampur secara
merata.
Berdasarkan hasil pengamatan,
semakin tinggi konsentrasi ekstrak
dalam formula krim maka pH krim akan
semakin asam. Hal ini disebabkan
ekstrak daun kersen memiliki pH asam
yaitu 6,01 karena kandungan flavonoid
dan senyawa fenol pada ekstrak daun
kersen bersifat asam.6 Pada hari ke-28
pH krim ekstrak daun kersen
mengalami penurunan namun semua
formula
krim
masih
memenuhi
persyaratan pH untuk sediaan topikal
yaitu 4,5-6,5. Krim yang memiliki pH
terlalu asam dapat menimbulkan iritasi
sedangkan krim dengan pH basa dapat
menyebabkan kulit kering dan bersisik.7
Krim mengalami penurunan pH selama
28 hari penyimpanan karena faktor
lingkungan seperti udara. Pada saat
wadah krim terbuka, udara akan
berinteraksi dengan senyawa yang
terkandung dalam sediaan krim
sehingga
menyebabkan
krim
teroksidasi.
Hasil selisih perubahan pH selama
penyimpanan dianalisis menggunakan
One Way ANOVA dengan uji lanjut
menggunakan uji Duncan. Data yang
diperoleh menunjukkan bahwa F1, F2,
F3 dan F4 tidak berbeda signifikan
namun
terjadi
perbedaan
yang
signifikan pada F5. Berdasarkan data
yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa formula yang paling stabil yaitu
F3 karena mengalami perubahan pH
paling kecil.
Hasil pengamatan uji viskositas
menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak dalam formula krim
maka semakin menurun viskositas
krim.Hasil selisih perubahan viskositas
selama 28 hari penyimpanan dianalisis
menggunakan metode One Way
ANOVA dan dilakukan uji lanjut
Duncan.Hasil
yang
diperoleh
menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan pada semua formula kecuali
pada F3 dan F4.Berdasarkan hasil
analisis tersebut maka formula yang
paling stabil yaitu F4 karena mengalami
perubahan
viskositas
paling
kecil.Viskositas krim semakin menurun
selama
28
hari
penyimpanan
39
40
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Variasi konsentrasi ekstrak daun
kersen tidak mempengaruhi mutu
fisik krim yaitu organoleptik,
homogenitas, tipe emulsi, stabilitas
fisik dan menunjukkan hasil yang
aman yaitu tidak menimbulkan
iritasi, tetapi mempengaruhi pH,
viskositas dan aktivitas antioksidan
krim ekstrak daun kersen.
2. Krim dengan konsentrasi ekstrak
daun kersen 1% (F2) efektif sebagai
antioksidan dengan nilai IC50 yang
diperoleh adalah 5,80 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1999. Sistem Dispersi,
Formulasi Suspensi dan Emulsi.
Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 104-106
Blois,
M.
1958.
Antioxidant
Determination By The Use Of A
stable Free Radical. Journal
publication Nature. Vol. 181.
Clark, J.2004. The Acidity of Phenol.
ChemGuide.
Farawayuda, F., Alatas, F., Rayani, T.T.
2013. Formulasi Sediaan Losion
Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit
Buah Cacao (Theobrama cacao
L.). Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 1
(1), 24-30. Universitas Jendral
Ahmad Yani.
Juwita, A. 2013. Formulasi Krim
Ekstrak Etanol Daun Lamun.
Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT.
Vol.2, No.02
Kurniati, Novi. 2011. Uji Stabilitas
Fisik dan Aktivitas Antioksidan
Formula
Krim
Mengandung
41
42
research done using participant design, observation, with cross sectional approach
using purposive sampling techniques that meet the inclusion and exclusion criteria.
Parameters used is correctadministered dose, precise indications, side effects, and drug
interactions, especially antibiotics in patients with urinary tract infections in internal
medicine wards in hospitals Undata. The results show that the percentage of drug use
based on proper dosage appropriate is 99.9% the percentage of drug use based on the
exact indication of the fit is 100 %, while the use of drugs by drug interactions and side
effects of the drug are 0%.
Keywords : Drug urinary tract infections , participant , observation , cross-sectional ,
purposive sampling
PENDAHULUAN
Insiden dan prevalensi infeksi
saluran kemih (ISK) di Indonesia masih
cukup tinggi. Keadaan ini tidak terlepas
dari tingkat dan taraf kesehatan
masyarakat Indonesia yang masih jauh
dari standar dan tidak meratanya tingkat
kehidupan sosial ekonomi yang mau
tidak mau berdampak langsung pada
kasus infeksi saluran kemih di
Indonesia. Pada umumnya ISK lebih
banyak dijumpai pada wanita dibanding
pada pria kemungkinan karena uretra
wanita lebih pendek. Hal ini
menyebabkan mikroorganisme dari luar
lebih mudah mencapai kandung kemih
dan juga letaknya dekat dengan daerah
perianal dan vagina. Kasus infeksi
saluran kemih pada usia dewasa ini
lebih sering timbul pada wanita dewasa
muda (usia subur). Pada usia tua infeksi
saluran kemih cenderung meningkat
pada laki-laki, karena penggunaan
instrumen. 1,2
Negara
berkembang
seperti
Indonesia prevalensi Infeksi Saluran
Kemih di masyarakat makin meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Pada
usia 40-60 tahun mempunyai angka
prevalensi 3,2 %. Pada usia sama atau
43
44
METODE KERJA
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rancangan participant
observation dengan pendekatan crosssectional di RSUD Undata Palu pada
pasien Infeksi Saluran Kemih. Data
yang diperoleh dari hasil penelitian ini
dianalisis secara prospektif dengan
metode deskriptif.
b. Kriteria Eksklusi
1. Pasien Infeksi Saluran Kemih yang
tidak menjalani perawatan pada
bangsal penyakit dalam (rawat
jalan).
2. Pasien Infeksi Saluran Kemih yang
berumur di bawah 15 dan di atas 65
tahun.
45
Prosedur Penelitian
Pengambilan
data
primer
dilakukan dengan wawancara dan
mengamati langsung keadaan pasien.
Data sekunder diperoleh dari catatan
rekam medik pasien. Data yang
dikumpulkan kemudian diklasifikasikan
berdasarkan jenis kelamin, umur,
penggunaan obat yang sesuai dengan
dosis, tepat indikasi, interaksi obat,
monitoring efek samping obat, tingkat
kepatuhan pasien dalam pengobatan dan
kelengkapan resep.
Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil
penelitian dianalisis secara prospektif
dengan metode deskriptif yang disajikan
dalam bentuk tabel dan diagram. Tujuan
penggunaan metode deskriptif untuk
46
60,60%
10
39,40%
0
laki-laki
perempuan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
16 45
45 65
25
8
75,75%
24,25%
Total
33
100%
1.
2
24%
10
75,75%
5
0
16-45 tahun
45-65 tahun
47
Golongan
Nama
Generik
Ceftriaxon
Cefotaxim
Cefadroxil
Jumlah obat
25
8
2
35
Persentase
(%)
53,20
17,02
4,25
74,47
Cefalosporin
Ciprofloxacin
12
25,53
Jumlah
12
25,53
Total
47
100
Jumlah
2
Kuinolon
25,53%
35
74,47%
10
12
5
0
Sefalosporin
Kuinolon
48
30
25
20
15
10
25,53%
25
53,20%
12
5
0
Ceftriaxon
Ciprofloxacin
49
berdasarkan
parameter tepat
indikasi, tepat
dosis, interaksi
obat, dan
monitoring efek.
No:
1.
2.
3.
4.
Jenis Kriteria
Tepat Indikasi
Tepat Dosis
Interaksi Obat
Monitoring
Samping
Efek
Sesuai
(%)
Tidak sesuai
(%)
100
99,9%
-
100
100
50
Jenis Kriteria
1.
Tanggal
penulisan
resep
TTD atau paraf dokter
Penulisan resep
Nama pasien
Umur pasien
Alamat pasien
Jenis kelamin
Berat badan
Nama obat
Dosis
Jumlah permintaan
Cara pemakaian yang
Jelas
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Ada
Persentase
(%)
Tidak
ada
Persentase
(%)
95
100
95
100
95
95
95
95
95
95
95
100
100
100
100
100
100
100
95
-
100
-
95
100
Jenis Kriteria
1.
Tanggal
penulisan
resep
TTD atau paraf dokter
Penulisan resep
Nama pasien
Umur pasien
Alamat pasien
Jenis kelamin
Berat badan
Nama obat
Dosis
Jumlah permintaan
Cara pemakaian yang
Jelas
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Ada
Presentase
(%)
Tidak
ada
Persentase
(%)
95
100
95
100
95
95
95
95
95
95
95
100
100
100
100
100
100
100
95
-
100
-
95
100
51
1
Sembuh
2
Membaik
3
Pulang paksa
4
Meninggal
Jumlah
PEMBAHASAN
Infeksi saluran kemih (ISK)
adalah infeksi bakteri yang terjadi pada
saluran kemih (mencakup organ-organ
saluran kemih, yaitu ginjal, ureter,
kandung kemih, uretra dan kelenjar
prostat). Infeksi saluran kemih (ISK)
adalah keadaan berkembang biaknya
mikroorganisme patogen di dalam
saluran kemih yang menyebabkan
inflamasi. Dalam keadaan normal
saluran kemih tidak mengandung
bakteri, virus, atau mikroorganisme
lainnya.(3)
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan pada penderita infeksi saluran
kemih di Rumah Sakit Undata Provinsi
Sulawesi Tengah diperoleh 33 jumlah
pasien. Dari data yang diperoleh,
penderita penyakit infeksi saluran
kemih berdasarkan jenis kelamin
presentase tertinggi sebesar 60,60%
adalah perempuan sedangkan laki-laki
39,40%. Hal ini terjadi karena pada
wanita memiliki uretra yang lebih
pendek dari pada laki-laki sehingga
memudahkan
masuknya
mikroorganisme dalam kandung kemih.
Penderita penyakit infeksi saluran
kemih terjadi pada usia 16-65 tahun
dengan persentase sebesar 100%. Hal
Jumlah pasien
(orang)
32
1
33
Persentase (%)
99,9%
0,1%
100%
52
53
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer, 1999. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed III. Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran
Unversitas Kedokteran Indonesia.
Jakarta
Departemen
Farmakologi
dan
Teraupetik Fak. Kedokteran 2007.
Farmakologi dan Terapi. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta
Departemen Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
2009. Ebook Kumpulan Kuliah
Farmakologi. EGC. Jakarta
Dr. Kusnandar, Apt, dkk. 2008. ISO
Farmakoterapi.
PT.
ISFI
Penerbitan. Jakarta
Fawwet dow, 2002. Ebook Buku Ajar
Histologi Edisi 12. EGC. Jakarta
Harkness Richard, 1989. Interaksi Obat.
ITB. Bandung
Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. 1994.
Ebook Farmakologi pendekatan
Proses
keperawatan.
Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Katzung Bertram G, 2004. Farmakologi
Dasar dan Klinik Buku 3, Edisi 8.
Salemba Medika. Jakarta
Muttaqin
Arif,
1999.
Asuhan
keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Salemba Medika.
Jakarta
Notoatmodjo
Soekidjo,
2010.
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Rineka Cipta. Jakarta
Pratika_Novi_Wilianti
pdf,
2009.
Penelitian
Rasionalitas
penggunaan antibiotik pada psien
infeksi saluran kemih pada
bangsal penyakit dalam di RSUP
DR KARIADI Semarang Tahun
2008. (Online) diakses tgl 30 april
2013.
PT ISFI, 2008. Informasi Spesialite
Obat Indonesia Volume 43. Pt
Ikrar Maniri Abadi. Jakarta
Refdanita, Maksum R, Nurgani A,
Endang P. 2004. Faktor yang
mempengaruhi
ketidaksesuaian
penggunaan antibiotik dengan uji
kepekaan ruang intensif rumah
sakit fatmawati jakarta tahun
2001-2002. Makara Kesehatan,
vol 8, No. 1, Juni 2004: 21-26
Samirah,dkk,2009. Indonesian jurnal of
clinical phatology and medical
laboratory, pola dan sensitivitas
kuman di penderita infeksi
saluran kemih. (online) diakses tgl
30 april 2013
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Alfabeta. Bandung
Tim Editor, 2010. MIMS Indonesia
Petunjuk Konsultasi Ed 10. UBM
Medica
Drug
References
Worldwide. Jakarta
Tjay Tan Hoan, 2007. Obat-obat
Penting. ED VI. PT Elex Media.
Komputindo. Gramedia Jakarta .
54
homogenitas, tipe emulsi dan daya serap krim. Krim ekstrak kulit batang kersen dengan
konsentrasi 1%, 2%, dan 4% tidak memiliki aktivitas tabir surya tetapi memiliki
aktivitas antioksidan berturut-turut sebesar 3,694 ppm, 2,470 ppm, dan 2,307 ppm pada
konsentrasi 1%, 2% dan 4%.
Kata Kunci : Kulit Batang Kersen, Antioksidan, Tabir Surya.
PENDAHULUAN
Tanaman
kersen
(Muntinga
calabura) banyak dijumpai di pinggir
jalan, tumbuh ditengah retakan rumah,
di tepi saluran pembuangan air dan
tempat-tempat yang kurang kondusif.
Buah kersen sangat disukai oleh
burung-burung pemakan buah, namun
pada biji buah kersen tidak dicerna oleh
burung sehingga biji tersebut terpencar
ke berbagai tempat. Tanaman ini
merupakan tanaman liar yang mudah
beradaptasi sehingga mudah dijumpai
di Indonesia. Muntinga calabura
berasal dari Central Benua Amerika dan
daerah Subtropis Amerika Selatan,
kemudian ditanam dan dengan cepat
tersebar di daerah Asia yang tropis
seperti Indonesia. (Santoso, sanarto
dkk., 2012)
Bagian-bagian
dari
tanaman
kersen memiliki banyak khasiat salah
satunya kulit batang kersen. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa, kulit
batang kersen mengandung senyawa
flavonoid, flavon, polifenol dan tanin
sehingga dapat digunakan sebagai
antioksidan, antibakteri, antiinflamasi,
dan anti tumor. Berdasarkan penelitian
sebelumnya diketahui kulit batang
kersen (Muntingia calabura) memiliki
potensi antioksidan yang baik dengan
nilai IC50 pada ekstrak metanol yaitu
92,5 ppm adanya potensi antioksidan
yang dimiliki ekstrak kulit batang
PENYIAPAN
SAMPEL
DAN
EKSTRAK
Sampel yang digunakan adalah
kulit
batang
kersen
(Muntingia
calabura) diperoleh dari daerah Palu,
Sulawesi Tengah. Sampel yang
digunakan dikumpulkan dan selanjutnya
dicuci dengan air mengalir, dipotongpotong atau dirajang dengan ukuran
yang kurang lebih sama. Dilakukan
proses
pengeringan
dengan
dikeringanginkan di udara terbuka dan
terlindung dari cahaya matahari
langsung. Ekstrak kulit batang kersen
dibuat menggunakan metode maserasi
yaitu kulit batang kersen yang telah
kering diblender hingga menjadi serbuk
halus. Serbuk kemudian ditimbang
sebanyak 594 g lalu diekstraksi dengan
menggunakan 5 L pelarut etanol 96%
selama tiga hari. Ekstrak kemudian
disaring dengan menggunakan kertas
saring, dan didapatkan filtrat pertama
kemudian dilakukan remaserasi kembali
selama 2 hari dengan mengunakan 4 L
etanol 96% selama dua hari. Hasil
remaserasi kemudian dikumpulkan
dengan filtrat yang pertama kemudian
diuapkan dengan evaporator pada suhu
70oC
sampai
jumlah
filtratnya
berkurang hingga dari volume awal.
Filtrat
yang
telah
dievaporator
kemudian diuapkan dipenangas air
sampai didapatkan ekstrak kental.
PENGUJIAN FITOKIMIA
1. Uji Alkaloid
Serbuk simplisia sebanyak 2 g
dilembabkan dengan 5 ml amonia 25%,
kemudian ditambahkan dengan 20 ml
kloroform, digerus kuat dan disaring.
Filtrat yang diperoleh dibagi ke dalam
57
5.
2. Uji homogenitas
Mengambil 1 gram krim kulit
batang kersen kemudian dioleskan pada
sekeping
kaca
transparan,
lalu
mengamati apakah terjadi pemisahan
fase pada kiim. Uji ini bertujuan untuk
melihat dan mengetahui tercampurnya
bahan-bahan sediaan krim.
3. Uji pH
Pengujian pH pada krim ekstrak
kulit batang kersen dilakukan dengan
menggunakan alat pH-meter yang
sebelumnya telah dikalibrasi dengan
larutan dapar standar pH 4 dan 7.
Bagian elektroda pH-meter dimasukkan
ke dalam krim ekstrak kulit batang
kersen dan angka yang terlihat pada
layar adalah nilai pH dari krim.
4. Uji daya serap
Menimbang 1 g krim ekstrak
kulit batang kersen lalu ditetesi air
sambil diaduk atau dikocok. Penetesan
air pada krim dilakukan sampai krim
tidak dapat menyerap air lagi atau krim
memisah dengan air. Jumlah air yang
dibutuhkan kemudian dihitung hingga
Uji viskositas
Pengukuran
viskositas
menggunakan
alat
Viskometer
Brookfield dengan spindel nomor 6
yang dipasang pada alat kemudian
dicelupkan ke dalam beker glass yang
berisi krim ekstrak kulit batang kersen.
Kecepatan alat diatur pada kecepatan 10
rpm kemudian skala dibaca dengan
mengamati jarum merah saat posisinya
telah stabil.
6. Uji tipe krim
Pengujian tipe emulsi bertujuan
untuk membedakan tipe emulsi yang
digunakan pada krim ekstrak kulit
batang kersen. Krim atau emulsi
diteteskan pada kertas saring jika terjadi
noda minyak berarti krim menunjukkan
tipe A/M, tetapi jika kertas saring
terlihat basah merata berarti krim atau
emulsi menunjukkan tipe M/A.
PENENTUAN
AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN
Pada
masing-masing
krim
ekstrak kulit batang kersen diuji
aktivitas antioksidan dengan metode
peredaman radikal DPPH. Nilai IC50
dihitung dengan menggunakan rumus
persamaan regresi. Sampel krim
ditimbang masingmasing sebanyak 0,5
g kemudian dilarutkan dengan etanol pa
hingga volumenya 25 ml, dimana
konsentrasi yang diperoleh adalah
20.000 ppm. Dipipet 1 ml lalu
dilarutkan dengan etanol hingga 100 ml
didapatkan konsentrasi hingga 200 ppm.
59
61
Uji pH
Tabel 3. Hasil pengukuran pH krim ekstrak kulit batang kersen
pH
Formula
Ulangan
Selisih
Perubahan
pH
Hari
ke-1
7,16
Hari
ke-28
7,09
F1
2
3
Rerata
1
7,15
7,16
7,15
6,97
7,03
7,04
7,05
7,00
0,12
0,09
0,28a
0,03
F2
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
6,94
6,97
6,96
6,62
6,66
6,67
6,65
6,50
6,50
6,50
6,50
7,03
7,04
7,03
7,03
7,08
7,04
7,04
6,79
6,87
6,62
6,76
6,41
6,46
6,50
6,45
6,41
6,46
6,50
6,45
0,14
0,08
0,04 a
0,17
0,21
0,05
0,14 a
0,09
0,04
0
0,05 a
0,62
0,58
0,53
0,57 b
F3
F4
F5
0,07
62
Tabel 4. Hasil uji daya serap (mg/ml) krim ekstrak kulit batang kersen
Daya Serap
Selisih
(mg/ml)
Formula Ulangan
Daya Serap
Hari
Hari
(mg/ml)
ke-1
ke-28
1
66
66
0
F1
2
66
66
0
3
66
66
0
Rerata
66
66
0
1
66
71
5
F2
2
71
71
0
3
71
71
0
Rerata
69,3
71
1,6
1
71
69
2
2
71
71
0
F3
3
71
69
2
Rerata
71
69,6
1,3
1
74
71
3
2
71
71
0
F4
3
71
71
0
Rerata
72
71
1
1
66
66
0
2
66
66
0
F5
3
66
66
0
Rerata
66
66
0
Hasil uji daya serap yang
diperoleh krim ekstrak kulit batang
kersen berkisar antara 66 mg/ml- 71
mg/ml selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 4.4. Menurut Juwita, Anisa
(2013) syarat uji daya serap pada kulit
harus mempunyai kelarutan yang sesuai
dalam mineral dan air dengan kadar
1mg/1 ml air. Hasil pengujian daya
serap krim formula 1%, 2%, 4%,
kontrol (-), dan kontrol (+) memenuhi
syarat uji daya serap karena lebih dari 1
mg/1ml air.
Uji Viskositas
Pengujian viskositas dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui
kestabilan dari suatu sediaan. Hasil
pengukuran viskositas krim ekstrak
kulit batang kersen hari 1 dan 28 dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut :
63
Tabel 5. Hasil uji viskositas (Cp) krim ekstrak kulit batang kersen
Viskositas (Cp)
Formula
Ulangan
Selisih
Perubahan
Viskositas (Cp)
Hari
ke-1
31.200
Hari
ke-28
35.000
F1
2
3
Rerata
1
30.100
32.400
31.233
18.000
33.700
33.600
34.100
17.800
3.600
3.700
3.700 e
200
F2
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
19.000
19.900
18.966
16.500
17.400
16.800
16.900
13.200
15.400
16.000
14.866
35.000
33.200
33.800
34.000
18.900
19.700
18.800
16.000
16.800
16.200
16.333
12.200
14.500
15.000
13.900
37.000
35.200
35.800
36.000
100
100
133,3 a
500
600
600
566 b
1.000
900
1.000
2.900 c
2.000
2.000
2.000
2.000 d
F3
F4
F5
3.800
F3
F4
F5
1
28
1
28
1
28
m/a
m/a
m/a
m/a
m/a
m/a
Tabel 7 Hasil nilai SPF dari masing - masing formula krim tabir surya
Perlakuan Nilai SPF pada Jumlah
Rerata
pengulangan
I
II
III
F1
1,16 1,15 1,18 3,505
1,168
1
8
6
F2
1,12 1,11 1,12 3,363
1,121
3
6
4
F3
1,14 1,12 1,17 3,449
1,149
8
9
2
F4
1,14 1,15 1,14 3,443
1,147
5
6
2
F5
2,90 2,87 2,91 8,691
2,897
4
7
0
Menurut Wasitaadmaja (1997), pembagian tingkat kemampuan tabir surya
sebagai berikut :
a.
Nilai SPF antara 2-4
: minimal
b. Nilai SPF antara 4-6
: sedang
c.
Nilai SPF antara 6-8
: ekstra
d. Nilai SPF antara 8-15 : maksimal
e.
Nilai SPF lebih dari 15 : ultra
Berdasarkan klasifikasi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa seluruh
formula krim ekstrak kulit batang
kersen dengan konsentrasi 1%, 2%, dan
4% tidak memiliki aktivitas tabir surya.
65
66
67
SARAN
Disarankan untuk melakukan
formulasi yang lebih baik untuk
memperbaiki
stabilitas
pH
dan
viskositas dalam pembuatan krim dan
disarankan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut yaitu secara in vivo agar
bisa diketahui efek antioksidan dalam
menangkal radikal bebas pada tubuh
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Alista, Mela., Isolasi Identifikasi Dan
Uji Antioksidan Senyawa Fenolik
Dari Kulit Batang Kersen
(Muntingia calabura). Surabaya.
1
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia,
Edisi IV. 1995. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.7
Anonim.2009.Natura
Kos.
Badan
Pengawas Obat Dan Makanan RI
Juwita, Anisa dkk., 2013. Formulasi
Krim Ekstrak Etanol Daun Lamun
(Syringodium
isoetifolium).
Pharmacon
Jurnal
IlmiahUNSRAT. Vol. 2 (02)
Kusdiana, erry., 2012. Aktivitas Tabir
Surya Krim Ekstrak Rimpang
Kencur (Kaemferia galanga L.).
Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi. Palu.
Lachman, L. Dkk. 2008. Teori dan
Praktek Farmasi Industri. UIPress. Jakarta.
68
69
aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa. The research design used Complete
Randomized Design (RAL). Extract leaf cherry (Muntingia calabura) soxhletasi
obtained by using 96% ethanol. Extracts obtained gel formulated in dosage forms with
various concentration of 0%, 2%, 4%, 8%. Tests were conducted that test the stability of
the physical quality (organoleptic, pH, viscosity) and the antibacterial activity of
antiseptic gel. Data obtained on the organoleptic test were analyzed descriptively and
the data obtained in testing the pH, viscosity and antibacterial activity were analyzed
using One Way Anova statistics. The test results demonstrate the stability of physical
quality gel variation cherry leaf extract concentrations of 0%, 2%, 4% and 8% in the gel
do not affect the stability of the physical quality of the gel which includes test
organoleptic, pH and viscosity. The test results show antibacterial activity in the cherry
leaf extract gel formula 4 has antibacterial activity optimal against Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, and Pseudomonas aeruginosa.
Keywords: cherry leaf extract, antiseptic gel, Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa.
PENDAHULUAN
Tumbuhan
merupakan
keseragaman hayati yang selalu ada
disekitar lingkungan baik yang tumbuh
secara liar maupun yang sengaja
dibudidayakan. Ribuan tanaman secara
tradisional telah digunakan sebagai
pengobatan
maupun
perawatan
kesehatan
Didukung
dengan
pengembangan penelitian ilmiah obat
tradisional, tumbuhan yang berkhasiat
sebagai
obat
sudah
banyak
diformulasikan dalam bentuk sediaan
modern.1,2 Salah satu tumbuhan
berkhasiat sebagai obat yang dapat
digunakan dalam pengembangan obat
tradisional yaitu tumbuhan kersen.
Khasiat
tumbuhan
kersen
bagi
kesehatan
yaitu
sebagai
obat
antiinflamasi, asam urat, antitumor,
batuk, peluruh dahak, diabetes mellitus
dan memiliki aktivitas antibakteri. Hasil
penelitian YP Arum, dkk. (2012)
menunjukkan ekstrak daun kersen
mengandung flavonoid, saponin, steroid
70
71
F4
8
F5
1
15
Sediaan gel
dipasaran
mengandun
g zat aktif
triclosan
0,3
0,5
100
72
73
Analisis Data
Rancangan
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL). Data
yang diperoleh pada pengujian stabilitas
mutu fisik organoleptik dianalisis secara
deskriptif, sedangkan pH dan viskositas
dianalisis secara statistik menggunakan
metode One way anova (analisa varians
satu arah) pada taraf kepercayaan 95%.
Data yang diperoleh pada aktivitas
antibakteri gel antiseptik dianalisis
secara statistik menggunakan metode
One way anova pada taraf kepercayaan
95%, dilanjutkan dengan uji Duncan.
Rendemen
=
100%
100%
= 26,96%
F2
1
Bening, hampir tidak berbau,
setengah padat
Hijau kehitaman, bau khas
ekstrak kersen, setengah padat
F3
F4
F1
28
Bening, hampir tidak
berbau, setengah padat
Hijau kehitaman, bau khas
ekstrak kersen, setengah
padat
Hijau kehitaman, bau khas
ekstrak kersen, setengah
padat
Hijau kehitaman, bau khas
ekstrak kersen, setengah
padat
F1
F2
F3
F4
Ulangan
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
1
2
3
Rerata
pH selama
penyimpanan (hari)
1
28
5,08
6,00
5,09
5,70
5,14
5,50
5,10
5,7
4,78
5,18
4,7
5,27
4,89
5,36
4,79
5,27
4,97
5,58
4,96
5,49
4,96
5,50
4,96
5,52
4,81
5,28
4,82
5,31
4,82
5,29
4,81
5,29
75
Selisih viskositas
hari ke-1 dan hari
ke-28
12.900
15.200
10.600
12.900b
4.300
4.000
3.000
3.766a
4.000
5.100
5.500
4.866a
2.700
3.100
2.400
2.733a
76
Pembahasan
penelitian ini dilakukan uji
penapisan fitokimia untuk mengetahui
adanya kandungan senyawa yang
terdapat pada serbuk simplisia dan
ekstrak daun kersen. Senyawa-senyawa
yang dilakukan pengujian penapisan
fitokomia yaitu alkaloid, steroid atau
triterpenoid, flavonoid, saponin, tanin
dan
polifenol.
Hasil
pengujian
penapisan
kandungan
fitokimia
menunjukkan serbuk simplisia dan
ekstrak daun kersen positif mengandung
senyawa alkaloid, steroid, flavonoid,
Rerata (x)
7.16a
0.5b
4.54c
4.67c
5.37d
77
pengembangan
struktur
carbopol
menurun. Viskositas juga dipengaruhi
oleh suhu yang tidak stabil selama
penyimpanan dan kemasan yang kurang
kedap
dapat
menyebabkan
gel
menyerap uap air dari luar, sehingga
menambah volume air dalam sediaan.
(Retno, S. dkk. 2006, Septiani, S. dkk.
2012).
Hasil uji aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Escherichia
coli,
Pseudomonas
aeruginosa untuk kontrol positif
menunjukkan
perbedaan
yang
signifikan,
karena
menghasilkan
aktivitas antibakteri yang paling besar
dibandingkan F1, F2, F3 dan F4.
Diameter hambat yang diperoleh pada
kontrol
positif
untuk
bakteri
Staphylococcus aureus sebesar 11,33
mm, Escherichia coli sebesar 8,26 mm
dan Pseudomonas aeruginosa sebesar
7,16 mm. Kontrol positif yang
digunakan adalah sediaan gel yang
beredar dipasaran dengan bahan aktif
triclosan.
F1 memiliki
aktivitas
antibakteri Staphylococcus aureus,
Escherichia
coli,
Pseudomonas
aeruginosa karena menggunakan bahan
tambahan natrium metabisulfit sebagai
pengawet dan propilenglikol yang
digunakan sebagai humektan memiliki
sifat antibakteri. Diameter hambat yang
diperoleh untuk bakteri Staphylococcus
aureus sebesar 1,41 mm, Escherichia
coli sebesar 0,70 mm dan Pseudomonas
aeruginosa sebesar 0,5 mm. F1
menunjukkan
perbedaan
yang
signifikan terhadap kontrol positif, F2,
F3 dan F4, sehingga dapat dikatakan F1
tidak
mempengaruhi
aktivitas
antibakteri pada F2, F3 dan F4.
78
79
menyebabkan
denaturasi
protein,
menghambat pembentukan protein
sitoplasma dan asam nukleat serta
menghambat ikatan ATP-ase pada
membran sel (Santoso S, dkk. 2011).
Tanin yang dimiliki oleh ekstrak daun
kersen mempunyai sifat spasmolitik,
diduga dapat mengkerutkan dinding sel
atau
membran
sel
sehingga
mengganggu permeabilitas sel itu
sendiri. Terganggunya permeabilitas sel
tidak dapat melakukan aktivitas
sehingga pertumbuhannya terhambat
atau bahkan mati (Sanarto Santoso dkk.
2011). Saponin mampu berikatan
dengan lipopolisakarida pada dinding
sel bakteri, meyebabkan meningkatnya
permeabilitas
dinding
sel
(Noorhamdani, dkk. 2011).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa :
1. Variasi konsentrasi ekstrak daun
kersen 0%, 2%, 4% dan 8% dalam
gel tidak mempengaruhi stabilitas
mutu fisik gel yang meliputi pH dan
viskositas.
2. Formula 4 mempunyai aktivitas
antibakteri yang optimal terhadap
bakteri
Staphylococcus
aureus,
Escherichia coli, dan Pseudomonas
aeruginosa
Daftar Pustaka
Alista, Mela. Isolasi Identifikasi Dan
Uji Antioksidan Senyawa Fenolik
Dari Kulit Batang Kersen
(Muntingia calabura). [Tesis].
Universitas Sumatera Utara.
80
81
82
(Artocarpus heterophyllus Lam) in lowering blood glucose levels against white rat
(Rattus norvegicus) and the dose of determining the ethanol extract of the stem bark of
jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam) as effectively in lowering the levels of blood
glucose rats (Rattus norvegicus). Ethanol extract of the stem bark of jackfruit
(Artocarpus heterophyllus Lam) use maceration metode. In this study using a statistical
test Analysis of variance (F-test) with a 95 % confidence level using a group
randomized design (RGD). Trials animals using 20 rats were divided into 4 groups.
Each group was given a different treatment. The treatment I was given a suspension of
Na-CMC as a negative control (-). Treatments II, III and IV administered stem bark
extract of jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam) with various dose respectively 125
mg/kg bb, 250 mg/kg bb and 500 mg/kg bb. Treatment V given glibenclamide
suspension as a positive control (+). The results of the analysis show that the dose of
the ethanol extract of the stem bark of jackfruit is effect on blood glucose levels
decrease in rats at day 14. Based on HSD test further shows that the dose that
effectively lower blood glucose levels of mice is 250 mg/kg bb
Keywords :
PENDAHULUAN
Penyakit degeneratif merupakan
suatu penyakit akibat fungsi atau
struktur dari jaringan atau organ tubuh
menurun. Peristiwa ini terjadi dari
waktu ke waktu, yaitu dari keadaan
normal menjadi lebih buruk. Munculnya
penyakit degeneratif memiliki korelasi
yang cukup kuat dengan bertambahnya
proses
penuaan
usia.
Penyebab
utama adalah perubahan gaya hidup dan
cara hidup yang kurang sehat sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan
jumlah penyakit degeneratif. Penyakit
ini disebabkan karena kurangnya
melakukan aktivitas dan olahraga serta
pola diet yang tinggi lemak. Pola
makanan yang telah bergeser saat ini,
yaitu dari makanan yang berserat dan
rendah kalori menuju makanan yang
siap saji (serba instan) dan berkalori
tinggi. Penyakit yang termasuk dalam
penyakit
degeneratif
adalah
83
METODE PENELITIAN
Penelitian
dilaksanakan
di
laboratorium
Fitokimia
dan
Farmakognosi STIFA Pelita Mas
Palu dan laboratorium FarmakognosiFitokimia Program Studi Farmasi
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
Alam
Universitas
Tadulako Palu yang dimulai pada
bulan Mei
2014 sampai dengan bulan Juni 2014.
- Alat yang digunakan
Blender
(National),
Glukometer
(Nessco), Kandang hewan uji, Penangas
air (Denville), Rotary evaporator
(Eyela), Seperangkat alat gelas, Spuit
injeksi 5 ml (Terumo Syringe), Spuit
oral 10 ml (Terumo Syringe), Tabung
reaksi (Pyrex), Timbangan analitik
(Sartorius), Timbangan hewan uji
(Ohaus).
-Bahan yang digunakan
Aqua pro injeksi, Asam klorida, Besi
(III) klorida, Pereaksi Dragendrof LP,
Etanol 96%, Glibenklamid (PT.
Indofarma), Hewan uji tikus putih
(Rattus
novergicus), Kulit Batang
Nangka (Artocarpus heterophyllus
Lam), Streptozotocin (Bio world),
Serbuk magnesium, Na CMC.
-Pengambilan dan pengolahan
sampel5
Bahan yang digunakan adalah kulit
batang
nangka
(Artocarpus
heterophyllus Lam) yang diperoleh dari
daerah sekitar kota palu, Provinsi
Sulawesi Tengah. Kulit batang nangka
(Artocarpus
heterophyllus
Lam)
diambil dengan pisau/parang
dan
dikumpulkan, kemudian dibersihkan
84
ekstrak
batang nangka6
etanol
kulit
85
Langkah V
Pada hari ke 7 dan ke 14 setelah
perlakuan, tikus dipuasakan selama 16
jam (tetap diberi air minum) kemudian
kadar glukosa darah tikus diukur
kembali dan semua data kadar glukosa
darah tikus yang telah diambil dicatat.
Analisis Data
Data hasil pengukuran glukosa darah
tikus dicatat untuk setiap perlakuan.
Data hasil pengamatan yang diperoleh
dianalisis
dengan
menggunakan
Rancangan Acak Kelompok
(RAK)
dengan uji statistik Analisis Sidik
Ragam (ANSIRA) dengan taraf
kepercayaan 95%.
Hasil
Negatif
Positif
Negatif
Positif
Positif
Keterangan :
Negatif : Tidak mengandung senyawa yang diuji
Positif : Mengandung senyawa yang diuji
86
Tabel 2. Data penurunan kadar glukosa darah tikus setelah pemberian ekstrak
kulit batang nangka pada hari ke 7
Penurunan Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
Perlakuan
Jumlah
Rerata
2
3
4
92
269
87
480
120a
Perlakuan
1
32
162
124
40
85
411
53
113
111
141
418
129
75
90
72
366
Kontrol (+)
Glibenklamid
202
125
113
168
608
102,75a
104,5a
91,5a
152a
Keterangan :
Abjad yang sama menunjukan perbedaan yang tidak signifikan
Abjad yang berbeda menunjukan ada perbedaan yang signifikan
Tabel 3. Data penurunan kadar glukosa darah tikus setelah pemberian ekstrak
kulit batang nangka pada hari ke 14
Perlakuan
Jumlah
Rerata
87
97
282
82
548
137a
278
256
245
241
1020
255a
306
294
263
259
1122
338
274
268
270
1150
280,5b
287,5b
Kontrol (+)
Glibenklamid
392
320
268
338
1318
329,5b
Keterangan :
Abjad yang sama menunjukan perbedaan yang tidak signifikan. Abjad yang berbeda
menunjukan ada perbedaan yang signifikan.
87
Keterangan :
t0 : Kadar glukosa darah awal
t1 : Kadar glukosa darah Hari ke 3 setelah induksi
t2 : Kadar glukosa darah pada hari ke 7 Setelah perlakuan
t3 : Kadar glukosa darah pada hari ke 14 Setelah perlakuan
Pembahasan
Berdasarkan hasil uji penapisan
fitokimia, diketahui bahwa ekstrak kulit
batang
nangka
(Artocarpus
heterophyllus
Lam)
positif
mengandung senyawa flavonoid, tanin
dan polifenol. Penentuan adanya
perbedaan yang signifikan antara
masing-masing dosis ekstrak kulit
batang
nangka
(Artocarpus
heterophyllus Lam) dilakukan dengan
uji statistik Analisis Sidik Ragam
(ANSIRA) pada taraf kepercayaan
95% yang menggunakan Rancangan
Acak (Artocarpus heterophyllus Lam)
terhadap penurunan kadar glukosa
darah tikus putih, karena Fhitung
(0,70) < dari Ftabel (3,49), sedangkan
pada hari ke 14 ada pengaruh yang
signifikan antara dosis ekstrak kulit
88
halus
sehingga
mengurangi
penyerapan sari makanan dan sebagai
akibatnya menghambat asupan gula
dan laju peningkatan gula darah tidak
terlalu tinggi.10
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Ekstrak
kulit
batang
nangka
(Artocarpus
heterophyllus Lam) memiliki efek
terhadap penurunan kadar glukosa
darah tikus
putih
(Rattus
norvegicus).
2. Dosis ekstrak kulit batang nangka
(Artocarpus heterophyllus Lam)
yang efektif terhadap penurunan
kadar glukosa darah tikus putih
(Rattus norvegicus) adalah dosis
250 mg/Kg BB.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmida, A,. 2011. Antidiabetic,
Antihyperlipidemic
and
Antioxodant Effects of Aqueous
Extract of the Roots of Cynara
cornigera in Alloxan-induced
Experimental Diabetes Mellitus.
International Journal
of
Pharmacology
7(7).
Public
Health
Faculty,
Garyounis
University. Benghazi. Libya.
Chandrika.
2006.
Hypoglycaemic
Action
Of
The Flavonoid
Fraction
Of
Artocarpus
heterophyllus Leaf, Afr.J.Trad.
CAM.
Ersam, T. 2001. Senyawa Kimia
Makro
Molekul Beberapa
Tumbuhan Artocarpus Hutan
89
90
91
pengobatan
jangka
panjang.
Penggunaan obat tradisional secara
umum dinilai lebih aman dari pada
penggunaan
obat
modern
jika
digunakan dengan dosis yang tepat.1,2
Salah satu tanaman obat yang
berasal dari daratan Tiongkok yang
dikenal dengan nama asli Dheng
San Chi atau di Indonesia disebut
dengan binahong, memiliki khasiat
penyembuhan yang luar biasa dan
telah ribuan tahun dikonsumsi oleh
bangsa Tiongkok,
Korea, Taiwan
dan
lain-lain.
Seluruh bagian
tanaman ini berkasiat, mulai dari akar,
batang
dan
daunnya.
Pemanfaatannya bisa direbus atau
dimakan
sebagai
lalapan
untuk
daunnya. Tanaman ini sebenarnya
sudah lama ada di Indonesia dan biasa
disebut gendola. Berdasarkan data
92
empiris di masyarakat,
binahong
dipercaya
dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit, antara lain
batuk atau muntah darah, penyakit
paru-paru, diabetes melitus, hipertensi,
ambeien, disentri, gusi berdarah, luka
setelah operasi atau melahirkan,
jerawat, luka akibat kecelakaan, luka
bakar, meningkatkan vitalitas pria,
menjaga
stamina,
menurunkan
kolesterol, serta
antiinflamasi.1,2
Inflamasi
atau
peradangan
merupakan suatu respon
normal
tubuh terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia,
dan zat mikroorganisme. Melalui
inflamasi itulah, tubuh membuang sel
yang rusak, mengeluarkan toksin
pengganggu,
melawan
kuman
(mikroorganisme) penginvasi, dan
memulai proses perbaikan jaringan,
bersama
fungsi
detoksifikasi
(penghilang racun hasil metabolisme
tubuh),
fungsi
inflamasi
juga
menjadi bagian
dari
sistem
kekebalan tubuh. 3
Pengobatan inflamasi umumnya
menanggulangi
gejala nyeri yang
merupakan gejala awal inflamasi
dan mengurangi serta menurunkan
peradangan dan kekakuan. Namun,
penggunaan jangka panjang obat-obat
anti inflamasi seperti Non Steroidal
Antiinflammatory Drugs (NSAIDs)
cenderung mempunyai efek samping
yang merugikan seperti gangguan
gastrointestinal, meningkatkan iritasi
lambung, nefrotoksik dan
heptotoksik.3,4
Penelitian
mengenai
binahong
93
digunakan,
mampu
menjaga
kelembapan
kulit,
serta
tidak
mengiritasi
kulit. Pengujian efek
antiinflamasi ekstrak daun binahong
dilakukan secara topikal terhadap
telapak kaki tikus dengan penginduksi
larutan
karagenan
1%
(b/v).
Penggunaan
karagenan
sebagai
penginduksi radang memiliki banyak
keuntungan
yaitu
tidak
menimbulkan kerusakan jaringan dan
memberikan respon yang lebih peka
terhadap obat antiinflamasi dibanding
senyawa iritan lainnya.5,6
Berdasarkan latar belakang di
atas maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah apakah salep
ekstrak daun binahong memiliki efek
antiinflamasi
terhadap
penurunan
radang kaki tikus putih dan berapakah
konsentrasi
salep
ekstrak
daun
binahong
yang efektif
sebagai
antiinflamasi. Tujuan penelitian ini
adalah
untuk
mengetahui
efek
antiinflamasi salep ekstrak daun
binahong terhadap penurunan radang
kaki
tikus
putih
dan untuk
mengetahui konsentrasi salep ekstrak
daun binahong yang efektif sebagai
antiinflamasi.
Selanjutnya
hasil
penelitian
ini diharapkan
dapat
dijadikan sebagai informasi dalam ilmu
pengetahuan
dan
juga
dalam
pengembangan
obat
tradisional
yang
digunakan secara
empiris
menjadi suatu sediaan fitofarmaka
dengan efek antiinflamasi secara
topikal dan dapat dimanfaatkan untuk
dijadikan sebagai salah satu pengobatan
komplementer yang dapat digunakan
pada pengobatan antiinflamasi.
Variasi
konsentrasi
ekstrak
daun
binahong yang
digunakan
dalam penelitian ini adalah 10%,
20% dan 40% yang dibandingkan
dengan sediaan
gel natrium
diklofenak
sebagai
kontrol
positif. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
penelitian
eksperimental
dengan menggunakan
rancangan
acak
lengkap
(RAL) dengan
perlakuan pada kelompok I sebagai
kontrol negatif yang menggunakan
salep tanpa ekstrak daun binahong,
kelompok II, III, IV (salep ekstrak
daun binahong dengan konsentrasi
10%,
20%
dan 40%)
dan
kelompok
V
sebagai
kontrol
positif menggunakan
gel
natrium
diklofenak.
Data
hasil pengujian
mutu
fisik
dan
pengujian
efek antiinflamasi
sediaan salep
ekstrak
daun
binahong dianalisis
secara statistik dengan metode analisis
sidik ragam (ANSIRA) dengan taraf
kepercayaan 95%.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada
bulan September-November 2014,
bertempat
di
laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia STIFA Pelita
Mas Palu, Laboratorium Farmasetika
FMIPA Universitas Tadulako Kota
Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Alat yang digunakan
Alat-alat
gelas (Pyrex),
Batang
pengaduk, Cawan porselin, Neraca
analitik (Sarltorius),, Penangas air
(Memmert),
Pipet tetes, Rotary
vacuum evaporator (Buchi R-3000),
Spatula, Spoit, Mortir dan Stamper,
94
Sudip,
Timbangan
hewan,
Plestimometer air raksa, pH-meter
(Ecosense pH meter), Gegep, Wadah
maserasi
Bahan yang digunakan
Hewan uji, Daun Binahong, Etanol
96%, Aquadest, Vaselin putih, Gel
Natrium Diklofenak, Karagenan
Penyiapan Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun binahong
yang masih segar dan berwarna hijau
yang
diambil
Desa
Jonoge,
Kecamatan
Sigi Biromaru,
Kota
Palu. Daun binahong yang diambil,
dikumpulkan, dicuci dengan air bersih,
disortasi basah selanjutnya
sampel
dirajang dan dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan
dan
tidak
terkena
sinar matahari
langsung
lalu disortasi
kering
kemudian
diserbukkan dan ditimbang sesuai
dengan kebutuhan.
Pembuatan ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan
dengan menggunakan metode maserasi,
yaitu serbuk simplisia daun binahong
ditimbang 1500 g lalu diekstraksi
menggunakan etanol 96% sebanyak 5
L selama 3 hari (setiap hari diaduk)
dalam 3 wadah. Ekstrak kemudian
disaring menggunakan kertas saring
dan diperoleh filtrat pertama. Residu
yang diperoleh diekstraksi kembali
(remaserasi) selama 3 hari dan
diperoleh filtrat kedua.
Selanjutnya filtrat pertama dan
filtrat kedua diuapkan menggunakan
evaporator pada suhu 70oC sampai
volumenya menjadi volume awal.
Kemudian
dilakukan
pengentalan
menggunakan penangas air pada suhu
60oC sampai diperoleh ekstrak kental
daun binahong sebanyak 97,66 g.
Uji Penapisan Fitokimia
1. Uji Alkaloid
Ekstrak
sebanyak
0,5
g
ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N
dan 9 mL air suling, dipanaskan di
atas penangas air selama 2 menit.
Didinginkan dan saring. Filtrat yang
diperoleh kemudian diambil 3 tetes,
ditambah 2 tetes larutan pereaksi
Dragendroff (Bi(NO3)3/KI). Adanya
endapan
menggumpal berwarna
jingga
kemerahan
menunjukan
sampel positif mengandung alkaloid.
2. Uji Flavonoid
Ekstrak
sebanyak
0,5
g
ditambahkan
air panas, didihkan
selama 5 menit dan disaring dalam
keadaan panas, ke dalam 5 mL filtrat
ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium,
1 mL asam klorida pekat dan 2 mL
amil alkohol, dikocok dan dibiarkan
memisah. Flavonoid
positif
jika
warna merah, kuning, jingga pada
lapisan amil alkohol.
3. Uji Saponin
Ekstrak
sebanyak
0,5
g
dimasukkan dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 10 mL air panas,
didinginkan kemudian dikocok kuat
selama 10 detik. Adanya
buih
setinggi 1-10 cm tidak kurang dari
10 menit dan tidak hilang dengan
penambahan 1 tetes asam klorida 2 N
menunjukkan adanya saponin.
4. Uji Tanin
Ekstrak
sebanyak
0,5
g
ditambahkan dengan 10 mL air suling
95
Formula
Salep
10 %
20%
40%
Bahan Obat
Ekstrak
Daun
Vaselin
Binahong
Putih (g)
(g)
10
90
20
80
40
60
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
100
c.
dengan
pemberian
gel
diklofenak
(GD)
sebagai
kontrol positif sebanyak
4
ekor.
Tiga
kelompok
hewan
uji
dengan pemberian salep ekstrak
daun binahong (SEDB) sebanyak 4
ekor dengan konsentrasi
10%,
20%, dan 40% yaitu SEDB10,
SEDB20, SEDB40. 40 Kandang
tikus putih terbuat dari ram-ram
dengan ukuran 45x30 cm dimana
setiap rak terdiri dari 4 ekor tikus
putih. Alas kandang tikus putih
diberikan serutan kayu dan diganti
setiap 3 hari.
Pengujian Antiinflamasi
Induksi antiinflamasi dilakukan
dengan menyuntikkan karagenan pada
kaki
tikus. Volume kaki tikus
diukur dengan mencelupkan kaki
tikus pada tabung berisi air raksa
yang dihubungkan dengan tabung
yang
berskala
yang
disebut
plestimometer.
Cara kerja
1. Pada
hari
pengujian
menyiapkan
hewan
uji dan
memberi tanda pada masingmasing sendi kaki hewan uji
sebagai
batas
pengukuran
volume kaki tikus. Volume kaki
tikus sebagai volume awal (Vo)
yaitu volume kaki sebelum diberi
obat
dan
diinduksi
dengan
karagenan. Kemudian
masingmasing
tikus
diinduksi
dengan
karagenan 1% (b/v)
sebanyak
0,1
mL
secara
intraplantar untuk memberikan
efek peradangan pada telapak
97
2.
kaki tikus.
Setelah
1 jam masing-masing
telapak kaki tikus diberi obat
topikal dengan mengoleskan obat
pada bagian yang bengkak dan
dibalut
dengan
kain
kasa
hingga telapak kaki tertutup
semua.
98
99
Keterangan :
F1 = Formula salep tanpa ekstrak
F2 = Formula salep konsentrasi ekstrak 10% F3 = Formula salep konsentrasi ekstrak
20% F4 = Formula salep konsentrasi ekstrak 405%
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas
Keterangan : Abjad yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan dan abjad
yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan
Tabel 7. Hasil Rata-rata Persen Radang (%)
Keterangan :
Abjad yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan
sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan
dan
abjad
yang
100
PEMBAHASAN
Hasil
pengujian
fitokimia
(Tabel 2) menunjukkan bahwa daun
asam jawa mengandung alkaloid,
flavonoid,
saponin,
tanin,
dan
polifenol. Ekstrak daun asam jawa
diformulasikan
dalam sediaan salep
dalam tiga variasi konsentrasi yaitu
10%, 20% dan 40%. Formulasi salep
tanpa ekstrak (0%) digunakan sebagai
kontrol negatif kemudian dilakukan
evaluasi
mutu fisik sediaan salep
ekstrak daun asam jawa yang meliputi
uji organoleptik, uji pH salep, uji
homogenitas, dan uji daya sebar
yang dilakukan dilakukan selama 3
minggu penyimpanan yaitu pada hari
ke-1, 7, 14 dan 21.
Pengujian organoleptik (Tabel
3) adalah pengujian yang dilakukan
dengan mengamati dari bentuk, bau,
dan warna sediaan salep secara
visual. Uji organoleptik pada salep
dengan berbagai konsentrasi ekstrak
memiliki warna yang berbeda-beda
seperti yang terlihat pada Tabel 3.
Salep F1 tanpa ekstrak menunjukkan
warna putih karena menggunakan
vaselin putih sebagai basis salep. salep
F2 menunjukkan warna hijau agak
tua, salep F3 menunjukkan warna
hijau tua dan F4 menunjukkan warna
tua pekat. Perbedaan warna tersebut
disebabkan oleh perbedaan konsentrasi
ekstrak daun binahong pada salep.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak
daun binahong yang digunakan maka
warna
salep
semakin
pekat.
Pengamatan bau salep ekstrak daun
asam jawa menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi ekstrak
maka semakin kuat aroma khas
kehamilan.
Tikus
putih
yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini
sebanyak 20 ekor yang dibagi dalam
5 kelompok perlakuan yaitu kontrol
negatif, konsentrasi 10%, konsentrasi
20%, konsentrasi 40% dan kontrol
positif menggunakan sediaan topikal
gel natrium diklofenak 1%, tiap 1
gram gel mengandung Diklofenak
dietilamin setara dengan 10 gram NaDiklofenak.40
Pemberian induksi radang pada
hewan
uji
dilakukan
dengan
menggunakan larutan lambda ()
karagenan 1% (b/v) sebanyak 0,1 ml
yang disuntikkan secara intraplantar
pada
telapak
kaki
tikus.
Pembentukan
radang
oleh
karagenan
menimbulkan
gejala
peradangan akut, tidak meninggalkan
bekas, tidak menyebabkan kerusakan
pada jaringan, dan udem yang
dihasilkan berangsur-angsur berkurang
setelah 24 jam. Penggunaan karagenan
sebagai penginduksi radang karena
karagena memiliki respon yang lebih
baik terhadap obat antiinflamasi
dibanding
senyawa iritan lainya
(formalin, mustard, kaolin, racun ular,
polivinilpirolidin, yeast, ovalbumin)
terutama
untuk
obat-obat
antiinflamasi yang bekerja dengan
menghambat sintesis prostaglandin.6
Mekanisme karagenan dalam radang
akibatnya terjadi pembengkakan pada
daerah tersebut.13
Pengukuran udem kaki tikus
menggunakan alat plestimometer air
raksa.
Prinsip
pengukuran
plestimometer air raksa berdasarkan
hukum Archimedes yaitu benda yang
yang berperan
pada biosintesis
prostaglandin (mediator inflamasi).
Mekanisme
flavonoid
dalam
menghambat
proses
terjadinya
inflamasi melalui dua cara, yaitu
dengan
menghambat
enzim
lipooksigenase
dan
enzim
siklooksigenase-2.
Enzim
lipooksigenase
mengubah
asam
arachidonat menjadi leukotrien, dimana
leukotrien menyebabkan tertariknya
leukosit dalam jumlah besar untuk
menginvasi daerah peradangan dan
menyebabkan
banyak
gejala
peradangan. Enzim siklooksigenase2
mengubah asam
arachidonat
menjadi
prostaglandin,
dimana
prostaglandin
menyebabkan
peradangan.14
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
uji
aktivitas
antiinflamasi salep ekstrak daun
binahong dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Salep ekstrak daun binahong
(Anredera cordifolia T. Steen)
memiliki aktivitas antiinflamasi.
2. Salep ekstrak daun binahong
(Anredera cordifolia T. Steen)
dengan konsentrasi 20% memiliki
aktivitas antiinflamasi yang efektif
karena sebanding dengan kontrol
positif.
DAFTAR PUSTAKA
Anief,
M.
2007.
Farmasetika.
Penerbit
Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta. Hal. 110-113
Anonim.
2002.
Endometriosis.
Penerbit
Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta. Hal 30
105
Apriani
R.D. 2011. Uji Efek
Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak
Air
Akar
Tanaman
Akar
Kucing (Acalypha indica Linn.)
Dan Ekstrak
Etanol
70%
Rimpang Jahe Merah (Zingiber
officinale Rosc.) Terhadap Udem
Telapak
Kaki
Tikus
yang
Diinduksi Karaginan. Skripsi
Sarjana. Program Studi Farmasi,
FMIPA, Universitas Indonesia.
Depok. Hal 31-46
Hamor
G
H.
1999.
Zat
Antiradang Nonsteroid, Prinsipprinsip Kimia Medisinal, jilid
II, Edisi kedua. Gajah ada
University. Yogyakarta:. Hal
1096-1097
Hidayat, S dan Wahyuni, S. 2009. Seri
Tumbuhan
Berpotensi
Hias
Tumbuhan Merambat Ampuh
Mempesona.Penerbit PT Elex
Media Komputindo, Jakarta. Hal
41
Kesuma, T.W 2009. Uji Efek
Antiinflamasi Sediaan Topikal
ekstrak Kunyit Etanol dan Etil
Asetat
Rimpang
Tumbuhan
Kunyit
(Curcuma
domestika
Val.) Terhadap Mencit. Fakultas
Farmasi USU, Medan. Hal 5-39
Lumbanraja, L.B. 2009. Skrining
Fitokimia
dan
Uji Efek
Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Daun
Tempuyung
(Sonchus
arvensis L.) terhadap Radang
pada Tikus. Fakultas Farmasi
USU, Medan. Hal 12-21
Merari
J.,
2009.
Uji
Daya
Antiinflamasi Ekstrak Etanolik
Daun
Mondokaki
(Tabernaemontana
divaricata,
96:515-519
Winter CA, Risley EA dan Nuss
GW.
Carrageenan- induced
Edema In Hind Paw Of The Rat
as an Assay For
Antiinflammatory Drugs. Proc. Soc.
Exp. Biol. Med. In Surakar,
aupama A., 2008. In-vivo Animal
models for Evaluation of Antiinflammatory Activity Review,
Issue 2.
107
105
106
107
108
Asetosal
7,2mg/kg BB
Na CMC 0,5%
Kombinasi 1
(pegagan 25%,
BW 75%)
Kombinasi 2
(pegagan 50%,
BW 50%)
Kombinasi 3
(pegagan 75%,
BW 25%)
31,25
68,25
31,25
113,00
47,25
85,75
97,25
32,75
127,0
0
154,45
N
12
1
34.3
75
12
12
12
12
1.00
0
Subset
2
3
77.2
375
79.7
683
.628
92.9
150
1.00
0
114.
948
3
1.00
0
109
Subset
2
20
20
20
46.5770
kelompok
1.000
109.14
95
1.000
Asetosal
7,2mg/kg BB
Na CMC 0,5%
Kombinasi 1
(pegagan
25%,BW 75%)
Kombinasi 2
(pegagan 50%,
BW 50%)
Kombinasi 3
(pegagan 75%,
BW 25%)
83.8200
1.000
150
100
50
0
0
Tabel
15
30
hari ke
0,030
0,0037
0,019
0,0015
0,018
0,004
0,0025
0,021
0,004
0,0027
Kontrol positif
Kombinasi dosis 1
Kombinasi dosis 2
Kombinasi dosis 3
Kontrol negatif
Sig.
12
12
12
12
12
Subset
1
2
.00675
.00742
.00867
.00925
.02258
.071
1.000
20
20
20
.00560
Subset
2
.00945
1.000
1.000
.01775
1.000
110
15
hari ke
30
111
112
113
114
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
B. Mahendra. 2005. 13 Jenis Tanaman
obat ampuh. Penerbit swadaya.
Jakarta . hal 5
Despopoulos, A. and Silbernagl, S.
(2003). Color Atlas of Physiology.
5th Ed.Thieme. Stuttgart. New
York. p. 102-105.
Hardman, J. (2001). Goodman &
Gilmans : The Pharmacological
Basis of Therapeutics, 10th ed.
Macmillan Publ. Co. London.
669-679, 1531.
Hernani,
dkk.(2009)
Pengaruh
Pemberian
Ekstrak
Daun
Belimbing
Wuluh
Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada
Hewan Uji. J. Pascapanen,
6((1):54-61.
Lange A. Richard MD, and Hillis L,
David MD. (2004). Antiplatelet
Therapy for Ischemic Heart. N
Engl J Med 2004. 350-277-80.
Lawson,
CF
et
al.
(2001).
Cyclooxgenase inhibitors and the
antiplatelet effects of aspirin. N
Engl J Med 200. 345(25):1809-17
115
Mas Palu. (Supervised by: Joni Tandi, Yuliet, Niluh Puspita Dewi). Tamarillo fruits
(Solanum betaceum Cav) contains antioxidant compounds which predicts has potential
as hepatoprotective. This study aimed to determine the effect and effective dose of
ethanol extract of tamarillo fruits (Solanum betaceum Cav) as a hepatoprotective in
terms of the levels of SGOT and SGPT male white rats induced by carbon tetrachloride
(CCl4). The method used was laboratory experimental research method with pre-test and
post-test control group design. This study used male white rats of Wistar strain, age 2-3
months and weight 150-250 g, which were divided into 5 groups. Group I as a
negative control were given Na CMC 0,5%, group II, III, and IV were given ethanol
extract of tamarillo fruits with each dose of 100 mg/kgBW, 200 mg/kgBW, 400
mg/kgBW and group V as a positive control was given Curcuma dose 100 mg/kgBW.
The treatment performed for 8 days and on day ninth was measured SGOT-SGPT after
treatment, then induced with CCl4 volume of 1,3 mL/kgBW. On day eleventh
measurements of SGOT-SGPT was repeated after induction. SGOT and SGPT data
were analyzed statistically by two way Anova. Results of two way Anova showed that
the ethanol extract of tamarillo fruits (Solanum betaceum Cav) has a hepatoprotective
effect and dose of 400 mg/kgBW is the most effective dose.
Keywords : Hepatoprotective, SGOT-SGPT, ethanol extract, tamarillo fruits (Solanum
betaceum Cav), CCl4.
PENDAHULUAN
Obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turuntemurun digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.1 Tumbuhan
yang dapat digunakan sebagai obat
tradisional memiliki keunggulan yaitu
mempunyai aktivitas biologis, karena
mengandung berbagai senyawa kimia
berkhasiat yang dapat mempengaruhi
sel-sel hidup dari suatu organ.2
Hati adalah organ yang sangat
penting untuk mempertahankan fungsi
metabolik tubuh sehingga harus dijaga
agar tetap berfungsi dengan baik.3
Kerusakan sel-sel parenkim hati akan
mengakibatkan enzim SGOT (Serum
Glutamat Okasaloasetat Transminase)
dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat
Transminase),
araginase,
laktat
dehidrogenase dan Gamma glutamil
transaminase bebas keluar sel, sehingga
enzim masuk ke pembuluh darah
melebihi keadaan normal dan kadarnya
dalam darah meningkat. Indikator yang
lebih baik untuk mendeteksi kerusakan
jaringan hati adalah SGOT dan SGPT,
karena kedua enzim ini akan meningkat
terlebih dulu bila dibandingkan dengan
enzim-enzim lainnya.4
Karbon
tetraklorida
(CCl4)
merupakan bahan kimia yang bersifat
toksik yang dapat menimbulkan
kerusakan pada hati. Senyawa CCl4
dapat menimbulkan kerusakan pada
hati, berupa degenerasi maupun
nekrosis.5 Penelitian oleh Soni pada
tahun 2008 melaporkan bahwa tikus
percobaan yang diberikan CCl4 dengan
dosis 0,05 ml/kg bobot badan mampu
120
merusak
sel-sel
hati
sehingga
mengalami degenerasi dan nekrosis.6
Hepatoprotektor adalah suatu
senyawa atau zat yang berkhasiat untuk
melindungi sel hati dari pengaruh toksik
yang dapat merusak sel-sel hati,
senyawa ini bahkan dapat memperbaiki
jaringan hati. Tanaman yang memiliki
efek sebagai hepatoprotektor antara lain
pegagan (Centella aciatica), herba
sambiloto (Andrographidis herba),
rimpang kunyit (Curcuma domestica
rhizome), daun kelor (Moringa olifera
Lamk), herba urang-aring (Eclipta alba)
dan jahe merah (Zingiber officinale
Roscoe).7 Kandungan obat herbal yang
berfungsi sebagai hepatoprotektor yaitu
silymarin, scisandra fructus, oleum
xanthorizae, curcuminoid, lecithin dan
antosianin.8
Buah
terong
belanda
mengandung vitamin E, vitamin A,
vitamin C, vitamin B6, senyawa
karotenoid, isoflavon, antosianin, dan
serat. Penelitian Singh pada tahun 2014
terhadap ekstrak metanol buah terong
belanda
menunjukkan
aktivitas
antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 39
ppm9, sedangkan penelitian Kusuma
pada tahun 2012 terhadap ekstrak
Curcuma xanthorrhiza menunjukkan
aktivitas antioksidan dengan nilai IC50
sebesar 53,13 ppm.10
Berdasarkan uraian di atas
rumusan masalah yang diangkat pada
penelitian ini yaitu apakah ekstrak
etanol buah terong belanda (Solanum
betaceum Cav) memiliki efek sebagai
hepatoprotektor dan pada dosis berapa
ekstrak etanol buah teron g belanda
efektif sebagai hepatoprotektor terhadap
kerusakan hepar tikus jantan (Rattus
METODE PENELITIAN
Alat
Alat-alat gelas, botol larutan stok,
batang pengaduk, corong, cawan
porselin, fotometer 5010, gunting steril,
kandang hewan, oven, pipet mikro,
rotavapor, sentrifuge, sonde, spoit,
tabung darah, timbangan analitik,
timbangan hewan, tabung reaksi dan
waterbath.
Bahan
Aquades, asam klorida, buah terong
belanda, CCl4, Curcuma, FeCl3, etanol
96%, minyak kelapa, Na CMC, reagen
kit SGOT dan SGPT, asam klorida,
pereaksi Wagner, pereaksi Mayer,
pereaksi
Dragendorff,
serbuk
magnesium.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Desember 2014 Februari 2015
yang dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia
dan
Laboratorium Farmakologi Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi (STIFA) Pelita
Mas Palu, Laboratorium Kimia Farmasi
Prodi Farmasi FMIPA Universitas
Tadulako (UNTAD) Palu, dan UPT
Laboratorium Kesehatan Palu.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel
Bahan uji yang digunakan pada
penelitian ini adalah buah terong
belanda (Solanum betaceum Cav).
Tanaman diperoleh dari Desa Napu
Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi
Tengah. Buah terong yang diambil
adalah buah yang matang dan segar.
Pengolahan Sampel
Buah dibersihkan dari benda
benda asing dan dicuci dengan air
mengalir, lalu dipotong kecil-kecil,
dikeringkan dengan oven suhu 500C
selama 4x24 jam, kemudian disortasi
kering dan diperoleh simplisia kering
buah terong belanda.
Pembuatan Ekstrak
Simplisia kering buah terong
belanda sebanyak 150 g dimasukkan
kedalam bejana maserasi kemudian
ditambahkan pelarut etanol 96%
sebanyak 2 L dan diamkan selama 3 x
24 jam pada suhu kamar sambil sesekali
diaduk. Dipisahkan hasil maserasi
dengan penyaringan menggunakan
kapas.
Filtrat
diuapkan
dengan
rotavapor, kemudian dipekatkan diatas
penangas air hingga diperoleh esktrak
kental.
Pembuatan Suspensi Na CMC 0,5%
Na CMC sebanyak 500 mg
dimasukkan sedikit demi sedikit
kedalam lumpang yang berisi 10 mL air
suling panas sambil digerus hingga
homogen, lalu diencerkan dengan
sedikit
aquadest,
selanjutnya
dimasukkan kedalam labu takar 100
mL. Volume dicukupkan hingga 100
mL dengan aquadest.
Pembuatan Suspensi Ekstrak buah
Terong Belanda
Ekstrak etanol buah terong
belanda (Solanum betaceum Cav)
ditimbang sebanyak 0,8 g (dosis 100
mg/kgBB), 1,6 g (dosis 200 mg/kgBB)
dan 3,2 g (dosis 400 mg/kgBB) masingmasing dimasukkan dalam suspensi Na
122
(Soho )
Ditimbang
serbuk
tablet
Curcuma yang setara dengan 8000 mg
dimasukkan dalam suspensi Na CMC
0,5% sambil digerus hingga terbentuk
suspensi lalu ditambahkan dengan
suspensi Na CMC hingga volume 100
mL. Dosis Curcuma yang diberikan
yaitu 100 mg/kgBB.11
Pembuatan Karbon Tetraklorida
Larutan karbon tetraklorida
dibuat dengan cara mencampurkan
karbon tetraklorida dengan minyak
kelapa
untuk
meningkatkan
absorpsinya.
Volume
karbon
tetraklorida yang digunakan ialah 1,3
mL/kgBB. Volume pemberian ialah
sebesar 0,26 ml per 200 g berat badan
tikus. Karbon tetraklorida diambil
sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam
labu ukur kemudian dilarutkan dengan
menggunakan minyak kelapa dengan
perbandingan
(1:1).
Menurut
Yamamoto tahun 1996 menyatakan
bahwa, CCl4 tidak dapat larut dalam air
dan hanya larut dalam lemak maka
diperlukan pelarut berupa minyak
kelapa dengan jumlah yang sama.
Pemilihan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan
adalah tikus putih jantan (Rattus
norvegicus)
galur
Wistar
yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi yaitu tikus jenis Wistar
123
Pengolahan Data
Metode
penelitian
yang
digunakan adalah metode penelitian
eksperimental laboratorium dengan
rancangan pre test dan post test dengan
kelompok kontrol (Randomized Pre and
Post Test Control Group Design). Data
yang diperoleh berupa kadar SGPT dan
SGOT dianalisis secara statistik dengan
uji Two Way Anova, uji ini digunakan
untuk mengetahui pengaruh ekstrak
buah terong belanda dan waktu
pengamatan terhadap kadar SGOT dan
SGPT tikus putih yang diinduksi CCl4.
Golongan senyawa
Alkaloid
2.
Flavanoid
3.
4.
Saponin
Polifenol dan Tanin
Pereaksi
Dragendorff
Mayer
Wagner
Serbuk Mg
+ HCl
Air + HCl
FeCl3
Hasil Pengamatan
Adanya endapan merah
Adanya endapan putih
Adanya endapan coklat
Warna merah kuning
Keterangan
Positif
Positif
Positif
Positif
Terdapat busa 1 cm
Warna hitam kehijauan
Positif
Positif
Hasil pengukuran kadar SGOT dan SGPT disajikan dalam bentuk rerata SD dapat
dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 dibawah ini:
Tabel 2 Hasil pengukuran kadar SGOT pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Kelompok
Kontrol
negatif
Kontrol positif
Kadar Setelah
Perlakuan (u/i)
78,84 3,18
67,20 6,70
61,36 6,94
Kadar Akhir
(u/i)
153,70 15,90
62,30 8,42
124
Dosis 100
mg/kgBB
Dosis 200
mg/kg BB
Dosis 400
mg/kg BB
71,10 3,12
69,80 2,33
65,10 13,95
70,70 4,26
71,30 4,93
64,3 13,86
70,70 4,26
71,30 4,93
64,3 13,86
Tabel 3. Data hasil pengukuran kadar SGPT pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Kelompok
Kontrol negatif
Kontrol positif
Dosis 100 mg/kgBB
Dosis 200 mg/kg BB
Dosis 400 mg/kg BB
Kadar setelah
perlakuan (u/i)
133,10 6,97
130,36 8,67
134,60 4,61
127,60 5,87
120,70 9,74
Kadar akhir
(u/i)
144,90 9,21
116,30 5,03
119,30 5,20
123,70 7,76
115,40 6,50
349,10 43,39
111,70 12,59
107,4 10,45
126,40 6,91
118,90 5,56
Hasil uji lanjut dengan Duncan kadar SGOT dan SGPT serta waktu perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7 dibawah ini:
Tabel 4. Hasil uji statistik Duncan terhadap kadar SGOT tikus pada kelompok
perlakuan
Subset
kelompok_perlakuan
dosis 3
kontrol positif
dosis 1
dosis 2
kontrol negative
Sig.
N
15
15
15
15
15
1
1.1833E2
1.1943E2
1.2045E2
1.2588E2
2.0904E2
1.000
.169
Tabel 5. Hasil uji statistik Duncan terhadap kadar SGOT tikus dengan waktu perlakuan
pada kelompok perlakuan
Subset
Pengamatan
kadar setelah
perlakuan
kadar awal
kadar setelah
induksi
Sig.
N
25
25
25
1
1.2393E2
1.2928E2
.167
1.6268E2
1.000
125
N
15
15
15
15
15
1
60.5033
63.6133
Subset
2
63.6133
68.6600
68.7500
.303
.110
99.7700
1.000
Tabel 7. Hasil uji statistik Duncan terhadap kadar SGOT tikus dengan waktu perlakuan
pada kelompok perlakuan
Subset
Pengamatan
kadar setelah
perlakuan
kadar awal
kadar setelah
induksi
Sig.
N
25
25
25
1
67.1880
68.2980
.634
Pembahasan
Penelitian ini menggunakan buah
terong belanda (Solanum betaceum
Cav) sebagai bahan uji. Ekstrak etanol
buah terong belanda diperoleh dengan
metode maserasi. Metode ini dipilih
karena sifat sampel yang lunak dan
mudah mengembang dalam cairan
penyari. Selain itu, maserasi merupakan
cara penyarian yang sederhana karena
cairan penyari akan menembus dinding
sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif ini akan
larut dan adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam dengan
di luar sel menyebabkan larutan yang
terpekat
keluar
hingga
terjadi
keseimbangan
konsentrasi
antara
larutan di dalam dengan di luar sel.
Cairan penyari yang
81.2920
1.000
126
127
128
129
130
Dalimartha,
S.
2001.
Ramuan
Tradisional Untuk Pengobatan
Hepatitis.
Jakarta.
Penebar
Swadaya.
Dwijantara,
RB.
2013.
Efek
Hepatoprotektif Jangka Panjang
Esktrak Metanol-air Biji Persea
americana
Mill
Terhadap
Aktivitas ALT-AST Serum pada
Tikus Jantar Wistar Terinduksi
Karbon Tetraklorida. Skripsi.
Fakultas Farmasi. Universitas
Sanata Dharma : Yogyakarta. Hal
31,32,37, 42,45.
Isma Tristanti, Fatimawali, Widdhi
Bodhi.
2013.
Uji
Efek
Hepatoprotektor Ekstrak Etanol
daun
Benalu
Langsat
(Dendropthoe petandra (L) mig)
terhadap kadar Malondialdehid
(MDA) pada hati tikus putih
jantan
Galur
Wistar
yang
diinduksi Karbon tetraklorida
(CCl4).
Jurnal.
FMIPA,
Universitas
Samratulangi
:
Manado. Hal 77.
Jawi, I Made, Ketut Budiasa. 2011.
Ekstrak Air Umbi Ubijalar Ungu
Menurunkan Total Kolesterol
serta
Meningkatkan
Total
Antioksidan
Darah
Kelinci.
Jurnal Veteriner Vol. 12 No. 2:
120-125. Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana.
Denpasar. Hal 121
Kardena, I Made, Ida Bagus Oka
Winaya. 2011. Kadar Perasan
Kunyit yang Efektif Memperbaiki
Kerusakan Hati Mencit yang
Dipicu Karbon Tetrachlorida.
Jurnal Veteriner Vol.12 No 1:3439. Fakultas kedokteran hewan,
131
132