Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN

KASUS PENYIMPANGAN
TERHADAP NILAI-NILAI
PANCASILA

DISUSUN OLEH :

ANISA RATNA .P.

( 51418006 )
PANCASILA SEBAGAI PEDOMAN HIDUP DAN

DASAR NEGARA

Anisa Ratna Palupi

ABSTRAK :

Pancasila merupakan dasar negara , selain itu pancasila bisa dikatakan sebagai
pedoman hidup. Didalam sila-sila pancasila terdapat hak-hak sebagai selayaknya
manusia yang terkandung didalamnya, selain itu sila-sila pancasila bisa kita
pakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya dengan adanya pancasila ini kita
lebih bisa menghargai disetiap perbedaan dan dengan adanya pancasila kita bisa
lebih mengenal apa arti kebersamaan serta keadilan dalam bermasyarakat yang
saling gotong-royong. Sehingga warga Indonesia dapat menciptakan bangsa
yang guyup rukun, saling mendukung satu sama lain, dan dapat bersatu demi
satu tujuan yaitu membuat bangsa Indonesia menjadi negara yang maju. Jadilah
negara yang gotong-royong sesuai pesan-pesan soekarno agar kita bisa meraih
tujuan bersama untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia.

KEYWORDS :

PANCASILA, PEDOMAN HIDUP,DASAR NEGARA


KASUS PENYIMPANGAN PANCASILA

Kasus ini sering kita temui dilayar televisi ,banyak kasus-kasus yang sering
menyimpang 5 sila dari pancasila .

I. Sila pertama yang berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa “ Artinya kita harus
lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi di Indonesia banyak
ognum-ognum yang kurang bertanggung jawab dan menyalah gunakan sila
pertama,ada beberapa penyimpangan yang pernah ada di Indonesia misalnya :

1. Perusakan tempat ibadah


2. Gerakan radikal kelmpok tertentu yang mengatas namakan agama
3. Tidak ada sikap toleransi kepada sesama

 Contoh kasusnya seperti : Bom di bali.


DAFTAR TERSANGKA :

1. Abdul Gani, didakwa seumur hidup


2. Abdul Hamid (kelompok Solo)
3. Abdul Rauf (kelompok Serang)
4. Imam Samudra alias Abdul Aziz, terpidana mati
5. Achmad Roichan
6. Ali Ghufron alias Mukhlas, terpidana mati
7. Ali Imron alias Alik, didakwa seumur hidup[2]
8. Amrozi bin Nurhasyim alias Amrozi, terpidana mati
9. Andi Hidayat (kelompok Serang)
10. Andi Oktavia (kelompok Serang)
11. Arnasan alias Jimi, tewas
12. Bambang Setiono (kelompok Solo)
13. Budi Wibowo (kelompok Solo)
14. Azahari Husin alias Dr. Azahari alias Alan (tewas dalam penyergapan oleh polisi di
Kota Batu tanggal 9 November 2005)
15. Dulmatin (tewas tanggal 9 Maret 2010)
16. Feri alias Isa, meninggal dunia
17. Herlambang (kelompok Solo)
18. Hernianto (kelompok Solo)
19. Idris alias Johni Hendrawan
20. Junaedi (kelompok Serang)
21. Makmuri (kelompok Solo)
22. Mohammad Musafak (kelompok Solo)
23. Mohammad Najib Nawawi (kelompok Solo)
24. Umar Patek alias Umar Kecil (tertangkap di Pakistan)
25. Mubarok alias Utomo Pamungkas, didakwa seumur hidup
26. Zulkarnaen
Abu Bakar Ba'asyir, yang diduga oleh beberapa pihak sebagai salah seorang yang terlibat
dalam pengeboman ini, dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan yang diajukan oleh jaksa
penuntut umum atas dugaan konspirasi pada Maret 2005, dan hanya divonis atas pelanggaran
keimigrasian.

Kronologi
Runut kejadian Pengeboman Bom Bali 2002[1]

 12 Oktober 2002 Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali
diguncang bom. Dua bom meledak dalam waktu yang hampir bersamaan yaitu
pukul 23.05 Wita. Lebih dari 200 orang menjadi korban tewas keganasan bom
itu, sedangkan 200 lebih lainnya luka berat maupun ringan. Kurang lebih 10
menit kemudian, ledakan kembali mengguncang Bali. Pada pukul 23.15 Wita,
bom meledak di Renon, berdekatan dengan kantor Konsulat Amerika Serikat.
Namun tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
 16 Oktober 2002 Pemeriksaan saksi untuk kasus terorisme itu mulai dilakukan.
Lebih dari 50 orang telah dimintai keterangan di Polda Bali. Untuk membantu
Polri, Tim Forensik Australia ikut diterjunkan untuk identifikasi jenazah.
 20 Oktober 2002 Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri
yang telah dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom di Paddy's
Pub berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX
berbobot antara 50–150 kg. Sementara bom di dekat konsulat Amerika Serikat
menggunakan jenis TNT berbobot kecil yakni 0,5 kg.
 29 Oktober 2002 Pemerintah yang saat itu dipegang oleh Megawati
Soekarnoputri terus mendesak polisi untuk menuntaskan kasus yang mencoreng
nama Indonesia itu. Putri Soekarno itu memberi deadline, kasus harus tuntas
pada November 2002.
 30 Oktober 2002 Titik terang pelaku bom Bali I mulai muncul. Tiga sketsa
wajah tersangka pengebom itu dipublikasikan.
 4 November 2002 Polisi mulai menunjukkan prestasinya. Nama dan identitas
tersangka telah dikantongi petugas. Tak cuma itu, polisi juga mengklaim telah
mengetahui persembunyian para tersangka. Mereka tidak tinggal bersama namun
masih di Indonesia.
 5 November 2002 Salah satu tersangka kunci ditangkap. Amrozi bin Nurhasyim
ditangkap di rumahnya di di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur.
 6 November 2002 10 Orang yang diduga terkait ditangkap di sejumlah tempat
di Pulau Jawa. Hari itu juga, Amrozi diterbangkan ke Bali dan pukul 20.52 WIB,
Amrozy tiba di Bandara Ngurah Rai.
 7 November 2002 Satu sketsa wajah kembali dipublikasikan. Sementara itu Abu
Bakar Ba'asyir yang disebut-sebut punya hubungan dengan Amrozi membantah.
Ba'asyir menilai pengakuan Amrozi saat diperiksa di Polda Jatim merupakan
rekayasa pemerintah dan Mabes Polri yang mendapat tekanan dari Amerika
Serikat.
 8 November 2002 Status Amrozi dinyatakan resmi sebagai tersangka dalam
tindak pidana terorisme.
 9 November 2002 Tim forensik menemukan residu bahan-bahan yang identik
dengan unsur bahan peledak di TKP. Sementara Jenderal Da'i Bachtiar, Kapolri
pada saat itu mengatakan kesaksian Omar Al-Farouq tentang keterlibatan Ustad
Abu Bakar Ba'asyir dan Amrozi dalam kasus bom valid.
 10 November 2002 Amrozi membeberkan lima orang yang menjadi tim inti
peledakan. Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin adalah eksekutor di Sari Club dan
Paddy's. Sementara M Gufron dan Mubarok menjadi orang yang membantu
mempersiapkan peledakan. Polisi pun memburu Muhammad Gufron (kakak
Amrozi), Ali Imron (adik Amrozi), dan Ari Fauzi (saudara lain dari ibu kandung
Amrozi). Kakak tiri Amrozi, Tafsir. Tafsir dianggap tahu seluk-beluk mobil
Mitsubishi L-300 dan meminjamkan rumahnya untuk dipakai Amrozi sebagai
bengkel.
 11 November 2002 Tim gabungan menangkap Qomaruddin, petugas kehutanan
yang juga teman dekat Amrozi di Desa Tenggulun, Solokuro, Lamongan.
Qomaruddin diduga ikut membantu meracik bahan peledak untuk dijadikan
bom.
 17 November 2002 Imam Samudra, Idris dan Dulmatin diduga merupakan
perajik bom Bali I. Bersama Ali Imron, Umar alias Wayan, dan Umar alias
Patek, merekapun ditetapkan sebagai tersangka.
 26 November 2002 Imam Samudra, satu lagi tersangka bom Bali, ditangkap di
dalam bus Kurnia di kapal Pelabuhan Merak. Rupanya dia hendak melarikan diri
ke Sumatera.
 1 Desember 2002 Tim Investigasi Bom Bali I berhasil mengungkap mastermind
bom Bali yang jumlahnya empat orang, satu di antaranya anggota Jamaah
Islamiah (JI).
 3 Desember 2002 Ali Gufron alias Muklas (kakak Amrozi) ditangkap di Klaten,
Jawa Tengah.
 4 Desember 2002 Sejumlah tersangka bom Bali I ditangkap di Klaten, Solo,
Jawa Tengah, di antaranya Ali Imron (adik Amrozi), Rahmat, dan Hermiyanto.
Sejumlah wanita yang diduga istri tersangka juga ditangkap.
 16 Desember 2002 Polisi menangkap anak Ashuri, Atang, yang masih siswa
SMU di Lamongan. Tim juga berhasil menemukan 20 dus yang berisi bahan
kimia jenis potassium klorat seberat satu ton di rumah kosong milik Ashuri di
Desa Banjarwati, Kecamatan Paciran, Lamongan yang diduga milik Amrozi.
 18 Desember 2002 Tim Investigasi Gabungan Polri-polisi Australia membuka
dan membeberkan Dokumen Solo, sebuah dokumen yang dimiliki Ali Gufron.
Dalam dokumen tersebut berisi tata cara membuat senjata, racun, dan merakit
bom. Dokumen itu juga memuat buku-buku tentang Jamaah Islamiah (JI) dan
topografi suatu daerah serta sejumlah rencana aksi yang akan dilakukannya.
 6 Januari 2003 Berkas perkara Amrozi diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi
Bali.
 16 Januari 2003 Ali Imron bersama 14 tersangka yang ditangkap di Samarinda
tiba di Bali.
 8 Februari 2003 Rekonstruksi bom Bali I
 12 Mei 2003 Sidang pertama terhadap tersangka Amrozi.
 2 Juni 2003 Imam Samudra mulai diadili.
 30 Juni 2003 Amrozi dituntut hukuman mati
 7 Juli 2003 Amrozi divonis mati
 28 Juli 2003 Imam Samudra dituntut hukuman mati.
 10 September 2003 Imam Samudra divonis mati.
 28 Agustus 2003 Ali Gufron alias Muklas dituntut hukuman mati
 2 Oktober 2003 Ali Gufron divonis mati.
 30 Januari 2007 PK pertama Amrozi cs ditolak
 30 Januari 2008 PK kedua diajukan dan ditolak
 1 Mei 2008 PK ketiga diajukan dan kembali ditolak
 21 Oktober 2008 Mahkamah Konstitusi tolak uji materi terhadap UU Nomor
2/Pnps/1964 soal tata cara eksekusi mati yang diajukan Amrozi cs.
 9 November 2008 Amrozi cs dieksekusi mati di Nusakambangan.

(http://www.detiknews.com/read/2008/11/09/015608/1033710/10/kronologi-bom-
bali-eksekusi-mati-amrozi-cs)

 Menurut saya : tindakan tersebut terlalu anarkis karena apa pengaruh ekonomi
dan ketersinggungan antara perkataan ,perbuatan ,tingkahlaku seseorang yang
membentuk sekelompok terorisme demi membalaskan dendam mereka .

 Cobalah untuk mengingat pesan pesan yang diucapkan oleh Soekarno yang
isinya seperti dibawah ini :

“Hanya jikalau kita kembali kepada jiwa yang demikian itulah.. kita bisa
melangkah dengan cepat perbedaan yang besar antara harapan dan realiteit.
Menjadilah kita yang penuh dinamik, satu bangsa yang hiyeg rumagang ing
gawe, satu bangsa yang tidak dengki – mendengki satu sama lain ... Menjadilah
rakyat Indonesia rakyat yang makmur, sebab ia mengerti dan menindakkan
bahwa kemakmuran hanyalah menjelma jika dipanggil dengan panggilannya:
gawe.” (Soekarno, 1952:11 Alangkah Hebanya Negara Gotong Royong,
Dr.Agustinus W. Dewantara S.S.,M.HUM:59)

Perbuatan manusia itu tidak tunggal, melainkan kompleks. Maksudnya,tindakan


mencuri, misalnya, jelas bukan hanya merupakan tindakan mengambil barang milik
orang lain tanpa izin begitu saja. Tindakan mencuri terdiri atas elemen-elemen
perbuatan yang kompleks. Tindakan itu mengalir dari rentetan motivasi untuk
melakukan pencurian. Dalam menegaskan motivasi, terdapat pula preferensi nilai
atau gradasi pertimbangan baik buruk sampai kemudian tercetus keputusan untuk
mencuri. Tetapi, keputusan mencuri belum merupakan perbuatan pencurian.
Keputusan menjadi suatu perbuatan pada waktu kehendak mengeksekusinya dalam
tindakan. Jadi, dalam tindakan mencuri, ada banyak elemen perbuatan yang
berpartisipasi didalamnya: motivasi, kehendak, eksekusi kehendak dalam perbuatan.
Karena kompleksitas perbuatan manusia, penilaian moralnya juga kompleks.
Artinya, tidak setiap tindakan mencuri dipandang salah. Ada banyak faktor yang
memengaruhi kita dalam melihat tindakan pencurian dan menghasilkan penilaian
moral yang beragam. Orang yang mencuri karena terpaksa (misalnya karena tidak
memiliki apa pun untuk dimakan) jelas berbeda dengan orang yang mencuri karena
rakus (misalnya para koruptor–yang hasil pencuriannya untuk berfoya-foya atau
untuk membiayai wanita-wanita simpanannya). Orang yang hanya berniat mencuri
jelas tidak bisa dikategorikan sebagai orang yang mencuri. Pencurian atas harta
karun negara dan tindakan pencurian ayam tetangga juga jelas memiliki konsekuensi
penilaian yang tidak seragam. Keanekaragaman penilaian ini menunjukkan bahwa
perbuatan manusia itu kompleks. Mengenai perbuatan manusia, kita bisa
membedakan antara volition dan action. Volition berarti kehendak dalam artian tegas
yang dapat masuk dalam kualifkasi baik buruk secara moral dan action
memaksudkan eksekusi/pencetusan kehendak yang kita tampilkan di bawah kontrol
kita. Kehendak (volition) dan perwujudannya (action) memang tidak bisa

dipisahkan apabila suatu tindakan manusia dapat disebut sebagai tindakan lengkap.
Tetapi, keduanya bisa dibedakan :

1. HATI NURANI
Dari mana kita mengenal hati nurani? Secara fenomenologis, dari realitas bahwa
manusia selalu melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam hidupnya.
Melakukan pertimbangan artinya manusia memiliki semacam gradasi nilai-nilai
yang menjadi fundamen untuk menegaskan pilihan-pilihan dan melakukan
keputusan.
2. HATI NURANI SESAT
Soal hati nurani sesat (the erroneous conscience). Dari mana soal ini terjadi? Dari
keyakinan bahwa hati nurani itu suara Tuhan. Soalnya: Apakah jika demikian
hati nurani tidak dapat sesat? Tetapi di lain pihak, dalam kenyataan ada kesesatan
hati nurani. Bagaimana kesesatan hati nurani dipahami dalam realitas kehidupan
manusia? Hidup manusia itu amat dinamis.
3. HATI NURANI BIMBANG
Soal doubtful conscience (hati nurani bimbang). Apakah ini? “A person never
has a doubtful conscience, for when he doubts he does not know (he has not
scientia) and, consequently, he has not that knowledge of the morality of his
action which is called his conscience (he has not conscientia).” Hati nurani
bimbang berarti pengetahuannya tidak pasti. Hati nurani tidak pernah bimbang,
karena jika bimbang orang tidak memiliki pengetahuan moralitas dari
tindakannya.

Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup


Manusia).
II. Sila kedua yang bunyinya “Kemanusiaan yang adil dan beradap “ artinya setiap
masyarakat diharapkan bisa hidup adil dan sesuai dengan hakikat manusia.
Mungkin saja kita pernah mengetahui sedikit hal tentang penyimpangan yang
ada pada sila ke dua ini misalnya :

1. Memperkerjakan anak di bawah umur


2. Ketidak adilan dalam bidang ekonomi
3. Perbudakan

 Dalam kehidupan bermasyarakat pasti kita sering menjumpai berbagai


penyimpangan yang terkait dalam sila kedua dari pancasila contohnya seperti :
TANGERANG SELATAN - Kejadian memilukan menimpa dua anak di bawah
umur di sebuah yayasan sosial di Jalan Tentara Pelajar, Perigi Baru, Pondok
Aren, Tangerang Selatan (Tangsel). Mereka disekap berhari-hari seraya
mendapat penganiayaan dari pengurus yayasan sosial Husnul Khotimah
Indonesia. Kedua anak malang itu berinisial, SA (16) dan GP (16), Keduanya
tercatat pernah menjadi relawan di yayasan amal tersebut. Saat bertugas, mereka
berkeliling pemukiman dan mendatangi rumah satu-persatu dengan modal
amplop kosong dan brosur yayasan. Peristiwa tragis itu dimulai saat beberapa
pengurus yayasan pada 5 September 2018 lalu memergoki SA dan GP berada di
wilayah Jakarta Selatan. Meski sudah tak menjadi relawan yayasan, keduanya
dan seorang remaja yang diketahui bernama Dona Ardiana (21), terlihat tengah
meminta sumbangan dengan brosur yayasan. Melihat hal itu, pengurus yayasan
bernama Dedi (25), langsung membawa ketiganya ke kantor yayasan untuk
diinterogasi. Disana, Dedi dibantu pengurus lain, yakni Abdul Rojak (33) dan
Haerudin (27), langsung melakukan penganiayaan. "Ketiga korban dibawa ke
kantor yayasan lalu diintimidasi dan dianiaya. Penganiayaan itu berupa
pemukulan, mata dan mulut korban ditutup lakban, rambutnya digunduli secara
paksa. Salah satu tersangka juga mengarahkan sepatunya ke mulut korban
dengan cara paksa untuk dijilat," ujar Kapolres Tangsel AKBP Ferdy Irawan,
kepada wartawan, Senin (24/9/2018) sore. Menurut Ferdy, para tersangka
mengakui bahwa penganiayaan itu dipicu oleh ulah korban yang meminta
sumbangan mengatasnamakan yayasan. Ketiganya pun disekap selama lima hari
dan diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp18 juta jika ingin dilepaskan.
"Keluarganya (korban) melapor bahwa korban ini disekap oleh yayasan. Jika
ingin dilepas maka harus menebusnya berdasarkan kerugian yayasan selama
namanya dicatut oleh korban. Lalu kita lakukan penyelidikan. Dua tersangka
kami tangkap dalam waktu berbeda. Sedangkan tersangka Haerudin masih
buron," katanya. Informasi yang dihimpun, para pelaku memiliki posisi berbeda-
beda di yayasan yang baru berdiri sekitar dua tahun lalu itu. Pelaku Dedi
diketahui bertugas sebagai pengurus, sedangkan Abdul Rojak sebagai pemilik
dan penanggung jawab yayasan. Sementara aeruddin yang bekerja sebagai
pegawai tak tetap Dinas Perhubungan Kota Tangsel itu berstatus teman dari
Abdul Rojak. Parahnya, dari hasil penyelidikan diketahui jika ternyata hasil
penggalangan donasi amal selama ini digunakan untuk keperluan pribadi para
pelaku. Sedangkan status yayasan masih dalam penelusuran dan menunggu
penjelasan lembaga terkait (Kemenkumham).

"Berdasarkan pengakuan tersangka, rupanya donasi yang terkumpul selama ini


digunakan untuk keperluan pribadi. Per hari mereka minimal mendapat setoran
Rp300 ribu dari satu relawan, nanti hasilnya 70 persen untuk tersangka, sisanya 30
persen untuk relawan itu," jelas Ferdy. Dua dari tiga korban yang masih dibawah
umur itu kini terus didampingi oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangsel. Sebab penyekapan dan
penganiayaan yang dialami keduanya masih menyimpan trauma mendalam. Adapun
atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal berlapis dengan ancaman hukuman
15 tahun penjara.

(https://metro.sindonews.com/read/1340943/170/dua-anak-di-bawah-umur-relawan-
yayasan-sosial-disekap-dan-dianiaya-1537798801)

 Menurut saya : sebaiknya hukum diIndonesia lebih di pertegas , agar tidak


terulang lagi seperti kasus tersebut dapat mengakibatkan trauma yang mendalam
bagi anak-anak .
 Cobalah mendalami pada saat soekarno menguraikan prinsip yang ke dua yaitu
peri kemanusiaan, soekarno memakai simbol jerman yang isinya :

“Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan


chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan orang di eropa, yang mengatakan
“Deutschland iiber Alles” tidak ada setinggi Jermania yang katanya bangsanya
minulyo, berambu jagung dan bermata biru...” (Sekretariat Negara Republik
Indonesia,hlm.76; Diskursus filsafat pancasila dewasa ini, Dr.Agustinus W.
Dewantara S.S.,M.HUM:82-83)

“Sebagai dalil filsafat, Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dengan-cinta-


kasih, yang disebut perike-manusiaan.
2) Perikemanusiaan itu harus kujalani dalam bersama-sama menciptakan, dan
menggunakan barang dunia demi keadilan sosial.
3) Perikemanusiaan harus kulaksanakan juga dalam me-masyarakat. Aku manusia
niscaya memasyarakat...., dan berdemokrasi.
4) Perikemanusiaan harus juga kulaksanakan dalam hu-bunganku dengan
kesatuan.... Kesatuan yang besar itu, tempat aku pertama harus melaksanakan
perike-manusiaan, disebut dengan Kebangsaan.
5) Aku mengakui bahwa adaku itu ada bersama, serba terhubung, serba tersokong,
serba tergantung. Jadi adaku tidak sempurna, tidak atas kekuatan sendiri. Jadi
adaku bukanlah sumber dari adaku.... melainkan kepada Yang Mutlak, Sang
Maha-ada... Itulah Tuhan Yang Maha Esa” (Driyarkara 2006:856-857).
Dewantara, A. (2017). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia
dalam Kacamata Soekarno).
III. Sila ke tiga yang bunyinya “ Persatuan Indonesia “ artinya walaupun kita
berbeda ras,suku,budaya,agama,tradisi kita harus bersatu serta menghormati dan
menghargai satu sama lain tidak boleh bertindak yang menyinggung perasaan
orang lain sehingga menimbulkan emosi dan menuju pada perbuatan yang kejam
dan tidak bermoral. Disamping itu kita perlu mengetahui apa saja
penyimpangan-penyimpangan yang menyangkut sila ke tiga ini :

1. Menjadi provokator suku tertentu.


2. Perang antar suku.
3. Menganggap suku lain lebih baik dari sukunya sendiri.

 Contoh kasus yang sederhana : Pembubaran HTI dilandasi atas ideologi yang
mereka bawa, pendirian negara syariah dinilai tidak sesuai dengan amanat
pancasila dan UUD 1945.
 Menurut saya : sebaiknya kita sebagai warga negara Indonesia harus lebih
berhati-hati karena dengan adanya pembubaran HTI bisa saja kita terkena
dampaknya contohnya seperti teror dan atau kita bisa terkena dampaknya
melalui kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama . kita harus
waspada jangan sampai kita menerima akhibat tersebut.

 Soekarno mengutarakan simbolisme perjuangan suara terbanyak dalam


menyampaikan prinsip yang ke tiga, yakni mufakat :

“....Jika memang kita rakyat Islam, marilah kia bekerja sehebat-hebatnya agar
supaya sebagian besar yang terbesar dari pada kursi-kursi Badan Perwakilan
Rakyat yang kita adakan diduduki oleh utusan-utusan Islam... Ibaratnya Badan
Perwakilan 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja sekeras-kerasnya agar
supaya 60,70,80,90, utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang
Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari Badan Perwakilan
Rakyat ini hukum Islam pula... kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-
tiap letter di dalam peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah
mati-matian agar supaya sebagian besar daripada utusan-utusan yang masuk
Badan Perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil, fair play! Tidak ada
satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjuangan
didalamnya... Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi pikiran kepada kita, agar
supaya dalam pergaulan kita sehari-hari kita selalu bergosok, supaya keluar
daripadanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-
baiknya. Terimalah saudara-saudara prinsip nomor tiga, yaitu
permusyawaratan.” (Sekretariat Negara Republik Indonesia,hlm.77-
78;Diskursus filsafat pancasila dewasa ini, Dr.Agustinus W. Dewantara
S.S.,M.HUM:83-84)

 Dalam kasus tersebut, ada hal yang dapat ditarik dari tulisan Aristoteles adalah:
 Pertama, polis adalah suatu bentuk hidup bersama.
 Kedua, semua bentuk hidup bersama ini terarah kepada pencapaian kebaikan.
 Ketiga, semua bentuk hidup bersama (termasuk polis) ini terarah kepada
kebaikan karenapada dasarnya setiap pribadi itu juga terarah kepada kebaikan.
Jika setiap pribadi tertujukepada pencapaian kebaikan, maka kumpulan tiap
pribadi (dalam hal ini polis) pasti jugaterarah kepada kebaikan.
 Keempat, ternyata menurut Aristoteles, polis adalah puncak dari
persekutuan hidup bersama, maka tujuan polis adalah mengejar kebaikan yang
tertinggi (most sovereign of all goods).

Aristoteles menempatkan polis dalam posisi yang amat istimewa dalam Politics.
Baginyapolis adalah tempat di mana manusia mengungkapkan kesempurnaannya.
Pengertian iniditarik dari pahamnya yang mengatakan bahwa manusia pada
kodratnya adalah zoonpoliticon, sehingga manusia itu makin menjadi manusia
jika ada dan hidup bersama denganmanusia yang lain. Polislah tempat setiap
manusia untuk mengejar kebaikan. Pertama-tamasetiap manusia itu akan hidup
bersama pasangannya dan membentuk suatu keluarga. Setelahitu tentu ia akan
berkumpul dengan keluarga-keluarga yang lain dan membentuk desa
ataukampung. Kemudian berbagai desa itu berkumpul menjadi suatu negara atau
polis. Keluarga yang dibentuk oleh tiap individu bermaksud untuk menjamin
reproduksi dan memenuhikebutuhan setiap hari. Desa yang terbentuk dari
berbagai keluarga berusaha memenuhi anekamacam kebutuhan yang tidak bisa
dipenuhi oleh masing-masing keluarga. Polis (negara)kemudian dibutuhkan untuk
memenuhi keseluruhan kebutuhan semua warga dan menatahidup bersama dalam
cakupan yang lebih besar. Untuk itu diperlukan pengaturan yangmemungkinkan
setiap orang yang ada di dalamnya mengejar keutamaan secara lebih penuh.Politik
dengan demikian bertujuan demi pencapaian kebaikan, bahkan
kesempurnaanmanusia itu tercetus secara penuh dalam kehidupan polis (hidup
bersama orang lain).

Kodrat manusia dengan demikian sebenarnya terarah kepada pencapaian


kebaikan didalam polis. Politik adalah sistem dan tata hidup bersama
dalam polis yang hendakmerengkuh kebaikan. Di sini politik amat
mengandaikan kebaikan, karena ia didasarkankepada etika. Politik hanya mungkin
ada karena kebaikan, dan ia hanyalah konsekuensi logisdari kehendak bersama
para warga yang terarah kepada kebaikan. Negara perlu menyadarifungsinya
sebagai pengemban amanat bersama untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Secarakonkrit hal ini dilaksanakan oleh para pemegang kekuasaan, pejabat, dan
para pelaku politik.Kebaikan bersama itu menjadi syarat mutlak dalam setiap
aktivitas berpolitik. Kebaikan yanghendak diarah bukanlah kebaikan pribadi
maupun golongan, maka kepentingan umum wajibdiutamakan. Konsekuensinya:
segala hal dalam dunia politik harus ditujukan kepadapencapaian
kebaikan dan kesejahteraan umum.

Dewantara, A. (2017). Kerasulan Awam di Bidang Politik (Sosial Kemasyarakatan) dan


Relevansinya bagi Multikulturalisme Indonesia.
IV. Sila ke empat yang bunyinya “ kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan “ yang perlu kita tau dalam
sila ke empat ini adalah rasa tanggung jawab, kedudukan, hak dan kepribadian
yang bijaksana dalam sebuah kehidupan bermasyarakat dan atau bernegara.
Menjadi kewajiban kita untuk mengetahui apa saja sih penyimpangan yang di
alami oleh sila ke empat ini , misalnya :

1. Melarang orang menduduki jabatan tertentu karena suku,ras,agama dll


2. Ketidak adilan bagi masyarakat
3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia

 Contoh kasus dari sila ke empat :


1. Kemiskinan yang marak di Indonesia .
2. Banyaknya anak usia sekolah yang harus berhenti sekolah karena tidak mampu
membayar.
3. Pelayanan kesehatan bagi warga yang kurang mampu masih belum dirasakan.

 Menurut saya : sebaiknya pemerintah melakukan tinjauan agar mengetahui


secara langsung apa saja keluhan masyarakat dan bagaimanana solusi yang tepat
serta adil bagi masyarakat yang tergolong menengah kebawah.

 Dalam mengetengahkan prinsip yang ke empat (kesejahteraan sosial), soekarno


menggunakan simbolisme Ratu Adil :

“Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil ? Yang dimasud dengan faham Ratu
Adila ialah sociale rechtvaardigheid, rakyat ingin sejahera. Rakyat yang
terjadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia
baru yang di dalamnya ada keadilan, dibawah pimpinan Ratu Adil.” (Sekretariat
Negara Republik Indonesia,hlm.79;Diskursus filsafat pancasila dewasa ini,
Dr.Agustinus W. Dewantara S.S.,M.HUM:82-83)
Gotong-Royong menurut Soekarno dalam Perspektif Aksiologi Max Scheler dan
Sumbangannya bagi Nasionalisme Indonesia ini bertujuan untuk menemukan
secara analitis makna objektif dari nilai gotong-royong Soekarno dalam perspektif
aksiologi Max Scheler, dan merefleksikannya bagi penghayatan nasionalisme di
Indonesia. Aksiologi dipilih sebagai objek formal karena yang hendak diteropong
dalam penelitian ini adalah gotong-royong sebagai sebuah nilai khas Indonesia.
Pembahasan tema ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu bagi kehidupan
masyarakat Indonesia saat ini yang tampaknya hidup dalam krisis gotong-royong
di berbagai bidang. Soekarno merangkum Pancasila dalam satu nilai, yaitu
gotong-royong atau yang disebutnya sebagai Ekasila. Nilai gotong-royong sebagai
intisari Pancasila ternyata menemukan tantangan besar dewasa ini.
Keanekaragaman di berbagai bidang yang mewarnai bangsa Indonesia sebenarnya
menjadi modal dan potensi yang luar biasa untuk kemajuan bersama, akan tetapi
dewasa ini yang mengemuka justru berbagai fenomena kerusuhan dan konflik
yang merongrong rasa nasionalisme Indonesia sebagai bangsa yang besar.
Penelitian yang digunakan dalam disertasi ini ialah penelitian kualitatif bidang
filsafat. Model penelitian yang dipakai merupakan penelitian kualitatif dengan
melakukan studi kepustakaan. Hermeneutika kemudian dipakai untuk mencari
makna dalam penelitian ini. Unsur-unsur metodis yang dipakai dalam penelitian
ini adalah: verstehen, analisis historis, analitika bahasa, dan heuristika. Pidato
Soekarno secara khusus diteliti dengan mengikuti alur hermeneutika Dilthey.
Hasil dari analisis hermeneutis Dilthey tersebut kemudian akan menjadi materi
yang akan diteropong dari sudut pandang objektivisme aksiologis Max Scheler,
supaya ditemukan sumbangannya bagi nasionalisme Indonesia. Makna gotong-
royong Soekarno yang ditemukan pada penelitian ini yaitu bekerja bersama-sama,
saling bantu, bahu-membahu, kerjasama, musyawarah untuk mufakat, dan saling
menghargai sebagai bangsa. Nilai gotong-royong ternyata bukan hasil perasaan
subjektif Soekarno. Gotong-royong sudah ada tanpa Soekarno berpidato, dan
melekat pada pengembannya, yakni manusia Indonesia. Pancasila tidak diciptakan
oleh Soekarno dan para pendiri negara. Soekarno, dalam bahasa Scheler, justru
menemukan nilai-nilai Pancasila dan gotong-royong yang telah dihayati sekian
lama di bumi Indonesia. Gotong-royong sebagai sebuah nilai, dalam alur
pemikiran Scheler bersifat tetap dan objektif. Praktik gotong-royong nampak
dalam ethos bersama. Gotong-royong dapat menjadi dasar nasionalisme Indonesia
yang dibangun atas dasar kebersamaan justru dan bukan bersifat chauvinistis.
Gotong-royong memiliki dimensi kemanusiaan yang justru dapat menjadi
pengikat kebersamaan antarbangsa. Bangsa ini, dalam alur pikir Scheler,
seharusnya meminati nilai gotong-royong lewat pendidikan kegotong-royongan,
dan mewujudkan diri sebagai bangsa yang utama.

DEWANTARA, A. W., Lasiyo, M. A., & Soeprapto, S. (2016). GOTONG-ROYONG MENURUT


SOEKARNO DALAM PERSPEKTIF AKSIOLOGI MAX SCHELER, DAN SUMBANGANNYA
BAGI NASIONALISME INDONESIA(Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
V. Sila ke lima yang bunyinya “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “
artinya kita sebagai mahkluk sosial yang membutuhkan satu sama lain harus
menegakkan keadilan bagi semua orang. Sekilas contoh penyimpangan dari sila
ke lima :

1. Perilaku tidak adil karena kondisi tertentu.


2. Kurangnya akan kesadaran pemerintah dalam dunia pendidikan.
3. Semakin minim fasilitas dan pelayanan kesehatan.

 Kita sering mengetahui banyak peristiwa / kasus yang ada pada sila ke lima
yakni : Maraknya korupsi di Indonesia.

 Menurut saya : sebaiknya hukum di Indonesia lebih di tegaskan dan di tegakkan


agar menimbulkan efek jera bagi yang melanggar hukum dan terjerat kasus
tindak pidana .

“Dalam Pancasila sebagai filsafat hidup (Weltanschauung): Perikemanusiaan


diambil dalam arti yang seluas-luasnya, sedang sebagai dasar negara
Perikemanusiaan terutama berarti internasionalisme. Pancasila sebagai filsafat
hidup (Weltanschauung): Keadilan Sosial diambil dalam arti yang seluas-
luasnya, harus dilakukan dalam semua kerja sama manusia, sedang sebagai dasar
negara mempunyai arti yang khusus, yaitu Keadilan Sosial seperti yang harus
dijelmakan oleh negara. Demikian juga Demokrasi dalam filsafat hidup
(Weltanschauung) berarti bahwa tiap-tiap kesatuan-karya harus melaksanakan
Demokrasi, sedangkan 13 sebagai dasar negara Demokrasi mempunyai arti yang
tertentu pula, yaitu cara menegara. Juga Kebangsaan, dalam rumusan filsafat dan
dalam undang-undang negara artinya tidak tepat sama. Dalam filsafat hidup
Kebangsaan dinyatakan bahwa manusia itu dilahirkan dan dicap oleh tanah
airnya (bangsanya), dan bahwa cap itu harus dijadikan dasar dalam tingkah laku
kita, terutama dalam membentuk kesatuan-karya. Dalam undang-undang negara,
Kebangsaan mempunyai arti yang khusus, yaitu kesatuan yang sudah ada, yang
kita sebut bangsa, itu harus menjadi landasan menegara. Demikian juga halnya
dengan sila Ketuhanan” (Driyarkara 2006:859-860). (Dewantara, A. (2017).
Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.)

 Kasus lain yang sama pengaruh terhadap masyarakat dengan korupsi yaitu kasus
lumpur lapindo, perlu kita simak hal-hal positif yang bisa kita contoh penting
yang dapat ditarik bagi masyarakat dewasa ini adalah:
a) Kebaikan perlu dikedepankan oleh setiap individu. Setiap warga hendaknya
menyadari bahwa tujuan terdalam dari kehadirannya sebagai manusia adalah
pencapaian kebaikan. Jika setiap orang menginsyafi bahwa masing-masing
terarah kepada apa yang baik, maka masyarakat yang terbentuk pun akan
terwarnai olehnya. Bagi Lapindo, hal ini menjadi "ladang" permenungan untuk
menyadari perannya sebagi agen kebaikan yang sehamsnya memberi manfaat
kepada masyarakat lewat kegiatan bisnisnya.
b) Negara perlu menyadari fungsinya sebagai pengemban amanat bersama untuk
mewujudkan kebaikan bersama. Secara konkret hal ini dilaksanakan oleh para
pemegang kekuasaan, pejabat, anggota MPR,DPR, dan para pelaku politik.
Kebaikan bersama itu menjadi syarat mutlak dalam setiap aktivitas, juga dalam
kegitan bisnis. Kebaikan yang hendak diarah bukanlah kebaikan pribadi maupun
golongan, maka kepentingan umum wajib diutamakan. Konsekuensinya dalam
kasus Lapindo: segala hal hams ditujukan kepada pemenuhankepentingan umum
(masyarakat korban lumpur ). Tidak perlu bersilat lidah dan mengarahkan
bencana ini sebagai bencana nasional, karena sebagai korporasi penyebab
bencana ini, merekalah yang pertama-tama hams bertanggungjawab.
c) Kebaikan yang diusahakan ini hams menjadi actus humanus, artinya ia hams
diusahakan secara sadar dan dimaui oleh manusia-manusia Indonesia (temtama
oleh pihak Lapindo). Konsekuensinya: tindakan bisnis pun akhirnya mempakan
tindakan sadar warga (yang bemsaha menjadi manusia yang berkeutamaan) dan
yang hendak menggapai kebaikan bersama.

Dewantara, A. W. (2013). Merefleksikan Hubungan antara Etika Aristotelian


dan Bisnis dengan Studi Kasus Lumpur Lapindo. Arete, 2(1), 23-40.
DAFTAR PUSTAKA
 (http://www.detiknews.com/read/2008/11/09/015608/1033710/10/kronologi-
bom-bali-eksekusi-mati-amrozi-cs)
 (https://metro.sindonews.com/read/1340943/170/dua-anak-di-bawah-umur-
relawan-yayasan-sosial-disekap-dan-dianiaya-1537798801)

 (Soekarno, 1952:11 Alangkah Hebanya Negara Gotong Royong, Dr.Agustinus


W. Dewantara S.S.,M.HUM:59)
 Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup
Manusia).
 (Sekretariat Negara Republik Indonesia,hlm.76; Diskursus filsafat pancasila
dewasa ini, Dr.Agustinus W. Dewantara S.S.,M.HUM:82-83)
 Dewantara, A. (2017). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia
dalam Kacamata Soekarno).
 (Sekretariat Negara Republik Indonesia,hlm.77-78;Diskursus filsafat pancasila
dewasa ini, Dr.Agustinus W. Dewantara S.S.,M.HUM:83-84)
 Dewantara, A. (2017). Kerasulan Awam di Bidang Politik (Sosial
Kemasyarakatan) dan Relevansinya bagi Multikulturalisme Indonesia.
 (Sekretariat Negara Republik Indonesia,hlm.79;Diskursus filsafat pancasila
dewasa ini, Dr.Agustinus W. Dewantara S.S.,M.HUM:82-83)
 DEWANTARA, A. W., Lasiyo, M. A., & Soeprapto, S. (2016). GOTONG-
ROYONG MENURUT SOEKARNO DALAM PERSPEKTIF AKSIOLOGI MAX
SCHELER, DAN SUMBANGANNYA BAGI NASIONALISME
INDONESIA(Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
 (Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.)
 Dewantara, A. W. (2013). Merefleksikan Hubungan antara Etika Aristotelian
dan Bisnis dengan Studi Kasus Lumpur Lapindo. Arete, 2(1), 23-40.

Anda mungkin juga menyukai