KASUS PENYIMPANGAN
TERHADAP NILAI-NILAI
PANCASILA
DISUSUN OLEH :
( 51418006 )
PANCASILA SEBAGAI PEDOMAN HIDUP DAN
DASAR NEGARA
ABSTRAK :
Pancasila merupakan dasar negara , selain itu pancasila bisa dikatakan sebagai
pedoman hidup. Didalam sila-sila pancasila terdapat hak-hak sebagai selayaknya
manusia yang terkandung didalamnya, selain itu sila-sila pancasila bisa kita
pakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya dengan adanya pancasila ini kita
lebih bisa menghargai disetiap perbedaan dan dengan adanya pancasila kita bisa
lebih mengenal apa arti kebersamaan serta keadilan dalam bermasyarakat yang
saling gotong-royong. Sehingga warga Indonesia dapat menciptakan bangsa
yang guyup rukun, saling mendukung satu sama lain, dan dapat bersatu demi
satu tujuan yaitu membuat bangsa Indonesia menjadi negara yang maju. Jadilah
negara yang gotong-royong sesuai pesan-pesan soekarno agar kita bisa meraih
tujuan bersama untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia.
KEYWORDS :
Kasus ini sering kita temui dilayar televisi ,banyak kasus-kasus yang sering
menyimpang 5 sila dari pancasila .
I. Sila pertama yang berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa “ Artinya kita harus
lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi di Indonesia banyak
ognum-ognum yang kurang bertanggung jawab dan menyalah gunakan sila
pertama,ada beberapa penyimpangan yang pernah ada di Indonesia misalnya :
Kronologi
Runut kejadian Pengeboman Bom Bali 2002[1]
12 Oktober 2002 Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali
diguncang bom. Dua bom meledak dalam waktu yang hampir bersamaan yaitu
pukul 23.05 Wita. Lebih dari 200 orang menjadi korban tewas keganasan bom
itu, sedangkan 200 lebih lainnya luka berat maupun ringan. Kurang lebih 10
menit kemudian, ledakan kembali mengguncang Bali. Pada pukul 23.15 Wita,
bom meledak di Renon, berdekatan dengan kantor Konsulat Amerika Serikat.
Namun tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
16 Oktober 2002 Pemeriksaan saksi untuk kasus terorisme itu mulai dilakukan.
Lebih dari 50 orang telah dimintai keterangan di Polda Bali. Untuk membantu
Polri, Tim Forensik Australia ikut diterjunkan untuk identifikasi jenazah.
20 Oktober 2002 Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri
yang telah dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom di Paddy's
Pub berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX
berbobot antara 50–150 kg. Sementara bom di dekat konsulat Amerika Serikat
menggunakan jenis TNT berbobot kecil yakni 0,5 kg.
29 Oktober 2002 Pemerintah yang saat itu dipegang oleh Megawati
Soekarnoputri terus mendesak polisi untuk menuntaskan kasus yang mencoreng
nama Indonesia itu. Putri Soekarno itu memberi deadline, kasus harus tuntas
pada November 2002.
30 Oktober 2002 Titik terang pelaku bom Bali I mulai muncul. Tiga sketsa
wajah tersangka pengebom itu dipublikasikan.
4 November 2002 Polisi mulai menunjukkan prestasinya. Nama dan identitas
tersangka telah dikantongi petugas. Tak cuma itu, polisi juga mengklaim telah
mengetahui persembunyian para tersangka. Mereka tidak tinggal bersama namun
masih di Indonesia.
5 November 2002 Salah satu tersangka kunci ditangkap. Amrozi bin Nurhasyim
ditangkap di rumahnya di di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur.
6 November 2002 10 Orang yang diduga terkait ditangkap di sejumlah tempat
di Pulau Jawa. Hari itu juga, Amrozi diterbangkan ke Bali dan pukul 20.52 WIB,
Amrozy tiba di Bandara Ngurah Rai.
7 November 2002 Satu sketsa wajah kembali dipublikasikan. Sementara itu Abu
Bakar Ba'asyir yang disebut-sebut punya hubungan dengan Amrozi membantah.
Ba'asyir menilai pengakuan Amrozi saat diperiksa di Polda Jatim merupakan
rekayasa pemerintah dan Mabes Polri yang mendapat tekanan dari Amerika
Serikat.
8 November 2002 Status Amrozi dinyatakan resmi sebagai tersangka dalam
tindak pidana terorisme.
9 November 2002 Tim forensik menemukan residu bahan-bahan yang identik
dengan unsur bahan peledak di TKP. Sementara Jenderal Da'i Bachtiar, Kapolri
pada saat itu mengatakan kesaksian Omar Al-Farouq tentang keterlibatan Ustad
Abu Bakar Ba'asyir dan Amrozi dalam kasus bom valid.
10 November 2002 Amrozi membeberkan lima orang yang menjadi tim inti
peledakan. Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin adalah eksekutor di Sari Club dan
Paddy's. Sementara M Gufron dan Mubarok menjadi orang yang membantu
mempersiapkan peledakan. Polisi pun memburu Muhammad Gufron (kakak
Amrozi), Ali Imron (adik Amrozi), dan Ari Fauzi (saudara lain dari ibu kandung
Amrozi). Kakak tiri Amrozi, Tafsir. Tafsir dianggap tahu seluk-beluk mobil
Mitsubishi L-300 dan meminjamkan rumahnya untuk dipakai Amrozi sebagai
bengkel.
11 November 2002 Tim gabungan menangkap Qomaruddin, petugas kehutanan
yang juga teman dekat Amrozi di Desa Tenggulun, Solokuro, Lamongan.
Qomaruddin diduga ikut membantu meracik bahan peledak untuk dijadikan
bom.
17 November 2002 Imam Samudra, Idris dan Dulmatin diduga merupakan
perajik bom Bali I. Bersama Ali Imron, Umar alias Wayan, dan Umar alias
Patek, merekapun ditetapkan sebagai tersangka.
26 November 2002 Imam Samudra, satu lagi tersangka bom Bali, ditangkap di
dalam bus Kurnia di kapal Pelabuhan Merak. Rupanya dia hendak melarikan diri
ke Sumatera.
1 Desember 2002 Tim Investigasi Bom Bali I berhasil mengungkap mastermind
bom Bali yang jumlahnya empat orang, satu di antaranya anggota Jamaah
Islamiah (JI).
3 Desember 2002 Ali Gufron alias Muklas (kakak Amrozi) ditangkap di Klaten,
Jawa Tengah.
4 Desember 2002 Sejumlah tersangka bom Bali I ditangkap di Klaten, Solo,
Jawa Tengah, di antaranya Ali Imron (adik Amrozi), Rahmat, dan Hermiyanto.
Sejumlah wanita yang diduga istri tersangka juga ditangkap.
16 Desember 2002 Polisi menangkap anak Ashuri, Atang, yang masih siswa
SMU di Lamongan. Tim juga berhasil menemukan 20 dus yang berisi bahan
kimia jenis potassium klorat seberat satu ton di rumah kosong milik Ashuri di
Desa Banjarwati, Kecamatan Paciran, Lamongan yang diduga milik Amrozi.
18 Desember 2002 Tim Investigasi Gabungan Polri-polisi Australia membuka
dan membeberkan Dokumen Solo, sebuah dokumen yang dimiliki Ali Gufron.
Dalam dokumen tersebut berisi tata cara membuat senjata, racun, dan merakit
bom. Dokumen itu juga memuat buku-buku tentang Jamaah Islamiah (JI) dan
topografi suatu daerah serta sejumlah rencana aksi yang akan dilakukannya.
6 Januari 2003 Berkas perkara Amrozi diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi
Bali.
16 Januari 2003 Ali Imron bersama 14 tersangka yang ditangkap di Samarinda
tiba di Bali.
8 Februari 2003 Rekonstruksi bom Bali I
12 Mei 2003 Sidang pertama terhadap tersangka Amrozi.
2 Juni 2003 Imam Samudra mulai diadili.
30 Juni 2003 Amrozi dituntut hukuman mati
7 Juli 2003 Amrozi divonis mati
28 Juli 2003 Imam Samudra dituntut hukuman mati.
10 September 2003 Imam Samudra divonis mati.
28 Agustus 2003 Ali Gufron alias Muklas dituntut hukuman mati
2 Oktober 2003 Ali Gufron divonis mati.
30 Januari 2007 PK pertama Amrozi cs ditolak
30 Januari 2008 PK kedua diajukan dan ditolak
1 Mei 2008 PK ketiga diajukan dan kembali ditolak
21 Oktober 2008 Mahkamah Konstitusi tolak uji materi terhadap UU Nomor
2/Pnps/1964 soal tata cara eksekusi mati yang diajukan Amrozi cs.
9 November 2008 Amrozi cs dieksekusi mati di Nusakambangan.
(http://www.detiknews.com/read/2008/11/09/015608/1033710/10/kronologi-bom-
bali-eksekusi-mati-amrozi-cs)
Menurut saya : tindakan tersebut terlalu anarkis karena apa pengaruh ekonomi
dan ketersinggungan antara perkataan ,perbuatan ,tingkahlaku seseorang yang
membentuk sekelompok terorisme demi membalaskan dendam mereka .
Cobalah untuk mengingat pesan pesan yang diucapkan oleh Soekarno yang
isinya seperti dibawah ini :
“Hanya jikalau kita kembali kepada jiwa yang demikian itulah.. kita bisa
melangkah dengan cepat perbedaan yang besar antara harapan dan realiteit.
Menjadilah kita yang penuh dinamik, satu bangsa yang hiyeg rumagang ing
gawe, satu bangsa yang tidak dengki – mendengki satu sama lain ... Menjadilah
rakyat Indonesia rakyat yang makmur, sebab ia mengerti dan menindakkan
bahwa kemakmuran hanyalah menjelma jika dipanggil dengan panggilannya:
gawe.” (Soekarno, 1952:11 Alangkah Hebanya Negara Gotong Royong,
Dr.Agustinus W. Dewantara S.S.,M.HUM:59)
dipisahkan apabila suatu tindakan manusia dapat disebut sebagai tindakan lengkap.
Tetapi, keduanya bisa dibedakan :
1. HATI NURANI
Dari mana kita mengenal hati nurani? Secara fenomenologis, dari realitas bahwa
manusia selalu melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam hidupnya.
Melakukan pertimbangan artinya manusia memiliki semacam gradasi nilai-nilai
yang menjadi fundamen untuk menegaskan pilihan-pilihan dan melakukan
keputusan.
2. HATI NURANI SESAT
Soal hati nurani sesat (the erroneous conscience). Dari mana soal ini terjadi? Dari
keyakinan bahwa hati nurani itu suara Tuhan. Soalnya: Apakah jika demikian
hati nurani tidak dapat sesat? Tetapi di lain pihak, dalam kenyataan ada kesesatan
hati nurani. Bagaimana kesesatan hati nurani dipahami dalam realitas kehidupan
manusia? Hidup manusia itu amat dinamis.
3. HATI NURANI BIMBANG
Soal doubtful conscience (hati nurani bimbang). Apakah ini? “A person never
has a doubtful conscience, for when he doubts he does not know (he has not
scientia) and, consequently, he has not that knowledge of the morality of his
action which is called his conscience (he has not conscientia).” Hati nurani
bimbang berarti pengetahuannya tidak pasti. Hati nurani tidak pernah bimbang,
karena jika bimbang orang tidak memiliki pengetahuan moralitas dari
tindakannya.
(https://metro.sindonews.com/read/1340943/170/dua-anak-di-bawah-umur-relawan-
yayasan-sosial-disekap-dan-dianiaya-1537798801)
Contoh kasus yang sederhana : Pembubaran HTI dilandasi atas ideologi yang
mereka bawa, pendirian negara syariah dinilai tidak sesuai dengan amanat
pancasila dan UUD 1945.
Menurut saya : sebaiknya kita sebagai warga negara Indonesia harus lebih
berhati-hati karena dengan adanya pembubaran HTI bisa saja kita terkena
dampaknya contohnya seperti teror dan atau kita bisa terkena dampaknya
melalui kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama . kita harus
waspada jangan sampai kita menerima akhibat tersebut.
“....Jika memang kita rakyat Islam, marilah kia bekerja sehebat-hebatnya agar
supaya sebagian besar yang terbesar dari pada kursi-kursi Badan Perwakilan
Rakyat yang kita adakan diduduki oleh utusan-utusan Islam... Ibaratnya Badan
Perwakilan 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja sekeras-kerasnya agar
supaya 60,70,80,90, utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang
Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari Badan Perwakilan
Rakyat ini hukum Islam pula... kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-
tiap letter di dalam peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah
mati-matian agar supaya sebagian besar daripada utusan-utusan yang masuk
Badan Perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil, fair play! Tidak ada
satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjuangan
didalamnya... Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi pikiran kepada kita, agar
supaya dalam pergaulan kita sehari-hari kita selalu bergosok, supaya keluar
daripadanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-
baiknya. Terimalah saudara-saudara prinsip nomor tiga, yaitu
permusyawaratan.” (Sekretariat Negara Republik Indonesia,hlm.77-
78;Diskursus filsafat pancasila dewasa ini, Dr.Agustinus W. Dewantara
S.S.,M.HUM:83-84)
Dalam kasus tersebut, ada hal yang dapat ditarik dari tulisan Aristoteles adalah:
Pertama, polis adalah suatu bentuk hidup bersama.
Kedua, semua bentuk hidup bersama ini terarah kepada pencapaian kebaikan.
Ketiga, semua bentuk hidup bersama (termasuk polis) ini terarah kepada
kebaikan karenapada dasarnya setiap pribadi itu juga terarah kepada kebaikan.
Jika setiap pribadi tertujukepada pencapaian kebaikan, maka kumpulan tiap
pribadi (dalam hal ini polis) pasti jugaterarah kepada kebaikan.
Keempat, ternyata menurut Aristoteles, polis adalah puncak dari
persekutuan hidup bersama, maka tujuan polis adalah mengejar kebaikan yang
tertinggi (most sovereign of all goods).
Aristoteles menempatkan polis dalam posisi yang amat istimewa dalam Politics.
Baginyapolis adalah tempat di mana manusia mengungkapkan kesempurnaannya.
Pengertian iniditarik dari pahamnya yang mengatakan bahwa manusia pada
kodratnya adalah zoonpoliticon, sehingga manusia itu makin menjadi manusia
jika ada dan hidup bersama denganmanusia yang lain. Polislah tempat setiap
manusia untuk mengejar kebaikan. Pertama-tamasetiap manusia itu akan hidup
bersama pasangannya dan membentuk suatu keluarga. Setelahitu tentu ia akan
berkumpul dengan keluarga-keluarga yang lain dan membentuk desa
ataukampung. Kemudian berbagai desa itu berkumpul menjadi suatu negara atau
polis. Keluarga yang dibentuk oleh tiap individu bermaksud untuk menjamin
reproduksi dan memenuhikebutuhan setiap hari. Desa yang terbentuk dari
berbagai keluarga berusaha memenuhi anekamacam kebutuhan yang tidak bisa
dipenuhi oleh masing-masing keluarga. Polis (negara)kemudian dibutuhkan untuk
memenuhi keseluruhan kebutuhan semua warga dan menatahidup bersama dalam
cakupan yang lebih besar. Untuk itu diperlukan pengaturan yangmemungkinkan
setiap orang yang ada di dalamnya mengejar keutamaan secara lebih penuh.Politik
dengan demikian bertujuan demi pencapaian kebaikan, bahkan
kesempurnaanmanusia itu tercetus secara penuh dalam kehidupan polis (hidup
bersama orang lain).
“Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil ? Yang dimasud dengan faham Ratu
Adila ialah sociale rechtvaardigheid, rakyat ingin sejahera. Rakyat yang
terjadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia
baru yang di dalamnya ada keadilan, dibawah pimpinan Ratu Adil.” (Sekretariat
Negara Republik Indonesia,hlm.79;Diskursus filsafat pancasila dewasa ini,
Dr.Agustinus W. Dewantara S.S.,M.HUM:82-83)
Gotong-Royong menurut Soekarno dalam Perspektif Aksiologi Max Scheler dan
Sumbangannya bagi Nasionalisme Indonesia ini bertujuan untuk menemukan
secara analitis makna objektif dari nilai gotong-royong Soekarno dalam perspektif
aksiologi Max Scheler, dan merefleksikannya bagi penghayatan nasionalisme di
Indonesia. Aksiologi dipilih sebagai objek formal karena yang hendak diteropong
dalam penelitian ini adalah gotong-royong sebagai sebuah nilai khas Indonesia.
Pembahasan tema ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu bagi kehidupan
masyarakat Indonesia saat ini yang tampaknya hidup dalam krisis gotong-royong
di berbagai bidang. Soekarno merangkum Pancasila dalam satu nilai, yaitu
gotong-royong atau yang disebutnya sebagai Ekasila. Nilai gotong-royong sebagai
intisari Pancasila ternyata menemukan tantangan besar dewasa ini.
Keanekaragaman di berbagai bidang yang mewarnai bangsa Indonesia sebenarnya
menjadi modal dan potensi yang luar biasa untuk kemajuan bersama, akan tetapi
dewasa ini yang mengemuka justru berbagai fenomena kerusuhan dan konflik
yang merongrong rasa nasionalisme Indonesia sebagai bangsa yang besar.
Penelitian yang digunakan dalam disertasi ini ialah penelitian kualitatif bidang
filsafat. Model penelitian yang dipakai merupakan penelitian kualitatif dengan
melakukan studi kepustakaan. Hermeneutika kemudian dipakai untuk mencari
makna dalam penelitian ini. Unsur-unsur metodis yang dipakai dalam penelitian
ini adalah: verstehen, analisis historis, analitika bahasa, dan heuristika. Pidato
Soekarno secara khusus diteliti dengan mengikuti alur hermeneutika Dilthey.
Hasil dari analisis hermeneutis Dilthey tersebut kemudian akan menjadi materi
yang akan diteropong dari sudut pandang objektivisme aksiologis Max Scheler,
supaya ditemukan sumbangannya bagi nasionalisme Indonesia. Makna gotong-
royong Soekarno yang ditemukan pada penelitian ini yaitu bekerja bersama-sama,
saling bantu, bahu-membahu, kerjasama, musyawarah untuk mufakat, dan saling
menghargai sebagai bangsa. Nilai gotong-royong ternyata bukan hasil perasaan
subjektif Soekarno. Gotong-royong sudah ada tanpa Soekarno berpidato, dan
melekat pada pengembannya, yakni manusia Indonesia. Pancasila tidak diciptakan
oleh Soekarno dan para pendiri negara. Soekarno, dalam bahasa Scheler, justru
menemukan nilai-nilai Pancasila dan gotong-royong yang telah dihayati sekian
lama di bumi Indonesia. Gotong-royong sebagai sebuah nilai, dalam alur
pemikiran Scheler bersifat tetap dan objektif. Praktik gotong-royong nampak
dalam ethos bersama. Gotong-royong dapat menjadi dasar nasionalisme Indonesia
yang dibangun atas dasar kebersamaan justru dan bukan bersifat chauvinistis.
Gotong-royong memiliki dimensi kemanusiaan yang justru dapat menjadi
pengikat kebersamaan antarbangsa. Bangsa ini, dalam alur pikir Scheler,
seharusnya meminati nilai gotong-royong lewat pendidikan kegotong-royongan,
dan mewujudkan diri sebagai bangsa yang utama.
Kita sering mengetahui banyak peristiwa / kasus yang ada pada sila ke lima
yakni : Maraknya korupsi di Indonesia.
Kasus lain yang sama pengaruh terhadap masyarakat dengan korupsi yaitu kasus
lumpur lapindo, perlu kita simak hal-hal positif yang bisa kita contoh penting
yang dapat ditarik bagi masyarakat dewasa ini adalah:
a) Kebaikan perlu dikedepankan oleh setiap individu. Setiap warga hendaknya
menyadari bahwa tujuan terdalam dari kehadirannya sebagai manusia adalah
pencapaian kebaikan. Jika setiap orang menginsyafi bahwa masing-masing
terarah kepada apa yang baik, maka masyarakat yang terbentuk pun akan
terwarnai olehnya. Bagi Lapindo, hal ini menjadi "ladang" permenungan untuk
menyadari perannya sebagi agen kebaikan yang sehamsnya memberi manfaat
kepada masyarakat lewat kegiatan bisnisnya.
b) Negara perlu menyadari fungsinya sebagai pengemban amanat bersama untuk
mewujudkan kebaikan bersama. Secara konkret hal ini dilaksanakan oleh para
pemegang kekuasaan, pejabat, anggota MPR,DPR, dan para pelaku politik.
Kebaikan bersama itu menjadi syarat mutlak dalam setiap aktivitas, juga dalam
kegitan bisnis. Kebaikan yang hendak diarah bukanlah kebaikan pribadi maupun
golongan, maka kepentingan umum wajib diutamakan. Konsekuensinya dalam
kasus Lapindo: segala hal hams ditujukan kepada pemenuhankepentingan umum
(masyarakat korban lumpur ). Tidak perlu bersilat lidah dan mengarahkan
bencana ini sebagai bencana nasional, karena sebagai korporasi penyebab
bencana ini, merekalah yang pertama-tama hams bertanggungjawab.
c) Kebaikan yang diusahakan ini hams menjadi actus humanus, artinya ia hams
diusahakan secara sadar dan dimaui oleh manusia-manusia Indonesia (temtama
oleh pihak Lapindo). Konsekuensinya: tindakan bisnis pun akhirnya mempakan
tindakan sadar warga (yang bemsaha menjadi manusia yang berkeutamaan) dan
yang hendak menggapai kebaikan bersama.