UNIVERSITAS 17 AGUSTUS
SAMARINDA
Arifin La ode
KELAS 08 MALAM , NPM : 19 111 00 11 011 246
CONTOH CONTOH KASUS PELANGGARAN HAM BERAT DI INDONESIA
militer maupun unsur sipil yang disponsori oleh militer. Peristiwa ini
diawali dengan penculikan dan pembunuhan para Jendral pada 30
tersebut.
Diskusi virtual ini juga dihadiri oleh Dosen FISIP UPN Jakarta, Sri
Baru. Hak mereka dibatasi baik di bidang hak sipil dan politik,
maupun di bidang hak ekonomi, sosial dan budaya.
Hal ini terjadi pada kelompok kecil bernama Usroh yang diketuai Abdullah
Sungkar. Kelompok Usroh diburu oleh pemerintah Orde Baru. Kelompok ini
melarikan diri ke Lampung.
Pada 1 Februari 1989, Camat Way Jepara Zulkifli Malik bertukar surat
dengan Komandan Rayon Militer Way Jepara Kapten Soetiman. Dalam
suratnya, Zulkifli menjelaskan informasi yang didapat dari Kepala Desa
Rajabasa Lama, Amir Puspa Mega dan Kepala Dusun Talangsari, Sukidi,
tentang keberadaan pengajian yang dianggap berkaitan dengan gerakan
Islam garis keras.
Diduga ramah panggung tersebut berisi ratusan jamaah yang terdiri dari
bayi, anak-anak, ibu hamil, serta orang tua. Sebanyak 246 jamaah
dinyatakan hilang, ratusan orang disiksa, ditangkap, ditahan, dan diadili
secara semena-mena.
Pada 27 April 2021, terdapat pertemuan yang dilakukan oleh Tim Balitbang
Kemenkumham dan Korban Peristiwa Talangsari. Namun, pertemuan ini
dikecam Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) dan
KontraS karena dilakukan tanpa berkoordinasi ataupun mengundang
Paguyuban secara layak.
TRAGEDI TRISAKTI
Tragedi Trisakti merupakan bagian dari sejarah Indonesia. Penting bagi
generasi sekarang ini untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang lalu dan
dijadikan sebagai pengetahuan dan pembelajaran terutama bagi penerus
bangsa.
Kala itu pemerintahan masa Orde Baru sudah berlangsung selama 32 tahun,
tepatnya dari tahun 1966 hingga 1998. Pemerintahan yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto memiliki berbagai kebijakan yang baik untuk
kelangsungan Bangsa Indonesia. Namun, ada juga kebijakan yang dianggap
tidak memihak pada rakyat.
Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh
krisis finansial Asia sepanjang 1997-1999. Pemerintahan Presiden Soeharto
juga dinilai otoriter dan tidak menerima kritikan. Selain itu, kekuasaan
kehakiman berada dibawah kontrol dan campur tangan Presiden Soeharto.
Latar belakang krisis yang banyak terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru
inilah yang menimbulkan krisis kepercayaan hingga membuat para
mahasiswa dan masyakarat melakukan demonstrasi besar-besaran di bulan
Mei 1998.
Akhirnya, pada pukul 17.15, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak
majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke
arah mahasiswa.
Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di Universitas
Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun
berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brimob, Batalyon
Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon
Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam serta Pasukan Bermotor. Mereka
dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Steyr, dan SS-1.
Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu
orang dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah
menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru
tajam. Hasil sementara diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru
tajam untuk tembakan peringatan.
Kondisi bangsa yang semakin tidak terkendali akhirnya memaksa Soeharto untuk
meletakkan jabatannya di depan Mahkamah Agung pada tanggal 21 Mei 1998
pukul 10.00 pagi. Pada saat yang sama, Soeharto kemudian menunjuk wakilnya
B.J. Habibie untuk menggantikan posisinya.