Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PPKN

“CONTOH KASUS PELANGGARAN HAM BERAT BESERTA ANALISIS”

Guru Pembimbing : Ardiyansyah,S.H.

Disusun Oleh :

Kelompok 4

XII IPA 1

1. Jesslyn heresiani
2. Lola Puspita Kusuma
3. Nuraini Intan Hayati
4. Nurul Andini
5. Wangi Salsabila

YAYASAN PENDIDIKAN UNGGUL SAKTI

TAHUN AJARAN 2018/2019


TRAGEDI TANJUNG PRIOK 1984

 URAIAN SINGKAT

1. Jumat, 7 September 1984

seorang Babinsa beragama Katholik sersan satu Harmanu datang ke musholla kecil yang
bernama “Musholla As-sa’adah” dan memerintahkan untuk mencabut pamflet yang berisi
tulisan problema yang dihadapi kaum muslimin pada masa itu, dan disertai pengumuman
tentang kegiatan pengajian yang akan datang. tak heran jika kemudian para jamah di masjid
itu marah melihat tingkah laku Babinsa itu.

2. Sabtu, 8 September 1984

Dua orang petugas Koramil (Babinsa) tanpa membuka sepatu, memasuki Mushala as-Sa’adah
di gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka menyiram pengumuman yang
tertempel di tembok mushala dengan air got (comberan). Pengumuman tadi hanya berupa
undangan pengajian remaja Islam (masjid) di Jalan Sindang.

3. Senin, 10 September 1984

Usaha peleraian yang dilakukan oleh dua orang takmir masjid Syarifuddin Rambe dan Sofwan
Sulaeman sementara usaha peleraian sedang berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung
jawab dan tidak ada urusannya dengan permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas
Koramil itu. Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah tentara dan
segera melakukan penangkapan terhadap 4 orang yaitu: Rambe, Sulaeman, pengurus mushola
Achmad Sahi dan seorang tuna karya Muhamad Noor.

4. Selasa, 11 September 1984

Pada tanggal 11 September 1984, Massa yang masih memendam kemarahannya itu datang ke
salah satu tokoh didaerah itu yang bernama Amir Biki, karena tokoh ini dikenal dekat dengan
para perwira di Jakarta. Amir Biki pun menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk
meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak
bersalah. Peran Amir Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai salah seorang
pimpinan Posko 66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk
menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat. Usaha Amir
Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia.

5. Rabu, 12 September 1984

Dalam suasana tantangan yang demikian, acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang Raya,
yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala as-Sa’adah, terus berlangsung
juga. Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang bukan mubalig dan memang
tidak pernah mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan latar belakang rangkaian kejadian di hari-
hari sebelumnya, jemaah pengajian mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi petunjuk.

Dihadapan massa, Amir biki berbicara dengan keras, yang isinya mengultimatum agar
membebaskan para tahanan paling lambat pukul 23.00 Wib malam itu juga. Bila tidak, mereka
akan mengerahkan massa untuk melakukan demonstrasi. Saat ceramah usai, berkumpulah
sekitar 1500 orang demonstran yang bergerak menuju kantor Polsek dan Kormil setempat.
Pada waktu berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian menuju Polres dan sebagian
menuju Kodim.

Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah dihadang oleh
pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan senjata otomatis di tangan
dan terjadilah pertempuran darah yang sangat tragis selain itu pembantaian dilakukan dengan
melindas para jamaah yang berdemonstrasi yang sedang tairap dengan truk militer besar .
Puluhan orang jamaah pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid. dan mayat-mayat itu
dilemparkan ke dalam truk militer yang beroda 10, sekitar 30-40 mayat berada di dalamnya.

Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim dipimpin langsung oleh
Amir Biki. Kira-kira jarak 15 meter dari kantor Kodim, jamaah pengajian dihadang oleh militer
untuk tidak meneruskan perjalanan, dan yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang
pimpinan jamaah pengajian itu, di antaranya Amir Biki.

Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu
ditembak dengan peluru yang keluar dari senjata otomatis militer yang menghadangnya.
Ketiga orang pimpinan jamaah itu jatuh tersungkur menggelepar. Melihat kejadian itu, jamaah
pengajian yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau
melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang jamaah
pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid.

 FAKTOR PENYEBAB

 Secara Garis Besar

1. Adanya unsur provokasi

2. Kurangnya rasa toleransi umat beragama

3. Tidak menghormati Hak dan kewajiban satu sama lain.

 Secara Terperinci

1. Adanya penempelan pamflet dan poster di musholla as-sa’adah yang diduga menghasut
dan bersifat SARA namun pamflet tersebut hanya pengumuman pengajian rutin biasa.

2. Petugas Koramil (Babinsa) yang memasuki musholla As-sadah tanpa membuka sepatu.

3. Petugas Koramil (Babinsa) yang menyiram pamflet di dinding musholla dengan air
conberan.

 AKIBAT

1. Pembakaran salah satu motor petugas Koramil (Babinsa) yaitu sersan satu Harmanu.

2. Penangkapan dan penyiksaan pihak-pihak yang tidak bersalah yang dilakukan oleh Aparat
Kodim.

3. Banyaknya korban yang gugur dalam tragedi tersebut.

 PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT

 Secara Garis besar :


1. Pihak yang menyebabkan Tragedi : Pihak aparat yang terlibat.
2. Pihak yang menjadi korban : Pihak jamaah pegngajian masjid as-sa’adah mulai dari
Ustadnya, Pengurus Mushola dan jamaah lainnya.
 Secara Terperinci :
1. Sersan satu Hermanu (orang yang meyiram dinding mushola dengan air got dan yang
memasuki mushola tanpa melepas alas kaki)
2. Jenderal Hartono Rekso Dharsono (ditangkap karena diduga menghasut kerusuhan
tersebut)
3. Try Sutrisno (Aparat yang mengawasi jalannya pengangkutan mayat mayat pada tragedi
tersebut)
4. Sugeng Subroto (Aparat yang terlibat dengan tragedi tersebut)
5. Pranowo (Aparat yang terlibat dengan tragedi tersebut)
6. R. Butar-butar(Aparat yang terlibat dengan tragedi tersebut)
7. Sriyanto(Aparat yang terlibat dengan tragedi tersebut)
8. Amir Biki (salah satu Pemimpin pengajian di jalan sindang lorong 102)
9. Syarifuddin Rambe (salah satu pengurus Mushola as-sa’adah yang berdebat dengan sersan
satu hermanu yang kemudian ditangkap akibat dituduh membakar motor petugas Koramil
(Babinsa).
10. Sofwan Sulaeman (salah satu pengurus Mushola as-sa’adah yang berdebat dengan sersan
satu hermanu yang kemudian ditangkap akibat dituduh membakar motor petugas Koramil).
11. Achmad Sahi (salah satu pengurus Mushola as-sa’adah yang ditangkap oleh aparat akibat
dituduh membakar motor petugas Koramil )
12. Muhamad Noor (seorang massa yang diduga membakar motor petugas Koramil)
13. Syarifin Maloko (Ustad dalam pengajian di jalan sindang lorong 102)
14. Salim Kadar (Ustad dalam pengajian di jalan sindang lorong 102)
15. M Nasir (bukan M. Natsir tokoh Masyumi) (Ustad dalam pengajian di jalan sindang lorong
102)
16. Ratono. (Ustad dalam pengajian di jalan sindang lorong 102)

 SOLUSI

Tidak ada solusi pasca kejadian sampai dua tahun setelah peristiwa pembantaian itu,
suasana Tanjung Priok begitu mencekam -Siapapun yang menanyakan peristiwa 12
September, menanyakan anak atau kerabatnya yang hilang, akan berurusan dengan aparat.
Hingga pemerintahan Presiden Soeharto lengser barulah ada pengajuan untuk solusi tragedi
ini. Pengajuan dilakukan oleh gerakan-gerakan menuntuk HAM.

Tanggal Kegiatan
27 Agustus 1999 Press release KPKP (Koalisi Pembela Kasus Priok: Kontras,
YLBHI, API, LBH Jakarta dan ALPERUDI) mendesak
pemerintah untuk:

• Mendesak PUSPOM untuk memanggil Soeharto dan LB


Moerdani, Try Sutrisno dan pentinggi-petinggi mliter yang
terlibat secara langsung kasus Tanjung Priok 12 September
1984 sebagai langkah awal pertanggungjawabannya

• Memperlihatkan secara serius dan mengadili seluruh pihak


yang terlibat dalam rangkaian pelanggaran hukum dan HAM
atas kasus Priok mulai dari penembakan masal, pembantaian,
penangkapan sewenang-wenang, pneyiksaan, intimidasi dan
penghilangan orang baik sipil dan militer

3 Mei 2000 KPP HAM memeriksa Try Soetrisno dan LB Moerdani

Juni 2000 Komnas HAM menyerahkan hasil KPP HAM Priok kepada
Kejaksaan Agung

11 Juli 2000 Berkas Komisi Penyelidik dan Pemeriksa Pelanggaran HAM Tanjung
Priok (KP3T) dipulangkan Kejaksaan Agung ke Komnas HAM untuk
dilengkapi kekurangannya

14 Oktober 2000 Hasil penyelidikan diserahkan ke kejaksaan Agung untuk kedua kalinya

24 Januari-19 Februari 2001 Pemeriksaan beberapa saksi korban dan keluarga di Kejaksaan Agung

Juli 2002 MA Rahman dalam sebuah pertemuan dengan DPR RI menjelaskan


bahwa Kejaksaan Agung telah menetapkan 12 tersangka

14 September 2003 Pembacaan dakwaan terhadap Sutrisno Mascung CS di Pengadilan


HAM Jakarta Pusat. Komandan regu III daroi Yon Arhanudse beserta
11 anak buahnya tersebut didakwa melakukan pelanggaran HAM yang
berat meliputi pembunuhan, percobaan pembunuhan dan penganiayaan

23 September 2003 Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pranowo didakwa oleh jaksa telah
melakukan pelanggaran HAM berat berupa perampasan kemerdekaan
dan penyiksaan

30 September 2003 Dakwaan RA butar Butar dibacakan oleh Jaksa di pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Komandan Kodim tersebut didakwa melakukan
pelanggaran HAM berat berupa pembunuhan, penganiayaan dan
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang terhadap penduduk
sipil

23 Oktober 2003 Sriyanto (Pasiop Kodim 0502) diajukan ke persidangan dengan dakwaan
telah melakukan pelanggaran HAM berat meliputi: pembunuhan,
percobaan pembunuhan dan penganiayaan

31 Maret 2004 RA Butar Butar di tuntutan 10 tahun penjara

30 April 2004 RA Butar Butar divonis 10 tahun penjara dan wajib memberikan
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi terhadap korban

3 Juli 2004 Pranowo dituntut 5 tahun penjara

8 Juli 2004 Sriyanto dituntut 10 tahun penjara

9 Juli 2004 Sutrisno Mascung CS dituntut 10 tahun penjara

10 Agustus 2004 Pranowo diputus bebas oleh Pengadilan Negeri

12 Agustus 2004 Sriyanto diputus bebas oleh Pengadilan Negeri

29 September 2005 Sriyanto dibebaskan oleh hakim Agung ditingkat Kasasi

13 Januari 2006 Mahkamah Agung membebaskan Pranowo ditingkat kasasi.

28 Februari 2006 Sutrisno Mascung CS dibebaskan pada tingkat kasasi

6 Maret 2006 Kontras mengadu ke Komisi Yudisial

1. Solusi Represif

• Mengajukan kembali kasus Tanjung Priok ini kedalam persidangan


• Mencari bukti-bukti baru terkait peristiwa tersebut dengan berkerjasama dengan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia

• Mencari saksi-saksi baru yang bisa menceritakan kronologis yang sebenarnya tentang
Peristiwa tersebut.

2. Solusi Preventif

• Mengamalkan Pancasila sebagaimana mestinya sebagai ideologi bangsa, dan menjalankan


UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Pancasila dengan UUD 1945 ini harus bisa di
amalkan secara bersamaan dan saling melengkapi.

• Pemerintah dan instansi terkait misalnya militer dalam konteks ini harus bisa menahan
sikap ketika sedang menjalankan tugas demi terjalinnya komunikasi yang baik dengan
masyarakat. Dan ketika terjadi permasalahan hendaknya mampu diselesaikan dengan
musyawarah mufakat antara masing-masing pihak dengan melibatkan lembaga-lembaga
social kemasyarakatan (LSM) sebagai penengah dan pengawas dalam proses pemecahan
masalah.

• Pemerintah, pemuka agama, dan tokoh-tokoh masyarakat hendaknya saling berdiskusi dan
menjalin hubungan yang harmonis. Dengan begitu pemimpin-pemimpin dari berbagai
elemen tersebut mampu mengontrol perilaku anak buahnya. Agar tidak ada lagi adu domba
dari segelintir orang yang memanfaatkan keuntungan jika terjadi konflik.

 KENDALA

Kendala yang dapat ditemui dari kasus ini adalah banyaknya versi mengenai kronologi
peristiwa yang berbeda-beda serta adanya perbedaan data mengenai jumlah korban
dalam peristiwa tersesbut dan adanya unsur menutupi kejadian yang sebenarnya.
Kronologi peristiwa antara saksi mata dengan pemerintah pada orde baru terjadi
perbedaan.

 KESIMPULAN
1. Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM yang bersifat
berat. Adapun pelanggaran-pelanggaran tersebut berupa Pembunuhan kilat (summary
killing), Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and detention),
Penyiksaan (torture), dan Penghilangan orang secara paksa (enforced or involuntary
disappearance).
2. Kasus Tanjung Priok 1984 melanggar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Bab IX
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia pasal 104 dan Undang-undang Nomor 26 Tahun
2000 pasal 43 ayat 1 bahwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.
DAFTAR PUSTAKA

• https://27victory.wordpress.com/2010/04/15/foto-foto-tragedi-priok-berdarah-ii-aparat-
vs-rakyat/
• http://wartasejarah.blogspot.com/2013/10/tragedi-tanjung-priok-1984_28.html#!/tcmbck
• http://sejarah-indonesia-lengkap.blogspot.com/2015/11/sejarah-tragedi-tanjung-priok-
1984.html
• https://news.detik.com/berita/3640928/tragedi-tanjung-priok-islah-ditolak-proses-hukum-
tak-tuntas

Anda mungkin juga menyukai