Priok yang dihukum 18 tahun penjara oleh Pemerintah Orde Baru ini
mengungkapkan, kejadian ini bermula sejak 8 September 1984 setelah
aparat memasuki tempat ibadah tanpa melepas lars-nya. Selain itu,
mereka juga mencopot pamflet-pamflet yang dianggap berisi ujaran
kebencian terhadap pemerintah.
Terkait hal ini para aparat tersebut menangkap empat orang yang
terduga sebagai provokator. Pada 11 September 1984, para jemaah
meminta bantuan dari Amir Biki, tokoh masyarakat daerah tersebut.
Berdasarkan Kontras, Mereka Bilang di Sini Tidak Ada Tuhan: Suara
Korban Tragedi Priok, Amir Biki yang merespon permintaan jemaah
tersebut meminta Kodim untuk melepaskan 4 orang yang ditahan
tersebut. Namun, hal ini tidak diindahkan oleh pihak aparat dan Amir
Biki merasa dipermainkan.
Pada 10 September 1984, Sersan Hermanu, anggota dari Bintara Pembina Desa
sampai di Masjid As Saadah di Tanjung Priok.
Di sana ia menyuruh pengurusnya, Amir Biki, untuk menghapus brosur dan spanduk
yang berisi tulisan kritik kepada pemerintah. Namun, Biki menolak permintaan
tersebut.
Akibat aksinya tersebut, Rambe, Sulaeman, serta pengurus lain, Achmad Sahi dan
Muhammad Noor ditangkap.