Pada tanggal 19 September 1984, Sersan Hermanu, seorang anggota Bintara Pembina Desa tiba di Masjid As-Saadah di Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan mengatakan kepada pengurusnya, Amir Biki, untuk menghapus brosur dan spanduk yang dinilai berbau SARA. Biki menolak permintaan ini, lantas Hermanu memindahkannya sendiri. Saat melakukannya, dia dilaporkan memasuki area sholat masjid tanpa melepas sepatunya (sebuah pelanggaran serius terhadap etiket masjid). Sebagai tanggapan, warga setempat yang dipimpin oleh pengurus masjid Syarifuddin Rambe dan Sofwan Sulaeman, membakar motornya dan menyerang Hermanu saat dia sedang berbicara dengan petugas lain. Maka pada hari itu juga, Syarifuddin Rambe, Sofyan Sulaeman, Ahmad Sahi, Muhammad nur ditangkap aparat keamanan. Setelah itu, Biki memimpin sebuah demonstrasi ke kantor Kodim Jakarta Utara, di mana keempat tahanan tersebut ditahan. Sekitar pukul 11 malam waktu setempat, para pemrotes mengepung komando militer. Pada saat sebagian pasukan mulai memblokir jalan protokol, mendadak para demonstran sudah dikepung dari segala penjuru dan terdengar suara letusan senjata, tiba-tiba ratusan orang demonstran tersungkur berlumuran darah.
2. Kasus terbunuhnya marsinah
Marsinah merupakan buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik pembuat jam yang berada di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Semasa hidup, Marsinah dikenal vokal menyuarakan hak-hak kaum buruh. Perjuangan Marsinah pun terpaksa terhenti setelah ia diculik, disiksa, diperkosa, hingga dibunuh pada 8 Mei 1993. Jenazah Marsinah ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk di daerah Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur, sekitar 200 km dari tempatnya bekerja, pada 9 Mei 1993. Pembunuhan Marsinah pun menjadi salah satu kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang pernah terjadi di Indonesia dan menarik perhatian dunia. Para aktivis kemudian membentuk Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) dan menuntut pemerintah menyelidiki dan mengadili para pelaku pembunuhan.
3. Kasus terbununhnya wartawan udin
Fuad Muhammad Syafruddin atau yang dikenal dengan Udin merupakan wartawan dari sebuah surat kabar yang beroperasi di Yogyakarta, Bernas. Udin menjadi korban penganiayaan yang terjadi di depan rumah kontrakannya, yang beralamatkan di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis Km. 13, Bantul, Yogyakarta pada 13 Agustus 1996 sekitar pukul 23.30 Udin dipukul oleh orang yang tak dikenalnya. Penyebab dianiayanya wartawan kelahiran 18 Februari 1964 ini adalah karena berita yang ia tulis selalu mengkritisi kejadian yang terjadi pada saat itu. Pada 14 Agustus 1996, Udin dilarikan ke Rumah Sakit Berhesda, Yogyakarta setelah tidak bisa ditangani di Rumah Sakit Jebugan (saat ini Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati). Pada hari Jum'at, 16 Agustus 1996, Udin meninggal dunia usai mengalami koma selama tiga hari dan jenazahnya dimakamkan di desa Trirenggo, Bantul pada keesokan harinya, hari Sabtu, 17 Agustus 1996. Sri Sultan Hamengkubuwono X berkata bahwa kasus ini harus diusut tuntas. Namun pihak kepolisian saat itu, malah membuang barang bukti yang ada hingga mencari kambing hitam untuk kasus ini. 26 tahun sudah kasus Udin berjalan tanpa penyelesaian. 4. Peristiwa Aceh Konflik yang terjadi di Aceh disebabkan oleh beberapa hal, yaitu perbedaan pendapat tentang hukum Islam, ketidakpuasan atas distribusi sumber daya alam Aceh, dan peningkatan jumlah orang Jawa di Aceh. Sebelumnya, pada 4 Desember 1976, pemimpin GAM, Hasan di Tiro bersama beberapa pengikutnya melayangkan perlawanan terhadap pemerintah RI. Pada tahun 1977 GAM pertama kali mengibarkan bendera perang dengan melakukan gerilya namun mengalami kegagalan. Pada 1989, GAM memperbarui aktivitasnya. GAM didukung oleh Libya dan Iran dengan mengerahkan sekitar 1.000 tentara. Melalui ancaman terbaru ini, Aceh dinyatakan sebagai Daerah Operasi Militer Khusus (DOM). Desa-desa yang diduga menampung para anggota GAM dibakar dan anggota keluarga tersangka diculik dan disiksa. Diyakini terdapat 7.000 pelanggaran hak asasi manusia terjadi selama DOM berlangsung. pada 1999, kekerasan justru semakin meningkat. GAM memberontak terhadap pejabat pemerintah dan penduduk Jawa yang didukung oleh penyelundupan senjata besar-besaran dari Thailand oleh GAM. tanggal 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah RI memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Pada 17 Juli 2005, setelah berunding selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantta, Finlandia. Penandatanganan kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN. Semua senjata GAM yang berjumlah 840 diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian, pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap militer Tentara Neugara Aceh (TNA) telah dibubarkan secara formal.
5. Peristiwa trisakti dan semanggi (1998)
Awal tahun 1998, perekonomian di Indonesia tengah terganggu. Hal ini dipengaruhi oleh adanya krisis finansial Asia sepanjang tahun 1997 sampai 1999. Mahasiswa kemudian melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Namun, aksi mereka dihalangi oleh Polri yang disusul dengan kedatangan militer. Beberapa mahasiswa kemudian mencoba untuk bernegosiasi dengan pihak Polri. Akhirnya pukul 17.15, para mahasiswa bergerak mundur. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru mereka ke arah para mahasiswa. Dalam berbagai dokumentasi televisi, juga terlihat adanya tembakan yang berasal dari atas fly over Grogol dan jembatan penyebrangan. Aparat keamanan tidak hanya menembaki mereka dengan peluru karet, tetapi juga menggunakan peluru tajam. Wakil Ketua Komnas HAM, Marzuki Darusman, yang turut hadir di kampus Trisakti menyatakan adanya serangan terhadap kemanusiaan dalam menangani massa. Namun, Kapolri yang menjabat saat itu, Jenderal Pol Dibyo Widodo membantah jika anak buahnya menggunakan peluru tajam. Misteri penembakan ini masih terus menyelimuti sejarah kelam 12 Mei 1998. Empat mahasiswa yang tewas dalam Tragedi ini dikenang sebagai Pahlawan Reformasi oleh pihak kampus. Nama empat mahasiswa itu diabadikan menjadi nama jalan di Universitas Trisakti, Nagrak, dan Bogor. 6. Peristiwa kekerasan di timor timur pasca jajak pendapat (1999) Kejadian itu bermula ketika pada tanggal 27 Januari 1999, pemerintah Republik Indonesia memberikan 2 opsi untuk menentukan masa depan Provinsi Timor Timur yaitu menerima otonomi khusus atau memilih berpisah dari NKRI. Namun, hasil menunjukan mayoritas memilih untuk berpisah dari NKRI. Setelah pengumuman hasil jejak pendapat rakyat Timor Timur banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di sana. Kekerasan, pembunuhan massal, kerusakan terhadap pemukiman penduduk dalam skala besar. Hal tersebut ditengarai adanya campur tangan pemerintah Indonesia sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap lepasnya satu daerah teritori mereka. Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Timor Leste membuat sebuah komisi untuk mengungkap kebenaran mengenai kasus HAM di Timor Leste yang bernama Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP). Komisi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan rekonsiliasi dan menjamin tidak akan terjadinya hal yang sama di masa mendatang. Namun beberapa LSM baik internasional maupun nasional seperti Amnesti Internasional, ANTI dan KontraS memandang kinerja dari KKP sendiri belum cukup memuaskan dan menuntut kepada pemerintah Indonesia dengan bantuan komunitas internasional untuk mendukung upaya keadilan dan kebenaran bagi korban pelanggaran HAM di Timor Leste yang terjadi selama pendudukan Indonesia berlangsung.
7. Kasus ambon (1999)
Kerusuhan ini bermula dari kematian seorang tukang ojek bernama Darkin Saimen yang tidak dapat mengendalikan setir motornya, sehingga ia menabrak sebuah pohon dan menabrak rumah seorang warga bernama Okto. Sebelum sampai di rumah sakit, nyawa Darkin sayangnya tidak tertolong. Hal inilah yang kemudian memicu munculnya dugaan bahwa Darkin sebenarnya telah dibunuh. Akibat kematian Darkin, terjadilah pertikaian antara dua kelompok. Mereka saling melempar batu dan merusak beberapa fasilitas. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Bachrul Alam mengatakan bahwa korban tewas dalam konflik Ambon akibat luka tembak. Untuk fasilitas, terdapat tiga rumah dirusak, empat motor dan dua mobil. Dalam kejadian ini tiga orang tewas di RS Al Fatah. Serta terdapat warga yang mengalami luka tembak. Selanjutnya, Anton juga menambahka bawa terdapat puluhan warga lainnya yang juga mengalami luka ringan dan berat. 24 orang luka berat dan 65 orang luka ringan. Dua hari pasca kejadian, Gubernur Mlauku, Karel Albert Rahalu, menyatakan bahwa situasi keamanan di Ambon sudah kondusif. Disusul dengan 200 personel Brimob Makassar yang datang ke Kota Ambon.
8. Kasus Poso (1998 – 2000)
Peristiwa Konflik Poso dimulai dari sebuah bentrokan kecil antarkelompok pemuda sebelum akhirnya menjalar menjadi kerusuhan bernuansa agama. Pada malam Natal, 24 Desember 1998, seorang pemuda dari desa mayoritas Protestan di Lambogia menikam Ahmad Ridwan, seorang Muslim. Para pemuka agama kedua belah pihak kemudian bertemu. Keduanya sepakat bahwa sumber masalahnya terletak pada minuman keras. Alhasil, Polres Poso mulai menyita ribuan miras yang kemudian dimusnahkan. Selanjutnya pada 27 Desember 1998, sekelompok orang Kristen besenjara yang menaiki truk dari Tentena tiba, bentrokan pun terjadi. Pada April 2000, sidang mantan Bupati Afgar Patanga berlangsung. Patanga didakwa menyelewengkan dana dari program kredit pedesaan. Ada desas-desus bahwa sebagian dari dana itu digunakan untuk menyewa massa untuk menyerang pengadilan. Perkelahian terjadi antara pemuda Kristen dan pemuda Muslim. Pada awal Mei, muncul desas-desus bahwa banyak pemuda Kristen telah melarikan diri ke kamp pelatihan di Kerei. Pasukan Kristen menamakan operasi ini 'kelelawar merah' dan 'kelelawar hitam'. Pasukan ini konon dipimpin oleh Fabianus Tibo, seorang pendatang dari Flores, NTT. Peristiwa Mei 2000 merupakan pertempuran terbesar dan terburuk. Pada tahun 2000 diadakan Operasi Sadar Maleo. Pertengahan April 2004 terjadi Operasi Sintuwu Maroso. Konflik Poso berakhir dengan penandatanganan Deklarasi Malino, 20 Desember 2001. Dirinci 577 tewas, 384 luka-luka, 7.932 rumah hancur dan 510 fasilitas umum terbakar.
9. Kasus bom bali
Peristiwa tersebut berawal saat teroris Ali Imron menyiapkan satu bom kotak dengan berat 6 kilogram yang telah dipasang sistem remote ponsel dan diletakkan di trotoar dekat Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat pada Sabtu (12/10/2021) pukul 20.45 WITA. Namun ledakan terdahsyat terjadi di Sari Club. Jatmiko bertugas menyiapkan minuman untuk pelanggan. Dia berdiri di meja bartender tepat di depan disc jokey (DJ) yang memainkan musik. Begitu dia mendengar suara ledakan yang sangat kuat. Namun, tidak banyak yang menyadari bahwa suara tersebut berasal dari bom yang meledak di Paddy's Pub. Jatmiko nekat melompat dari atap salah satu rumah dengan ketinggian sekitar 3 hingga 4 meter. Di depan Sari Club, sudah ada banyak tubuh manusia yang terbakar. Ia melihat sesosok tubuh manusia yang tergantung, seperti tersangkut di pagar. Tragedi Bom Bali I merenggut 202 jiwa dan melukai 209 orang. Ledakan yang terjadi di Sari Club tersebut menewaskan 184 orang, melukai 250 orang, menghancurkan 47 gedung dan merusak berat ratusan mobil. Rangkaian pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang disusul dengan pengeboman skala kecil pada tahun 2005. Tersangka utama tragedi Bom Bali I, Amrozi Bin Nurhasyim, ditangkap di rumahnya di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur pada 10 November 2002. Setelah 19 tahun berlalu, Made Yoga Pramana berharap kejadian ini tidak terulang lagi. . 'Semoga Bali aman, aksi terorisme tidak terulang seperti peristiwa 19 tahun lalu,' kata Yoga.