Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998. Peristiwa ini berkaitan dengan gerakan di era
reformasi yang gencar disuarakan di tahun 1998. Gerakan tersebut dipicu oleh krisis moneter dan
tindakan KKN presiden Soeharto, sehingga para mahasiswa kemudian melakukan demo besar-
besaran di berbagai wilayah yang kemudian berujung dengan bentrok antara mahasiswa dengan
aparat kepolisian.
Tragedi ini mengakibatkan (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi
Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi
Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).
Kasus Marsinah terjadi pada 3-4 Mei 1993. Seorang pekerja dan aktivitas wanita PT Catur Putera
Surya Porong, Jatim.
Peristiwa ini berawal dari aksi mogok yang dilakukan oleh Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka
menuntun kepastian pada perusahaan yang telah melakukan PHK mereka tanpa alasan. Setelah
aksi demo tersebut, Marsinah malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia tewas di kawasan
hutan Wilangan, Nganjuk dalam kondisi mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran
HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan. Penyelidikan masih belum
menemukan titik terang hingga sekarang.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 2002. Sebuah bom diledakkan di kawasan Legian Kuta, Bali oleh
sekelompok jaringan teroris.
Kepanikan sempat melanda di penjuru Nusantara akibat peristiwa ini. Aksi bom bali ini juga
banyak memicu tindakan terorisme di kemudian hari.
Peristiwa bom bali menjadi salah satu aksi terorisme terbesar di Indonesia. Akibat peristiwa ini,
sebanyak ratusan orang meninggal dunia, mulai dari turis asing hingga warga lokal yang ada di
sekitar lokasi.
4. Peristiwa Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari
masalah SARA dan unsur politis.
Peristiwa ini dipicu oleh warga sekitar yang melakukan demonstrasi pada pemerintah dan aparat
yang hendak melakukan pemindahan makam keramat Mbah Priok. Para warga yang menolak
dan marah kemudian melakukan unjuk rasa, hingga memicu bentrok antara warga dengan
anggota polisi dan TNI.
Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat ratusan korban meninggal
dunia akibat kekerasan dan penembakan.
Munir Said Thalib adalah aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM.
Munir lahir di Malang, tanggal 8 Desember 1965. Munir meninggal pada tanggal 7 September
2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju
Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa
Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun,
sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan
atau minumannya saat di dalam pesawat.
Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas, bahkan kasus ini telah diajukan ke
Amnesty Internasional dan tengah diproses. Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto
selaku Pilot Garuda Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia
merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja ia menaruh Arsenik
di makanan Munir dan meninggal di pesawat.
Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan
mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai
melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI datang
berserta Pansernya.
Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-
lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami
luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini telah
terbukti terjadinya pelanggaran HAM.
Peristiwa beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi lagi
hangat-hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga sekitar yang
berjumlah banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap
orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun santet dibunuh,
ada yang dipancung, dibacok bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota
TNI dan ABRI tidak tinggal diam, mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet
yang masih selamat dari amukan warga.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan informasi ini tidak diketahui oleh masyarakat luas dan
dunia
internasional seperti :
Korban pemerkosaan terutama di Aceh, sering dianggap aib dan memalukan. Akibatnya
korban atau keluarga selalu berusaha untuk menutupi kejadian tersebut.
Adanya ancaman dari pelaku untuk tidak "mengungkap" kejadian tersebut kepada orang
lain, karena pelakunya aparat yang sedang bertugas di daerah tersebut, membuat
korban/keluarga selalu berada dalam kondisi diintimidasi.
Penderitaan dan trauma yang dialami oleh korban sangat mendalam, sehingga sangat sulit
bagi korban untuk menceritakan pengalaman buruknya, apalagi kepada orang yang tidak
terlalu dikenalnya.
Adanya ancaman dari pihak-pihak tertentu terhadap orang ataupun LSM yang
mendampingi korban.