Anda di halaman 1dari 39

1.

Kasus Trisakti dan Semanggi

Peristiwa yang terjadi di Trisakti dan Semanggi pada tahun 1998 merupakan salah
satu kasus HAM terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Peristiwa ini berkaitan
dengan gerakan di era reformasi yang gencar disuarakan di tahun 1998. Gerakan
tersebut dipicu oleh krisis moneter dan tindakan KKN presiden Soeharto, sehingga
para mahasiswa kemudian melakukan demo besar-besaran di berbagai wilayah.
Demonstrasi kemudian berujung dengan bentrok antara mahasiswa dengan aparat
kepolisian. Hal ini memicu meninggalnya 4 mahasiswa dari Universitas Trisakti dan 5
mahasiswa di Semanggi. Mereka tewas setelah terkena tembakan peluru aparat
kepolisian. Peristiwa ini menjadi salah satu sejarah kelam bagi bangsa Indonesia.

2. Kasus Marsinah

Kasus Marsinah terjadi pada tanggal 3-4 Mei 1993 dan termasuk salah satu kasus
HAM yang terberat. Peristiwa ini berawal dari aksi mogok yang dilakukan oleh
Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka menuntun kepastian pada perusahaan yang
telah melakukan PHK mereka tanpa alasan. Setelah aksi demo tersebut, Marsinah
malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia tewas di kawasan hutan Wilangan,
Nganjuk dalam kondisi mengenaskan. Kasus ini masih belum menemukan titik
terang hingga sekarang.

3. Kasus Bom Bali

Peristiwa bom bali menjadi salah satu aksi terorisme terbesar di Indonesia. Peristiwa
ini terjadi pada tahun 2002. Sebuah bom diledakkan di kawasan Legian Kuta, Bali
oleh sekelompok jaringan teroris. Akibat peristiwa ini, sebanyak 202 orang
meninggal dunia, mulai dari turis asing hingga warga lokal yang ada di sekitar lokasi.
Kepanikan sempat melanda di penjuru Indonesia akibat peristiwa ini. Aksi bom bali
ini juga banyak memicu tindakan terorisme di kemudian hari.

4. Kasus Pembunuhan Munir


Kasus pembunuhan Munir menjadi salah satu kasus HAM yang masih belum bisa
diselesaikan. Munir merupakan seorang aktivis HAM yang banyak menangani
kasus-kasus HAM lain. Ia kemudian meninggal dalam perjalanan di pesawat saat
akan menuju kota Amsterdam, Belanda. Kejadian ini pun membuat gempar. Banyak
spekulasi yang bermunculan jika Munir tewas diracun atau dibunuh oleh golongan
tertentu. Kasus ini masih belum bisa diselesaikan. Bahkan beberapa saksi tidak
memberi keterangan yang jelas. Kasus Munir akhirnya ditutup beberapa tahun
berselang.

5. Peristiwa Tanjung Priok

Pelanggaran HAM juga pernah terjadi di kawasan Tanjung Priok, Jakarta. Dipicu
oleh warga sekitar yang melakukan demonstrasi pada pemerintah dan aparat yang
hendak melakukan pemindahan makam keramat Mbah Priok. Para warga yang
menolak dan marah kemudian melakukan unjuk rasa, hingga memicu bentrok antara
warga dengan anggota polisi dan TNI. Akibantnya banyak warga yang luka-luka,
bahkan hingga menyebabkan kematian.

Sumber : http://cepatlambat.blogspot.com/2013/10/contoh-kasus-pelanggaran-ham-
indonesia.html#ixzz3EVwg1t00

7. Pembantaiaan Rawagede
Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta pembunuhan
terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang,
Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 diringi dengan dilakukannya
Agresi Militer Belanda I. Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang
kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas. Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag
menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus bertanggung jawab. Pemerintah
Belanda harus membayar ganti rugi kepada para keluarga korban pembantaian Rawagede.

8. Peristiwa 27 Juli

Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan
mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai
melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI
datang berserta Pansernya. Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak
bangunan dan rambu-rambu lalu-lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan
orang (sipil maupun aparat) mengalami luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas
Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini telah terbukti terjadinya pelanggaran HAM.

9. Pembantaian Massal Komunis (PKI) 1965


Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang yang
dituduh sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada saat itu Partai Komunis Indonesia
(PKI) menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia dengan anggotanya yang berjumlah
jutaan. Pihak militer mulai melakukan operasi dengan menangkap anggota komunis,
menyiksa dan membunuh mereka. Sebagian banyak orang berpendapat bahwa Soeharto
diduga kuat menjadi dalang dibalik pembantaian 1965 ini. Dikabarkan sekitar satu juta
setengah anggota komunis meninggal dan sebagian menghilang. Ini jelas murni terjadi
pelanggaran Hak Asasi Manusia.

10. Kasus Dukun Santet di Banyuwangi


Peristiwa beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi lagi
hangat-hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga sekitar yang
berjumlah banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan
terhadap orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun
santet dibunuh, ada yang dipancung, dibacok bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi
bersama anggota TNI dan ABRI tidak tinggal diam, mereka menyelamatkan orang yang
dituduh dukun santet yang masih selamat dari amukan warga.

11. Kasus Bulukumba

Kasus Bulukumba merupakan kasus yang terjadi pada tahun


2003. Dilatar belakangi oleh PT. London Sumatra (Lonsum) yang melakukan perluasan area
perkebunan, namun upaya ini ditolak oleh warga sekitar. Polisi Tembak Warga di Bulukumba.
Anggota Brigade Mobil Kepolisian Resor Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilaporkan
menembak seorang warga Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Senin (3
Oktober 2011) sekitar pukul 17.00 Wita. Ansu, warga yang tertembak tersebut, ditembak di
bagian punggung. Warga Kajang sejak lama menuntut PT London mengembalikan tanah
mereka.

12. Peristiwa Abepura, Papua

Peristiwa ini terjadi di Abepura, Papua pada


tahun 2003. Terjadi akibat penyisiran yang membabi buta terhadap pelaku yang diduga
menyerang Mapolsek Abepura. Komnas HAM menyimpulkan bahwa telah terjadi
pelanggaran HAM di peristiwa Abepura.

13. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jejak Pendapat


Kerusuhan ini terjadi pada tahun 1999. Dilatar belakangi oleh Agresi Militer dan puluhan
warga sipil meninggal dan sebagian luka-luka.

14. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum


Perisiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan ratusan ribu korban jiwa. Peristiwa
yang dimulai dari Agresi Militer oleh TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintahan Fretelin
yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer
rutin yang rawan terhadap tindak kekerasan.

15. Kasus-kasus di Papua


Pada tahun 1966, kasus-kasus di Papua telah memakan ribuan korban jiwa. Peristiwa ini
terjadi akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi Organisasi Papua
Merdeka (OPM). Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam
antar perusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi warga sipil.

16. Kasus-kasus di Aceh pra DOM

Terjadi pada tahun 1976-1989, memakan banyak ribuan


korban jiwa. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah operasi militer dengan itensitas kekerasan yang
tinggi.

17. Penembakan Misterius (Petrus)


Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. Petrus adalah sebuah peristiwa
penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu
ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya
adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk
pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak.
Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat
dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban
Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak.

18. Kasus-kasus TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri


Ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang menimpa beberapa TKI yang bekerja di luar
negeri. Telah terjadi banyak penganiayaan, seperti dipukul, disetrika, diestrum listrik,
pelecehan seksual, pemerkosaan, bahkan pembunuhan terhadap para tenaga kerja Indonesia,
meskipun sudah ada Undang-Undang dari Pemerintah yang mengatur tentang perlindungan
atas TKI yang bekerja di luar negeri.
RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia merupakan negara demokrasi dengan multi-partai. Tahun 2009, pemberi suara
memilih Susilo Bambang Yudhoyono kembali sebagai Presiden dalam pemilihan umum yang
bebas dan jujur. Pengamat dalam dan luar negeri menilai bahwa pemilihan umum legislatif
2009 juga bebas dan jujur. Setelah lebih dari 10 tahun reformasi demokrasi, pasukan
keamanan melapor ke pihak berwenang sipil; namun, ada beberapa contoh pengecualian
ketika beberapa unsur pasukan keamanan bertindak sepihak dalam mengendalikan warga
sipil.

Penekanan atau pelanggaran terhadap hak beribadah dan kaum etnis minoritas merupakan
sebuah masalah. Pemerintah memberlakukan UU makar dan penistaan agama untuk
membatasi kebebasan berekspresi para pendukung kemerdekaan damai di provinsi Papua,
Papua Barat, dan Maluku serta oleh kelompok agama minoritas. Pejabat yang korupsi,
termasuk di jajaran pengadilan, merupakan masalah besar.

Permasalahan hak asasi lainnya termasuk pembunuhan oleh pasukan keamanan, pelecehan
terhadap para narapidana dan tahanan, kondisi penjara yang buruk, perdagangan manusia,
pekerja anak, dan gagal menegakkan standar buruh dan hak pekerja.

Di beberapa kasus, pemerintah menindak pejabat yang melakukan penyalahgunaan, namun


hukuman pengadilan seringkali tak sepadan dengan parahnya pelanggaran, begitu pula yang
terjadi dengan jenis kejahatan lainnya.

Gerilyawan separatis di Papua telah membunuh anggota pasukan keamanan dan melukai
yang lainnya dalam beberapa serangan. Anggota separatis Papua juga membunuh sejumlah
warga Indonesia non-Papua yang bermigrasi ke Papua sepanjang tahun.

Bagian 1. Menghargai Integritas Seseorang,


Termasuk Kebebasan dari:
a. Perampasan Hak Hidup Sewenang-Wenang atau
Melanggar Hukum
Ada sejumlah laporan bahwa oknum aparat keamanan baik tentara maupun polisi melakukan
pembunuhan sewenang-wenang atau melanggar hukum selama tahun 2012.

Pada 14 Juni, anggota pasukan keamanan yang tidak bisa teridentifikasi di Jayapura, Papua
menembak mati Mako Tabuni, pemimpin Komite Nasional untuk Papua Barat (KNPB), yang
berkampanye untuk mendapatkan kebebasan menentukan nasib sendiri bagi provinsi Papua
dan Papua Barat. Perihal penyebab kematian Tabuni tetap belum jelas, pihak kepolisian
menegaskan bahwa Tabuni tertembak karena menolak penangkapan, sementara para pembela
hak asasi manusia menyatakan bahwa ia ditembak dari belakang saat mencoba melarikan diri.
Dicurigai Tabuni menjadi target percobaan pembunuhan oleh pemerintah yang membunuh
aktivis mahasiswa Terjoli Weya tanggal 1 Mei. Pelaku misterius menembak Weya saat
demonstrasi memperingati perpindahan Papua dan Papua Barat dari Belanda ke Indonesia
pada tahun 1963. Saat penembakan, Weya dilaporkan sedang berdiri bersama Tabuni di
bagian belakang truk sewaktu melewati markas militer Abepura. Beberapa anggota KNPB
dan aktivis mengklaim bahwa Weya ditembak dari markas, dan otopsi mengungkapkan
bahwa ia diserang oleh pecahan kaliber .22. Polisi tidak menginvestigasi kasusnya.

Pada 27 Juli, anggota Brigade Mobil Polisi (Brimob) Polda Sumatera Selatan membubarkan
demonstrasi warga Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir di Sumatera Selatan. Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan bahwa personil Brimob
menembak Angga Prima yang berusia 12 tahun saat mereka berusaha mencegah terjadinya
demonstrasi. Komnas HAM juga menemukan bukti bahwa Kapolda Sumatera Selatan
memerintahkan Brimob untuk melakukan "langkah-langkah represif" dalam menangani
warga setempat di Ogan Ilir. Sengketa klaim hak atas tanah yang terjadi antara warga dengan
perusahaan perkebunan milik pemerintah, PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Cinta
Manis merupakan penyebab timbulnya konflik berdarah . Penyelidik Polri telah meminta
keterangan 120 anggota Brimob yang terlibat dalam bentrokan, tapi tidak ada satu pun yang
ditangkap atau ditindak.

Kekerasan yang terus berlangsung telah menyengsarakan warga masyarakat di provinsi


Papua dan Papua Barat selama tahun tersebut. Keterpencilan wilayah membuatnya sulit untuk
mengkonfirmasikan laporan mengenai desa-desa yang terbakar dan kematian warga sipil.
Pada 6 Juni, menyusul insiden di Wamena yaitu seorang anak terluka dalam kecelakaan lalu
lintas yang melibatkan dua tentara dari Batalyon Infanteri 756 bersepeda motor, warga
setempat menyerang kedua tentara yang mengakibatkan Pratu Ahmad Sahlan terbunuh
sedangkan Sersan Parloi Pardede terluka parah. Sebagai reaksi balas dendam atas kematian
dan terlukanya rekan mereka sekitar50-100 anggota batalyon melakukan penyerangan yang
mengakibatkan Elinus Yoman terbunuh, melukai sejumlah warga setempat, 87 rumah
terbakar. Hingga akhir tahun, penguasa tidak menahan atau memberikan tindakan indisipliner
pada anggota Batalyon Infanteri 756 atas peran mereka di insiden tersebrgaut. Angkatan
Darat Indonesia mengklaim bahwa tentara mereka harus membela diri saat berusaha
mengambil jasad Sahlan. Beberapa hari berikutnya setelah kejadian, upacara rekonsiliasi
khusus dilaksanakan yang melibatkan warga setempat, pejabat sipil dan pasukan keamanan.

Banyak kekerasan di Papua dan Papua Barat berkaitan dengan Organisasi Papua Merdeka
(OPM) dan operasi pasukan keamanan melawan OPM. Sebagai contoh, pada 23 Agustus,
polisi menahan empat orang yang diduga keras anggota OPM sebagai tersangka pembunuhan
anggota polisi Yohan Kasimatau di Bandara Enarotali di Paniai pada tanggal 21 Agustus.

Selain pembunuhan oleh pasukan keamanan dan OPM, terdapat juga sejumlah insiden
kekerasan, termasuk beberapa pembunuhan oleh pihak-pihak yang tidak dikenal di Papua dan
Papua Barat. Penyerang misterius yang oleh pejabat pemerintahan dan kontak HAM di duga
dilakukan oleh pihak a separatis Papua, membunuh beberapa warga pendatang non-Papua.
Pada 22 Mei, pengemudi Syaiful Bahri meninggal di tangan seorang pembunuh misterius.
Polisi menemukan serpihan jasadnya yang hangus terbakar di dalam mobil sewaan di
pemakaman di Jayapura, Papua. Otopsi mengungkapkan bahwa pendatang dari Jawa tersebut
kemungkinan besar meninggal setelah ditusuk berulang kali.

Kejahatan terus terjadi di sepanjang jalan dekat pertambangan emas dan tembaga Grasberg
milik Freeport McMoran di Timika, Papua, termasuk pembunuhan pasukan keamanan dan
pekerja. Pada 9 Januari, penembak misterius membunuh dua pekerja PT. Kuala Pelabuhan
Indonesia, perusahaan kontraktor Freeport, di sepanjang jalan. Polisi menemukan jasad
mereka di kendaraan yang terbakar. Pada 7 Februari, di titik lain di jalanan tersebut personil
Brimob Ronald Sopamena diduga ditembak mati oleh pihak OPM.

Pada Juni 2011, Mahkamah Agung menolak kasasi Pollycarpus Budihari Priyanto, yang
sebelumnya dihukum tahun 2004 karena didakwa meracuni yang mengakibatkan kematian
aktivis HAM, Munir Said Thalib. Sedangkan para pembela HAM terus menduga bahwa
peracunan yang mengakibatkan kematian Munir melibatkan anggota Badan Intellijen
Nasional (BIN). Pengungkapan keterlibatan personel intelijen BIN dalam kematian Munir
oleh pihak kejaksaan tampaknya tidak mengalami kemajuan dan cenderung berjalan
ditempat.

b. Penghilangan Orang
Tidak ada laporan mengenai penghilangan orang bermotif politik selama tahun tersebut.
Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil melaporkan sedikit perkembangan dalam
menghitung orang hilang tahun lalu atau dalam menuntut mereka yang bertanggung jawab
terhadap hilangnya orang-orang tersebut.

Tahun 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc
untuk melanjutkan penyelidikan dan kemungkinan penuntutan terhadap penculikan aktivis
pro-demokrasi tahun 1998. Pada akhir tahun, pemerintah belum membentuk pengadilan ad
hoc yang dimaksud.

c. Siksaan dan Kekejaman Lain, Ketidakmanusiawian,


atau Perlakuan atau Hukuman yang Merendahkan
Konstitusi menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk bebas dari siksaan dan
kekejaman lainnya, ketidakmanusiawian, dan perlakuan yang merendahkan. Undang-undang
melarang penggunaan kekerasan atau paksaan oleh pejabat untuk mendapatkan pengakuan
dan mempidanakan mereka dengan hukuman maksimal empat tahun penjara. Namun Kitab
UU Hukum Pidana (KUHP) tidak secara spesifik mengatur ketentuan pidana bagi
penguasa/pejabat negara yang melakukan penyiksaan. Pada tahun-tahun sebelumnya, aparat
penegak hukum banyak yang mengabaikan dan sedikit sekali yang dihukum dengan UU ini.
Baru-baru ini, pemerintah menghukum sejumlah tentara dan polisi atas tindakan penyiksaan,
namun hukuman yang dikenakan tidak memadai dan sesuai dengan pertanggung jawaban
yang harus dibebankan kepada mereka atas tindakan penyiksaan. Siksaan umumnya terjadi
segera setelah penahanan. Terdapat laporan bahwa tahanan dipukul dengan kepalan tangan,
tongkat, kabel, batang besi, dan palu. Beberapa tahanan melaporkan mereka ditembak di
bagian kaki dengan jarak dekat, mengalami sengatan listrik, dibakar, atau kaki mereka
diletakkan beban yang sangat berat.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat melaporkan bahwa siksaan menjadi hal yang
jamak di fasilitas penahanan polisi. Lembaga Swadaya Masyarakat Komisi untuk Orang
Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) melaporkan bahwa antara Juli 2011 dan Juni 2012,
mereka menerima 86 laporan penyiksaan dengan 243 korban. Sebelas di antaranya
merupakan laporan penyiksaan oleh aparat hukum dan keamanan yang terjadi di Papua
dengan jumlah korban sebanyak 98 orang.
Pada 26 Desember 2011, polisi menangkap dua remaja kakak-beradik, Faisal Akbar dan
Budri M. Zen di Sijunjung, Sumatera Barat atas dugaan mencuri uang dari kotak amal di
mesjid setempat. Dua hari kemudian, Polisi Resor (Polres) Sijunjung memberitahu keluarga
remaja tersebut bahwa keduanya bunuh diri saat dikurung. Sewaktu mengambil jenazah
mereka, keluarga korban melihat bukti bahwa mereka dipukul sangat parah. Hasil otopsi
tidak pernah dibagi dengan keluarga korban atau Komnas HAM. Bulan Januari, Komnas
HAM menyebutkan bukti penyiksaan dan meminta investigasi yang lengkap. Kemudian,
pengadilan menghukum sembilan polisi atas kejahatan yang berkaitan dengan
"penganiayaan" dan menghukum mereka dengan 21 hari tahanan.

Kasus penyiksaan yang terjadi terhadap tahanan di Papua menjadi perhatian masyarakat
ketika pada tahun 2010, video di YouTube menampilkan beberapa personil Tentara Nasional
Indonesia (TNI) mengancam seorang tahanan, Telangga Gire, dengan pisau ke leher korban
dan menempelkan besi panas ke bagian kelamin tahanan lainnya, Tunaliwor Kiwo.
Pengadilan militer pada Januari 2011, menghukum Sersan Dua Irwan Rizkianto 10 bulan
penjara, Prajurit Yakson Agu menerima hukuman penjara 9 bulan, dan Prajurit Thamrin
Mahagiri menerima hukuman penjara 8 bulan. Mereka dihukum karena telah mengabaikan
perintah atasan dan bukan karena penyiksaan. Militer kemudian memecat mereka pada tahun
itu.

Tiga anggota Batalyon Infanteri 753 Nabire yang dihukum atas pembunuhan Kinderman Gire
tahun 2010 dipecat dari dinas ketentaraan pasca mereka menyelesaikan masa hukuman
penjaranya.

Antara bulan Januari dan Juni di Aceh, penguasa mencambuk 49 orang di depan umum atas
kejahatan berkaitan dengan judi, perzinahan, mengkonsumsi alkohol, atau menjual makanan
di siang hari selama bulan Ramadhan.

Kondisi Penjara dan Rumah Tahanan

Kondisi 428 penjara dan rumah tahanan di negeri ini tidak jarang buruk dan mengancam
jiwa. Jumlah penghuni yang melampui kapasitas hunian penjara terjadi di mana-mana.

Kondisi Fisik: Di akhir tahun, data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
menunjukkan bahwa terdapat 144.332 tahanan dalam lapas dan rutan, bandingkan dengan
kapasitas lapas dan rutan yang tersedia saat ini hanya 97.327. Penjara dan rumah tahanan di
wilayah Jakarta dioperasikan di tingkat 227 persen dari kapasitas. Sebagai contoh, menurut
pemerintah, Lapas Cipinang di Jakarta yang dirancang untuk 880 narapidana, menahan 2.572
orang. Terdapat laporan bahwa sel kurungan di kantor polisi di Papua sangat sesak, dengan
jumlah 18 tahanan di sel yang dirancang untuk empat orang. Kelompok pembela HAM
menduga bahwa banyak warga Papua ditahan dengan kondisi demikian selama berbulan-
bulan.

Menurut angka pemerintah, 440 narapidana meninggal dalam tahanan antara 1 Januari dan 1
Desember. Dari angka tersebut, 351 narapidana meninggal akibat kondisi kesehatan yang
sudah dimiliki, tujuh meninggal bunuh diri, sembilan meninggal karena luka yang diderita
akibat insiden kekerasan dengan teman satu sel, dan 73 meninggal akibat "penyebab lain".

LSM mencatat pihak berwenang seringkali tidak menyediakan layanan kesehatan yang
memadai bagi para narapidana . Petugas lapas meminta aktivis kemerdekaan Papua Filep
Karma yang sedang dipenjara untuk menggalang dana untuk biaya pengobatannya. Bulan
Juli, polisi di Papua menahan sejumlah pendukung Karma yang menggalang dana untuk
dirinya.

Penjaga secara rutin memeras uang dan menganiaya tahanan. Banyak sekali laporan yang
melaporkan bahwa pemerintah tidak menyediakan makanan yang layak untuk narapidana,
dan anggota keluarga kadang membawa makanan sebagai penambah menu bagi kerabat
mereka. Anggota keluarga melaporkan bahwa petugas lapas sering meminta upeti untuk
mengizinkan kerabatnya mengunjungi tahanan. Narapidana yang kaya membayar untuk
mendapat perlakukan khusus dan fasilitas tidur yang lebih nyaman. Petugas menahan tahanan
yang sulit diatur dalam ruang isolasi hingga enam hari dengan menu nasi dan air putih.

Data pemerintah menunjukkan bahwa sekitar 4,6 persen tahanan adalah wanita dan 3,2
tahanan adalah remaja. Menurut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, pada bulan Oktober,
terdapat 3,217 narapidana remaja dan 1,924 tahanan remaja yang sedang menunggu untuk di
sidang.

Menurut UU, anak-anak yang melakukan tindakan kriminal serius menghabiskan waktu
hukuman di penjara anak. Selama tahun tersebut, LSM di Papua melaporkan bahwa anak
dibawah/remaja yang sedang menunggu persidangan ditahan bersama tahanan dewasa untuk
janka waktu yang cukup lama. Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku lembaga
pemasyarakatan (lapas) menahan orang yang sudah memperoleh putusan bersalah oleh
pengadilan, sementara rumah tahanan (rutan) menahan mereka yang menunggu untuk
disidang; praktiknya, petugas menahan mereka yang sedang menunggu proses persidangan
bersamaan dengan para narapidana di lembaga pemasyarakatan.

Pihak berwenang umumnya menahan narapidana wanita di fasilitas yang berbeda. Di lapas
yang menahan narapidana pria dan wanita, narapidana wanita ditahan di blok sel yang
berbeda dari narapidana pria. Menurut penggiat LSM, kondisi di penjara wanita secara
signifikan cenderung lebih baik dari penjara lelaki, dengan sedikit kekerasan dan lingkungan
yang lebih higienis. Namun, blok sel wanita di dalam penjara yang menahan narapidana dari
kedua gender tersebut tidak selalu memiliki akses ke fasilitas yang sama seperti narapidana
lelaki. Hal ini termasuk fasilitas olahraga dan perpustakaan.

Administrasi: Pencatatan dokumen dianggap memadai. Para narapidana diizinkan beribadah


dan, untuk para tahanan, memiliki akses layak ke pengunjung, walaupun akses ini dilaporkan
terbatas untuk beberapa kasus. LSM internasional dan lokal melaporkan bahwa dalam
beberapa kasus, para narapidana tidak memiliki akses untuk air minum bersih. Pemerintah
secara aktif memonitor kondisi penjara dan rumah tahanan.

Pihak berwenang mengizinkan narapidana dan tahanan mengajukan pengaduan kepada


otoritas pengadilan tanpa melalui penyensoran dan meminta investigasi atas tuduhan yang
layak dipercaya mengenai kondisi yang tidak manusiawi.

KUHAP tidak memasukkan sanksi atau hukuman alternatif bagi pelaku pelanggaran/ pidana
non-kekerasan.

Komisi Ombudsman nasional mewakili narapidana dan tahanan dapat mengadvokasi


berbagai hal termasuk memonitor kondisi dan perlakuan narapidana; menyampaikan status
dan keadaan sel tahanan remaja; dan memperbaiki kondisi ruang tahanan bagi mereka yang
akan disidang, mekanisme penjaminan, dan prosedur pencatatan agar dapat memberikan
kepastian masa tahanan mereka tidak melampui masa tahanan maksimal dari pidana yang
dilakukan. Di waktu yang lalu, ombudsman telah menyelidiki masalah penjara dan
mengkomunikasikan temuannya kepada Menteri Hukum dan HAM dan Mahkamah Agung.
Kantor Ombudsman dan Direktorat Jenderal Lembaga Permasyarakatan menandatangani
Nota Kesepahaman mengenai Pengawasan Layanan Publik untuk tahanan dan narapidana.

Pemantauan: Sejak 2009, pemerintah telah menolak akses Komite Internasional Palang
Merah (ICRC) untuk memantau kondisi penjara dan perlakuan terhadap narapidana secara
nasional termasuk dapat bertemua dan berbicara empat mata dengan narapidana.

d. Penangkapan atau Penahanan Secara Sewenang-


Wenang
Aturan hukum yang berlaku melarang penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang
namun tidak memadai dalam penegakkan. Beberapa Sejumlah aparat penegak hukum kerap
melanggar ketentuan ini.

Peran Polisi dan Aparat Keamanan

Presiden mengangkat Kapolri dengan persetujuan anggota DPR. Kapolri melapor pada
Presiden namun ia bukan anggota kabinet. Polri memiliki sekitar 420.000 personil yang
tersebar di 31 Polisi Daerah (POLDA) di 33 provinsi. Polisi mempertahankan hirarki yang
terpusat; satuan-satuan Polda tersebut secara formal melapor pada Markas Besar (Mabes)
Polisi Republik Indonesia. Pihak Militer bertanggung jawab untuk pertahanan eksternal
namun juga mempunyai kewajiban tambahan untuk membantu pihak kepolisian untuk
mengatasi persoalan keamanan dan konflik yang mengemuka di masyarakat.

Di Aceh, Polisi Syariah, badan pemerintahan provinsi, bertanggung jawab untuk menegakkan
Syariah.

Divisi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Komisi Kepolisian
Nasional menginvestigasi pengaduan terhadap petugas polisi. Sebagai tambahan, Komnas
HAM dan LSM HAM juga melaksanakan pengawasan dari unsur luar atas sepengetahuan
dan kerjasama pihak kepolisian. Sepanjang tahun ini, 4.154 petugas melakukan pelanggaran
indisipliner.

Tahun 2009, Polri mengimplementasikan peraturan yang menerapkan standard HAM dalam
pelaksanaan tugas polisi sehari-hari. Namun, ketiadaan penindakan dan dan korupsi menjadi
persoalan yang laten.

Prosedur Penangkapan dan Perlakuan Selama dalam Masa Tahanan

UU memberikan hak pada pihak yang ditahan untuk dapat segera memberitahu pihak
keluarga mereka dan menegaskan bahwa surat perintah penahanan harus ditunjukkan pada
saat dilakukan penahanan. Pengecualian diperbolehkan jika, untuk mereka yang tertangkap
basah ketika melakukan tindak kriminal. UU memungkinkan penyelidik untuk mengeluarkan
surat perintah; namun ada masanya penangkapan dilakukan tanpa adanya surat perintah
penahanan. Terdakwa bisa menantang keabsahan penangkapan dan penahanannya dalam
persidangan praperadilan dan bisa menuntut ganti rugi jika salah tahan; namun, terdakwa
jarang sekali memenangkan persidangan praperadilan dan hampir tidak pernah menerima
ganti rugi setelah dilepaskan tanpa dakwaan. Pengadilan militer dan sipil sangat jarang
mengabulkan tuntutan pihak-pihak yang ditangkap/ditahan secara tidak patut.

Penangkapan Arbitrase: Terdapat laporan penangkapan sewenang-wenang oleh polisi dan


pasukan keamanan. Pada 13 Juni, menanggapi laporan bahwa anggota OPM telah
menyembunyikan senjata di wilayahnya, personil polisi dan militer dilaporkan memeriksa
beberapa tempat tinggal di pinggiran Mulia di Papua. Walau mereka tidak menemukan satu
senjata atau bukti apapun, pasukan keamanan menahan Wiron Kogoya, pengrajin dari desa
lain yang sedang melewati daerah tersebut. Kogoya dilepaskan setelah ditahan beberapa hari.

Penahanan Prapengadilan: UU membatasi massa penahanan tersangka sejak ditangkap


hingga dimulainya persidangan. Polisi berwenang untuk melakukan penahanan awal selama
20 hari dan yang dapat diperpanjang hingga 60 hari oleh penuntut selagi penyelesaian proses
penyelidikan; penuntut dapat menahan tersangka untuk 30 hari selama tahap penuntutan dan
bisa meminta perpanjangan 20 hari dari pengadilan. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi
dapat menahan terdakwa hingga 90 hari selama pengadilan atau banding, sementara
Mahkamah Agung dapat menahan terdakwa 110 hari selagi masa mempertimbangkan untuk
banding. Sebagai tambahan, pengadilan dapat memperpanjang masa penahanan hingga 60
hari berikutnya di masing-masing tingkatan jika terdakwa menghadapi kemungkinan
hukuman penjara sembilan tahun atau lebih atau jika terdakwa sudah dipastikan mengalami
gangguan mental. Sepanjang tahun ini, pihak berwenang secara umum menghargai batasan-
batasan ini dalam praktiknya. UU Anti Terorisme memperbolehkan penyelidik menahan
hingga empat bulan seseorang yang, berdasarkan bukti awal yang memadai, diduga keras
melakukan atau berencana melakukan tindakan terorisme; oleh karena itu, dakwaan harus
diajukan.

Oleh UU, tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan pengacara pilihan
mereka di setiap tahapan investigasi. majelis hakim akan menyediakan penasihat hukum
secara cuma-cuma untuk seseorang yang didakwa dengan pelanggaran dengan tuntutan
hukuman mati atau penjara selama 15 tahun atau lebih, atau untuk terdakwa miskin yang
menghadapi dakwaan dengan hukuman lima tahun atau lebih. Tersangka memiliki hak untuk
mendapatkan hak penangguhan penahanan dan diberitahu mengenai dakwaan yang
dikenakan pada mereka. Pengadilan secara umum menghargai hak-hak ini.

Pada 16 Maret, Pengadilan Negeri Jayapura menghukum lima aktivis Papua merdeka,
termasuk Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi, dan menghukum mereka dengan
penjara tiga tahun atas pernyataan mereka yang mengumumkan kemerdekaan "Republik
Papua Barat", mempertontonkan simbol separatis yang dilarang, dan peran kepimpinan di
Kongres Rakyat Papua Ketiga di bulan Oktober 2011. Pembela menduga keras bahwa selama
persidangan, polisi menginterogasi tertuduh tanpa pengacara dan memukuli mereka yang
ditahan selama masa tahanan prapengadilan.

Amnesti: Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah memberikan remisi mulai dari beberapa
hari hingga enam bulan sebagai penghargaan atas kelakuan baik saat di penjara untuk
sebagian besar narapidana. Tahun 2011, pemerintah menawarkan remisi kepada Filep Karma
yang dapat berujung pada pembebasannya. Karma menolak remisi tersebut, menyatakan
bahwa ia akan menerima pembebasan hanya bila ia benar-benar dibebaskan dan pemerintah
memberi pernyataan permohonan maaf atas kesewenang-wenangan yang terjadi di masa lalu
di Papua.

e. Pengabaian akan Pengadilan yang jujur


UU mengatur tentang pengadilan yang mandiri namun pada praktiknya, pengadilan tetap
rentan terhadap pengaruh pihak luar, termasuk kepentingan bisnis, politisi, dan pasukan
keamanan. Rendahnya gaji dan miskinnya pengawasan berdampak pada terjadinya praktik
suap, dan para hakim menjadi subyek tekanan pihak berwenang dari pemerintahan dan
kelompok lainnya, yang tampaknya mempengaruhi putusan kasus.

Pada saat pihak berwenang tidak menghargai perintah pengadilan, dan desentralisasi
menciptakan kesulitan tambahan bagi penegakan perintah-perintah ini. Sebagai contoh, pihak
berwenang setempat di kota Bogor terus mengabaikan keputusan Mahkamah Agung 2010
yang berkaitan dengan izin pembangunan Gereja GKI Yasmin. Pada bulan September, pihak
berwenang setempat kembali menolak permintaan pihak gereja untuk memulai
pembangunan.

Sepanjang tahun ini, sejumlah tentara berpangkat rendah dan menengah diadili di pengadilan
militer, termasuk untuk pelanggaran yang melibatkan warga sipil atau terjadi ketika para
tentara sedang tidak bertugas. Jika seorang tentara diduga melakukan tindak kriminal, polisi
militer menginvestigasi lalu meneruskan temuannya ke penuntut militer yang kemudian
memutuskan apakah bisa mempersiapkan kasusnya. Di bawah UU, penuntut militer
bertanggung jawab terhadap Mahkamah Agung; namun, pada praktiknya, penuntut militer
bertanggung jawab pada TNI atas penerapan UU.

Panel tiga hakim militer mengadili di tingkat pengadilan, sementara Pengadilan Tinggi
Militer, Pengadilan Militer Utama, dan Mahkamah Agung mengadili di tingkat banding.
Organisasi masyarakat sipil dan pengamat lainnya mengkritik singkatnya masa hukuman
yang dijatuhkan oleh pengadilan militer.

Empat pengadilan negeri berlokasi di Surabaya, Makassar, Jakarta dan Medan berwenang
untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat secara sistematis dengan rekomendasi dari
Komnas HAM. UU memberikan masing-masing pengadilan untuk memiliki lima anggota,
termasuk tiga hakim HAM non-karir, yang ditunjuk untuk masa lima tahun. Putusan dapat
diajukan banding ke pengadilan banding dan Mahkamah Agung. UU memberikan, agar
diketahui secara internasional, definisi genosida, kejahatan terhadap manusia, dan tanggung
jawab komando, namun tidak termasuk kejahatan perang sebagai pelanggaran HAM berat
begitu pula tidak memerlukan penuntutan terhadap komandan dalam kejahatan yang
dilakukan oleh bawahan. Tidak ada satu pun dari keempat pengadilan ini yang mengadili atau
memutuskan kasus selama tahun tersebut.

Di bawah sistem pengadilan Syariah di Aceh, 19 pengadilan negeri agama dan satu
pengadilan banding mengadili kasus. Pengadilan hanya mengadili kasus yang melibatkan
umat Muslim dan menggunakan Surat Keputusan yang disusun oleh pemerintah setempat
daripada hukum pidana. Kritikus berargumen bahwa peraturan untuk implementasi UU
Syariah secara prosedur ambigu, mengarah pada inkonsistensi dalam penerapannya. Sebagai
contoh, terdakwa memiliki hak untuk bantuan hukum, namun hak ini dilaksanakan secara
tidak konsisten. Walau kasus Syariah seharusnya disidangkan di pengadilan tertutup, selama
tahun ini terdapat sejumlah masalah dengan persidangan yang menjadi pengadilan terbuka.

Prosedur Persidangan

UU menganggap para terdakwa tidak bersalah hingga mereka memang terbukti bersalah. Para
terdakwa memiliki hak untuk mengkonfrontasi saksi dan memanggil saksi untuk pembelaan
mereka. Pengecualian diperbolehkan dalam hal jarak atau biaya yang dianggap mahal untuk
membawa saksi ke pengadilan; dalam kasus seperti ini, pernyataan tertulis (affidavit)
bersumpah bisa disampaikan. Namun dalam beberapa kasus, pengadilan memperbolehkan
pengakuan yang dipaksakan dan membatasi penyampaian bukti pembelaan diri. Para
terdakwa memiliki hak agar terhindar dari memberatkan diri sendiri. Di ke-804 pengadilan,
majelis hakim melakukan persidangan dengan mengajukan pertanyaan, melihat bukti,
memutuskan bersalah atau tidak, dan memutuskan hukuman. Baik pembelaan dan tuntutan
dapat dimohonkan. Terdakwa dapat mengakses bukti penuntutan melalui permohonan kepada
ketua majelis hakim.

UU memberikan terdakwa hak untuk didampingi oleh pengacara sejak dari penangkapan dan
pada setiap tahap pemeriksaan dan mewajibkan terdakwa di setiap kasus yang melibatkan
hukuman mati atau penjara selama 15 tahun atau lebih didampingi oleh pengacara. Pada
kasus yang melibatkan potensi hukuman lima tahun atau lebih, UU mewajibkan menunjuk
seorang pengacara apabila terdakwa miskin dan memerlukan bantuan hukum. Secara teori,
terdakwa yang tidak mampu membayar pengacara dapat memperoleh bantuan hokum, dan
lembaga bantuan hokum dapat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
terdakwa yang kurang mampu tersebut. Sebagai contoh, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
menangani 959 kasus selama 2011. UU memberikan hak tersebut pada semua warga negara.

Untuk beberapa kasus, prosedur perlindungan, termasuk yang menentang pengakuan paksa,
tidak cukup menjamin persidangan yang jujur. banyak laporan dari Papua mengenai
terdakwa tidak memiliki akses ke pengacara yang mereka pilih dan pihak berwenang
menolak mereka untuk memberikan waktu dan fasilitas yang memadai dalam
mempersiapkan pembelaan. Dengan pengecualian proses pengadilan Syariah di Aceh dan
beberapa persidangan militer, persidangan terbuka untuk umum. banyak laporan dari Papua
mengenai terdakwa tidak memiliki akses ke pengacara yang mereka pilih dan pihak
berwenang menolak mereka untuk memberikan waktu dan fasilitas yang memadai dalam
mempersiapkan pembelaan. Dengan pengecualian proses pengadilan Syariah di Aceh dan
beberapa persidangan militer, persidangan terbuka untuk umum.

Narapidana dan Tahanan Politik

Menurut sejumlah LSM internasional terkemuka diperkirakan terdapat lebih dari 80 tahanan
politik pada akhir tahun. Sebagian besar dituntut karena tindakan makar dan konspirasi
melawan negara dengan melakukan pengibaran dan mempertunjukkan simbol-simbol
separatisme yang dilarang , dan sebagian besar dijatuhi hukuman penjara untuk jangka waktu
yang lama (lihat bagian 2.a.). Pejabat pemerintah menegaskan secara publik bahwa mereka
tidak akan menoleransi segala hal yang memperlihatkan simbol separatisme.

Sejumlah aktivis Papua merdeka, termasuk Filep Karma, ditahanan atau dipenjara karena
mengibarkan bendera separatis terlarang. Pengamat HAM setempat mencatat bahwa
penegakan aturan hukum yang terkait dengan pelarangan pengibaran bendera tidak
dijalankan secara konsisten namun terjadi secara meluas diseluruh provinsi Papua dan Papua
Barat. Para pengamat menegaskan bahwa orang-orang yang ditangkap atas pelanggaran
politik kadang menerima perlakuan kasar, termasuk tidak memberikan layanan kesehatan
yang diperlukan (lihat bagian 1.c.).

Pada 16 Maret, Pengadilan Negeri Jayapura menghukum lima aktivis Papua merdeka,
termasuk Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi dan menghukumnya dengan tiga tahun
penjara untuk pernyataan dan kepemimpinan mereka di Kongres Rakyat Papua Ketiga bulan
Oktober 2011 (lihat bagian 2.b.).

Buchtar Tabuni, yang sebelumnya dipenjara karena pelanggaran mengibarkan bendera


separatis di Papua dan menerima remisi bulan Agustus 2011, ditangkap kembali untuk
perannya dalam pemberontakan di penjara tahun 2010. Pada 23 Juli, selama persidangan
Tabuni, Yusak Pakage, seorang tahanan politik Papua lainnya yang menerima pembebasan
dini, ditangkap karena membawa pisau saku di pengadilan.

Aktivis HAM setempat melaporkan bahwa aktivis setempat dan anggota keluarga secara
umum dapat mengunjungi tahanan politik, walau pihak berwenang menahan beberapa
tahanan di pulau lain yang jauh dari keluarga.

Prosedur Pengadilan Perdata dan Pemulihan

Sistem pengadilan perdata dapat digunakan untuk mencari ganti rugi bagi korban
pelanggaran HAM; namun, korupsi yang meluas dan pengaruh politik membatasi akses
korban akan upaya pencarian ganti rugi yang dimaksud.

f. Intervensi Sewenang-Wenang Terhadap Privasi,


Keluarga, Rumah atau Korespondensi
UU mensyaratkan harus adanya surat izin pengadilan untuk melakukan penggeledahan untuk
kasus-kasus terkait dengan subversi, kejahatan ekonomi dan korupsi. Aparat keamanan secara
umum menghargai persyaratan ini. UU juga memberikan pencarian tanpa surat perintah
ketika situasi "genting dan terpaksa" dan untuk pelaksanaan penyadapan tanpa surat perintah
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sewaktu-waktu petugas keamanan dapat memaksa masuk ke dalam rumah dan kantor. Pihak
berwenang kadang-kadang melakukan pengintaian tanpa surat perintah terhadap individu dan
rumah mereka dan memonitor panggilan telepon. UU Intelijen Negara disahkan tahun 2011,
memberikan kewenangan baru kepada Badan Intelijen Nasional mengenai pengintaian dan
intersepsi komunikasi. Beberapa LSM internasional dan dalam negeri memperingatkan
bahwa UU dapat memberi kekuasaan pada pemerintah untuk melumpuhkan jurnalis, lawan
politik dan aktivis HAM.

Pemerintah menggunakan kewenangannya untuk mengambil alih atau memfasilitasi


pengakusisian tanah oleh swasta untuk alasan proyek pembangunan, seringkali dengan
pemberian ganti rugi yang layak. Pada kasus lain, perusahaan BUMN dianggap tuduh
merampas sumber daya-sumber daya yang mana rakyat menggantungkan mata
pencahariannya. Bulan Desember 2011, badan legislatif meloloskan UU dengan kewenangan
istimewa yang membolehkan pemerintah untuk menggunakan lahan bagi kepentingan umum
terhadap keinginan pemilik asalkan pemerintah memberikan ganti rugi.

Selama tahun ini, pasukan keamanan diduga keras menggunakan kekuatan berlebihan saat
mengusir warga yang terlibat dalam perselisihan tanah, walaupun pengusiran penghuni liar
yang tinggal di tanah pemerintah dan pedagang kaki lima terus menurun di Jakarta.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat bahwa terdapat 198 konflik agraria selama
tahun ini. Menurut KPA, konflik-konflik tersebut melibatkan 141.915 keluarga dan 963.411
hektar lahan.

Bagian 2. Menghargai Kebebasan Sipil,


Termasuk:
a. Kebebasan Berpendapat dan Pers
Konstitusi dan UU memberikan kebebasan berpendapat dan pers. Sekalipun kebebasan pers
yang sangat kuat namun ada kalanya pemerintah maupun pihak swasta/pribadi perorangan
melakukan upaya pembatasan akan kebebasan pers. Politisi dan pengusaha yang berkuasa
mengajukan pengaduan tindak pidana atau perdata terhadap jurnalis yang artikelnya dianggap
telah menghina atau menyinggung; beberapa jurnalis menghadapi ancaman kekerasan.

Kebebasan Berpendapat: Organisasi dan perorangan memiliki hak untuk mengkritik


pemerintah secara umum dan secara pribadi dan dapat mendiskusikan berbagai persoalan
yang menjadi perhatian masyarakat umum tanpa khawatir akan adanyatindakan balasan.
Menurut peraturan per-UU-an muatan yang mengandung anjuran separatisme dapat dipidana.
Beberapa LSM dan organisasi lainnya menduga keras bahwa pemerintah memonitor
organisasi mereka, dan penerapan UU makar oleh pemerintah dalam beberapa kasus ajakan
damai untuk separatisme di Papua yang membatasi hak perorangan untuk terlibat dalam
berpendapat dianggap sebagai pro-separatis. Bulan Agustus, polisi di Manokwari dilaporkan
menangkap 10 warga Papua karena mengibarkan bendera separatis terlarang dan menyerukan
kemerdekaan Papua.

Kebebasan Pers: Media independen aktif dan mengungkapkan beragam pandangan yang luas.
Namun, peraturan tingkat regional dan nasional tak jarang, digunakan untuk melarang media.
Pemerintah terus melarang media, LSM dan pejabat pemerintahan asing untuk melakukan
perjalanan ke provinsi Papua dan Papua Barat dengan mewajibkan mereka untuk meminta
izin perjalanan melalui Menteri Luar Negeri atau kedutaan Indonesia. Pemerintah menyetujui
beberapa permintaan dan menolak permintaan lainnya dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu
keselamatan pengunjung asing.

Bulan September, Mahkamah Agung meminta Kementerian Komunikasi dan Teknologi


Informatika untuk tidak mengizinkan pihak mana pun menggunakan frekuensi Radio Era
Baru, stasiun radio berbahasa Cina yang berafiliasi dengan Falun Gong yang telah ditutup
pihak berwenang bulan September 2011, sementara pengadilan memproses dua kasus yang
berkaitan dengan penutupan tersebut.
Kekerasan dan Pelecehan: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melaporkan bahwa sejak
Agustus 2011 hingga Juli 2012, terdapat setidaknya 45 kasus intimidasi terhadap media,
dibandingkan dengan 49 kasus di periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada 29 Mei,
tujuh jurnalis dari beberapa stasiun televisi dipukul oleh puluhan personil angkatan laut
Indonesia di Padang, Sumatera Barat, saat memfilmkan pengungkapan prostitusi di kota itu.
Laporan pers menyatakan bahwa personil angkatan laut memberikan perlindungan terhadap
tempat pelacuran di daerah tersebut.

Pada 2 Januari, Mahkamah Agung menghukum tiga tersangka, in absentia, selama empat
tahun penjara untuk penusukan dan pembunuhan reporter Ridwan Salamun tahun 2011 saat ia
memfilmkan pertarungan antar dua desa di Maluku Tenggara. Pada akhir tahun, polisi tidak
menangkap pihak yang dihukum.

Sensor atau Larangan Pemuatan: Tahun 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU
yang sudah ada sejak dulu, yang memberikan Kejaksaan Agung kewenangan untuk melarang
penerbitan dan penulisan adalah inkonstitusional. Mahkamah Konstitusi mempertahankan
kewenangan Kejaksaan Agung untuk memonitor penerbitan dan penulisan dan pelarangannya
harus seizin pengadilan.

Di bawah UU Penistaan Agama, "menyebarkan kebencian terhadap agama, bid'ah dan


penistaan agama" dapat dihukum hingga kurungan penjara lima tahun. Pada 12 Juli,
Pengadilan Negeri Sampang menghukum pemimpin Syiah setempat, Tajul Muluk, dengan
penjara dua tahun untuk penistaan agama menyusul dikeluarkannya fatwa oleh majelis ulama
setempat yang mengatakan ajaran yang diajarkannya sesat. Pada 21 September, pengadilan
memperpanjang hukumannya hingga empat tahun.

Walaupun UU Otonomi Khusus Papua mengizinkan pengibaran bendera yang menyimbolkan


identitas budaya Papua, peraturan pemerintah melarang diperlihatkannya bendera Bintang
Kejora di Papua, bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan Bulan Sabit
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Tidak ada laporan penangkapan baru yang berkaitan
dengan diperlihatkannya bendera RMS atau bendera GAM. Namun, polisi terus
memenjarakan individu karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di Papua. Menurut
LSM tepercaya, antara bulan Juni dan September, pihak berwenang menangkap lebih dari 60
orang di Papua yang berkaitan dengan pelanggaran pengibaran bendera ini. Polisi menahan
sebagian besar mereka satu hingga tiga hari sebelum membebaskan mereka.

UU Pencemaran /Keamanan Nasional: Sepanjang tahun ini, tokoh masyarakat dan pejabat
publik yang terkena kasus korupsi atau perselisihan pribadi mengajukan gugatan perbuatan
yang tidak menyenangkan atau pencemaran nama baik secara perdata maupun pidana ke
pihak kepolisian masih berlanjut dan meluas hingga ke Twitter, Sebagai contoh, pada 25 Juni,
Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy melaporkan Muhammad Fajriska Mirza
atas pecemaran nama baik/perbuatan yang tidak menyenangkan yang lewat akun Twitter
menuduhnya melakukan tindakan penggelapan.

Kebebasan Internet

Pemerintah mencoba membatasi akses ke Internet melalui UU Informasi dan Transaksi


Elektronik 2008. UU yang semula ditujukan untuk memerangi kejahatan daring, pornografi,
perjudian, pemerasan, kebohongan, ancaman, dan rasisme, melarang warga mendistribusikan,
dalam bentuk elektronik, segala informasi yang bersifat memfitnah dan menghukum
pelanggar dengan maksimal enam tahun kurungan atau denda satu milyar rupiah ($110.000)
atau keduanya. Menurut survei industri bulan November, terdapat 61 juta (sekitar 25 persen
penduduk) pengguna Internet, meningkat 10 persen dibanding tahun 2011. Dari angka
tersebut, 58 juta umumnya mengakses Internet menggunakan perangkat bergerak mereka
seperti telepon pintar atau tablet.

Pada 14 Juni, pengadilan menghukum pegawai negeri sipil (PNS) Alexander Aan dengan
penjara 30 bulan karena memasang pernyataan dan materi yang dianggap ateis dan menistai
agama oleh majelis pemimpin umat Muslim setempat. Aan dihukum karena melanggar pasal
dalam UU yang melarang penyebaran informasi dengan "sengaja dan tanpa kewenangan"
yang ditujukan untuk menimbulkan "kebencian atau pertikaian individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan kelompok etnis, agama, suku, dan antar kelompok."

Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informatika terus meminta penyedia layanan


Internet (ISP) untuk memblokir akses ke situs porno dan muatan yang menyinggung lainnya.
Kementerian tidak memiliki mekanisme internal untuk memblokir situs bersangkutan.
Penegakan larangan tersebut tergantung pada ISP perorangan dan kegagalan menegakkan
larangan ini dapat mengakibatkan pembatalan lisensi ISP.

Pada 18 September, Mahkamah Agung membatalkan hukuman pidana terhadap Prita Mulya,
orang pertama yang dipidana karena UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Mulya
mengeluhkan perlakuan yang ia terima di rumah sakit swasta. Kemudian rumah sakit
mengajukan pengaduan tindak pidana dan perdata, dan Mulya dihukum dengan enam bulan
penjara.

Kebebasan Akademis dan Kegiatan Kebudayaan

Pemerintah melanjutkan pembatasan terhadap kegiatan kebudayaan. Secara umum,


pemerintah tidak melarang kebebasan akademis; namun pada bulan Juli, Universitas
Pertahanan Indonesia, lembaga yang dikelola pemerintah, memberhentikan pengajar asing Al
Araf karena mempublikasikan artikel mengenai pendapatnya yang mengkritik rencana
pemerintah untuk membeli tank dari Jerman. Sebelumnya, pihak universitas telah
memperingatkan Araf untuk satu artikel yang menunjukkan penyimpangan keuangan
pemerintah di pembelian jet tempur dari Rusia.

Kritikus khawatir bahwa definisi pornografi di UU anti pornografi tahun 2008 dapat
digunakan untuk membenarkan serangan terhadap kebebasan artistik, agama dan
kebudayaan. UU mencakup ketentuan yang membolehkan warga untuk "mengawasi"
kepatuhan terhadap hukum. Tahun 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU
tersebut konstitusional dan tidak melanggar kebebasan beragama dan berekspresi serta sesuai
dengan konstitusi.

Sepanjang tahun ini, Lembaga Sensor Film yang diawasi pemerintah menyensor film-film
dalam negeri dan impor untuk muatan yang dianggap porno dan menyinggung agama atau
yang lainnya. Baru-baru ini pada tahun 2011, Lembaga Sensor Film menyensor film yang
bermuatan politik. Tekanan sosial mengarah pada tindakan penyensoran sendiri yang
dilakukan oleh beberapa saluran media.

b. Kebebasan Berkumpul dan Berserikat dengan Damai


Kebebasan Berkumpul

UU memberikan kebebasan berkumpul, dan dalam praktiknya, pemerintah secara umum


menghargai hak ini. Secara umum, UU tidak mewajibkan adanya izin untuk pertemuan sosial,
kebudayaan atau keagamaan; namun di beberapa tempat, peraturan pemerintah setempat
mewajibkan mereka yang melakukan demonstrasi agar memperoleh izin.

Pada tahun ini, polisi menangkap peserta demo damai termasuk pemrotes yang secara damai
menyerukan reformasi hak agraria (lihat bagian 1.a.) atau memperlihatkan simbol-simbol
separatis ilegal (lihat bagian 2.a.).

Sepanjang tahun ini, terdapat sejumlah demonstrasi besar di seluruh Papua; sebagian besar
dilakukan sesuai dengan UU dan berjalan damai. Namun, pada 1 Mei, selama aksi protes
memperingati perpindahan Papua dan Papua Barat dari Belanda ke Indonesia, polisi
menangkap 13 demonstran yang mencoba mengibarkan bendera separatis terlarang di dekat
makam pemimpin operasi Papua merdeka di kota Sentani. Di hari yang sama, saat aksi protes
di Abepura, Papua Barat, Tejoli Weya ditembak mati oleh orang tak dikenal lihat bagian 1.a.).

Pada Oktober 2011, anggota polisi dan militer secara kasar membubarkan peserta Kongres
Rakyat Papua Ketiga, sebuah pertemuan yang diselenggarakan di Jayapura tanggal 16-19
Oktober. Para aktivis memperlihatkan simbol separatis terlarang dan membacakan dengan
lantang deklarasi kemerdekaan "Republik Papua Barat" di hari terakhir pertemuan. Polisi
menembakkan peluru udara dan menahan ratusan orang, semuanya kecuali enam orang yang
dibebaskan di hari berikutnya. Ketiga orang ditemukan tertembak dan terbunuh di lokasi.
Juru bicara polisi mengklaim bahwa polisi hanya dipersenjatai dengan peluru karet dan
amunisi tidak mematikan lainnya. Polisi memukul banyak tahanan dan puluhan yang terluka.
Enam orang dari jajaran pemimpin Kongres Rakyat Papua Ketiga dihukum atas tuduhan
makar dan kepemilikan senjata dan pada akhir tahun mendekam di penjara untuk masa tiga
tahun.

Kebebasan Berserikat

UU memberikan kebebasan berserikat, dan dalam praktiknya, pemerintah secara umum


menghargai hak ini.

Anggota kelompok keagamaan Ahmadiyah tidak bisa menyelenggarakan konferensi nasional


sejak 2008, ketika polisi Bali menolak mengeluarkan izin untuk mereka. Sebagai tambahan,
beberapa pemerintahan setempat terus membatasi hak mereka untuk berserikat.

Beberapa kelompok advokasi lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) melaporkan
bahwa mereka menemui kesulitan ketika mencoba untuk mendaftarkan organisasi mereka.

c. Kebebasan Beragama
Lihat laporan Kementerian International Religious Freedom Report di
www.state.gov/j/drl/irf/rpt.
d. Kebebasan Gerakan, Pengungsi Internal, Perlindungan
Pengungsi, dan Tanpa Kewarganegaraan
UU memberikan kebebasan untuk melakukan perpindahan di dalam negeri dan umumnya
membolehkan perjalanan ke luar negeri. Namun, konstitusi mengizinkan pemerintah untuk
mencegah orang-orang untuk memasuki atau meninggalkan wilayah negara. UU tentang
Penanggulangan Keadaan Bahaya memberikan pihak militer kekuasaan yang luas dalam
menyatakan keadaan darurat, termasuk kekuasaan untuk membatasi lalu lintas darat, udara
dan laut; namun, pemerintah tidak menggunakan kekuatan tersebut.

Pemerintah bekerja sama dengan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan
organisasi kemanusiaan lainnya dalam memberikan perlindungan dan pendampingan untuk
pengungsi internal, pengungsi, pengungsi yang kembali ke asalnya, pencari suaka, orang
tanpa negara, dan orang denga kepentingan lain.

Perpindahan Dalam Negeri: Selama tahun ini, pemerintah terus membatasi kebebasan
perjalanan bagi orang asing ke provinsi Papua dan Papua Barat melalui sistem "surat
perjalanan", namun penegakkannya inkonsisten.

Perjalanan Asing: Pemerintah mencegah kedatangan dan keberangkatan sesuai permintaan


polisi, Kejakgung, KPK dan Kementerian Keuangan. Beberapa yang dilarang dari memasuki
dan meninggalkan negara adalah penunggak pajak, terhukum atau terdakwa, orang yang
terlibat kasus korupsi, dan orang yang terlibat perselisihan hukum.

Pengungsi Internal (IDP)

LSM internasional, Pusat Pemantauan Pengungsian Internal dalam laporan Desember 2011
memperkirakan bahwa gabungan dari jumlah mereka yang masih terlantar dan mereka yang
telah kembali atau telah berpindah mukim namun terus menghadapi rintangan yang
mencegah mereka dari menikmati penuh serangkaian hak mereka, mencapai angka 180.000
orang. Kurangnya sistem pemantauan atas kondisi pengungsi yang telah kembali dan
berpindah mukim serta sulitnya mendefinisikan mereka yang masih menjadi IDP,
menyulitkan dalam memperkirakan jumlah IDP yang tepercaya. Kekerasan komunal
menelantarkan ratusan warga Syiah di Madura terkait dengan kerusuhan di bulan Agustus
yang menewaskan dua orang dan puluhan rumah terbakar. Menyusul kekerasan tersebut,
beberapa menteri pemerintah menyerukan pemindahmukiman tetap kelompok itu, karena
kemungkinan besar mereka akan terus menjadi sasaran kelompok garis keras Sunni.

UU memutuskan bahwa pemerintah menjamin "pemenuhan hak warga dan rakyat terlantar
yang terimbas karena bencana dengan cara yang adil dan sejalan dengan standar layanan
minimal."

Perlindungan Pengungsi

Akses Suaka: UU tidak mencakup pemberian suaka atau status pengungsi, dan pemerintah
tidak membuat sistem untuk memberikan perlindungan terhadap pengungsi. Perkiraan
pengungsi dan pencari suaka di Negara ini beragam jumlahnya. Pada bulan Juli, terdapat
4.552 pencari suaka dan 1.180 pengungsi yang terdaftar di UNHCR. Sekitar 20 persen dari
mereka ditahan di 13 rumah detensi imigrasi di seluruh negeri, sementara mayoritas sisanya
tinggal di asrama-asrama yang didirikan atas bantuan pihak Organisasi Internasional untuk
Migrasi (IOM). Tahun 2011, pemerintah melaporkan ada 3.980 pengungsi atau pencari suaka.
Beberapa adalah pemohon dan lainnya tanggungan pemohon. Kebanyakan pengungsi atau
pencari suaka berasal dari Afghanistan (59 persen), Iran (9 persen), dan Pakistan (6 persen).
Lebih dari 1.100 pengungsi dan pencari suaka Afghanistan di bawah perawatan IOM.

Akses Layanan Dasar: Pemerintah melarang pengungsi untuk bekerja dan mendapat
pendidikan sekolah dasar.

Solusi Berkelanjutan: Menurut Kementerian Perumahan Rakyat, sekitar 100.000 mantan


pengungsi Timor Timur tinggal di Timor Barat. Pemerintah membangun 10,400 rumah bagi
mantan pengungsi di Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan kabupaten
Belu. Hampir 25.000 orang masih tinggal di kamp pengungsian. Konflik, sebagian besar
melibatkan sengketa lahan, antara warga setempat dan mantan pengungsi sering timbul. Pada
April 2011, laporan International Crisis Group menyatakan bahwa pengungsi tidak
terintegrasi dengan baik dengan masyarakat setempat dan mantan pengungsi terus kembali
ke Timor Leste dengan jumlah sedikit tapi meningkat.

Bagian 3. Menghargai Hak Berpolitik: Hak


Warga Negara untuk Mengubah
Pemerintah Mereka
UU memberikan hak kepada warga negara untuk mengubah pemerintah mereka secara
damai, dan warga negara menggunakan haknya melalui pemilu yang diselenggarakan secara
berkala, bebas dan adil berdasarkan hak pilih universal.

Pemilihan Umum dan Partisipasi Politik

Konstitusi mengatur pemilihan umum (pemilu) setiap lima tahun. Anggota DPR secara
otomatis menjadi anggota Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR), badan yang sepenuhnya
dipilih dan beranggotakan 550 anggota DPR dan 128 anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPD).

Pemilu Terakhir: Tahun 2009, pemilih memilih kembali Presiden Yudhoyono. Pada tahun
2009, negara juga melaksanakan pemilu legislatif demokratis ketiga. Secara umum, pengamat
dalam dan luar negeri mengatakan bahwa pemilu berjalan bebas dan adil. Pemilu merupakan
persoalan yang rumit saat para pemilih menerima surat suara untuk DPR dan parlemen DPD
provinsi, kabupaten dan dewan kota. Tiga puluh delapan partai nasional bersaing dalam
pemilu, dengan tambahan enam partai di Provinsi Aceh saja. Penyimpangan terjadi, terdapat
245 pemilu ulang di 10 provinsi dari 550 pemilu di 33 provinsi. Kekerasan terjadi saat
mendekati dan selama pemilu di provinsi Aceh pada bulan April.

Tahun 2009, partai politik diharuskan memenangkan minimal 2.5 persen suara nasional
sebagai syarat untuk mendapatkan satu kursi di DPR. Sembilan partai memenuhi batas ini
dan mendapatkan kursi di parlemen. Tiga besar perolehan suara dimenangkan oleh partai-
partai sekular dan nasionalis, diikuti empat partai berbasis Islam. Partai Demokrat pimpinan
Presiden Yudhoyono memenangkan sebagian besar kursi, sementara Partai Golkar berada di
posisi kedua. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri
berada di peringkat ketiga.

Semua warga negara dewasa yang telah berusia 17 tahun atau lebih, berhak memilih kecuali
anggota militer dan polisi aktif, orang yang mendapat hukuman penjara lima tahun atau lebih,
orang yang menderita gangguan mental, dan orang yang dirampas hak suaranya karena
putusan pengadilan yang tidak dapat dicabut kembali. Remaja yang sudah menikah (yaitu
mereka yang di bawah 17 tahun) secara hukum adalah orang dewasa dan diperbolehkan
memilih.

Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), empat provinsi/daerah istimewa melaksanakan


pemilu gubernur pada tahun ini, termasuk Aceh dan Jakarta. Pemilu di Aceh dijadwalkan
ulang sebanyak tiga kali antara November 2011 dan April 2012 karena masalah hukum dan
putusan Mahkamah Konstitusi. Kekerasan sistematis dan intimidasi yang dilakukan oleh
Partai Aceh merusak kampanye dan menyebabkan pengamat internasional dan dalam negeri
mencatat bahwa kekerasan dan tekanan yang terjadi sebelum pemilu mungkin membuat para
pemilih tidak mengikuti pemilu. Dengan kata lain, pengamat internasional melihat pemilu
gubernur Jakarta sebagai pemilu yang kredibel dan berhasil.

Pada akhir tahun, Komisi Pemilihan Umum Papua mengumumkan rencana untuk
melaksanakan pemilu gubernur dan wakil gubernur di awal 2013. Mereka yang ditunjuk telah
menjabat posisi di KPU sejak pejabat KPU terpilih sebelumnya mengakhiri masa jabatan di
pertengahan 2011. Selama tahun ini, Mahkamah Konstitusi menjunjung tinggi praktik
pemilihan umum secara aklamasi di Papua yang memiliki peraturan pemilihan unik
disebabkan oleh status otonomi khusus mereka. Para pengamat internasional meminta KPU
menyusun panduan yang jelas untuk pemungutan suara yang dapat memungkinkan
dilakukannya penghitungan akurat.

Tahun 2011, Badan Pengawas Pemilu yang menangani pelaporan pelanggaran pemilu,
menerima 1.718 laporan pelanggaran di 92 pemilu lokal dari total 115 pilkada. Dari angka
tersebut, 565 dianggap pelanggaran administratif dan ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu.
Terdapat 372 pelanggaran pada pemungutan suara yang melibatkan tindak kriminal dan
diselidiki oleh polisi dan berujung pada 13 tuntutan. 781 kasus lainnya tidak dilanjutkan
karena kekurangan bukti.

Partisipasi Perempuan dan Minoritas: Tidak ada pembatasan hukum terhadap peran
perempuan di kancah politik. UU partai politik mengamanatkan paling sedikit 30%
perempuan dalam anggota pendiri partai politik baru.

UU pemilu yang disetujui sebelum pemilu nasional 2009 mencakup klausul yang tidak
mengikat bagi partai untuk memilih setidaknya 30% kandidat perempuan di daftar partai
mereka. Mahkamah Konstitusi membatalkan klausul ini ketika diketahui bertentangan dengan
UU dan memutuskan bahwa para pemilih dapat langsung memilih perwakilan mereka
langsung dari daftar surat suara terbuka, terlepas dari posisi mereka di daftar partai tertutup.
Jumlah perempuan di parlemen meningkat secara signifikan, dari 11 persen ke 18 persen di
kursi DPR dan dari 19 persen ke 27 persen di kursi DPD pada pemilu 2009. Selama tahun ini,
perempuan menduduki empat dari 38 jabatan setingkat kabinet.

Di tingkat provinsi, terdapat satu gubernur dan satu wakil gubernur perempuan. Perempuan
tidak memiliki posisi kepemimpinan yang proporsional di beberapa pemerintahan provinsi;
sebagai contoh, di Aceh, posisi tertinggi dijabat perempuan adalah wakil walikota, yaitu
wakil walikota Banda Aceh.

Di beberapa daerah Indonesia, penduduk non-Muslim langsung dihambat dari jabatan politik
melalui persyaratan bahwa semua kandidat harus mempertunjukkan kemampuan membaca Al
Quran dalam bahasa Arab. Bulan Agustus, walikota Gorontalo, ibukota Provinsi Gorontalo di
pulau Sulawesi, menunda pelantikan pejabat kecamatan karena ketidakmampuannya
membaca Al Quran dengan kefasihan memadai dan sesuai dengan peraturan setempat.

Tidak ada statistik resmi mengenai latar belakang etnis anggota legislatif di DPR. Kabinet
Presiden Yudhoyono umumnya merefleksikan keberagaman etnis di negeri ini.

Bagian 4. Korupsi dan Kurangnya


Transparansi di Pemerintahan
UU memberikan hukuman pidana untuk pejabat yang korup, dan pemerintah secara umum
berusaha mengimplementasi UU ini. Meskipun dari penangkapan dan hukuman bagi
sejumlah pejabat tinggi yang memiliki kekuasaan, ada persepsi yang luas di dalam dan luar
negeri bahwa korupsi tetap menjadi bagian kehidupan sehari-hari. KPK dan Kejaksaan
Agung di bawah pimpinan Jaksa Agung Muda untuk tindak pidana khusus memiliki
yurisdiksi atas investigasi dan penuntutan kasus korupsi.

Sejak 2009, pemerintah telah membentuk pengadilan anti korupsi di seluruh 33 provinsi.
Selama tahun ini, KPK melaksanakan 45penyidikan, 26 penyelidikan dan 14 penuntutan.
Sebagai hasilnya, aset negara dapat dikembalikan sebesar 1,3 trilyun rupiah (sekitar $135
juta). Sebagai tambahan, menurut laporan tahunan KPK, KPK dapat berhasil memulihkan
dan mencegah kehilangan aset negara lebih dari 152 trilyun rupiah ($16,8 milyar).

Polisi dan KPK berselisih dalam masalah korupsi. Sebagai contoh, ketika KPK membuka
kasus pengadaan simulator SIM, Polri menanggapinya dengan membuka investigasi dugaan
tindak penyimpangan tahun 2004 yang dilakukan oleh pejabat kepolisian yang diperbantukan
ke KPK dan menangani investigasi simulasi ujian mengemudi.

Korupsi yang menyebar luas ke sistem hukum terus berlanjut. Kelompok pengamat korupsi
independen mensinyalir 84 hakim pengadilan tindak pidana korupsi terlibat kasus-kasus
korupsi. Kasus Suap dan pemerasan mempengaruhi penuntutan, putusan dan hukuman dalam
kasus perdata dan pidana. Orang-orang penting dalam sistem peradilan dituduh menerima
suap dan menutup mata pada kantor pemerintah yang diduga korupsi. Organisasi-organisasi
bantuan hukum melaporkan bahwa kasus-kasus sering kali berjalan sangat lambat kecuali
membayar uang suap.

Antara bulan Januari dan Juni, Komisi Ombudsman Nasional menyelidiki 1.545 dari 4.500
pengaduan umum yang melibatkan pejabat pemerintah.

Polisi umumnya menerima suap mulai dari pembayaran jumlah kecil seperti kasus lalu lintas
hingga suap besar dalam investigasi pidana. Petugas yang korup terkadang memperlakukan
pendatang yang kembali dari luar negeri, umumnya perempuan, dengan aksi penggeledahan
dengan cara menelanjangi sewenang-wenang, pencurian dan pemerasan.
Pada 27 September, hakim pengadilan anti korupsi menghukum Miranda Goeltom, mantan
deputi gubernur Bank Indonesia, tiga tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus
penyuapan anggota parlemen guna mendukung dirinya menjadi deputi gubernur tahun 2004.
Beberapa tahun belakangan ini, lebih dari 30 anggota parlemen telah diganjar hukuman
karena menerima suap.

Menurut UU, pejabat pemerintah senior serta begitu pula pejabat lainnya yang bekerja di
badan-badan pemerintah tertentu, diwajibkan mengisi laporan keuangan. UU mewajibkan
bahwa laporan menyertakan semua aset yang dimiliki pejabat, pasangan mereka dan anak-
anak yang menjadi tanggungan mereka. Laporan harus dibuat saat menjabat, setiap dua tahun
berikutnya, dalam waktu dua bulan sebelum meninggalkan jabatan, dan segera setelah
diminta oleh KPK. KPK bertanggung jawab memverifikasi penyingkapan dan
mempublikasikannya di Berita Negara dan di Internet. Sanksi pidana untuk yang tidak patuh
dalam kasus melibatkan korupsi. Pada praktiknya, tidak semua aset diverifikasi sehubungan
dengan keterbatasan sumber daya manusia di KPK.

UU Keterbukaan Informasi yang berlaku efektif tahun 2010 menjamin akses warga negara
terhadap informasi pemerintah dan menyediakan mekanisme yang dapat diperoleh warga
negara dari informasi tersebut. UU juga mencakup informasi yang dikategorikan "rahasia",
termasuk informasi pertahanan dan keamanan negara, investigasi dan kegiatan penegak
hukum, pejabat publik resmi, dan kepentingan bisnis dari BUMN. Pada akhir tahun, banyak
badan pemerintah yang tetap tidak ingin atau tidak siap mengimplementasi UU ini. Menurut
kajian AJI pada bulan April, pihak berwenang mengabulkan 46 persen permintaan akan
informasi. Menurut studi tersebut, banyak pejabat resmi yang mengabaikan atau
menghilangkan permintaan.

Bagian 5. Sikap Pemerintah Terhadap


Investigasi Internasional dan Non-
Pemerintahan atas Dugaan Pelanggaran
HAM
Sejumlah organisasi HAM dalam negeri umumnya beroperasi di seluruh wilayah Indonesia
tanpa larangan pemerintah, menginvestigasi dan mempublikasikan temuan mereka atas kasus
HAM serta mengadvokasi kemajuan kinerja HAM pemerintah. Pemerintah bertemu dengan
LSM setempat, menanggapi permintaan mereka, dan mengambil beberapa tindakan sebagai
tanggapan terhadap kekhawatiran LSM. Namun, beberapa pejabat pemerintahan, khususnya
di Papua dan Aceh, melakukan pemantauan, pelecehan, dan intervensi serta ancaman dan
intimidasi terhadap organisasi-organisasi tersebut. Aktivis mengatakan pejabat intelijen
mengikuti, mengambil foto secara diam-diam, dan kadang menanyakan teman dan anggota
keluarga mereka mengenai keberadaan dan aktivitas mereka.

Aktivis HAM dan anti korupsi dilaporkan menerima pesan ancaman dan intimidasi lainnya
dari sumber tak dikenal.

PBB dan Badan Internasional Lainnya: Dari 180 rekomendasi yang dibuat oleh anggota
negara Dewan Hak Asasi Manusia PBB selama proses Tinjauan Universal Berkala,
pemerintah menerima 150 dan menolak 30 rekomendasi. Pasukan keamanan dan badan
intelijen cenderung mencurigai organisasi HAM asing, khususnya yang beroperasi di wilayah
konflik, dan melarang gerakan mereka di wilayah tersebut.

Tahun 2009, pemerintah membatalkan perjanjian kehadiran ICRC dan menangguhkan


kunjungan ICRC ke penjara termasuk pertemuan rahasia dengan narapidana di seluruh
negeri. Kunjungan ini memperbolehkan ICRC berkunjung ke Papua dan melaksanakan
serangkaian aktivitas terbatas (seperti memberikan pelatihan untuk militer dan polisi,
pengembangan kurikulum sekolah, dan pemberian bantuan sanitasi/teknis ke penjara).

Lembaga Hak Asasi Manusia Pemerintah: Sejumlah badan independen yang berafiliasi
dengan pemerintah menyampaikan masalah HAM, termasuk Komisi Ombudsman Nasional,
Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM). Publik umumnya memercayai Komnas HAM, Komnas Perempuan dan
Ombudsman, namun kerja sama pemerintah dengan rekomendasi komisi-komisi tersebut
tidak bersifat wajib dan umumnya tidak dilakukan.

Pada bulan Juli, Komnas HAM mengeluarkan temuannya mengenai pemberantasan anti
Komunis tahun 1965 dan 1966. Berdasarkan investigasi selama empat tahun, Komnas HAM
menyimpulkan bahwa tindakan pemerintah, termasuk pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kebebasan
pribadi, siksaan, perkosaan, dan penghilangan paksa, merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan. Presiden Yudhoyono memberikan arahan kepada Jaksa Agung untuk
mempelajari temuan dan melaporkan kembali ke dirinya. Namun, Menteri Koordinasi Politik,
Hukum dan Keamanan menolak temuan Komnas HAM dan terang-terangan membenarkan
tindakan tersebut. Kelompok HAM memperkirakan sekitar 500.000 dan 2 juta orang
meninggal dalam kekerasan terkait dengan reaksi pemerintah atas dugaan persengkokolan
Komunis untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno. Pada akhir tahun, pemerintah tidak
menjatuhkan tuntutan apapun atas kasus yang terkait peristiwa tersebut.

Tahun 2009, DPR menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc untuk menginvestigasi dan
menuntut penghilangan aktivis HAM. Dua puluh empat aktivis HAM dan mahasiswa hilang
antara tahun 1997 dan 1998; 10 orang kembali, menuduh militer atas penculikan dan siksaan.
Satu jasad ditemukan dan 13 aktivis lainnya tetap hilang. Terlepas dari kewenangan ini, pada
akhir tahun, pemerintah belum membentuk pengadilan ini.

Walaupun UU Pemerintahan Aceh tahun 2006 menyatakan bahwa pengadilan HAM akan
dibentuk di Aceh, namun pembentukan pengadilan tersebut tetap tidak berjalan disebabkan
kerumitan yang berasal dari perundangan tingkat nasional lainnya.

Bagian 6. Diskriminasi, Pelecehan Sosial,


dan Perdagangan Manusia
Konstitusi tidak secara eksplisit melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, ras, cacat
tubuh, bahasa, atau status sosial. Konstitusi memberikan hak persamaan bagi semua warga
negara, baik pribumi maupun yang dinaturalisasi. Namun, dalam praktiknya, pemerintah
kadang-kadang gagal membela hak-hak ini, terutama hak-hak kaum minoritas.
Perempuan

Perkosaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga: UU mengkriminalisasi perkosaan,


walaupun definisi resmi perkosaan menurut UU hanya meliputi penetrasi organ seksual yang
dipaksakan, dan untuk mengadukan kasus diperlukan bukti yang menguatkan dan seorang
saksi. UU mengkriminalisasi perkosaan dalam pernikahan. Statistik nasional yang dapat
dipercaya mengenai besarnya pengaruh perkosaan masih tetap tidak tersedia. Perkosaan
diganjar hukuman empat hingga 14 tahun penjara, dan pemerintah memenjarakan pelaku
permerkosaan dan percobaan pemerkosaan; namun, hukuman ringan terus menjadi masalah,
dan banyak pemerkosa yang dihukum dengan ganjaran minimal.

UU melarang kekerasan dalam rumah tangga dan bentuk lain kekerasan terhadap wanita.
Namun, kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah. Kekerasan terhadap perempuan
masih didokumentasikan dengan buruk dan tidak dilaporkan secara signifikan ke pemerintah.
Angka nasional tidak tersedia. Kebanyakan LSM yang menangani isu perempuan dan anak-
anak yakin bahwa angka yang sebenarnya jauh lebih besar dari statistik yang disediakan
pemerintah, mencatat bahwa kecenderungan banyak korban untuk menutup mulut. Komisi
Nasional untuk Kekerasan terhadap Perempuan melaporkan kekerasan dalam rumah tangga
merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling umum.

Tekanan sosial memaksa para perempuan untuk tidak melaporkan kekerasan dalam rumah
tangga. Tahun 2011, Yayasan Bantuan Hukum Perempuan menerima 417 pengaduan
kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pelecehan fisik dan seksual. Mereka juga menerima
61 pengaduan pidana, dengan 36 di antaranya terkait kekerasan seksual.

Dua jenis pusat krisis tersedia untuk para perempuan yang dianiaya: pusat krisis yang
dijalankan pemerintah di rumah sakit; dan pusat krisis LSM di masyarakat. Dalam skala
nasional, polisi mengelola "ruang krisis khusus" atau "meja untuk perempuan" dimana
petugas kepolisian perempuan menerima laporan pidana dari perempuan dan anak-anak
korban kekerasan seksual dan perdagangan dan tempat ini juga dapat menjadi penampungan
sementara bagi para korban.

Mutilasi/Pemotongan Alat Kelamin Perempuan (FGM/C): Menurut LSM, terjadi beberapa


kasus FGMC perempuan di atas usia 18 tahun. Surat Keputusan Kementerian Kesehatan
tahun 2010 memberikan intruksi khusus yang melarang jenis-jenis FGM tertentu namun
secara eksplisit memperbolehkan praktek yang lainnya. Surat Keputusan menyatakan bahwa
dokter, bidan dan perawat berlisensi dapat melakukan FGM jenis IV (penusukan atau
penindikan klitoris atau labia secara simbolis) atas permintaan dan sepengetahuan perempuan
tersebut (lihat bagian 6. anak-anak).

Pelecehan Seksual: Walau tidak secara eksplisit disebutkan di KUHP, pasal 281 dari kitab
tersebut yang melarang tindakan tidak senonoh di depan publik, berfungsi sebagai dasar
pengaduan pidana yang berasal dari pelecehan seksual di tempat kerja. Pelanggaran pasal ini
diganjar hukuman hingga dua tahun delapan bulan penjara dan denda ringan.

Hak Reproduksi: Pemerintah mengakui hak perorangan dan pasangan untuk memilih jumlah,
jarak dan waktu memiliki anak-anak dan menganjurkan keluarga berencana. Menurut studi
yang dipublikasikan oleh LSM internasional pada bulan Agustus, rata-rata 30 persen
perempuan yang disurvei tidak menginginkan anak lagi setelah melahirkan dalam masa 4
tahun. Studi menemukan bahwa sejumlah faktor mempengaruhi statistik, termasuk
penggunaan metode kontrasepsi jangka pendek dibandingkan jangka panjang. Walau
pemerintah mensubsidi dan memberikan akses ke kontrasepsi di pelosok negeri, biaya
kontrasepsi dan infrastruktur kesehatan yang buruk sering membatasi ketersediaan. Laporan
LSM internasional tahun 2010 mengindikasikan bahwa khususnya perempuan tidak menikah,
tidak diberikan akses kontrasepsi yang memadai yang kemudian berlanjut menjadi satu
masalah. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan 2010, 55,8 persen perempuan menikah
menggunakan kontrasepsi. Studi juga menemukan bahwa 93 persen perempuan mendapatkan
layanan kesehatan pranatal. Rasio kematian ibu melahirkan resmi per sensus 2007 (sensus
terbaru yang tersedia) yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu
melahirkan adalah pendarahan pascapersalinan, pra-eklamsia, dan keracunan darah. Menurut
tinjauan Bank Dunia tahun 2010, terdapat beberapa faktor utama dengan tingginya angka
kematian ibu melahirkan. Terdapat 79 persen perempuan memiliki tenaga kebidanan yang
cakap saat melahirkan, namun faktor jumlah bidan yang tidak seimbang di masyarakat dan
pelatihan substandar untuk banyak bidan dan tingginya penggunaan layanan dukun beranak
turut mempengaruhi. Rumah sakit dan pusat layanan kesehatan tidak bekerja dengan optimal
dalam menangani permasalahan, dan terdapat banyak masalah-masalah yang menambah
permasalahan termasuk hambatan keuangan atau terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan
yang berkualitas. Hampir 50 persen kelahiran terjadi di rumah. Status ekonomi perempuan,
tingkat pendidikan dan usia pernikahan juga mempengaruhi kematian ibu melahirkan.

Diskriminasi: UU menyatakan bahwa perempuan memiliki hak, kewajiban dan peluang yang
sama seperti lelaki; namun, UU juga menyatakan bahwa partisipasi perempuan pada proses
pembangunan tidak boleh bertentangan dengan peran mereka dalam memperbaiki
kesejahteraan keluarga dan mendidik generasi muda. UU tentang Pernikahan mengangkat
lelaki sebagai kepala keluarga. Perempuan di banyak wilayah di negara ini, khususnya di
Papua, mengeluhkan tentang perbedaan perlakukan berdasarkan jenis kelamin.

Perceraian terbuka bagi lelaki dan perempuan. Banyak janda tidak menerima tunjangan
hidup, mengingat tidak ada sistem yang menegakkan pembayaran semacam itu. Jika tidak ada
perjanjian pranikah, kepemilikan bersama dibagi rata. UU mewajibkan perempuan yang
bercerai untuk menunggu 40 hari untuk bisa menikah kembali; sementara seorang lelaki bisa
segera menikah. Pemerintah tetap mengimplementasi Syariah di Aceh. Dampak dari
implementasi tersebut beragam di seluruh wilayah provinsi, namun pola tersebut berlanjut
dalam beberapa tahun terakhir, namun pada umumnya menjadi terganggu karena pemerintah
meningkatkan pengawasan terhadap polisi Syariah. Dampak paling nyata dari hak perempuan
adalah pada penegakan kode berbusana. Syariah diberlakukan beragam di seluruh provinsi;
contohnya, di Kecamatan Aceh Barat, perempuan diwajibkan mengenakan rok, larangan yang
tidak dinyatakan secara terbuka di tempat lain. Bukan hal yang luar biasa bagi polisi Syariah
untuk menghentikan dan menasihati perempuan Muslim yang berbusana tidak sesuai dengan
persyaratan Syariah setempat mengenai busana yang layak.

Pemerintah lokal dan kelompok di wilayah di luar Aceh juga berkampanye untuk
menganjurkan kepatuhan oleh kaum perempuan terhadap aturan Syariah. Peraturan setempat
di beberapa wilayah mengamanatkan pemakaian busana Muslim oleh pegawai pemerintahan.
Kewaspadaan dalam menegakkan pemisahan jenis kelamin, puasa, dan kode berbusana
meningkat selama bulan Ramadhan. Kementerian Dalam Negeri bertanggung jawab untuk
"menyelaraskan" peraturan daerah yang tidak sejalan dengan perundangan nasional. Antara
bulan Januari dan Agustus, kementerian mengevaluasi 13.520 perda dan membatalkan 824
yang dianggap bertentangan dengan UU nasional.
Perempuan mengalami diskriminasi di tempat bekerja, baik saat perekrutan maupun dalam
mendapatkan kompensasi yang adil; namun, ada kemajuan di wilayah tersebut, khususnya di
sektor publik. Menurut laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO), upah per jam
perempuan sebagai persentase dari upah pria terus meningkat. Laporan ILO tahun 2009
menunjukkan kemajuan signifikan terhadap kesetaraan gender dalam partisipasi pasar tenaga
kerja, pekerjaan, dan upah. Kesenjangan upah berdasarkan jenis kelamin kecil antara tahun
2004 dan 2008 di sebagian besar sektor, namun kesenjangan yang besar di sektor lain
(profesional, teknis dan pekerja terkait). Walau perempuan di pekerjaan administrasi dan
manajerial menghasilkan lebih banyak dibandingkan rekan lelakinya, mereka kurang
terwakilkan di tingkat manajerial. Menurut pemerintah, perempuan mewakili 47 persen dari
semua pegawai negeri sipil (PNS) per Oktober 2011 dan lebih dari 24 persennya PNS senior,
naik dari 9 persen saja di 2009. Beberapa aktivis mengatakan bahwa di bidang manufaktur,
pemberi kerja menurunkan upah perempuan, posisi pekerjaan yang lebih rendah. Seperti
rekan kerja lelaki mereka, banyak pekerja pabrik perempuan dipekerjakan sebagai buruh
harian daripada sebagai pegawai permanen penuh waktu, dan perusahaan tidak diwajibkan
menyediakan tunjangan, seperti cuti melahirkan, kepada para buruh harian. Sesuai UU, jika
kedua pasangan menikah bekerja untuk badan pemerintah, maka tunjangan kepala rumah
tangga diberikan kepada suami.

Secara tradisi, pekerjaan yang terkait dengan perempuan dibayar sangat kecil dan tidak diatur
dalam UU. Sebagai contoh, pekerja rumah tangga hanya menerima sedikit perlindungan
hukum. Di bawah UU tenaga kerja, pekerja rumah tangga tidak diberikan upah minimal,
asuransi kesehatan, kebebasan berserikat, kerja delapan jam sehari, satu hari untuk istirahat,
waktu libur, atau kondisi kerja yang aman. Oleh karena itu, seperti dilaporkan oleh LSM,
perlakuan kasar dan perilaku diskriminatif terus merajalela.

Anak-Anak

Pendaftaran Kelahiran: Kewarganegaraan didapat terutama melalui salah satu orangtua


namun, dapat diperoleh melalui kelahiran di wilayah nasional. Walau UU menyediakan
pendaftaran kelahiran secara cuma-cuma, persyaratan pendaftaran tidak ditegakkan, dan
sekitar 30 persen kelahiran warga negara tidak didaftarkan. Tanpa pendaftaran kelahiran,
keluarga bisa menghadapi kesulitan dalam mengakses manfaat asuransi yang disponsori
pemerintah dan mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah. Terkadang mustahil untuk
memastikan usia anak, dan usia dapat dipalsukan di tanda pengenal, hal ini sering kali
dilakukan bekerja sama dengan pegawai pemerintah.

Keputusan bulan Februari oleh Mahkamah Konstitusi membatalkan UU tahun 1974 yang
memutuskan bahwa anak di luar pernikahan yang terdaftar hanya berbagi keperdataan dengan
ibunya. Keputusan yang diberikan termasuk bukti DNA dalam menentukan keturunan ayah
(paternity) dan mendapatkan hak waris dari harta ayah untuk anak yang lahir di luar
pernikahan yang terdaftar.

Pendidikan: Walau UU mewajibkan pendidikan gratis, pada praktiknya, sebagian besar


sekolah tidak gratis, dan kemiskinan membuat pendidikan di luar jangkauan banyak anak.
Sesuai UU, anak-anak diwajibkan mengikuti sekolah dasar selama 6 tahun dan tiga tahun di
sekolah menengah pertama; namun, pada praktiknya, pemerintah tidak menegakkan
kewajiban ini secara universal. Walau anak perempuan dan lelaki menerima peluang
pendidikan yang sama, anak lelaki lebih memungkinkan untuk dapat menyelesaikan sekolah.
Beberapa provinsi dan kecamatan, seperti Provinsi Sumatera Selatan dan Kecamatan Serdang
Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, memiliki kebijakan lokal untuk pendidikan wajib 12
tahun atau hingga sekolah menengah atas.

Penganiayaan Anak-Anak: Pekerja anak dan pelecehan seksual merupakan masalah serius.
Pelecehan seksual anak-anak dilarang oleh UU, namun upaya pemerintah untuk
memeranginya umumnya berjalan lambat dan tidak efektif. UU Perlindungan Anak
mencakup eksploitasi ekonomi dan seksual pada anak begitu pula adopsi, perwalian, dan isu
lainnya; namun, beberapa pemerintahan provinsi tidak menegakkan ketentuan-ketentuan
tersebut. Komnas Perlindungan Anak melaporkan bahwa selama tahun ini, rata-rata
menerima 100 laporan kekerasan terhadap anak-anak setiap bulannya.

Menurut Komnas Perlindungan Anak, sekitar 8,5 juta anak di bawah usia 18 tahun bekerja
karena kemiskinan.

Pernikahan Usia Dini: Perbedaan resmii antara seorang perempuan dewasa dan anak gadis
tidak jelas. UU mengatur usia minimal menikah adalah 16 tahun untuk perempuan (19 tahun
untuk lelaki), namun UU Perlindungan Anak menyatakan seseorang di bawah usia 18 tahun
masih dikategorikan anak-anak. Seorang anak gadis yang menikah akan memiliki status
resmi sebagai dewasa. Banyak anak gadis yang menikah sebelum mencapai usia 16 tahun,
khususnya di wilayah pedalaman dan daerah tertinggal. Menurut UNICEF, tahun 2000 hingga
2009, 22 persen perempuan usia 20 hingga 24 tahun sudah menikah atau menyatu dalam
pernikahan sebelum berusia 18.

Praktik Tradisi yang Membahayakan: FGM/C pada anak-anak dilakukan di beberapa daerah.
Beberapa pegiat LSM menolak segala klaim mutilasi, mengatakan bahwa ritual yang
dilaksanakan di dalam negeri sebagian besar merupakan simbolis. Surat Keputusan
Kementerian Kesehatan melarang jenis-jenis FGM tertentu yang lebih berbahaya namun
secara eksplisit memperbolehkan dokter, bidan, dan perawat berlisensi untuk melaksanakan
FGM jenis IV (penusukan atau penindikan klitoris atau labia secara simbolis). Surat
persetujuan dari anak, orangtua atau wali diperlukan.

Eksploitasi Seksual Anak-Anak: Walau tidak ada pelanggaran atas nama perkosaan menurut
UU di bawah hukum, hukum pidana melarang hubungan seks konsensual di luar pernikahan
dengan anak gadis di bawah usia 15. UU tidak mencakup tindakan heteroseksual antara
perempuan dan remaja lelaki, namun melarang tindakan sesama jenis antara orang dewasa
dan anak di bawah umur. UU Pornografi tahun 2008 melarang pornografi anak dan
memberlakukan hukuman maksimal 12 tahun dan denda enam milyar rupiah (sekitar $
625.000) untuk memproduksi atau memperdagangkan pornografi anak. Secara nasional,
UNICEF memperkirakan bahwa 40.000 hingga 70.000 anak-anak merupakan korban
eksploitasi seksual dan 30 persen dari wanita pekerja seks komersial masih dibawah umur.
Menurut estimasi LSM, 30 persen dari perkiraan 4.000 pekerja seks di Batam adalah anak-
anak. LSM yang sama menilai bahwa pekerja seks anak-anak telah menurun dikarenakan
upaya polisi yang meningkat di wilayah ini.

Sebuah penilaian yang dilakukan selama enam bulan oleh badan investigasi pemerintah asing
atas segala tuduhan wisata seks anak-anak menemukan tidak ada kasus kredibel dari warga
asing yang mengunjungi negara ini untuk terlibat kegiatan seksual dengan anak-anak.
Penilaian mengungkapkan banyak insiden dari penganiayaan seks anak-anak, namun di
semua kasus, pelakunya adalah warga setempat.
Anak-Anak Terlantar: Menurut laporan pemerintah, per September, terdapat 7.315 anak
jalanan di Jakarta, dan 4.827 anak ikut serta dalam program kesejahteraan sosial yang
dijalankan Kementerian Sosial. Pemerintah terus mendanai rumah penampungan yang
dikelola oleh LSM lokal dan membayar pendidikan beberapa anak jalanan.

Penculikan Anak Internasional: Negara ini tidak merupakan pihak dalam Konvensi Den Haag
mengenai Aspek Sipil Penculikan Anak Internasional tahun 1980. Untuk informasi, lihat
laporan kepatuhan tersebut milik Kementerian Luar Negeri di
http://travel.state.gov/abduction/country/country_3781.html.

Antisemitisme

Populasi kaum Yahudi sangatlah kecil. Tidak ada laporan mengenai tindakan antisemitisme.

Perdagangan manusia

Lihat laporan Kementerian Luar Negeri Trafficking in Persons Report di www.state.gov/j/tip.

Penyandang Cacat

UU melarang diskriminasi terhadap penyandang cacat fisik dan mental dalam perekrutan
kerja, pendidikan, akses ke layanan kesehatan, atau ketentuan layanan negara lainnya. UU
tidak memuat persyaratan secara spesifik mengenai akses perjalanan udara dan transpotasi
lainnya, namun mengamanatkan aksesibilitas ke fasilitas publik bagi penyandang cacat;
namun, pemerintah tidak menegakkan ketentuan ini (Bandara Internasional Surabaya, sebagai
contoh, tidak dapat diakses untuk penyandang cacat). Pemerintah mengkategorikan
penyandang cacat ke dalam tiga kategori: cacat fisik, cacat intelektual, dan cacat fisik berikut
intelektual. Ketiga kategori ini dibagi lebih lanjut untuk sekolah. Pemerintah membatasi hak
penyandang cacat untuk memberikan suara atau berpartisipasi dalam urusan sipil dengan
tidak menegakkan UU aksesibilitas. Namun, pada pemilu regional tahun ini, pemerintah
memberikan surat suara berhuruf Braille untuk pemberi suara yang tuna netra.

UU memberikan hak pendidikan dan perawatan rehabilitatif untuk anak penyandang cacat.
Pada November 2011, studi UNESCO menemukan bahwa 59 persen anak penyandang cacat
kemungkinan besar tidak menerima pendidikan formal dibandingkan anak lain. Menurut satu
LSM, terdapat 1,4 juta anak penyandang cacat di negeri ini, dan kurang dari 4 persen yang
memiliki akses ke pendidikan. Menurut statistik pemerintah 2008-2009, terdapat 1.686
sekolah yang didedikasikan untuk mendidik anak penyandang cacat, 1.274 di antaranya
sekolah swasta. Menurut LSM, lebih dari 90 persen anak-anak penyandang tuna netra adalah
buta huruf. Beberapa remaja penyandang cacat terpaksa mengemis untuk bertahan hidup.
Anak penyandang cacat dikirimkan ke sekolah terpisah, dan pendidikan khusus bagi mereka
sangatlah jarang. Universitas di negara ini tidak memberikan gelar untuk pendidikan khusus
penyandang cacat.

Nasional/Rasial/Etnis Minoritas

Pemerintah secara resmi meningkatkan toleransi rasial dan etnis. Etnis Cina, yang
menyumbang sekitar 3 persen populasi, memainkan peran utama di perekonomian dan
meningkatkan partisipasinya dalam politik.
Pribumi

Pemerintah melihat semua warga negara sebagai "pribumi"; namun, pemerintah mengakui
keberadaan beberapa "masyarakat terpencil" dan hak mereka untuk berpartisipasi secara
penuh di kehidupan politik dan sosial. Masyarakat ini termasuk suku Dayak di Kalimantan
yang tak terhitung jumlahnya, keluarga keluarga yang hidup sebagai pengembara di laut,
dan 312 kelompok masyarakat adat yang ada di Papua. Selama tahun ini, masyarakat adat,
terutama di Papua, masih menjadi subyek diskriminasi, dan hanya sedikit kemajuan dalam
menghargai hak tanah leluhur mereka. Aktivitas pertambangan dan penebangan pohon,
banyak yang ilegal, menimbulkan masalah signifikan di bidang sosial, ekonomi dan logistik
terhadap masyarakat adat. Pemerintah gagal mencegah perusahaan, yang kerap berkolusi
dengan militer dan polisi setempat, dalam melanggar batas tanah masyarakat adat. Di Papua
dan Papua Barat, ketegangan antara masyarakat Papua dan pendatang dari provinsi lainnya,
mengarah pada beberapa pembunuhan warga pendatang di provinsi yang bergolak.

Dikarenakan pemerintah tidak mengakui "masyarakat adat", maka artinya juga tidak
mengakui "tanah adat". Pemerintah memang mengakui beberapa hak kepemilikan komunal.
Namun, akses ke tanah leluhur tetap menjadi sumber utama konflik di penjuru negeri.
Perusahaan besar dan peraturan pemerintah menelantarkan orang-orang dari tanah leluhur
mereka. Beberapa LSM yang berkonsentrasi pada masalah hak tanah menegaskan bahwa
pembatasan lahan yang tidak efektif berujung pada penolakan akses individu ke tanah mereka
sendiri. Pejabat pemerintah pusat dan setempat dilaporkan meminta suap dari perusahaan
pertambangan dan minyak kelapa sawit sebagai pertukaran akses lahan dengan
mengorbankan penduduk setempat. Advokat hak lahan melaporkan menerima ancaman dari
pemerintah dan pihak swasta setelah mempublikasikan isu ini. Program pemerintah untuk
memindahkan pendatang dari pulau padat penduduk yaitu Jawa dan Madura jauh berkurang
dalam tahun-tahun belakangan ini. Namun, konflik komunal sering terjadi di garis etnis di
daerah dengan populasi transmigran yang cukup besar.

Pelanggaran Sosial, Diskriminasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan


Orientasi Seksual dan Identitas Gender

UU Pornografi 2008 melarang hubungan seksual konsensual sesama jenis. Sebagai tambahan,
peraturan-peraturan daerah menganggap aktivitas seksual sesama jenis sebagai tindak
kriminal. Sebagai contoh, pemerintah provinsi Sumatera Selatan dan kotamadya Palembang
memiliki peraturan daerah yang menyamakan aktivitas seksual sesama jenis dengan prostitusi
dan dianggap sebagai tindak kriminal. Anggota legislatif provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam meloloskan peraturan yang mengatur "perilaku tak bermoral", termasuk tindakan
seksual sesama jenis dewasa, namun di akhir tahun, gubernur tidak menandatanganinya
menjadi UU. Sebagai tambahan, di Jakarta, satuan polisi pamong praja menganggap kaum
transgender di jalanan pada malam hari sebagai pekerja seks. Menurut media dan laporan
LSM, sejumlah kaum transgender dianiaya dan dipaksa untuk membayar suap menyusul
penahanan oleh pihak berwenang setempat. Menurut LSM, banyak orang menganggap isu
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) ini sebagai hal sosial yang tabu.
Pemerintah hampir tidak mengambil tindakan apa pun untuk mencegah diskriminasi terhadap
individu LGBT, dan di beberapa kasus, gagal untuk melindungi individu LGBT dari
pelanggaran sosial. Korupsi polisi, bias dan kekerasan menyebabkan individu LGBT agar
terhindar dari interaksi dengan polisi. Polisi Syariah di Aceh dilaporkan melecehkan individu
transgender. NGO melaporkan kelompok agama, anggota keluarga, dan publik kerap
mengasingkan individu LGBT dari masyarakat.
Organisasi LGBT dan LSM beroperasi secara terbuka, walau kerap tanpa lisensi yang layak
(lihat bagian 2.b.). Kelompok agama tertentu secara sporadis mengganggu pertemuan LGBT,
dan banyak individu yang kerap menjadi korban pelecehan polisi.

Kelompok LGBT mempertahankan sikap bersahaja sepanjang tahun dibandingkan tahun lalu,
sebagian karena kekhawatiran terhadap keamanan fisik. Pada bulan September dan Oktober,
Q! Film Festival, menjadi subyek protes tahun 2010 yang berlangsung di Jakarta.
Penyelenggara festival memberitahu polisi rencana mereka untuk menyelenggarakan festival,
namun polisi menolak memberikan perlindungan. Pejabat kepolisian menyatakan bahwa
penyelenggara harus memperoleh surat dukungan dari MUI setempat jika mereka ingin
memperoleh dukungan polisi. Penyelenggara memilih untuk tidak terlibat dengan MUI.
Sebagai akibat dari keputusan polisi tersebut, tiga dari delapan lokasi yang tadinya
dijadwalkan untuk ambil bagian di festival pun mundur.

Polisi umumnya tidak menginvestigasi kasus yang melibatkan intervensi polisi saat
penyerangan oleh kelompok garis keras terhadap pertemuan LGBT. Pengaduan resmi oleh
korban dan orang-orang yang terkena dampak umumnya diabaikan.

Pada kasus pidana dengan korban LGBT, polisi menginvestigasi kasus dengan cukup baik,
sepanjang tersangka tidak memiliki kaitan dengan polisi. Namun, ketika menginvestigasi
dugaan pelecehan oleh polisi, para penyelidik tidak tanggap--bahkan saat menghadapi
tekanan dari Komnas HAM.

LSM mendokumentasikan contoh-contoh pejabat pemerintah yang tidak mengeluarkan kartu


pengenal pada individu LGBT. Individu transgender mengalami diskriminasi dalam
memperoleh layanan, termasuk kesehatan dan layanan publik lainnya.

Kekerasan Sosial atau Diskriminasi Lainnya

Stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS meluas. Namun, kebijakan
pemerintah menganjurkan toleransi, mengambil langkah untuk mencegah infeksi baru, dan
memberikan obat antiretroviral secara cuma-cuma, walau terdapat sejumlah halangan
administratif. Posisi pemerintah dalam toleransi tersebut ditaati secara tidak merata di semua
lapisan masyarakat; contohnya, upaya pencegahan kadang tidak agresif karena takut adanya
kemarahan dari kelompok keagamaan konservatif, dan sebagai tambahan untuk halangan
pada akses obat antiretroviral cuma-cuma, penerima potensial harus membayar biaya
pengobatan yang membuat biayanya di luar jangkauan banyak orang.

Kelompok agama minoritas umumnya korban dari diskriminasi sosial yang tak jarang
menyertakan kekerasan. Kelompok ini termasuk Ahmadiyah, Syiah, non-Islam Sunni lainnya,
Islam Sunni, dan Kristen di wilayah-wilayah yang menjadikan kelompok ini sebagai
minoritas.

Bagian 7. Hak-Hak Pekerja


a. Kebebasan Berserikat dan Berunding Bersama
UU, termasuk peraturan dan instrumen terkait, secara umum melindungi hak pekerja untuk
bergabung dengan serikat independen, melakukan mogok resmi, dan berunding bersama-
sama. Pekerja di sektor swasta telah memiliki hak yang luas untuk berserikat, namun UU
melarang pekerja di sektor publik untuk membentuk asosiasi pekerja. Pekerja di sektor
swasta membentuk dan bergabung dalam serikat pilihannya tanpa persetujuan sebelumnya
atau memenuhi persyaratan yang berlebihan. UU memutuskan bahwa 10 atau lebih pekerja
berhak untuk membentuk serikat, dengan keanggotaan terbuka untuk semua pekerja, terlepas
dari afiliasi politik, agama, etnis, atau gender. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
mencatat, bukan menyetujui, pembentukan serikat, federasi, atau konfederasi dan
memberikannya dengan nomor pendaftaran.

Agar tetap terdaftar, serikat harus terus memberitahu pemerintah mengenai perubahan di
organisasi mereka. UU memperbolehkan pemerintah mengajukan permohonan ke pengadilan
untuk membubarkan suatu serikat jika bertentangan dengan ideologi negara (Pancasila) atau
konstitusi. Serikat pekerja juga bisa dibubarkan bila pemimpin atau anggotanya, atas nama
serikat, melakukan tindak kriminal terhadap keamanan negara dan dihukum setidaknya lima
tahun penjara. Setelah serikat dibubarkan, pemimpin dan anggotanya tidak bisa membentuk
serikat lain setidaknya tiga tahun. Tidak ada laporan bahwa pemerintah membubarkan serikat
mana pun selama tahun ini.

Walau UU mengakui kebebasan berserikat bagi pegawai negeri sipil dan hak untuk
berorganisasi, pegawai hanya mungkin membentuk serikat pegawai dengan hak-hak yang
lebih terbatas. Pegawai badan usaha milik negara (BUMN) diizinkan untuk membentuk
serikat. Tidak ada kasus sepanjang tahun ini dari pegawai BUMN yang berusaha membentuk
serikat baru.

Hak untuk mogok diakui namun dibatasi undang-undang. Di bawah UU Pengembangan dan
Perlindungan Tenaga Kerja (UU Ketenagakerjaan), para pekerja wajib memberikan
pemberitahuan tertulis ke pihak berwenang dan para pemberi kerja, tujuh hari sebelum
melancarkan mogok. Surat pemberitahuan tersebut harus menyebutkan secara khusus waktu
mulai dan akhir mogok, lokasi kegiatan, alasan mogok, dan menyertakan tanda tangan kepala
dan sekretaris serikat yang mogok. UU tidak memperluas hak untuk mogok ke sebagian besar
pegawai negeri sipil atau pekerja di BUMN.

Semua pemogokan di "perusahaan yang melayani kepentingan publik atau perusahaan yang
aktivitasnya dapat membahayakan keamanan hidup manusia jika dihentikan" dianggap
terlarang. Walau uraian ini definisi dari "industri inti", peraturan tidak menentukan jenis
perusahaan yang terkena imbas, dan menyerahkan keputusan ini pada kebijaksanaan
pemerintah. Peraturan yang sama juga mengkategorikan mogok sebagai tindakan ilegal jika
mogok "bukan sebuah hasil dari negosiasi yang gagal."

Sebelum pemogokan, para pekerja harus terlibat dalam mediasi panjang dengan pemberi
kerja lalu mendekati mediator pemerintah, bila tidak maka pemogokannya berisiko
dinyatakan ilegal. Dalam hal mogok ilegal, pemberi kerja dapat membuat dua permintaan
tertulis dalam waktu tujuh hari kerja bagi pekerja untuk kembali. Pekerja yang tidak kembali
bekerja setelah permintaan ini dianggap telah mengundurkan diri.

UU menawarkan perundingan bersama dan membolehkan organisasi pekerja yang terdaftar di


pemerintah untuk mennyelesaikan perjanjian kerja bersama yang mengikat secara hukum
(PKB) dengan pemberi kerja dan melaksanakan fungsi serikat pekerja. UU mencakup
beberapa larangan terhadap perundingan bersama, termasuk persyaratan bahwa serikat atau
serikat-serikat mewakili lebih dari 50 persen angkatan kerja perusahaan untuk negosiasi PKB.

Walau kebanyakan PKB memberikan pekerja dengan hak yang lebih banyak dari ketentuan
resmi minimal yang diatur negara, lebih dari sepertiga pemberi kerja dilaporkan melanggar
aturan PKB dan secara relatif tidak mendapatkan hukuman. Penegakan PKB beragam
berdasarkan kapasitas dan kepentingan pemerintah daerah.

Pada praktiknya, penegakkan UU melindungi kebebasan berserikat tidak dilaksanakan oleh


pemerintah secara efektif. Kebebasan berserikat, terlepas dari dijamin oleh UU, dilemahkan
oleh beberapa praktik umum termasuk penggunaan jasa pekerja kontrak dan pekerja biasa
untuk kontrak singkat dalam rangka menghindari peraturan perburuhan. Para pemberi kerja
umumnya menunjuk kembali pemimpin buruh untuk mengganggu aktivitas serikat yang
sedang dibangun. Intimidasi anti serikat dilakukan dalam bentuk penghentian kerja,
pemindahan, atau tuntutan pidana palsu. Perusahaan makin banyak menuntut pemimpin
serikat atas kerugian yang diderita sewaktu mogok kerja.

Kasus hukum mengenai diskriminasi terhadap serikat pekerja berjalan sangat lambat dalam
sistem peradilan, terkadang memakan waktu hingga enam tahun. Suap dan korupsi peradilan
dalam perselisihan pekerja terus berlanjut, dan pengadilan jarang memberikan putusan kasus
yang mendukung pekerja. Sementara pekerja yang dipecat kadang menerima pesangon atau
kompensasi lainnya, namun mereka jarang sekali dipulihkan namanya. Selama tahun ini, 250
pekerja di PT. Surya Gemilang Perkasa di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dan 700
pekerja di PT. Amerta Indah Otsuka di Sukabumi, Provinsi Jawa Barat menyetujui paket
dengan uang pesangon dan upah yang belum dibayar daripada pemulihan nama baik karena
setelah perselisihan yang diperpanjang dengan perusahaan, mereka membutuhkan uang.

Para pegiat hak-hak buruh terus mengklaim bahwa perusahaan menyusun pembentukan
banyak serikat pekerja, termasuk serikat "kuning" untuk melemahkan serikat yang resmi.

Pada bulan Oktober, kasus banding di tingkat pengadilan memutuskan agar memulihkan 30
orang pekerja anggota serikat yang dipecat dari Kebun Binatang Surabaya tahun 2010 tetap
tertunda, dan para aktivis serikat belum dipekerjakan kembali.

Pada praktiknya, memerlukan proses yang rumit untuk melakukan mogok kerja resmi, begitu
pula peraturan pemerintah termasuk UU Ketenagakerjaan, yang memberikan sarana pada
para pengusaha untuk menghalangi gerakan serikat untuk melakukan pemogokan resmi.
Sehingga, pemogokan cenderung ilegal atau mogok "berisiko" yang muncul setelah
kegagalan menyelesaikan keluhan jangka panjang atau ketika pengusaha menolak mengakui
serikat. Alasan utama mogok pada tahun ini yaitu permintaan kenaikan upah minimum dan
pekerja kontrak.

Perlakuan pengusaha terhadap penyelenggara serikat pekerja termasuk pemecatan dan


kekerasan terus berlanjut. Pengusaha umumnya menggunakan taktik intimidasi melawan
pemogokan, termasuk pemecatan administratif para pekerja melalui penggunaan proses
banding yang dijelaskan di atas. Beberapa pengusaha mengancam pegawainya yang
berhubungan dengan anggota serikat. Manajemen juga mejadikan para pemimpin pemogokan
sebagai target untuk dikeluarkan ketika terjadi pemangkasan jumlah karyawan di perusahaan.
Menyusul bentrokan kekerasan antara polisi dan para pemogok kerja tahun 2011, pemimpin
serikat dan manajemen Freeport Indonesia menyepakati usulan PKB untuk mengakhiri
mogok kerja akhir tahun 2011. Perjanjian memutuskan bahwa kedua pihak akan bekerja sama
untuk mencapai 37 persen kenaikan upah selama dua tahun. Dari Oktober 2011 hingga
September 2012, upah naik sebesar 24 persen, disusul dengan 13 persen kenaikan pada tahun
itu di awal Oktober 2012.

Tahun-tahun belakangan, para pengusaha berulang kali mengajukan pengaduan pidana


terhadap pelaksana serikat menyusul gagalnya negosiasi bersama atau melakukan pemogokan
yang sah. Dalam sejumlah kasus, pelaksana serikat dituntut dan bahkan mendekam di penjara
atas dasar pengrusakan properti dan mengganggu keuntungan dikarenakan pengaduan dari
pengusaha. Beberapa ketentuan UU pidana telah membantu taktik tersebut, seperti pidana
atas "tindakan kurang menyenangkan" yang menciptakan tanggung jawab kriminal untuk
berbagi perilaku. Banyak laporan yang dapat dipercaya mengenai polisi yang menyelidiki
atau menginterogasi para pengurus serikat.

Tren yang meningkat dalam penggunaan buruh kontrak secara langsung mempengaruhi hak
serikat untuk mengelola dan berunding bersama. Di bawah UU Ketenagakerjaan, buruh
kontrak hanya bisa digunakan untuk pekerjaan "yang bersifat sementara". Namun, banyak
pengusaha melanggar ketentuan ini, terkadang dengan bantuan dari kantor Tenaga Kerja
setempat. Dalam beberapa kasus, perusahaan menyatakan bangkrut untuk menghindari
pembayaran pesangon yang diwajibkan oleh UU, dan menutup pabrik untuk beberapa hari,
lalu mempekerjakan kembali pekerja sebagai buruh kontrak dengan biaya yang lebih rendah.
Pemimpin serikat dan para aktivis umumnya tidak dipekerjakan kembali. Pengadilan tenaga
kerja telah memutuskan untuk mendukung pekerja yang mengadukan baik ganti rugi atau
ingin dipekerjakan kembali. Namun dalam sebagian besar kasus, perusahaan naik banding ke
Mahkamah Agung dan keputusan pengadilan tenaga kerja dibatalkan.

b. Larangan Kerja Paksa atau Rodi


UU melarang kerja paksa atau rodi; namun, banyak laporan kredibel menyatakan bahwa
praktik seperti itu terjadi, termasuk kerja paksa dan rodi pada anak-anak (lihat bagian 7.c.).
Bentuk kerja paksa termasuk perbudakan rumah tangga, eksploitasi seksual komersial, kerja
paksa di sektor pertambangan, penangkapan ikan dan pertanian.

Pada 12 April, DPR meratifikasi Konvensi Pekerja Migran. Konvensi tersebut memberikan
hak dasar bagi pekerja migran dan mewajibkan pemerintah untuk melindungi pekerja dari
segala bentuk pelecehan yang dilakukan oleh agen perekrutan dan pemberi kerja.

Lihat juga laporan Kementerian Luar Negeri Trafficking in Persons Report di


www.state.gov/j/tip.

c. Larangan Pekerja Anak dan Usia Minimal untuk


Bekerja
UU dan peraturan secara eksplisit melarang kerja paksa pada anak-anak. UU
Ketenagakerjaan menetapkan bahwa pekerja anak termasuk (1) semua anak yang bekerja di
usia 5-12, terlepas dari jam kerjanya, (2) anak yang bekerja di usia 13-14 lebih dari 15 jam
per minggu, dan (3) anak yang bekerja di usia 15-17 dengan lebih dari 40 jam per minggu.
Sebagai tambahan, pekerja anak juga mencakup orang di bawah usia 16 tahun yang terlibat
dengan salah satu dari 13 jenis kegiatan berikut: prostitusi atau eksploitasi seksual komersial
lainnya, pertambangan, menyelam untuk mencari mutiara, konstruksi, penangkapan ikan
lepas pantai, pemulung, pembuatan bahan peledak, bekerja di jalanan, pembantu rumah
tangga, industri penginapan, perkebunan, kehutanan, dan industri yang menggunakan bahan
kimia berbahaya. Pekerja anak sangat lazim ditemukan di sektor pertanian, jasa, penjualan
dan pabrik.

Lihat juga laporan Kementerian Tenaga Kerja Findings on the Worst Forms of Child Labor di
www.dol.gov/ilab/programs/ocft/tda.htm.

d. Kondisi Kerja yang Dapat Diterima


Peraturan tenaga kerja, termasuk peraturan upah minimum, hanya berlaku kurang lebih 30
persen pekerja di "sektor formal". Pekerja di "sektor informal" tidak diberikan perlindungan
atau tunjangan yang sama. Lebih jauh, peraturan pemerintah mengizinkan pengusaha di
sektor tertentu, termasuk perusahaan kecil dan menengah dan industri padat karya seperti
tekstil, untuk memperoleh pengecualian dari persyaratan upah minimal.

Upah minimal berbeda di seluruh wilayah karena gubernur provinsi mengatur tingkat upah
minimal tahunan dan para kepala daerah memiliki wewenang untuk mengatur upah tertinggi.
Selama tahun ini, upah minimal terendah ada di provinsi Jawa Tengah dengan angka
Rp.686.925 ($71) per bulan dan tertinggi di Jakarta dengan angka Rp.1.557.675 ($161) per
bulan. Gubernur Jakarta telah menyetujui upah minimum 2013 sebesar Rp.2.244.600 ($232),
kenaikan 44 persen dari tahun 2012 dan kenaikan 97 persen sejak 2010. Pemerintah
menghitung secara tahunan persyaratan penghidupan minimal menurut provinsi. Tahun 2013
akan menjadi Rp.2.012.400 ($208) per bulan di Jakarta.

UU memutuskan 40 jam kerja per minggu dengan satu kali istirahat selama 30 menit untuk
setiap 4 jam kerja. Perusahaan kerap mewajibkan 5,5 atau 6 hari kerja. UU juga mewajibkan
setidaknya satu hari istirahat setiap minggu. Tarif lembur harian sebelumnya 1,5 kali dari tarif
normal per jam untuk satu jam pertama dan dua kali dari tarif per jam untuk waktu lembur
tambahan, dengan maksimal lembur tiga jam per hari dan tidak lebih dari 14 jam per minggu.
UU juga mewajibkan para pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerjanya dengan dan
membayar kontribusi ke perusahaan asuransi milik pemerintah.

Pejabat setempat dari Kementerian Tenaga Kerja bertanggung jawab terhadap penegakan
peraturan mengenai upah minimum dan jam kerja, begitu pula standar kesehatan dan
keselamatan. Kementerian Tenaga Kerja terus mendesak para pengusaha untuk mematuhi
UU; namun, aparat penegak pemerintah tetap tidak memadai, khususnya di perusahaan yang
lebih kecil, dan pengawasan standar tenaga kerja tetap lemah. Terdapat sekitar 2.400 orang
penilik. Tidak ada kewajiban upah minimum di sektor informal.

Walau UU tenaga kerja dan peraturan kementerian memberikan beragam manfaat bagi para
pekerja, selain pejabat pemerintahan, hanya sekitar 10 persen pekerja yang menerima
tunjangan social dan keamanan. Orang yang bekerja di perusahaan sektor formal kerap
menerima tunjangan kesehatan, tunjangan makan, dan transportasi, tunjangan tunjangan
yang sangat jarang diberikan kepada para pekerja di sektor informal. UU Ketenagakerjaan
juga mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan tempat kerja yang aman dan sehat dan
memperlakukan pekerjanya secara bermartabat. Penegakan standar kesehatan dan
keselamatan di perusahaan yang lebih kecil dan di sektor informal cenderung lemah atau
tidak ada.

Catatan keselamatan pekerja di negara ini buruk. Perusahaan asuransi milik pemerintah
melaporkan sekitar 77.000 kecelakaan di tempat kerja terjadi selama tahun 2012 dan total
1.749 kematian di tempat kerja dari Januari-September 2012.

contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:

Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah,
memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).

Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.

Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.


Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang
dirumah.

Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :

Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau


perilakunya).

Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer,
dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).

Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.

Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.

Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa
dari sekolah yang lain.

Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :

Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).

Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang
tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.

Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang
ada

Anda mungkin juga menyukai