Anda di halaman 1dari 5

Lika-liku Chairul Saleh Untuk Mendapat Keadilan

- detikNews
Jakarta - Di tengah carut marutnya wajah peradilan di Indonesia
yang selalu menghiasi pemberitaan media massa nasional, lahirlah sebuah
putusan yang membuat rasa keadilan begitu terasa bagi rakyat kecil. Majelis
hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (3\/5) akhirnya memvonis bebas
Chairul Saleh seorang pemulung yang dituduh memiliki ganja seberat 1,6
gram.
Perjalanan panjang telah dilalui oleh pria 38 tahun yang dipaksa
mengakui memiliki ganja oleh sejumlah oknum polisi ini. Chairul ditangkap
orang tak dikenal pada 3 September 2009 dan diseret ke Polsek Kemayoran,
Jakarta Pusat.
Di sela-sela sidang beberapa waktu lalu, Saleh tetap berkeyakinan
dirinya tidak pernah memiliki barang haram tersebut. Selain itu, dia juga tak
pernah mengaku diperiksa untuk BAP dan menandatangai BAP tersebut.
Saleh pun mengaku jika dirinya sudah bosan ditahan selama lebih dari 6
bulan.
\\\"Saya tidak pernah tandatangan BAP. Barang itu juga bukan milik
saya,\\\" kata Chairul.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Roland, menuntut Chairul dengan
hukuman penjara 1 tahun serta denda Rp 3 juta subsider 3 bulan. Chairul
Saleh dianggap bertanggung jawab atas pemilikan ganja 1,6 gram yang
ditemukan di dekat dia duduk di bantaran rel Kereta Api Kemayoran.
Anehnya, untuk membacakan tuntutan tersebut, JPU harus menunda
pembacaan tuntutan hingga 3 kali. Hal ini membuat sejumlah kalangan
geram. Tindakan tersebut dinilai sebuah abuse of power (penyalahgunaan
wewenang) dan telah menjadi penyakit jaksa.
Pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy O Shiariej
menilai, jaksa memang tidak dibatasi soal waktu tuntutan. Namun, KUHAP
membatasi proses sidang selama 60 hari.
\\\"Jika melebihi batas dari 60 hari sidang maka terdakwa bisa bebas
demi hukum,\\\" ujar Eddy.  
Orang nomor 1 di tubuh Polri, Jenderal Polisi Bambang Hendarso
Danuri pun turun tangan untuk menindaklanjuti kasus dugaan rekayasa ini.
Dia langsung menelpon Kapolda Metro Jaya Irjen Wahyono untuk meminta
kepastian adanya rekayasa tersebut. 
Akhirnya tak selang berapa lama, Kabid Humas Polda Metro Jaya
Kombes Pol Boy Rafli Amar mengakui bahwa ada rekayasa dalam kasus
Chairul. “Rekayasa ini ada di alat bukti berupa keterangan saksi polisi. Polisi
yang tidak ikut menangkap dimasukkan ke BAP padahal dia tidak ikut
menangkap,\\\" ujarnya.
Sidang disiplin Propam Polres Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman
kepada 4 polisi yang terlibat dalam rekayasa kasus kepemilikan ganja
terhadap pemulung Chairul Saleh ini. Kanit Narkoba Polsek Kemayoran Aiptu
Suyanto didemosi sedangkan penyidik Brigadir Rusli ditunda kenaikan
pangkatnya selama satu tahun. Kemudian Aiptu Ahmad Riyanto ditunda
kenaikan pangkat selama satu tahun, serta dimutasi secara demosi. Dan
untuk Brigadir Dicky ditempatkan ke tempat khusus selama 7 hari.
Kini Chairul dapat menghirup udara kebebasan dan kembali kepada
aktivitasnya. Atas putusan ini, Chairul langsung sujud syukur dan tak kuasa
menahan tangis.
\\\"Saya puas atas putusan ini. Ternyata masih ada keadilan di negeri
ini,\\\" ujar Saleh bersyukur.
Inilah sebuah potret peradilan di Indonesia yang patut jadi sorotan.
Masih banyak kasus hukum lain yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
Akankah potret buram hukum Indonesia kembali jernih?
Vonis Nenek Minah Dinilai Cederai Rasa Keadilan

KOMPAS.com — Inilah ironi di negeri ini. Koruptor yang makan uang


rakyat bermiliar-miliar banyak yang lolos dari jeratan hukum. Tapi nenek
Minah dari Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang,
Kabupaten Banyumas ini harus menghadapi masalah hukum hanya karena
tiga biji kakao yang nilainya Rp 2.000.
Memang, sampai saat ini Minah (55) tidak harus mendekam di ruang
tahanan. Sehari-hari ia masih bisa menghitung jejak kakinya sepanjang 3
km lebih dari rumahnya ke kebun untuk bekerja.
Ketika ditemui sepulang dari kebun, Rabu (18/11) kemarin, nenek
tujuh cucu itu seolah tak gelisah, meskipun ancaman hukuman enam bulan
penjara terus membayangi. "Tidak menyerah, tapi pasrah saja," katanya.
"Saya memang memetik buah kakao itu," tambahnya.
Terhitung sejak 19 Oktober lalu, kasus pencurian kakao yang
membelit nenek Minah itu telah ditangani pihak Kejaksaan Negeri
Purwokerto. Dia didakwa telah mengambil barang milik orang lain tanpa izin.
Yakni memetik tiga buah kakao seberat 3 kg dari kebun milik PT Rumpun
Sari Antan 4. Berapa kerugian atas pencurian itu? Rp 30.000 menurut jaksa,
atau Rp 2.000 di pasaran!
Akibat perbuatannya itu, nenek Minah dijerat pasal 362 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman enam bulan penjara.
Karena ancaman hukumannya hanya enam bulan, Minah pun tak perlu
ditahan.
Dalam surat pelimpahan berita acara pemeriksaan (BAP) yang
dikeluarkan Kejari Purwokerto, Minah dinyatakan sebagai tahanan rumah.
Saat ini, Minah sudah menjalani persidangan kedua di Pengadilan Negeri
Purwokerto.
Kasus kriminal yang menjerat Aminah bermula dari keinginannya
menambah bibit kakao di rumahnya pada bulan Agustus lalu. Dia mengaku
sudah menanam 200 pohon kakao di kebunnya, tapi dia merasa jumlah itu
masih kurang, dan ingin menambahnya sedikit lagi.
Karena hanya ingin menambah sedikit, dia memutuskan untuk
mengambil buah kakao dari perkebunan kakao PT RSA 4 yang berdekatan
dengan kebunnya. Ketika itu dia mengaku memetik tiga buah kakao
matang, dan meninggalkannya di bawah pohon tersebut, karena akan
memanen kedelai di kebunnya.
Tarno alias Nono, salah seorang mandor perkebunan PT RSA 4 yang
sedang patroli kemudian mengambil ketiga buah kakao tersebut. Menurut
Minah, saat itu Nono sempat bertanya kepada dirinya, siapa yang memetik
ketiga buah kakao tersebut. "Lantas saya jawab, saya yang memetiknya
untuk dijadikan bibit," katanya.
Mendengar penjelasan tersebut, menurut Minah, Nono
memperingatkannya bahwa kakao di perkebunan PT RSA 4 dilarang dipetik
warga. Peringatan itu juga telah dipasang di depan jalan masuk kantor PT
RSA 4, berupa petikan pasal 21 dan pasal 47 Undang-Undang nomor 18
tahun 2004 tentang perkebunan. Kedua pasal itu antara lain menyatakan
bahwa setiap orang tidak boleh merusak kebun maupun menggunakan lahan
kebun hingga menggangu produksi usaha perkebunen.
Minah yang buta huruf ini pun mengamininya dan meminta maaf
kepada Nono, serta mempersilahkannya untuk membawa ketiga buah kakao
itu. "Inggih dibeta mawon. Inyong ora ngerti, nyuwun ngapura," tutur Minah
menirukan permohonan maafnya kepada Nono, dengan meminta Nono
untuk membawa ketiga buah kakao itu.
Ia tak pernah membayangkan kalau kesalahan kecil yang sudah
dimintakan maaf itu ternyata berbuntut panjang, dan malah harus
menyeretnya ke meja hijau.
Sekitar akhir bulan Agustus, Minah terkaget-kaget karena dipanggil
pihak Kepolisian Sektor Ajibarang untuk dimintai keterangan terkait
pemetikan tiga buah kakao tersebut. Bahkan pada pertengahan Oktober
berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejari Purwokerto.
Melukai rasa keadilan
Amanah (70), salah seorang kakak Minah, mengaku prihatin dengan
nasib adiknya. Apalagi penilaian jaksa yang disampaikan dalam dakwaan
dinilainya berlebihan, terutama untuk nilai kerugian.
Menurut dia, satu kilogram kakao basah saat ini memang harganya
sekitar Rp 7.500. Namun kategori kakao basah itu adalah biji kakao yang
telah dikerok dari buahnya, bukan masih berada dalam buah. Namun di
dalam dakwaan disebutkan nilai kerugiannya Rp 30.000, atau Rp 10.000 per
biji.
Padahal, dari tiga buah kakao itu, kata Amanah, paling banyak didapat
3 ons biji kakao basah. Jika dijual harganya hanya sekitar Rp 2.000. "Orang
yang korupsi miliaran dibiarkan saja. Tapi ini hanya memetik tiga buah
kakao sampai dibuat berkepanjangan," kata Amanah membandingkan apa
yang dialami adiknya dengan berita-berita di tv yang sering dilihatnya.
Ahmad Firdaus, salah seorang anak Minah, mengatakan, keluarganya
kini sangat mengharapkan adanya rasa keadilan dalam penyelesaian kasus
orangtuanya. Menurutnya, hukum memang tak memiliki hati, tetapi otoritas
yang memegang aturan hukum pasti memiliki hati. "Kami hanya berharap
agar hakim dapat memberikan rasa keadilannya terhadap orang tua kami,"
jelasnya.
Hari Kamis (19/11) ini, Minah akan hadir untuk membela dirinya,
tanpa didampingi pengacara. Sejak pertama kali menjalani persidangan, dia
mengaku, tak pernah didampingi pengacara. "Saya tidak tahu pengacara itu
apa," ucapnya.
Humas PN Purwokerto, Sudira, mengatakan, majelis hakim yang
menangani kasus Minah dipastikan sudah menawarkan pengacara kepada
Minah. "Hal itu sudah mutlak harus disampaikan hakim. Tapi kemungkinan
Ibu Minah sendiri yang menolak," katanya.
Terkait keadilan, Sudira mengatakan, akan sangat ditentukan oleh
keputusan majelis hakim. Untuk itu, majelis hakim akan menimbang seluruh
fakta persidangan. "Hasilnya, akan sangat bergantung pada pertimbangan
majelis hakim," katanya.
Seluruh masyarakat tentunya sangat berharap rasa keadilan itu ada,
dan Ibu Aminah bisa kembali bekerja di kebunnya... (Madina Nusrat)

Anda mungkin juga menyukai