Anda di halaman 1dari 3

Contoh Pelanggaran HAM

Komentar Lihat Foto Foto-foto korban terlihat dalam aksi Kamisan ke-453 di
depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis
(4/8/2016). Dalam aksi itu mereka menuntut pemerintah menyelesaikan kasus-
kasus pelangaran hak asasi manusia di masa lalu dan mengkritisi pelantikan
Wiranto sebagai Menko Polhukam karena dianggap bertanggung jawab atas
sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia.(KOMPAS.com/GARRY
ANDREW LOTULUNG) Penulis Verelladevanka Adryamarthanino | Editor
Nibras Nada Nailufar KOMPAS.com - Pelanggaran HAM berat adalah kejahataan
luar biasa yang berakibat kerugian yang sulit untuk dikembalikan ke keadaan
semula. Umumnya, korban pelanggaran HAM berat akan menderita luka fisik,
mental, penderitaan emosional, dan kerugian lain yang berkaitan dengan hak asasi
manusia (HAM).  Di Indonesia sendiri telah terjadi beberapa contoh kasus
pelanggaran HAM berat, seperti: Kasus Tanjung Priok Penculikan Aktivis
1997/1998 Tragedi Semanggi Tragedi Trisakti Kasus Pembunuhan Munir Baca
juga: Tragedi Trisakti: Latar Belakang, Kronologi, dan Korban Penembakan Kasus
Tanjung Priok Dalam kasus Tanjung Priok terjadi pelanggaran HAM berat berupa
pembunuhan secara kilat, perusakan sejumlah gedung, dan bentrok dengan aparat
yang kemudian menembaki mereka. Kasus Tanjung Priok terjadi pada 12
September 1984 di Tanjung Priok, Jakarta.  Tragedi Tanjung Priok berawal tanggal
10 September 1984, Sersan Hermanu, seorang anggota Bintara Pembina Desa tiba
di Masjid As Saadah di Tanjung Priok. Ia mengatakan kepada pengurus masjid,
Amir Biki, untuk menghapus spanduk dan brosur yang isinya mengkritik
pemerintah. arena Biki menolak, Hermanu memindahkannya sendiri dengan masih
menggunakan alas kaki saat masuk ke area sholat. Akibatnya, Hermanu diserang
oleh Sjarifuddin Rambe dan Sofwan Sulaeman, warga setempat. Keduanya
bersama penguru lain, Achmad Sahi dan Muhammad Noor ditangkap. Dua hari
kemudian, Biki memimpin demonstrasi ke Kantor Kodim Jakarta Utara, tempat
keempat tahanan tersebut dipenjara. Kian hari massa kelompok terus bertambah
sampai sekitar 1.500 orang. Melihat para demonstran yang semakin tidak
terkendali, personel militer dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara ke-6
menembaki para demonstran. Masyarakat Tanjung Priok memperkirakan total 400
orang terbunuh atau hilang.  Baca juga: Tim Mawar, Penculik Para Aktivis 1998
Penculikan Aktivis 1997/1998 Penculikan aktivis terjadi antara tahun 1997/1998
terhadap aktivis pro-demokrasi.  Kasus penculikan aktivis 1997/1998 ini dilakukan
oleh tim khusus bernama Tim Mawar, dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono.
Usai Tim Mawar dibentuk, operasi penculikan dimulai.  Tanggal 18 Januari 199
8, terjadi ledakan di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Tim Mawar pun
menyusun rencana penangkapan terhadap sejumlah aktivis yang dicurigai terlibat
dalam peledakan bom yang tidak disengaja tersebut. Mayor Bambang mendapat
data ada sembilan nama yang diprioritaskan untuk ditangkap oleh Tim Mawar.
Mereka adalah: Desmond Junaidi Mahesa Haryanto Taslam Pius Lustrilanang
Faisol Reza Rahardjo Walujo Djati Nezar Patria Aan Rusdianto Mugianto Andi
Arief Desmond berhasil ditangkap saat hendar pergi ke luar kantor sekitar pukul
12.00 siang oleh Kapten Fauzani Kemudian, Aan ditangkap oleh Kapten Yulis di
rumahnya bersama dengan Nezar. Keduanya kemudian dibawa ke markas
dan tiba sekitar pukul 20.30.  Setelah itu, Kapten Yulis memerintah Kapten Djaka
untuk kembali mengecek rumah tersebut. Setelah sampai di sana, rupanya
Mugianto sudah lebih dulu tertangkap oleh petugas Koramil Duren Sawit.  Tanggal
4 Februari, Pius Lustrilanang berhasil diciduk oleh Tim Mawar di depan RS Cipto
Mangunkusumo di Salemba, Jakarta Pusat. Setelah Pius, disusul Haryanto Taslam
diculik pada 8 Maret 1998, salah satu aktivis PDI-Pro Megawati.  Empat hari
kemudian, 12 Maret 1998, Faisol Riza dan Raharja Waluyo Jati tertangkap di RS
Cipto Mangunkusumo.  Terakhir, Andi Arief, ketua umum Solidaritas Mahasiswa
Indonesia untuk Demokrasi dan Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat
Demokratik.  Ia ditangkap di rumah kakaknya dan kemudian di bawa ke markas,
ditahan di sel bawah tanah.  Meskipun kesembilan aktivis berhasil ditangkap,
ternyata masih ada 13 aktivis lain yang juga ditahan oleh Tim Mawar, salah
satunya Wiji Thukul. Ketiga belas aktivis ini sampai sekarang masih belum
diketahui keberadaannya. Baca juga: Tragedi Cikini 1957, Upaya Pembunuhan
Soekarno Tragedi Semanggi Semanggi I Tragedi Semanggi I merupakan bentuk
pelanggaran ham yang terjadi pada tanggal 11-13 November 1998 yang
menewaskan 17 warga sipil. Tragedi Semanggi I terjadi karena pergolakan
mahasiswa yang tidak mengakui pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie dan
tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru. Oleh sebab itu, para
mahasiswa berusaha untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan
pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Setelah adanya perkumpulan
mahasiswa hingga puluhan ribu mahasiswa mengakibatkan kendaraan lapis baja
berdatangan untuk membubarkan massa masyarakat, namun mahasiswa tetap
bertahan yang mengakibatkan seluruh aparat melakukan penembakan secara
membabi buta yang mengakibatkan mahasiswa terluka dan meninggal. Mahasiswa
yang terkena dampak dari tindakan aparat di daerah semanggi tersebut adalah
saudara Teddy Wardhani Kusuma sebagai korban meninggal pertama, korban
kedua Bernardus Realino Norma Irmawan yang akrab dipanggil Wawan .
Penembakan terus berlangsung dari jam 3 sore hingga sekitar jam 2 pagi, aparat
terus masuk hingga dalam kampus Atma jaya yang mengakibatkan bertambahnya
korban yang semakin banyak. Para masyarakat dan mahasiswa pun terus
berdatangan yang mengakibatkan bertambah korban menurut data Tim Relawan
terdapat 17 orang korban dari masyarakat umum hingga anak kecil berusia 6 tahun.
Semanggi II  Pada 24 September 1999, mahasiswa mendapat tindakan kekerasan
oleh tentara karena adanya pendesakan oleh pemerintah untuk mengeluarkan
Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang didalamnya
menurut banyak kalangan yang dimana memberikan kekuasan militer untuk
mempermudah kepentingan militer. Mahasiswa dengan jumlah banyak menolak
UU PKB yang membuat adanya korban meninggal dari Mahasiswa UI yang
bernama Yun Hap. Baca juga: Kerusuhan Priok: Latar Belakang, Kronologi, dan
Dampak Tragedi Trisakti Tragedi Trisakti terjadi tanggal 12 Mei 1998 yang
melibatkan mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut Presiden Soeharto turun dari
jabatannya. Para mahasiswa ini bentrok dengan aparat yang hendak membubarkan
massa. Akibatnya, empat orang mahasiswa meninggal dunia akibat tertembak.
Mereka adalah: Hafidin Royan Elang Mulia Lesmana Hertanto Hendriawan Sie
Baca juga: Penegakan HAM yang Dilakukan Munir Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib adalah aktivis yang aktif memperjuangkan hak-hak asasi
manusia.  Saat sedang melakukan perjalanan menggunakan pesawat menuju
Amsterdam, Belanda, Munir meninggal dunia. Menurut uji forensik kepolisian
Belanda, terdapat jejak senyawa arsenikum dalam proses otopsi. Munir diduga
meninggal karena diracun oleh seseorang. Kematian Munir ini diduga karena ada
pihak yang tidak suka terhadap sepak terjang Munir dalam memperjuangkan hak
asasi manusia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari
Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update",
caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install
aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Anda mungkin juga menyukai