5. Peristiwa Abepura,Papua
Kasus pelanggaran HAM ini terjadi pada tahun 2000 dengan jumlah korban sebanayak
63 orang. Peristiwa ini ditandai dengan penyisiran secara membabi buta terhadap
pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura. Penyelesaian kasus ini sudah
dilakukan di Pengadilan HAM di Makassar.
1. Peristiwa Tanjung Priok 1984
Pemerintah dalam laporan resminya yang diwakili Panglima ABRI, Jenderal L. B.
Moerdani, menyebutkan bahwa korban tewas 'hanya' 18 orang dan luka-luka 53
orang - Sejarah singkat Tragedi Tanjung Priok 1984. Namun dari hasil
investigasi tim pencari fakta, SONTAK (SOlidaritas Nasional untuk peristiwa TAnjung
prioK), diperkirakan sekitar 400 orang tewas, belum terhitung yang luka-luka dan
cacat. Sampai dua tahun setelah peristiwa pembantaian itu, suasana Tanjung Priok
begitu mencekam. Siapapun yang menanyakan peristiwa 12 September,
menanyakan anak atau kerabatnya yang hilang, akan berurusan dengan aparat.
Sebenarnya sejak beberapa bulan sebelum tragedi, suasana Tanjung Priok memang
terasa panas. Tokoh-tokoh Islam menduga keras bahwa suasana panas itu memang
sengaja direkayasa oleh oknum-oknum tertentu dipemerintahan yang memusuhi
Islam. Terlebih lagi bila melihat yang menjadi Panglima ABRI saat itu, Jenderal
Leonardus Benny Moerdani, adalah seorang Katholik yang sudah dikenal
permusuhannya terhadap Islam.
Suasana rekayasa ini terutama sekali dirasakan oleh ulama-ulama di luar tanjung
Priok. Sebab, di kawasan lain kota Jakarta sensor bagi para mubaligh sangat ketat.
Namun entah kenapa, di Tanjung Priok yang merupakan basis Islam itu para
mubaligh dapat bebas berbicara bahkan mengkritik pemerintah, sampai menolak
azas tunggal Pancasila. Adanya rekayasa dan provokasi untuk memancing ummat
Islam dapat diketahui dari beberapa peristiwa lain sebelum itu, misalnya dari
pembangunan bioskop Tugu yang banyak memutar film maksiat diseberang Masjid
Al-Hidayah.
Sampai dua tahun setelah peristiwa pembantaian itu, suasana Tanjung Priok begitu
mencekam - Sejarah Tragedi Tanjung Priok 1984. Siapapun yang menanyakan
peristiwa 12 September, menanyakan anak atau kerabatnya yang hilang, akan
berurusan dengan aparat. Hingga kini, peristiwa Tanjung Priok masih menyisakan
misteri. Korban yang meninggal tidak diketahui pemakamannya. Sedangkan mereka
yang ditahan mengalami cacat seumur hidup, juga tidak jelas kesalahannya, banyak
diantara mereka yang menjadi koban, padahal tidak mengetahui apa-apa.
2. Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau
penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan
Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
tahun 1998.
Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997,
dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang
diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara
mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka
yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul. [1]
Korban
Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang
ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih
hilang hingga hari ini. dan penculikan itu terjadi saat masa kepemimpinan Jenderal tertinggi
ABRI, Wiranto.
2. Haryanto Taslam ,
4. Faisol Reza, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret
1998
5. Rahardjo Walujo Djati, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta,
12 Maret 1998 [5]
[6]
6. Nezar Patria, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998
Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali berasal dari berbagai organisasi,
seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.[12][13]:
1. Petrus Bima Anugrah (mahasiswa Unair dan STF Driyakara, aktivis SMID. Hilang di
Jakarta pada 30 Maret 1998) [14]
2. Herman Hendrawan (mahasiswa Unair, hilang setelah konferensi pers KNPD di YLBHI,
Jakarta, 12 Maret 1998) [15]
3. Suyat (aktivis SMID. Dia hilang di Solo pada 12 Februari 1998)
4. Wiji Thukul (penyair, aktivis JAKER. Dia hilang diJakarta pada 10 Januari 1998) [16]
5. Yani Afri (sopir, pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997,
sempat ditahan di Makodim Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 26 april 1997)
6. Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI Megawati. Hilang diJakarta pada 26 April
1997)
7. Dedi Hamdun (pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang.
Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
8. Noval Al Katiri (pengusaha, teman Deddy Hamdun, aktivis PPP. Dia hilang di Jakarta
pada 29 Mei 1997)
10.Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di
Jakarta)
11. Hendra Hambali (siswa SMU, raib saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998)
12.Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, sempat ditahan Polres Jakarta Utara. Dia
hilang di Jakarta pada 14 Mei 1998)
Mugiyanto, Nezar Patria, Aan Rusdianto (korban yang dilepaskan) tinggal satu rumah di rusun
Klender bersama Bimo Petrus (korban yang masih hilang). Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati
(korban yang dilepaskan), dan Herman Hendrawan (korban yang masih hilang) diculik setelah
ketiganya menghadiri konferensi pers KNPD di YLBHI pada 12 Maret 1998.
Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang
Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik
Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1
Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.
Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang
disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas
kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.
Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM pada 2006) meminta agar hasil
penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim
penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya
kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa
penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang
dari 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando
Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.[17]
Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus
penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan
dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta
seorang purnawirawan TNI.
Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak Presiden mengerahkan
dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. Ketua
DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Yudhoyono memerintahkan
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan temuan
Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis.
Tim Mawar
Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis
politik pro-demokrasi.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada
bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus
perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono
(Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota
TNI. Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan
Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf
Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota
TNI.[18]
Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai
anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama,
Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka
Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun. [18].
Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah
Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni
Kolonel Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak
bisa dikonfirmasi.[19]
Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando
pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan
ABRI.[20]
2. Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan
pangkat Letnan Kolonel.[21]
5. Dadang Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan
pangkat Letnan Kolonel.[23]
[24]
6. Jaka Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser
8. Sunaryo:
9. Sigit Sugianto:
10.Sukardi:
Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa [1]. Kabar
terakhir dari Mayjen Muchdi PR adalah kemunculanya dalam sidang pembunuhan aktivis
HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai keterlibatan dirinya maupun BIN dalam
pembunuhan tersebut.[25] Muchdi PR adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.[26]
Ketika kasus ini kembali mencuat, Panglima TNI menyatakan[butuh rujukan] bahwa dari hanya satu
dari enam tentara yang dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf) Bambang
Kristiono. Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman pemecatan, dan hukuman
penjaranya pun dikurangi.
Polisi dan mahasiswa di luar Trisakti
3. Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap
mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini
menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta,Indonesia serta puluhan lainnya
luka.
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul
12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang kemudian.
Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya
aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para
mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas Trisakti. Namun
aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS
Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian
RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon
Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi
dengan tameng, gas air mata, Steyr, dan SS-1.
Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam
keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam,
hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara diprediksi peluru
tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.
Rentang waktu
10.30 -10.45
10.45-11.00
Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah
tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta
mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda
keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.
11.00-12.25
Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari
dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik
dan lancar.
12.25-12.30
Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat
keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun
(long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR.
Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.
12.30-12.40
Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu
gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan
untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan.
12.40-12.50
Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan
menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar.
12.50-13.00
Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Wali
Kota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan
yang terdiri dua lapis barisan.
13.00-13.20
13.20-13.30
Tim negosiasi kembali dan menjelaskan hasil negosiasi di mana long march tidak
diperbolehkan dengan alasan kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat
menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut
merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Di lain pihak pada saat yang
hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4
truk.
13.30-14.00
Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai
mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa
ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan
bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat
dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.
14.00-16.45
Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis
tersebut.
16.45-16.55
16.55-17.00
Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-
tiba seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya
tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa.
Hal ini memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang
anggota aparat yang menyamar.
17.00-17.05
Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa
mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan
massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus
Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat
dikendalikan untuk tenang. Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi
kembali dengan Dandim serta Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa
maupun aparat untuk sama-sama mundur.
17.05-18.30
Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa
mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa
mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi,
aparat melakukan penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir
setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan
penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk Ketua
SMUT yang berada di antara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru
karet dipinggang sebelah kanan.
Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu
gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu
menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang
terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia.
Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di
rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh
akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan
intensif di rumah sakit.
Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke
dalam kampus.
18.30-19.00
19.00-19.30
Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat berpakaian
gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) di atas gedung yang
masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang
ormawa ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera
memadamkan lampu untuk sembunyi.
19.30-20.00
Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar
adari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian
pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE
dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan
syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa
dijamin akan pulang dengan aman.
20.00-23.25
Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh
korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.
Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh
pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi.
01.30
Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro
Jaya. Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin,
Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo,
dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto.
4. Kerusuhan Timor-Timur Pasca JajakPendapat
Permasalahan mengenai konflik dan kejahatan kemanusiaan telah menjadi suatu masalah yang
serius. Masalah ini membutuhkan perhatian secara khusus karena tidak hanya suatu kelompok
saja yang menjadi korban, tetapi semua orang yang terlibat dan berada di lingkaran kejahatan
tersebut akan menjadi korban.
Korban dari konflik kemanusiaan ini tidak hanya terlihat dari yang berada di wilayah terjadinya
konflik. Korban tersebut juga berasal dari orang-orang yang berada dari luar daerah konflik.
Selain itu, generasi setelah terjadinya konflik juga akan menjadi korban akibat dari kejahatan
kemanusiaan ini.
Kriminologi, sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejahatan juga memiliki objek studi
mengenai korban kejahatan. Salah satu bagian yang dibahas adalah korban kejahatan dari
konflik atau kejahatan kemanusiaan. Kejahatan kemanusiaan juga menimbulkan korban. Korban
kejahatan konflik kemanusiaan ini juga perlu dikaji secara kriminologis.
Salah satu cabang ilmu yang mempelajari mengenai korban adalah viktimologi. Viktimologi
merupakan ilmu yang mempelajari korban kejahatan, mencakup bagaimana korban tersebut
manjadi target kejahatan, serta apakah terdapat peran yang dilakukan oleh korban sehingga
memicu orang lain untuk berbuat jahat pada calon korban.
Pemahaman atas korban kejahatan menjadi bagian tak terpisahkan dalam kriminologi.
Pengabaian terhadap korban kejahatan dapat berakibat fatal terhadap pelayanan dan
penanganan yang didapatkan oleh korban. Hal ini terjadi karena dalam perspektif hukum,
apabila pelaku kejahatan telah dihukum, maka korban seolah-olah diacuhkan. Dalam
kenyataannya kepentingan korban diabaikan dan bahkan korban cenderung disalahkan.
salah satu konflik yang terjadi di Indonesia yang menyebabkan adanya korban yang banyak
adalah kekerasan saat jajakpendapat di Timor Timur pada tahun 1999. Pada kejadian ini terjadi
kerusuhan yang disebabkan dan dilakukan oleh negara. Aktivitas ini merupakan salah satu
bentuk dari adanya state crime. negara memiliki andil yang cukup besar dalam menciptakan
konflik di Timor Timur.
Berdasarkan laporan dari International Institute for Strategic Issues (ISIS) pada tahun 1999,
bahwa pembunuhan dan pengerusakan masal yang terjadi di timor Timur pada tahun 1999
menyebabkan ribuan orang meninggal dan banyak infrastruktur di wilayah tersebut rusak.
Tindakan ini dilakukan oleh pihak militer Indonesia dan beberapa kelompok yang mendukung
pemerintah Indonesia.
Bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan negara pada kasus konflik Timor Timur ini
menunjukkan adanya kejahatan negara. Kejahatan negara yang dilakukan ini menyebabkan
munculnya korban yang berasal dari orang-orang yang berada di wilayah Timor Timur.
State Crime Pasca Jajak Pendapat
Pasca jajak pendapat pada tahun 1999, terjadi berbagai peristiwa pelanggaran HAM, kekerasan,
penganiayaan dan kerusuhan di Timor Timur. Hal ini merupakan gambaran dari adanya
viktimisasi yang dilakukan oleh negara terhadap masyarakat Timor Timur.
Berdasarkan laporan dari Komisi Akhir Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor-Leste
(CAVR), ditunjukkan beberapa bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Bentuk pelanggaran hak
asasi manusia tersebut adalah pemindahan paksa, kelaparan, pembunuhan tidak sah,
penahanan sewenang-wenang, kekerasan seksual, pelanggaran hak anak, pelanggaran hukum
perang, serangan terhadap orang dan barang sipil, perlakuan buruk terhadap orang tempur
musuh, perusakan dan pencurian bangunan dan barang lain, penggunaan senjata ilegal, serta
perekrutan paksa.
Metode militer dan pemerintahan yang digunakan pemerintah Indonesia untuk kekerasan dan
penganiayaan di Timor Timur ini tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan terhadap
pemberantasan PKI. Selain itu, penganiayaan yang dilakukan oleh militer atau pihak pemerintah
Indonesia bertujuan untuk menjaga kestabilitasan negara.
5. Peristiwa Abepura,Papua
Kamis 9 April 2009, Pada malam Hari pasukan Polisi dan Brimob yang berada Mapolsekta
Abepura yang berjarak sekitar 20 meter melepaskan tembakan senapan api ke arah
barat mengikuti jalan gerilyawan Abepura Tembakan peluru tajam yang dilepaskan itu
menyebabkan satu orang tewas di tempat dan empat lainnya mengalami luka tembak. Mereka
saat itu dirawat di rumah sakit umum daerah (RSUD) Dok II Jayapura , yakni: Eri Logo,
ditembak di perut sebelah kiri; Yance Yogobi, menderita luka tembak di bahu kiri; Dini
Agobi, menderita luka tembak di lutut kanan; dan Andi Gobay, menderita luka tembak di
pergelangan kaki kiri (Sumber media online).
Pagi harinya, Polisi dan Brimob menangkap pelajar mahasiswa, penghuni Asrama Ninmin,
yakni: Mutianus Mijele, Frengki Gwijangge, Selia Gwijangge, Mathias Kogoya, Gerson
Gwijangge, Tarni Anderto Wandikbo, Alex Pokniange, dan Laurent Kogoya. Namun mereka
akhirnya dilepaskan karena bukti yang terkumpul dianggap belum cukup, namun dikenakan
wajib lapor. Menurut keterangan salah satu tersangka, ke-8 orang mahasiswa tersebut
dibebaskan setelah sebelumnya mereka menandatangani sebuah surat pernyataan dan
dikenakan wajib lapor.
Selain penghuni Asrama Ninmin, dua orang lainnya yang turut ditangkap pada Kamis subuh
itu yakni, Permenas Young dan Frans Wouw. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pihak Polda
Papua, seperti yang dikatan Pelaksana harian Kabid Humas Polda Papua AKBP Nurhabri,
telah menetapkan 6 orang sebagai tersangka, termasuk 1 orang yang tewas di tempat
kejadian. Tersangka tewas tersebut belum diketahui identitasnya diidentifikasi oleh Cepos
sebagai Mr x akhirnya pukul 12.00 WP dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU)
Tanah Hitam, Abepura.
Sedangkan seorang lain yang juga ditangkap disekitar Lingkaran Abepura adalah Demianus
Wandik, ditemukan pihak polisi sedangbersembunyi di dalam bangunan toko yang sementara
dibangun di samping Toko Sumber Makmur. Namun menurut sumber informasi lain, ada satu
orang lain yang juga tertembak tetapi belum diketahui nasibnya hingga kini.
Sementara, ada juga sumber lain yang mengatakan bahwa dini hari tanggal 9 April 2009, ada
mayat yang diantar ke RSUD Dok II oleh pihak polisi, mayat diisi dalam plastik hitam
(kantong mayat), dan sumber tersebut mengatakan bahwa batang leher (tengkuk) mayat itu
sudah patah, yang menurut diduga korban dipukul dengan benda tumpul.
Menurut sumber terpercaya, Alex (Eri) Logo, korban luka tembak saat insiden di Lingkaran
Abepura itu, baru diantar ke RSUD Dok II Jayapura pada sore harinya (09/04/09), dan malam
harinya langsung dilakukan Operasi untuk mengeluarkan peluru. Sementara tiga orang
korban luka tembak yang lain baru diantar ke rumah sakit yang sama pada keesokan harinya
(10/04/09) ketiga orang ini baru dioperasi pada tanggal 17 April, dan sampai tanggal 17
April tangan Yance Yogoby dan temannya masih dalam keadaan diborgol. Sampai dengan
tanggal tersebut, siapapun tidak diijinkan pihak polisi masuk untuk menjenguk korban,
bahkan keluarga pun tidak diijinkan.
Sumber informasi kami juga menceritakan bahwa pihak kepolisian akhirnya membelikan
baju dan kain sarung (masing-masing satu) dan diberikan kepada para korban setelah kepala
ruangan marah dan meminta pihak polisi yang berjaga-jaga di sekitar ruangan agar
memperhatikan hal tersebut sudah hampir seminggu ketiga korban tidak mengganti baju
yang dipakai sejak hari pertama masuk rumah sakit.
Kelompok tak dikenal, berjumlah sekitar 100 orang ini diperkirakan bergerak dari titik
kumpul di Kampung Tiba-tiba, dan sempat menggerombol di titik tertentu di sekitar
lingkaran (kurang lebih 100 m dari Mapolsekta Abepura), sebelum akhirnya melakukan aksi
mereka, Cenderawasih Pos 11 April 2009.
Saksi lain mengatakan, dia sempat melihat sejumlah orang dari kelompok tidak dikenal ini
sempat masuk dan makan di rumah duka keluarga Rumbiak yang mengadakan ibadah tiga
malam. Setelah mereka pergi lagi berkumpul dengan teman-temannya di tempat gelap. Saksi
mengatakan tidak tahu rencana mereka.
Menurut informasi yang kami peroleh, sebenarnya pihak Uncen sudah menelpon Dinas
Pemadam Kebakaran, tetapi jawaban yang diterima adalah tidak ada air dalam tangki mobil
pemadam kebakaran. Pihak Uncen juga sudah menelpon ke Polda Papua, tetapi jawaban yang
diterima adalah jangan ada masyarakat yang keluar, karena ada insruksi tembak di tempat.
Sumber kami, ada beberapa orang yang diduga sebagai aparat keamanan berbaju preman
(intel atau reserse) dengan menggunakan motor telah berusaha mendekati gedung itu, tetapi
akhirnya mereka balik lagi. Katanya mereka melihat lampu senter menyala dalam hutan
sekitar lokasi itu sehingga mereka tancap gas kembali menuruni tanjakan Uncen.
Rombongan intel atau reserse dimaksud itu ketakutan kalau-kalau cahaya senter itu berasal
dari kelompok pembakar, yang mungkin akan menyerang mereka.
Perintah tembak di tempat, menyusul diserangnya Polsekta Abepura membuat mahasiswa dan
dosen Uncen takut mendekati gedung yang terbakar itu. Dari kejauhan mereka hanya bisa
menyaksikan api yang terus mengepul, menyesal, dan bertanya kenapa kalian membakar
gedung itu. Baru kira-kira pukul 5.00 WP, seorang Dosen Uncen mengajak Staf KPKC
untuk mengikuti dia dengan sepeda motornya untuk melihat secara dekat gedung yang
terbakar itu. Ternyata sudah ada 7 motor dan 3 mobil yang sudah parkir tak jauh dari gedung
Uncen, sebagian dari mereka adalah intel aparat keamanan yang berpakian preman.
Kurang lebih enam setengah jam gedung itu dibiarkan terbakar tanpa upaya pemadaman.
Gedung senilai puluhan milyaran rupiah itu terbakar menghabiskan arsip-arsip mahasiswa,
dosen, dan pegawai yang tersimpan pada lantai dasar. Lidah api yang tidak terlalu mengganas
berusaha mencapai lantai dua, tapi terhalang oleh dasar semen lantai dua, sehingga lantai dua
tempat dokumen keuangan dokument kekayaan Uncen sebagaian turut terbakar, namun tidak
separah lantai satu. Lantai tiga tempat rektor dan pembatu rektor aman alias tidak terbakar.
Sebuah kantin milik Uncen, yang konstruksi bangunanya terbuat dari kayu, ludes terbakar.
Untungnya api tidak juga membakar rumah parkir kendaraan bus Uncen karena merupakan
bangunan yang terpisah dari Gedung Rektorat maupun kantin. Meski demikian, beberapa
kaca bus didapati telah dihancurkan, juga kran bensin bus telah dibuka.
Seorang pemuda sempat marah-marah dan berkata, perbuatan begini tidak benar, kenapa
gedung ini harus dibakar dan kenapa harus dibiarkan terbakar, ini rekayasa kalau caranya
begini lebih tidak usah ikut pemilu. Melihat aksi protes pemuda itu, seorang anggota intel
terus memotretnya termasuk juga memotret Staf KPKC.
Jilatan api keci-kecil yang membakar ruangan di lantai satu baru di padamkan oleh tiga truck
Perusahan air minum (PDAM) Jayapura setalah tiba kira-kira pukul 07.30 WP. Karena
tekanan mobil PDAM tidak mampu mencapai atap lantai satu sehingga didatangkan lagi satu
mobil water canon yang biasa digunakan untuk membubarkan massa perusuh turut membantu
memadamkan api yang mulai menjalar mencapi lantai dua. Polisi baru tiba di lokasi kejadian
pada pukul 06. 15 WP
Siaran SCTV tanggal 19 April pkl. 20.00 WP mengatakan bahwa Kani Hisage dan Jhoni
Hisage telah ditetapkan sebagai tersangka penyerangan Polsek Abepura 9 April lalu, selain 5
tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya. Dua orang ini tertembak pada saat Insiden
Lingkaran Abe terjadi, Kani Hisage mangalami luka tembak di bagian pelipis sedangkan
Jhoni Hisage mengalami luka tembak di kaki.
Jayapura 18 April
Kira-kira pkl.15.00 WP, satuan kepolisian Polda Papua (datesemen 88 antiteror) melakukan
penangkapan terhadap 7 orang di kompleks BTN Purwodadi, Sentani, atas dugaan
keterlibatan mereka dalam kasus penyerangan Polsekta Abepura (Insiden Lingkaran Abe)
pada tanggal 9 April lalu. Empat diantara 7 orang yang diketahui adalah Kani Hisage, Jhoni
Hisage, Jefri Haluk, dan Tina Dabi.
Di Kampung Nafri, kira-kira 4 Km dari Polsek Abepura, sekitar pkl. 18.00 WP seorang
anggota polisi (asal Papua) dipanah oleh orang tak dikenal, namun hanya menimbulkan luka
ringan. Dan ditempat yang sama, kira-kira pukul 21.00 WP seorang tukang ojek (asal Papua)
yang mengendarai motor ditembak dengan senjata api namun juga hanya menimbulkan luka
ringan.
Meski demikian perlakukan yang diterima, korban tetap tidak mengakui tuduhan polisi,
sehingga polisi menyuruh dia balik belakang, lalu punggungnya dipukul dengan pemukul
yang terbuat dari rotan. Korban baru dibebaskan pada tanggal 12 April 2009 setelah ada
upaya dari Pdt. Lipius Biniluk Ketua Sinode GIDI Papua menghubungi pihak kepolisian
setelah adanya laporan dari keluarga korban. Aksi penangkapan sewenang-wenang itu
membuat warga kembali panik akan terjadi penyisiran.
Kabupaten Jayawijaya, Wamena 11 April Isu penyerangan Terhadap Orang non Papua
Di kota Wamena, Beredar isu bahwa penikaman terhadap sejumlah penduduk non Papua
dikoodinir oleh Dewan Adat Baliem Wamena, sebab itu kantor Dewan Adat akan dibakar
dan isu penyerangan terhadap penduduk non Papua membuat ratusan warga non Papua panik
dan lari berlindung KODIM dan POLRES Wamena. Fakta yang terjadi, tidak ada
penyerangan terhadap orang non Papua di Wamena.
Kamis pagi, 9 April 2009, terjadi baku tembak antara kelompok sipil bersenjata dengan
aparat kepolisian di Tingginambut, Puncak Jaya. Tidak ada yang korban dalam persitiwa ini.
Jayapura 3 April
Markas Dewan Adat Papua digeledah sejumlah fasiltas di kantor itu dihancurkan.15 orang
ditangkap dan setelah itu dilepas lagi
Wilayah Papua kembali menjadi sorotan publik nasional dan internasional. Ketika bangsa
Indonesia sedang menyongsong pesta demokrasi lima tahunan, Pemilihan Umum (Pemilu)
Legislatif, yang seharusnya damai dan aman justru dinodai oleh serangan sekolompok orang
bersenjatakan panah dan bom molotov terhadap Mapolsek Abepura, Kamis 09 April 2009, di
Papua.
Polda Papua menangkap tujuh tersangka kasus penyerangan Polsek Abepura yang terjadi
pada 9 April 2009 dini hari.
Mereka tertangkap pada 18 April 2009 di Kompleks Perumahan Purwodadi Blok 0, Sentani,
Papua, kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira di Jakarta, Sabtu
(18/4). "Mereka tertangkap di rumah milik Mas Murib. Polisi tahu lokasi itu berdasarkan
informasi dari masyarakat," kata Abubakar.