Anda di halaman 1dari 21

RKTM11

HAK ASASI MANUSIA

KELOMPOK 2

Syarif Hidayatulloh (41155010220011) – T. Industri

Linlin Nur Cahyanti (41155010220023) – T. Industri

Angga Laksana (41155020220034) – T. Sipil

Putri Ayu Jasmine (41155030220008) – Arsitektur

Bagas Yogiyanto (41155040220005) – T. Elektro

Topan Kristiady (41155050220005) – T. Informatika

Mata Kuliah Kewarganegaraan

Koordinator Mata Kuliah : Prof. Dr. Enco Mulyasa, M.Pd.

Pengampu : Asep Hidayat, Drs., M.Pd.


KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA

1. TRAGEDI TRISAKTI
RINGKASAN KASUS

Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei


1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun
dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas
Trisakti di Jakarta Indonesia serta puluhan lainnya luka. mulai goyah pada
awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia (juga disebut krisis
moneter) sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi
besar-besaran ke Gedung Nusantara, termasuk mahasiswa Universitas
Trisakti. Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung
Nusantara pada pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade
dari Polri dan militer dating kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba
bernegosiasi dengan pihak Polri. Akhirnya, pada pukul 17.15, para mahasiswa
bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan. Aparat
keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para
mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di Universitas
Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun
berjatuhan, dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras. Satuan pengamanan
yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brimob, Batalyon
Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan
Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam serta
Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Steyr,
dan SS-1. Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas
tertembak dan satu orang dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat
keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, hasil otopsi
menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara diprediksi
peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan
peringatan. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam
di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada. Peristiwa
penembakan empat mahasiswa Universitas Trisakti ini juga digambarkan
dengan detail dan akurat oleh seorang penulis sastra dan jurnalis, Anggie D.
Widowati dalam karyanya berjudul Langit Merah Jakarta.

UPAYA PENYELESAIAN
Tanggal 6 Juni 1998, pengadilan militer untuk kasus Trisakti dimulai
di Mahkamah Militer 11-08 Jakarta dengan terdakwa Lettu Polisi Agustri
Haryanto dan Letda Polisi Pariyo. Tanggal 31 Maret 1999, enam terdakwa
kasus Trisakti dihukum 2-10 bulan. Tanggal 18 Juni 2001, kasus penembakan
terhadap 4 mahasiswa Universitas trisakti kembali disidangkan di Mahkamah
Militer 11- 08 Jakarta. Persidangan kali ini mengajukan sebelas orang anggota
Brimob Polri. Tanggal 9 Juli 2001, rapat paripurna DPR RI mendengarkan
hasil laporan Pansus Trisakti, Semanggi I, Semanggi II (TSS), disampaikan
Sotardjo Surjoguritno. Isi laporan: Fraksi PDI P, Fraksi PDKB, Fraksi PKB
(3 fraksi) menyatakan kasus Trisakti terjadi unsur pelanggaran HAM berat,
sedangkan Fraksi Golkar, Fraksi TNI/Polri, Fraksi PPP, Fraksi PBB, Fraksi
Reformasi, Fraksi KKI, Fraksi PDU (7 partai) menyatakan tidak terjadi
pelanggaran HAM berat pada kasus Trisakti. Tanggal 30 Juli 2001, Komisi
Penyelidik Pelanggaran HAM Trisakti dibentuk oleh Komnas HAM. Bulan
Januari 2002, sembilan terdakwa kasus penembakan mahasiswa Trisakti di
Pengadilan Militer dihukum 3-6 tahun penjara. Tanggal 21 Maret 2002,
Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Trisakti menyimpulkan 50 perwira TNI
atau Polri diduga terlibat dalam pelanggaran HAM berat. Tanggal 11 Maret
2003, Kejaksaan Agung menolak melakukan penyelikan untuk kasus Trisakti
karena tidak mungkin mengadili kasus sebanyak 2 kali (prinsip ne bis in
idem). Kejaksaan agung menyatakan bahwa kasus penembakan mahasiswa
Trisakti telah diadili di Pengadilan Militer tahun 1999 sehingga Kejaksaan
Agung tidak bisa mengajukan kasus yang sama ke pengadilan. Ketua Komnas
HAM menyatakan bahwa prinsip ne bis in idem tidak bisa diberlakukan
karena para terdakwa yang diadili di Pengadilan Militer adalah pelaku
lapangan, sementara pelaku utama belum diadili. Tanggal 30 Juni 2005,
Komisi Hukum dan HAM DPR merekomendasikan kepada pimpinan DPR RI
agar kasus Trisakti dibuka kembali. Putusan terhadap hal ini akan dinyatakan
dalam rapat pimpinan DPR RI 5 Juli 2005. Dukungan juga dating dari fraksi-
fraksi di DPR, yaitu Fraksi PKS, Fraksi PDI P dan Fraksi PDS. Tanggal 6 Juli
2005, rapat pimpinan DPR gagal mengagendakan pencabutan rekomendasi
Pansus DPR 2001 yang menyatakan kasus Trisakti bukan pelanggaran HAM
berat. Padahal beberapa hari sebelumnya tingkat Komisi III DPR telah
bersepakat untuk membatalkan rekomendasi tersebut. Tanggal 5 Maret 2007,
diadakan rapat Tripartit antara Komnas HAM, Komisi III DPR RI dan
Kejaksaan Agung. Dalam rapat ini Kejaksaan Agung tetap bersikukuh tidak
akan melakukan penyidikan sebelum terbentuk pengadilan HAM ad hoc.
Selain itu, komisi III juga memutuskan pembentukan panitia khusus
(PANSUS) orang hilang. Tanggal 13 Maret 2007, Rapat Badan Musyawarah
(Bamus) DPR RI memutuskan tidak akan mengagendakan persoalan
penyelesaian Tragedi Trisakti, semanggi I dan Semanggi II (TSS) ke rapat
Paripurna 20 Maret 2007, artinya penyelesaian kasus TSS akan tertutup
dengan sendirinya dan kembali ke rekomendasi Pansus sebelumnya. Secercah
harapan muncul ketika April 2015, Jaksa Agung H.M. Prasetyo menyatakan
pemerintah akan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk
menyelesaikan kasus pelangaaran HAM, termasuk kasus penembakan 12 Mei
1998. Komisi ini terdiri dari Kemetrian Koordinator Politik, Hukum dan
Keamanan, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara RI, Tentara Nasional
Indonesia, Badan Intelejen Negara serta Komnas HAM (www.bbc.com).
Telah ada upaya nyata dalam penyelesaian kasus Tragedi Trisakti dalam
perspektif hukum maupun HAM. Namun nampaknya belum ada kesungguhan
dan komitmen yang kuat dalam menuntaskan kasus ini. Penuntasan kasus
tidak hanya di permukaan saja tetapi harus sampai ke akar-akarnya.
2. PEMBUNUHAN MUNIR

RINGKASAN KASUS

Pembunuhan munir Berawal dari pemberangkatan dari Bandara Internasional


Soekarno-Hatta bertemu dengan Pollycarpus Budihari Priyanto saat itu menjadi
kru yang terbang sebagai penumpang, sebelum lepas landas seorang pramugari
Yeti Susmiarti menawarkan beberapa makanan dan minuman dan Munir memilih
es jeruk dan mie goreng kemudian Ketika transit di Bandara Internasional Changi
Singapura Munir bertemu dengan Dokter Tarmizi yang memberikan kartu
namanya,menuju Bandara Internasional Schiphol Munir meminta obat promag
karena sedang menuju lepas landas pramugari Tia memohon untuk menunggu
sampai keadaan aman setelah 15 menit pramugari kembali mendatangi Munir
untuk membagikan selimut dan memberitahukan jika tidak ada persediaan obat
promag dan lantas menawari beberapa makanan tetapi munir menolak dan lebih
memilih teh hangat, tiga jam kemudian munir mulai bolak balik menuju toilet
kesekian kalinya Munir akhirnya bertemu dengan pramugara Bondan lantas
munir mengeluhkan sakitnya dan meminta memanggilkan dr Tarmizi, munir
mengalami enam kali buang air besar sejak dari Singapura, Bondan melaporkan
ke purser Madjib dan ternyata dokter Tarmizi duduk di nmr 1j sedang tertidur,
setelah dokter tarmizi bangun Munir mengeluhkan sakitnya akhirnya Munir
pindah tempat yang dekat dengan dokter Tarmizi, ia mengira sakit Maag kambuh
tetapi jika maag tidak sampai segitunya, dokter menanyakan makan apa saja sejak
2 hari terakhir, kesekian kalinya munir kembali ke toilet didampingi dokter
tarmizi,pramugari dan pramugara, setelah kembali obat yang dibutuhkan tidak
tersedia akhirnya dokter Tarmizi mengambil obat diare New Diatabs serta obat
mual dari tasnya namun masih saja kembali ketoilet karena tidak kembali Madjib
mendatangi Munir ternyata bersandar lemas di dinding toilet, beberapa menit
kemudian telah kembali di kursinya karena dokter tidak bisa selalu menjaga
Munir, akhirnya menitipkan ke purser madjib dan pramugari, setelah 2 jam
sebelum mendarat mudjib kembali mengecek munir ternyata badanya telah
membiru dan meninggal. Munir meninggal karena terkena racun arsenik yang
dilakukan oleh Pollycarpus Budihari Priyanto dan Indra Setiawan.

UPAYA PENYELESAIAN
Munir Said Thalib, seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) meninggal
dua jam saat melakukan penerbangan ke Amsterdam pada 7 September 2004
silam. Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dalam diskusi daring
pagi ini menyatakan, penyelesaian kasus tersebut cenderung stagnan. Karena
baru terungkap pelaku lapangan yang membunuh Munir, yakni pilot Garuda
Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto.Perwakilan KASUM yang juga
anggota KontraS, Arif Nur Fikri, menyampaikan kasus pembunuhan Munir
turut menyeret sejumlah aktor negara. Hal itu merujuk pada dokumen Tim
Pencari Fakta (TPF) kasus Munir serta fakta-fakta dalam persidangan.Tapi
dalam beberapa proses persidangan, fakta persidangan, itu melibatkan
sejumlah aktor negara, fasilitas-fasilitas negara juga digunakan untuk
pembunuhan kasus Munir .Bagi KASUM, konteks kasus pembunuhan
terhadap Munir bukan hanya tanggung jawab Pollycarpus yang telah
menjalani masa hukuman, seorang. Sebab, kasus kematian Munir ada
campur tangan negara. perlu ada ketegasan dari negara untuk mengungkap
kasus pemunuhan Munir. Penting dalam kasus ini, otak pembunuhan harus
diusut sampai ke aktor intelektual.Dalam bahasa Arif, “Ini menyerang soal
perlindungan terhadap pembela HAM sehingga penting bahwa ketika ada
campur tangan atau ada tanggung jawab negara, itu ada perlindungan atau
jaminan terhadap pembela HAM.”Pascakematian Munir, lanjut Arif,
intimidasi dan kekeradan terhadap para pembela HAM atau human right
defender jumlahnya banyak. Artinya, penting adanya tanggung jawab dari
negara untuk memberikan jaminan perlindungan — atau setidaknya
membikin aturan terkait dengan pembela HAM.Dalam pandangan Arif,
semacam ada proses keberulangan dan proses ketidakpastian terkait
perlindungan terhadap pembela HAM. Dia berharap, Komnas HAM turut —
bahkan bisa — mendorong kasus munir sebagai sebuah bentuk pelanggaran
HAM berat.“Itu penting, bahwa Munir adalah pembela HAM, dia
melakukan kerja-kerha soal isu HAM tapi di situ tidak ada jaminan dan
perlindungan,” tegas dia.Perwakilan KASUM lainnya cum peneliti
Imparsial, Husein Ahmad dengan merujuk pada dokumen Tim Pencari Fakta
(TPF) kasus Munir menyatakan, jika aktor intelektual pembunuhan masih
berada dalam lingkaran kekuasaan. Bahkan, hingga kini mereka masih bisa
melenggang bebas.Menurut Husein, masih berkeliarannya dalang
pembunuhan Munir begitu menciderai perasaan keluarga dan kerabat dari
Munir. Tak hanya itu, hal tersebut juga bisa membahayakan aktifitas
pembela HAM di Tanah Air.sikap negara yang terus melakukan pembiaran
atau impunitas terhadap otak pembunuh Munir tidak bisa dibiarkan. Bagi
dia, salah satu cara kongkret bisa ditempuh melalui Komnas HAM.

3. PELANGGARAN HAM DI ACEH

RINGKASAN KASUS
Daerah Operasi Militer" (DOM), di mana Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam skala
besar dan sistematis terhadap pejuang GAM maupun rakyat sipil Aceh.[2]
Operasi ini ditandai sebagai perang paling kotor di Indonesia yang melibatkan
eksekusi sewenang-wenang, penculikan, penyiksaan dan penghilangan, dan
pembakaran desa.[3] Amnesty International menyebut diluncurkannya
operasi militer ini sebagai "shock therapy" bagi GAM.
Desa yang dicurigai menyembunyikan anggota GAM dibakar dan anggota
keluarga tersangka militan diculik dan disiksa.[4] Diperkirakan lebih dari 300
wanita dan anak di bawah umur mengalami perkosaan [5] dan antara 9.000-
12.000 orang, sebagian besar warga sipil tewas antara tahun 1989 dan 1998
dalam operasi ABRI tersebut.[1]

UPAYA PENYELESAIAN

Operasi ini berakhir dengan penarikan hampir seluruh personel ABRI yang
terlibat atas perintah Presiden BJ Habibie pada tanggal 22 Agustus 1998
setelah jatuhnya Presiden Soeharto dan berakhirnya era Orde Baru.

4. PELANGGARAN HAM TERHADAP PALESTINA

RINGKASAN KASUS
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebuah hak kodrat yang secara
ilmiah ada didalam diri mansuia sejak didalam kandungan, HAM
merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada
hambanya (Pangaribuan, 2017). Oleh sebab itu siapapun tidak boleh
mengambil hak atau menghilangakan hak seseorang. Setiap manusia
memiliki hak yang sama, tidak dibedakan dari mana asalnya, kaum elit
atau pun rakyat biasa. Persamaan memiliki arti bahwa setiap manusia
berasal dari produk yang sama yaitu diciptakan dari Tuhan Yang Maha
Esa tidak boleh membeda-bedakan antar manusia mana pun, atas dasar
itulah kemudian dirumuskan dalam undang-undang bahwa setiap
manusia berkedudukan sama dihadapan mata hukum begitu juga
memiliki hak yang sama (Nasution, 2018). Pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina bermula pada
tanggal 23 Juni 2008, terjadi sebuah penembakan pertama yang dilakukan
oleh warga Israel terhadap warga sipil Palestina yang sedang
mengumpulkan kayu bakar didekat perbatasan Beith Lahia oleh seorang
militer dari Israel. Pada hari yang sama dengan kejadian penembakan
terdapat dua buah mortar mendarat di Gaza, dalam insiden ini tidak ada
korban, tetapi yang dilakukan oleh Israel sudah melanggar prinsip
kemanusiaan. Pada bulan September Israel mengirimkan dua mortir dan
tiga roket yang ditembakan ke Gaza, tetapi masih tidak menimbulkan
korban. Setelah dua bulan kemudian di bulan Oktober – November,
konflik antara Gaza dan Israel semangkin meningkat. Mereka saling
menyerang dan mulai menampakan gencatan senjata pada tanggal 19 Juli
2008. Roket dan mortar dikirim dan saling merusakan gedung-gendung
tinggi yang ada di negara mereka dan banyak menewaskan warga sipil
(Guevarrato, 2014).
Serangan yang dilakukan oleh Israel telah banyak merusak dan
menghancurkan tempat tinggal, tempat ibadah, dan kator PBB yang
digunakan untuk lembaga bantuan. Sebagain besar negara di belahan
bumi lainnya, terutama negara-negara yang memiliki penduduk
beragama Islam sangat mengecam tindakan yang dilakukan oleh Israel
terhadap Palestina. Bagi mereka Israel telah mengambil hak-hak yang
dimiliki oleh warga sipil Palestina. Israel juga telah melanggar Hak Asasi
Manusia (HAM). Para pembela Hak Asasi Manusia Internasional di berbagai dunia
mengatakan bahwa perlakukan Israel terhadap Palestina
ini merupakan perlakukan kejahatan perang. Dalam hal ini PBB juga
mengatakan bahwa blockade Israel terhadap Gaza merupakan kejahatan
perang dan sudah melanggar hak-hak kemanusiaan. Kerusuhan yang
terjadi di Gaza sangat menyayat hati, ketika seorang perawat perempuan
Palestina bernama Rezana al-Najjar, ditembak oleh tentara Israel saat
hendak menyelamatkan korban kerusuhan yang terjadi di jalur Gaza.
Menurut beberapa saksi mata yang berada di jalur kejadian mengatakan
bahwa perawat yang bernama Rezana telah menggunakan baju putih dan
mengisyaratkan bahwa dia adalah seorang perawat. Rezana juga telah
mengangkat tangannya memberikan isyarat bahwa dia meminta waktu
untuk menolong korban yang tertembak. Tetapi tantara Zionis Israel tak
peduli dan tetap menembak Rezana yang pada waktu itu dia masih
berumur 21 tahun. Walaupun sempat diberi pertolongan tetapi nyawa
Rezana tidak bisa tertolong lagi oleh peluru yang telah menancap di
tubunya. Dengan kejadian ini betapa kejamnya tentara Israel yang telah
mengambil hak-hak warga sipil Palestina (Pratama, 2020).
Gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel dan Palestina, dimana
menurut Israel adalah operasi Cast Lead ini jelas melanggar prinsip-prinsip
dalam hukum humaniter. Serangan yang berlangsung ini cukup lama
yakni selama 22 hari serta mengakibatkan timbulnya banyak korban yang
sebagian besar adalah penduduk sipil di jalur Gaza. Hal ini sangat
bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang berujung melanggar
HAM. Pelanggaran HAM yang dilakuakn Israel terhadap warga sipil
Palestina tampaknya sudah diabaikan oleh pengadilan Internasional.
Sudah banyak resolusi tentang konflik Israel dan Palestina telah
dikeluarkan oleh PBB. PBB juga telah meluncurkan misi tentang
penyelidikan kejahatan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina,
banyak mendapat kecaman juga dari ngara-negara lain yang mengatakan
bahwa Israel telah melanggar HAM. Namun, Israel masih melakukan
kejahatan dan melanggar hak-hak warga sipil Palestina. Seorang pakar
HAM PBB Prof.Richard Falk, yang bertugas di wilayah Palestina
mengatakan bahwa para pemimpin pemerintah di Israel sebenarnya
sudah layak untuk diseret ke pengadilan kriminal Internasional karena
telah menyebabkan krisis kemanusiaan di jalur Gaza yang mengakibatkan
blockade yang dilakukan Israel (Hengki, 2019).
Penulis sependapat dengan Aulia, (2021); Mudore, (2019) bahwa
perlakukan Israel terhadap Palestina sudah benar-benar melanggar hak
asasi manusia (HAM). Dimana kita hidup seharusnya damai, aman,
sejahtera, akan tetapi di Palestina justru yang terjadi ketakutan,
ketidakamanan dan kelaparan yang melanda. Tentu saja seharusnya PBB
ikut serta dan menindak lanjuti hal ini dengan cepat, karena jika tidak
ditindak maka akan terjadi pelanggaran HAM secara terus menurus.

Peran PBB Dalam Menyelesiakan Konflik Palestina-Israel


PBB merupakan sebuah organisasi Universal dengan kompetisi
umum. PBB dalam menjalankan fungsinya memelihara suatu perdamaian
antara negara-negara yang berada didalamnya. Fungsi PBB tersebut
adalah sebagai badan perdamaian keamanan yaitu dewan keamanan
(Security Council). Salah satu peran PBB dewan keamanan dalam piagam
PBB Bab IV tentang “ Action with respect to threats, to the peach, breaches of
the peace, and acts aggression “ artinya untuk menciptakan perdamaian dan
keamanan dunia. PBB ini awalnya dibentuk sebagai dewan keamanan
satu satunya yang harus menegakan keadilan dan menjaga keamanan
internasional. Konflik antara Israel dan Palestina ini menjadi sangat
berkembang dan menjadi konflik yang regional
serta dapat
membahayakan perdamian dan keamanan dunia. Oleh karena itu, PBB
terlibat dalam upaya penyelesaian konflik Israel dan Palestina ini. Banyak
upaya yang telah dilakukan PBB dalam penyelesaian konflik tersebut
pada tahun 1947 – 1988, PBB mengeluarkan kebijakan berupa resolusi
yang dikeluarkan oleh majelis umum dan dewan keamanan serta dengan
menyelengarakan konferensi internasional yang berkaitan dengan
masalah-masalah Palestina dengan mempertemukan pihak yang bertikai
agar dapat menyelesaikan konfliknya tersebut dengan jalan damai. Tetapi
hal ini tidak menuai keberhasilan karena tidak dipatuhinya kebijakan PBB
oleh pihak-pihak yang terlibat konflik, serta kurangnya dukungan dari
negara-negara Arab dan negara-negara Eropa.
Piagam PBB pasal 24 ayat 1 yang mengatakan bahwa untuk bisa
menjamin agar perserikatan bangsa-bangsa dapat menjalankan
tindakannya dengan lancar dan dengan tepat, maka anggota memberikan
semua tanggung jawab kepada dewan keamanan untuk memelihara
kewajiban bagi semua pertanggung jawaban bertindak atas nama mereka
(Susan, 2012). Oleh karena itu PBB muncul dan ikut terlibat didalam
penyelesaiaan konflik Palestina dan Israel. PBB merupakan sebuah
organisasi yang didalamnya terdapat negara-negara yang dunia, yang
memiliki tujuan salah satunya adalah memelihara keamanan dan
perdamaian dunia. PBB telah melakukan upaya untuk dapat
menyelesaikan konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel ini, tetapi Jurnal
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Volume III Nomor 1 (April) 2022
dalam kenyataannya sampai saat ini terbuktik bahwa organisasi PBB tidak
memiliki daya ikat terhadap Israel karena hingga saat ini konflik antara
Palestina dan Israel masih terjadi dan belum memiliki titik terang. Padahal
Israel telah melanggar Hak Asasi Manusia, mengambil hak-hak
masyarakat yang ada di Palestina. PBB telah mengelurakan resolusi yang
mengharuskan Israel dapat keluar dari wilayah kependudukan namun
Israel tidak mau meninggalkan daerah tersebut tetapi PBB juga tidak
memberikan sanksi yang tegas kepada Israel (Islamiyah, Trilaksana, 2016).

5. KASUS MUSLIM ROHINGYA DI MYANMAR

RINGKASAN KASUS

Etnis Rohingya merupakan etnis minoritas di Myanmar, etnis ini mengalami


diskriminasi dan kekerasan oleh aparat kepolisian, militer pemerintahan Myanmar
dan dari warga etnis lainnya. Keterangan tersebut diperkuat dengan laporan Pelapor
Khusus PBB (U.N. Special Rapporteur), yang pada intinya menjelaskan telah terjadi
pelanggaran HAM secara meluas dan sistematis terhadap etnis Rohingya. Tindakan
tersebut telah melanggar sejumlah instrumen dasar hukum internasional, yaitu
UDHR 1948, ICCPR 1966, ICESCR 1966, CERD 1965. Penyelesaian secara hukum
terkendala penggunaan hak veto oleh China dan Rusia yang menggagalkan
pembentukan komite penyelidikan untuk menyidik pelanggaran HAM terhadap
etnis Rohingya di Myanmar. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis dan
merumuskan penyelesaian sengketa pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di
Myanmar serta sanksi hukum internasional kepada Myanmar. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan
perundang-undangan, pendekatan historis dan pendekatan konseptual. Jenis bahan
hukum yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
sekunder, dan bahan non-hukum kemudian mengolahnya dengan membuat suatu
penilaian hukum terhadap kasus yang konkret. Bahan hukum yang diperoleh
kemudian diolah dan dianalisis menggunakan metode preskriptif. Hasil penelitian
dan pembahasan bahwa cara penyelesaian sengketa pertama yang mungkin ialah
melalui konsiliasi dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
dikarenakan terdapat penggabungan fungsi inquiry dengan mediasi dengan tujuan
terciptanya rekonsiliasi bangsa yang telah terpecah di Myanmar. Bentuk
penyelesaian sengketa kedua ialah melalui PBB, khususnya hal ini dikarenakan telah
memenuhi unsur masalah ancaman atau pelanggaran keamanan dan perdamaian
dunia, namun terjadi veto dalam DK PBB.

UPAYA PENYELESAIAN

Oleh karena itu terdapat fungsi ekstra Majelis Umum perihal veto yang berdasarkan
Resolusi 377 A (V) “Uniting for Peace Resolution” tahun 1950 dengan
menyelenggarakan sidang darurat khusus untuk membentuk komisi-komisi
penyelidikan dan pasukan PBB terhadap pelanggaran HAM di Myanmar. Sanksi
yang dapat diterapkan ialah sanksi ekonomi dikarenakan sebagai alat penegakan
hukum yang paling efektif dalam proses edukasi dan peningkatan standar hak asasi
manusia di Myanmar. Proses ini dimaksudkan agar negara Myanmar bersikap
kooperatif dan terbuka dan melakukan langkah penguatan dengan melakukan
tindakan ratifikasi instrumen hukum hak asasi manusia internasional. Proses
kedepannya diharapkan agar adanya penghapusan hak veto untuk kemudahan dalam
mewujudkan peningkatan perdaban manusia berhubungan dengan keamanan dan
perdamaian dunia.

6. KEKEJAMAN HITLER DI JERMAN

RINGKASAN KASUS

1. Holocaust
Pada masa kuasa, Hitler merupakan pembunuh masal yang tidak ada tandingannya.
Seorang anti yahudi yang secara terbuka mengumumkan "Bunuh setiap orang
Yahudi", hingga hasilnya, orang tua, hingga anak kecil yang tidak bersalah di
masukkan kedalam kamar gas, dan dalam beberapa tahun saja, sekitar 6.000.000
orang yahudi dipulangkannya ke alam baka.
Orang orang Rusia dan Gypsy turut menjadi korban keganasan Hitler, hasilnya,
terciptanya Camp Maut yang merupakan tempat pembunuhan masal bagi mereka,
disitulah anggota badan mayat di pereteli satu persatu, dari jam, cincin samapai
jenazahnya pun dipergunakan untuk pabrik sabun.

2. Perempuan Menjadi Penyiksa di Kamp Konsentrasi Nazi


Pada 1944, sebuah iklan di surat kabar Jerman mengumumkan lowongan pekerjaan
yang ditargetkan untuk perempuan berusia 20 sampai 40 tahun. Mereka nantinya
ditempatkan di situs-situs militer dengan bayaran menjanjikan, akomodasi, dan
pakaian.

Melansir BBC, pakaian yang dimaksud adalah seragam SS (Schutzstaffel) atau


organisasi militer elite Nazi di bawah komando Hitler. Sementara itu, situs
militernya adalah Ravensbruck, sebuah kamp konsentrasi khusus perempuan.

Rupanya, perempuan-perempuan yang mendaftar dan bekerja di kamp konsentrasi


itu dipekerjakan sebagai penjaga sekaligus algojo. Dalam kamp ini, setidaknya
tinggal 3.500 penjaga perempuan yang menetap bersama anak-anaknya di vila-vila
nyaman yang telah disiapkan.

Di sisi lain, mereka memperlakukan tahanan dengan sangat buruk, banyak


perempuan menjadi korban pemukulan. Bahkan, algojo perempuan di kamp ini
juga kerap membunuh tahanan. Beberapa algojo dijuluki cukup seram, seperti
‘revolver Anna’ atau ‘bloody Brygyda’.

3. Eksperimen Medis Mengerikan


Melalui tangan sang malaikat maut, Josef Mengele, Nazi kerap melakukan
eksperimen medis yang sangat ekstrem dan mengerikan, terutama di kamp
konsentrasi Aushwitz. Di kamp ini, ditahan orang-orang Yahudi, tahanan politik,
dan tawanan perang Uni Soviet. Alih-alih melakukan pengobatan kepada para
tahanan, dokter kejam kelahiran Jerman, 16 Maret 1911 itu tega menyuntikkan
bensin dan klorofom kepada ribuan tahanan untuk mempelajari efek bahan kimia
di tubuh manusia.

Josef Mengele sangat berambisi untuk mendongkrak kariernya di dunia medis,


meskipun harus melakukan eksperimen keji. Setelahnya, Mengele akan mengambil
organ tubuh jasad, seperti mata, untuk mengetahui pigmentasi mata.

Ada juga eksperimen anak kembar di tahun 1943 hingga 1944. Ia ingin mengetahui
apakah tubuh manusia dapat dimanipulasi secara tidak wajar. Sebanyak 1.500
pasang kembar dipenjara di Aushwitz dan menjadi bahan eksperimen Mengele
beserta timnya.

4. Operasi Kamar Gas


Kamar gas beracun didesain Nazi dengan cara mobile di dalam mobil van. Nazi
menggunakan teknik tersebut agar genosida berjalan lebih efektif, di sekitar tahun
1940.
Berbagai sumber menyebut, knalpot yang ada di van itu disambungkan dengan
ruang khusus di dalamnya. Selanjutnya, para tahanan ditempat di ruang itu dan
menghirup gas beracun. Lokasi-lokasi yang menjadi tempat pembantaian dengan
kamar gas ini adalah Chelmno, Treblinka, Sobibor, Belzec, dan Aushwitz. (Diolah
dari berbagai sumber/Litbang MPI/Ajeng Wirachmi)

Data dan Fakta

Hitler merupakan seorang orator terbesar sepanjang sejarah.

Hitler adalah biang kerok terciptanya Perang Dunia ke II

Banyak sejarah dunia yang terjadi oleh karena Hitler, yang tidak akan pernah
terjadi tanpa adanya Hitler.

Hitler telah menyebabkan kematian sekitar 35 juta jiwa dalam setiap peperangan
yang dia dalangi.

Hitler begitu fenomenal, betapa seorang asing (Hitler dilahirkan di Austria, bukan
Jerman), betapa seorang yang tidak punya pengalaman politik sama sekali, tidak
punya duit, tidak punya hubungan politik, mampu dalam masa kurang dari 14
tahun, dapat menjadi pemimpin kekuatan dunia.

Ketika Hitler Mati, NAZI pun "mati"

Hitler gagal total dalam merampungkan cita citanya, dan akibat akibat yang
tampak pada generasi berikutnya malah kebalikan dari apa yang ia kehendaki,
misalnya.. Hitler bermaksud menyebarkan pengaruh Jerman serta wilayah
kekuasaan Jerman. Akan tetapi daerah taklukannya hanyalah bersifat sementara
dan singkat, dan kini bahkan Jerman barat dan Jerman timur jika di gabung
menjadi satu, masih lebih kecil ketimbang Republik Jerman tatkala Hitler menjadi
Kepala Pemerintahan.
Adalah dorongan nafsu Hitler untuk membantai Yahudi, tapi lima belas tahum
setelah Hitler berkuasa, sebuah negara yahudi merdeka berdiri untuk pertama
kalinya setelah 200 tahun

Jerman barat sekarang menjadi negara demokrasi dan membenci kediktatoran.

Anda mungkin juga menyukai