Anda di halaman 1dari 5

https://nasional.tempo.

co/read/1616237/12-kasus-pelanggaran-ham-berat-yang
pernah-ditangani-komnas-ham

1) Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998

Tragedi Rumah Geudong merupakan peristiwa penyiksaan terhadap


masyarakat Aceh yang dilakukan oleh aparat TNI selama masa konflik
Aceh (1989-1998). Peristiwa ini berlangsung ketika wilayah Aceh tengah
dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998. Pada saat itu
pemerintah melalui panglima ABRI memutuskan untuk melancarkan
operasi jaring merah. Dalam operasi tersebut, Korem 011/Lilawangsa
menjadi pusat komando lapangan.

Hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukan bahwa dalam peristiwa


tersebut terendus indikasi pelanggaran HAM berupa kekerasan seksual,
penyiksaan, pembunuhan, hingga penghilangan secara paksa. Berkas hasil
penyelidikan itu telah diserahkan ke Kejaksa Agung pada 28 Agustus
2018. Namun, sampai saat ini tindak lanjut dari Kejagung belum juga
selesai.

2) Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II

Tragedi Trisakti dikenang sebagai peristiwa mematikan yang terjadi pada


Mei 1998 jelang lengsernya Soeharto. Pada saat itu terjadi penembakan
terhadap warga sipil, terutama mahasiswa. Tragedi ini menewaskan 4
mahasiswa.

Usai kasus Tri sakti, pada 13 November 1998, peristiwa penembakan oleh
aparat kembali terjadi kepada mahasiswa yang berdemonstrasi memprotes
Sidang Istimewa DPR/MPR dan menolak Dwifungsi ABRI di kawasan
Semanggi. Tragedi ini dikenal dengan peristiwa Semanggi I. Menurut data
Tim Relawan untuk Kemanusiaan, jumlah korban tewas mencapai 17
orang warga sipil terdiri dari berbagai kalangan, dan ratusan korban luka
tembak, dan terkena benda tumpul.

Pada 24 September 1999, rencana pemberlakukan UU Penanggulangan


Keadaan Bahaya (PKB) kembali memicu demonstrasi besar dari
mahasiswa karena dianggap bersifat otoriter. Penembakan terhadap
mahasiswa pun kembali dilakukan dan dikenang sebagai peristiwa
Semanggi II. Merujuk catatan KontraS menyebutkan 11 orang meninggal
di seluruh Jakarta dan sekitar 217 orang mengalami luka.

Komnas HAM telah melakukan investigasi yang selesai pada Maret 2002.
Hasil penyelidikan itu telah dikirim ke Kejaksaan Agung untuk dilakukan
penyidikan. Namun, Kejaksaan Agung beberapa kali mengembalikan
berkas hasil penyidikan tersebut. Anehnya, pada 13 Maret 2008 berkas
tersebut sempat dinyatakan hilang.

3) Peristiwa Wasior dan Wamena 2001

Peristiwa di Wasior, Manokwari, Papua, dipicu oleh terbunuhnya lima


anggota Brimob dan satu orang sipil di perusahaan CV Vatika Papuana
Perkasa di Desa Wondiboi, Distrik Wasior. Mengutip laman KontraS
(Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), sejumlah
pasukan polisi dikerahkan untuk menangkap pelaku yang juga diduga
mengambil enam pucuk senjata dari Anggota Brimob yang tewas.

Namun pengejaran pelaku oleh aparat disertai tindak kekerasan terhadap


penduduk sipil yang tidak bersalah pada 13 Juni 2001 lalu. Berdasarkan
laporan KontraS, tercatat empat orang tewas, satu orang mengalami
kekerasan seksual, lima hilang, dan 39 disiksa.

Sementara itu, kasus di Wamena terjadi pada 4 April 2003 yang bertepatan
dengan Hari Raya Paskah. Pada saat itu, sekelompok massa tidak dikenal
melakukan penyisiran ke 25 kampung di Wamena. Mereka mencoba
membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Dampak dari
peristiwa itu, Komnas HAM mencatat 9 orang tewas dan 38 orang lainnya
luka berat.

Tim Ad Hoc Papua Komnas HAM telah melakukan penyelidikan pro


justisia terhadap dua kasus tersebut pada 17 Desember 2003 hingga 31 Juli
2004. Namun Kejagung sempat menolak hasil laporan Komnas HAM
dengan alasan laporan tidak lengkap.

4) Pembunuhan Munir
Pembunuhan Munir Said Thalib, seorang aktivis HAM, terjadi pada 7
September 2004. Munir dinyatakan meninggal ketika dalam perjalanan ke
Belanda di dalam pesawat Garuda Indonesia. Berdasarkan hasil autopsi,
dalam tubuh Munir terdapat racun arsenik.

Dalam kasus ini, setidaknya baru tiga orang yang berhasil diseret ke meja
hijau, yakni mantan pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari
Priyanto, yang divonis 14 tahun penjara; mantan Direktur Utama Garuda
Indonesia, Indra Setiawan, yang divonis satu tahun penjara; dan mantan
Deputi V BIN, Muchdi Purwopranjono, yang dinyatakan bebas.

Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) butir 3 KUHP, penuntutan pidana hapus


setelah 18 tahun untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur
hidup, seperti pembunuhan berencana. Kasus ini pun terancam
kedaluwarsa pada tahun ini. Sampai saat ini kasus pembunuhan Munir
masih diproses di Komnas HAM. Kasus Munir belum juga diputuskan
sebagai kasus pelanggaran HAM berat dan dalang utama kasus
pembunuhan Munir belum juga terkuak.
5) Pembunuhan Angeline
Pada hari Rabu, 10 Juni 2015 jasad Angeline ditemukan terkubur di
halaman belakang rumahnya.di tubuh jenazah ditemukan luka-luka akibat
kekerasan fisik. Penyebab kematiannya karena pendarahan otak akibat
kekerasan menggunakan benda tumpul di wajah dan kepala.

Polisi kemudian menemukan bukti bahwa Margareta yang melakukan


semua kekerasan itu hingga Angeline terluka parah. Akhirnya ia
memutuskan untuk membunuh Angeline demi menghilangkan jejak. Lalu
ia menyuruh Agus Tay untuk menguburkan jasad Angeline di belakang
kandanng ayam di dekat pohon pisang yang di depannya terdapat
tumpukan sampah.

Sidang kasus pembunuhan Angeline berjalan sangat alot hingga


berlangsung empat bulan. Selain karena adanya dugaan praktik
kecurangan pada majelis hakim, juga adanya permainan di kepolisian.
Sidang yang awalnya dipimpin Hakim Ketua I Gede Ketut Wanugraha,
Made Sukreni, dan Ahmad Paten Silly dipindakan ke Ambon.
Penyebabnya karena sidang berlangsung langsung lambat dan berlarut-
larut. Pada pihak kepolisian, kecugiaan akan adanya permainan terjadi saat
video pemeriksaan Agus berhasil diperoleh Tim Pengacara Margareta.
Video itu merupakan dokumentasi Polri yang sifatnya rahasia. Setelah
melewati proses yang melelahkan, pengadilan akhirnya menjatuhkan vonis
10 tahun penjara terhadap Agus dan penjara seumur hidup terhadap
Margareta.
Penyelesaian Pelanggaran HAM terhadap kasus Angeline menunjukkan
penegakan hukum di Indonesia akan satu kasus ini berjalan dengan baik,
patut disyukuri majelis hakim yang mulia dapat dipanuti putusannya
sehingga keadilan dapat ditegakkan terhadap penderitaan Angeline semasa
hidupnya. Hukuman seumur hidup sangat pantas bagi pelakukan
pelanggaran HAM terhadap kehidupan Angeline, peran dari Komisi
perlindungan Anak, Komisi Hak Asasi Manusia, Lawyer sungguh bekerja
sama dengan baik hingga suatu putusan hakim di Pengadilan Bali.

Anda mungkin juga menyukai