Anda di halaman 1dari 10

CONTOH PERISTIWA PELANGGARAN HAM

Meskipun gencar-gencarnya diumumkan sebuah Deklarasi HAM tidak


menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap Hak
Asasi Manusia itu sendiri. Kita bisa lihat contoh kasusnya diengara Indonesia
pun banyak terjadinya pelanggaran HAM itu sendiri misalnya terjadi kasus
pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, dan lain-lain.

Berikut adalah daftar kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi di Indonesia
diambil dari berbagai situs diinternet:

1. Trisakti, Semanggi I dan II

Beberapa kasus pelanggaran berat HAM seperti peristiwa G30S,


Tanjung Priok, Warsidi Lampung sampai Kasus Semanggi I dan II kemungkinan
bakal digarap KKR. Mungkinkah menuai sukses?
Tragedi Trisakti tanggal 12 Mei 1998 menjadi pemicu kerusuhan sosial
yang mencapai klimaksnya pada 14 Mei 1998. Tragedi dipicu oleh
menyalaknya senapan aparat yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti. 
Kerusuhan, menurut laporan Relawan Kemanusiaan, tidak berlangsung
begitu saja. Fakta yang aneh, menurut mereka, setelah terjadi aksi kerusuhan
yang sporadis, aparat tampak menghilang, sementara sebagian kecil saja
hanya memandangi aksi penjarahan yang berlangsung didepan mereka.
Masih menurut laporan Relawan, kerusuhan itu tampak direkayasa. Aksi
itu dipimpin oleh sekelompok provokator terlatih yang memahami benar aksi
gerilya kota. Secara sporadis mereka mengumpulkan dan menghasut massa
dengan orasi-orasi. Ketika massa mulai terbakar mereka meninggalkan
kerumunan massa dengan truk dan bergerak ke tempat lain untuk melakukan
hal yang sama.
Dari lokasi yang baru, kemudian mereka kembali ke lokasi semula
dengan ikut membakar,merampon mal-mal. Sebagian warga yang masih dalam
gedung pun ikut terbakar. Data dari Tim Relawan menyebutkan sekurangnya
1190 orang tewas terbakar dan 27 lainnya tewas oleh senjata. 
Tragedi Trisakti kemudian disusul oleh tragedi semanggi I pada 13
November 1998. Dalam tragedi itu, unjuk rasa mahasiswa yang dituding mau
menggagalkan SI MPR harus berhadapan dengan kelompok Pam Swakarsa
yang mendapat sokongan dari petinggi militer.
Pam Swakarsa terdiri dari tiga kelompok, dari latar belakang yang
berbeda. Pembentukan Pam Swakarsa belakangan mendapat respon negatif
dari masyarakat. Mereka kemudian mendukung aksi mahasiswa, yang sempat
bentrok dengan Pam Swakarsa.
Dalam tragedi Semanggi I yang menewaskan lima mahasiswa, salah
satunya Wawan seorang anggota Tim Relawan untuk Kemanusiaan ini, tampak
tentara begitu agresif memburu dan menembaki mahasiswa.
Militer dan polisi begitu agresif menyerang mahasiswa, seperti ditayangkan oleh
sebuah video dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di DPR Selasa 6 Maret
2001.

Rekaman itu memperlihatkan bagaimana polisi dan tentara yang berada


di garis depan berhadapan dengan aksi massa mahasiswa yang tenang.
Pasukan AD yang didukung alat berat militer ini melakukan penembakan bebas
ke arah mahasiswa.

Para tentara terus mengambil posisi perang, merangsek, tiarap di sela-


sela pohon sambil terus menembaki mahasiswa yang berada di dalam kampus.
Sementara masyarakat melaporkan saat itu dari atap gedung BRI satu dan dua
terlihat bola api kecil-kecil meluncur yang diyakini sejumlah saksi sebagai
sniper. Serbuan tembakan hampir berlangsung selama dua jam.

Satu tahun setelah itu, tragedi Semanggi II terjadi. Dalam kasus ini 10
orang tewas termasuk Yun Hap, 22, mahasiswa Fakultas Teknik UI, ikut
tewas.Insiden ini terjadi di tengah demonstrasi penolakan mahasiswa terhadap
disahkannya RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). 

Kasus ini, menurut Hermawan Sulistyo dari Tim Pencari Fakta


Independen menyebut seperti sudah diperkirakan sebelumnya oleh aparat. Dia
menuturkan begini;  ''Yun Hap ditembak pukul 20:40 oleh konvoi aparat
keamanan yang menggunakan sekurangnya enam truk militer yang mendekat
dari arah Dukuh Atas. Konvoi menggunakan jalan jalur cepat sebelah kanan
alias melawan arus. Paling depan tampak mobil pembuka jalan menyalakan
lampu sirine tanpa suara. Sejak masuk area jembatan penyeberangan di depan
bank Danamon, truk pertama konvoi mulai menembak. Sejumlah saksi
mata melihat berondongan peluru dari atas truk pertama, menyusul tembakan
dari truk-truk berikutnya.''

Berdasarkan fakta di lapangan TPFI menegaskan tidak mungkin ada


kendaraan lain selain kendaraan aparat. Sebab, jalur cepat yang dilalui truk-truk
itu masih ditutup untuk umum. Lagi pula truk-truk itu bergerak melawan arus,
jadi tidak mungkin ada mobil lain yang mengikuti.

Kini akibat peritiwa itu, sejumlah petinggi TNI Polri sedang diburu hukum.
Mereka adalah Jenderal Wiranto (Pangab), Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin
(mantan Pangdam Jaya), Irjen (Pol) Hamami Nata (mantan kapolda Metro
Jaya), Letjen Djaja Suparman (mantan Pangdan jaya) dan
Noegroho Djajoesman (mantan Kapolda Metro Jaya).

2. Seorang TKW Asal Indonesia Dibunuh Majikannya Di Arab

JAKARTA (Berita): Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi


menelusuri data dan informasi lengkap mengenai identitas TKI yang semula
disebut bernama Keken Nurjanah asal Cianjur, Jawa Barat yang tewas dibunuh
majikannya di Kota Abha, Arab Saudi.
Dari informasi awal yang berhasil dikumpulkan tim Ditjen Binapenta
Kemenakertrans sampai Kamis malam (18/11)  pukul 23:30 WIB dengan
melakukan pengecekan data asuransi dari  petugas KJRI Jeddah di Abha,
nama korban bukan Keken melainkan Kikim Komalasari bt. Uko Marta, TKI asal
Cianjur Jawa Barat yang lahir pada 9 Mei 1974. Kikim berangkat ke Arab Saudi
pada Juli 2009.
“Sampai saat ini kita masih memastikan identitas lengkap dari Jenazah
yang sedang teliti oleh kepolisian Arab Saudi, apakah benar korban bernama
Keken atau Kikim Komalasari,’  kata Kepala Pusat (Kapus) Humas
Kemenakertrans Suhartono di Jakarta, Jumat (19/11).
Suhartono menyebut pihaknya hingga saat ini masih menunggu hasil
temuan polisi setempat yang diteruskan ke Badan Investigasi dan Pengadilan
Arab Saudi dimana awalnya polisi Saudi mengira korban adalah orang
Bangladesh dan ternyata orang Indonesia.
Sementara menunggu laporan lengkap dari KJRI di Arab Saudi,
Kemenakertrans juga melacak dokumen  perusahaan PPTKIS (Pelaksana
Penempatan  Tenaga Kerja Indonesia Swasta) yang memberangkatkan serta
lokasi penempatannya.
“Begitu kami mendapat informasi adanya TKI yang dibunuh di Arab
Saudi, kita langsung terjunkan tim untuk megecek kebenaran informasi
tersebut. Kita pun langsung melacak dokumen  perusahaan PPTKIS mana 
yang memberangkatkan, lokasi penempatan dan perusahaan asuransinya,’
kata Suhartono.
Setelah ditemukan data perusahaan PPTKIS yang memberangkatkan
TKI tersebut, pihak keluarga akan dihubungi Kemenakertrans untuk
diberangkatkan ke Arab Saudi.  ‘Nantinya, kita akan memfasilitasi
keberangkatan perwakilan keluarga Keken agar bisa langsung memastikan
identitas jenazah dan membantu proses laporan otopsi yang dilakukan
kepolisian Arab Saudi,’ Kata Kapus Humas Kemenakertrans.
Selain melacak PPTKIS yang memberangkatkan TKI Keken,
Menakertrans pun melacak perusahaan asuransi yang menanggung
asuransinya sehingga klaim asuransi bisa segera dicairkan.
“Dengan adanya asuransi TKI, maka semua biaya yang terkait dengan
proses penuntutan hukum kepada pihak majikan, biaya untuk menyewa
pengacara hukum (lawyer) serta biaya pemulangan bisa ditanggung,’ ujar
Suhartono.
Seperti diberitakan beberapa media, setelah dianiaya, Keken Nurjanah
atau Kikim dibunuh tiga hari sebelum Hari Raya Idul Adha oleh majikannya di
Kota Abha. Informasi awal soal tewasnya Keken ini disampaikan salah satu
relawan Pospertki PDI Perjuangan yang berada di kota Abha. Dalam laporan
relawan tersebut kepada pimpinan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan, Keken
Nurjanah dibunuh oleh majikannya dengan cara digorok lehernya. Jenazah
Keken kemudian ditemukan di sebuah tong sampah umum.
Kasus tersebut semakin menambah catatan hitam ketenagakerjaan di
Arab Saudi dimana saat ini juga pemerintah sedang menangani kasus
penyiksaan TKI Sumiati (23) yang berasal dari Dusun Jala, Kecamatan Huu,
Kabupaten Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat.
Sumiati merupakan TKI yang bekerja sebagai penata laksana rumah
tangga (PLRT) di Arab Saudi dan sejak mulai bekerja tanggal 23 Juli 2010,
Sumiati kerap mendapat siksaan dari istri dan anak majikannya termasuk
digunting bibir bagian atasnya hingga ia kini harus dirawat intensif di RS King
Fahd, Madinah, Arab Saudi. (ant)
3. Pembunuhan Munir
Memperingati 16 tahun pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia
(HAM) Munir bin Thalib, koalisi lembaga pegiat HAM di Indonesia menuntut
agar negara segera mengakui kejahatan tersebut sebagai kasus
pelanggaran HAM berat, lalu mengungkap pelaku utamanya.

Koalisi lembaga pegiat HAM, yang terdiri dari belasan lembaga swadaya


masyarakat dan komunitas menilai tidak ada kemajuan dalam pengungkapan
kasus pembunuhan Munir. Pelaku utamanya, yang diyakini berasal dari
kalangan berpengaruh, sampai sekarang belum dibawa ke pengadilan. Hal ini
membuat publik mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi para
pembela HAM.

“Dengan adanya pembunuhan yang sangat tidak manusiawi dan dugaan


keterlibatan orang-orang yang memiliki kekuasaan, kami menuntut agar negara
segera membuat pengakuan bahwa pembunuhan Munir merupakan sebuah
pelanggaran HAM berat. Negara harus menanggapi ini dengan lebih serius,”
tulis koalisi tersebut dalam siaran pers yang diterima Ayobandung.com, Senin
(7/9/2020) pagi.
Munir ditemukan meninggal dunia di penerbangan Garuda Indonesia dari
Jakarta ke Amsterdam pada 7 September 2004. Otopsi yang dilakukan oleh
otoritas Belanda menunjukkan bahwa ia diracun arsenik.

Tiga orang telah diadil. Semuanya pegawai Garuda. Namun orang-orang


yang diduga kuat sebagai pihak yang sesungguhnya bertanggung jawab atas
pembunuhan Munir masih belum diproses secara hukum.

Para pegiat HAM di Indonesia meyakini bahwa pembunuhan Munirtidak bisa


dilihat sebagai kasus kriminal biasa yang berdiri sendiri. Pembunuhan yang
terus dibiarkan tanpa penyelesaian ini mengindikasikan adanya budaya
impunitas yang semakin meluas terhadap serangan dan kekerasan terhadap
para pembela HAM di negara ini.

Dengan ditetapkan sebagai kejahatan HAM berat, kasus


pembunuhan Munir diharapkan bisa segera diungkap negara lewat proses
cepat, efektif, dan imparsial. Untuk mendukung upaya ini, koalisi masyarakat
sipil menyampaikan Legal Opinion atau Pendapat Hukum atas Kasus
Meninggalnya Munir kepada Komisi Nasional (Komnas) HAM.

Selain itu, para aktivis HAM di Indonesia juga mendorong


Komnas HAM untuk segera menerbitkan Penetapan Munir bin Thalib
sebagai Prominent Human Right Defender dan menetapkan hari peringatan
untuk para pembela HAM.

2.2 PENYELESAIAN KASUS

Kasus pertama: Trisakti, Semanggi I dan II

TNI dan aparat Kepolisian dibentuk untuk melindungi segenap


masyarakat dan negera. Namun dalam kasus ini ditemukan
kesalahgunaan wewenang yang tidak seharusnya aparat TNI dan
kepolisisan membunuh para mahasiswa yang berdemonstran. Kita tidak
dapat menyalahkan siapa dan mengapa karena para aparat tersebut
melakukan yang memang sudah menjadi tugasnya dan atas perintah
negara karena sekitar tahun 90 keatas dibawah kepemimpinan bapak
Soeharto setiap demonstran ataupun masyarakat yang memberontak
terhadap aturanya dapat terbunuh.

Jadi tidak asing terdengar oleh kita apabila ada sekelompok mahaiswa,
warga masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya kepada negara
malah terbunuh sia-sia.Ini merupakan tahun-tahun yang menakutkan bagi
warga negara Indonesia karena hak untuk memiliki kebebasan bersuara
sangat dibatasi bahkan dikekakang.

Disini juga bukan karena masyarakat Indonesia salah dalam memilih


pemimpin. Melainkan karena masyarakat Indonesia tidak mendapatkan
Hak Asasi nya untuk memilih karena pada masa Soeharto diciptakan
aturan “Setiap PNS harus memilih Golkar dalam pemilu”. Apabila warga
melanggar aturan tersebut maka akan dipersulit dalam kariernya.

Ini adalah sebuah pembodohan politik dan penderitaan bangsa yang


berkepanjangan dimana masyarakat Indonesia tidak dapat
menyampaikan aspirasinnya dan tidak dapat memilih siapa calon
pemimpin yang sesuai nurani nya dan dalam kasus ini melanggar suatu
hak yang dinamakan Hak Asasi Manusia.

Kasus mei 1998 untuk menggulingkan rezim soeharto tersebut


merupakan suatu perjuangan besar pemuda-pemuda Indonesia dalam
menegakan keadilan dinegri ini. Sudah sepantasnya kita menghirup
udara kebebasan bukan saja terbebas dari penjajah namun kita juga
memang pada dasarnya membutuhkan kebebasan untuk bersuara dan
memilih siapa pemimpin untuk negara ini berdasarkan hati nurani bukan
karena paksaaan ataupun ketakutan

Hingga akhirnya pada tahun 21 Mei 1998 dipilihlah Baharuddin Jusuf


Habibie sebagai presiden Indonesia ke-3 pengganti bapak Soeharto.
Disinilah terlihat banyak perubahan dinegara Indonesia karena sudah
diakui hak-hak setiap individu termasuk hak untuk bersuara,
berdemonstrasi menyampaikan aspirasi,kebebasan pers, hak untuk
pemilu dan memilih calon pemimpin secara LUBER dan JURDIL. Hingga
pada kepemimpinan presiden saat ini dijabat oleh bapak Susilo Bambang
Yudhoyono pengakuan akan adanya HAM diakui dan diberlakukan
dinegara Indonesia.

Kasus kedua: Seorang TKW Asal Indonesia Dibunuh Majikannya Di Arab

Menurut saya kasus pembunuhan dan penyiksaan terhadap TKI dan


TKW  Indonesia sering kali terdengar bahkan meningkat jumlahnya tiap tahun.
Hal ini terjadi karena lembaga-lembaga yang mengirimkan ketenagakerjaan
keluar negri hanya mencari keuntungan semata tanpa melihat keahlian dari
para TKI dan TKW itu sendiri. Lembaga-lembaga penyalur TKI tidak boleh
mengirim TKI yang belum teruji benar-benar kemampuannya karena ini
merupakan salah satu factor penyebab terjadinya penyiksaan serta
pembunuhan karena majikan di negara tersebut merasa emosi apabila TKI
tersebut tidak becus dalam bekerja. Terutama dalam penerjemahan bahasa,
seorang TKI yang dikirim harus benar-benar menguasai bahasa asing karena
bahasa merupakan alat komunikasi terpenting antara majikan dan TKI tersebut.
Apabila bahasa saja belum dikuasai bagaimana terjadi hubungan yang baik
antara majikan dan TKI .Ini menjadi salah satu pemicu peningkatan kasus
penganiayaan dan pembunuhan terhadap TKI dari negara kita. 

Sedangkan pemerintah dengan senang hati menerima devisa yang


masuk kedalam kas negara tanpa menjamin kehidupan para TKI dan TKW
tersebut ketika berada dinegara orang. Perlu ada penindakan yang tegas dari
presiden dan pemerintah agar kasus ini tidak terus bertambah jumlahnya.
Presiden dan pemerintah harus bisa menjamin kehidupan para TKI dan TKW
karena ini menyangkut nyawa seseorang.
Selain itu pemerintah harus memfasilitasi para TKI yang akan berangkat
keluar mulai dari pengawasan dan perlindungan terhadap TKI maupun fasilitas
untuk berkomunikasi dengan sanak keluarga mereka di Indonesia sehingga
dapat mencegah kasus penganiayaan dan pembunuhan yang terjadi di negara
luar.

Kasus Ketiga : Pembunuhan Munir


Hari ini genap 14 tahun terbunuhnya aktivis HAM, Munir Said Thalib.
Namun hingga kini, aktor intelektualnya belum terungkap. Komisioner Komnas
HAM, Mohammad Choirul Anam, mencatat ada 4 pihak yang sudah diproses
secara hukum dalam kasus pembunuhan Munir yaitu Pollycarpus Budihari
Priyanto, Indra Setiawan, Rohainil Aini, dan Muchdi Purwopranjono. Dari
keempat pihak itu hanya Muchdi yang divonis bebas.
Proses hukum yang dilakukan juga dinilai diskriminatif karena jaksa
hanya mengajukan peninjauan kembali (PK) untuk perkara Pollycarpus. Walau
ada proses hukum yang berjalan dalam perkara pembunuhan Munir, Anam
menegaskan kasus ini belum tuntas karena aktor intelektual belum ditangkap.
Para pihak yang telah diproses hukum itu menurut Anam sebagian besar
perannya dalam perkara pembunuhan itu hanya turut serta.
Menurut Anam fakta hukum yang terungkap dalam persidangan kasus
pembunuhan Munir menjelaskan adanya aktor intelektual. Mantan Sekretaris
Eksekutif Komunitas Aksi Solidaritas Untuk Munir (Kasum) itu mengatakan,
selain fakta hukum di persidangan, ada dokumen lain yang berhasil diperoleh
Polri terkait kasus Munir. Dokumen itu salah satunya berbentuk rekaman suara
percakapan telepon Pollycarpus. Dalam persidangan, terungkap ada 41
rekaman telepon, tapi bukti itu tidak pernah di bawa ke pengadilan.
 
Anam menilai sangat mudah bagi aparat penegak hukum untuk
mengusut tuntas kasus Munir karena dokumen yang ada untuk mendukung
pengungkapan kasus sangat terang benderang. Kapolri bisa memerintahkan
jajarannya untuk menemukan dokumen percakapan telepon Pollycarpus itu,
dan menjadikannya sebagai pijakan baru untuk mengembangkan kasus Munir.
 
Selain itu Anam melihat ada pihak yang belum diproses hukum, itu bisa
dilihat dari hasil penyelidikan yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF) peristiwa
pembunuhan Munir yang dibentuk Presiden tahun 2004. Anam mengapresiasi
rencana Kapolri yang ingin memanggil Kabareskrim untuk meneliti kembali
kasus Munir. “Intinya, fakta hukum kasus Munir sudah terang benderang, yang
belum terang yakni komitmen untuk menyelesaikan kasus ini,” katanya kepada
wartawan di Jakarta, Kamis (6/9).
 
Anam berpendapat dalam perkara Munir yang dibutuhkan hanya
komitmen untuk serius menuntaskannya. Aparat penegak hukum tidak perlu
khawatir jika langkah hukum yang ditempuh nanti akan diputus nebis in
idem oleh majelis hakim, karena masih banyak aktor lain yang masih bisa
diproses hukum. Misalnya, jaksa bisa melakukan PK terhadap perkara Muchdi.
“Masih ada bukti penting yang belum pernah digunakan di pengadilan, semua
bukti itu ada di Kepolisian dan Kejaksaan, bukti itu bisa dijadikan novum,”
urainya.
Bagi Anam, Munir dibunuh karena dia orang yang paling berani untuk
merombak rezim militerisme orde baru. Salah satu hasil kerja Munir yakni
mendorong lahirnya UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. “Munir yang paling
gigih memperjuangkan pasal tentang kesejahteraan prajurit TNI,” tukasnya.

Anda mungkin juga menyukai