Anda di halaman 1dari 6

NAMA : IRWANDI

NIM : D10120615

KELAS : B BT2

MK : HUKUM DAN HAM

1. Kasus tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang


Jawa Barat, 7 Desember 2020, menjadi satu kasus yang menarik
perhatian publik. Penembakan ini terjadi dalam proses penyelidikan kasus
pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh petinggi FPI, M
Rizieq Shihab. Penyelidikan dengan pembuntutan ini berujung pada aksi
saling serang. Dari penyelidikan yang dilakukan, Komnas HAM
menyimpulkan tewasnya empat dari enam orang tersebut merupakan
pelanggaran HAM. Hal ini dikarenakan keempatnya ditembak mati di
dalam mobil petugas kepolisan saat dalam perjalanan menuju Polda
Metro Jaya. Kasus kekerasan aparat negara lain yang menonjol adalah
penembakan oleh Satuan Tugas Tinombala terhadap tiga warga sipil di
Poso, Sulawesi Tengah. Dua di antaranya adalah petani yang sedang
berada di kebun mereka, dan seorang lagi adalah warga sipil yang
awalnya diduga teroris, namun ternyata bukan. Dalam kasus ini, para
petugas kepolisian yang di duga menembak telah di bebeskan.

2. Salah satu kasus yang ramai diperbincangkan adalah kebakaran Lapas


Kelas I Tangerang pada 8 September 2021. Sebanyak 41 narapidana
meninggal dan puluhan lainnya terluka dalam kejadian ini. Komnas HAM
menilai kebakaran ini sebagai tragedi kemanusiaan. Diduga, telah terjadi
kesengajaan, pembiaran, dan kelalaian dari aparatur negara yang
bertanggung jawab, yang mengakibatkan insiden tersebut. Berbagai kasus
terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan juga masih terjadi.
Beberapa di antaranya, yakni terkait pendirian dan perusakan rumah
ibadah, seperti masjid di Bireuen serta gereja Katolik di Bantaeng dan
Lamongan. Berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM di
Papua tak luput dari perhatian. Salah satu yang menarik atensi adalah
baku tembak antara prajurit TNI dan kelompok separatis teroris (KST) di
distrik Kiwirok pada 13 September 2021. Tak hanya itu, kelompok
tersebut juga membakar fasilitas umum di kantor kas Bank Papua, pasar,
gedung Sekolah Dasar, dan bahkan puskesmas. Seorang tenaga kesehatan
Puskesmas Kiwirok bernama Gabriela Meilan meninggal dalam kejadian
ini. Sementara tiga tenaga medis lainnya beserta satu prajurit mengalami
luka-luka.

3. Baru-baru ini, terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat


kepolisian terhadap warga di desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.
Kericuhan berujung kekerasan oleh polisi ini terjadi dalam proses
pengukuran lahan warga untuk penambangan batu andesit di desa
tersebut pada 8 Februari 2022. Tak hanya itu, puluhan warga juga
ditangkap dan ditahan polisi. Akibat kejadian ini, warga mengalami
trauma. Pasca kejadian, beberapa orang bahkan tidak berani pulang ke
rumah dan bersembunyi di hutan karena ketakutan.

4. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 jelang


runtuhnya Orde Baru. Kasus ini menewaskan 4 orang mahasiswa.
Mahkamah Militer yang menyidangkan kasus ini memvonis 2 orang
terdakwa dengan hukuman 4 bulan penjara, 4 orang terdakwa divonis 2-5
bulan penjara, dan 9 orang terdakwa divonis penjara 3-6 tahun.

5. Penculikan aktivis pada 1997/1998. Kasus ini menyebakan hilangnya 23


orang (9 orang telah dibebaskan, namun 13 orang lainnya belum
ditemukan hingga saat ini). Peristiwa penculikan ini dipastikan
berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu
dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara
mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan
muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka
mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang
diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.

Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan
Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini
adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-
demokrasi.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan
Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang
diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-
AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono
(Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai
anggota TNI. Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial
(FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho
Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi
Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai
anggota TNI.
Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi
pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang
Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor
Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka
Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman
penjara 1 tahun. Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor
Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan
penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni
Kolonel Chairawan K. Nusyirwan, tetapi sang komandan tidak pernah
diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi.
Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para
Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira
telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI.

6. Tragedi 1
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan
Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas
agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak
kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan Bacharuddin Jusuf
Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/MPR Orde Baru.
Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta
pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa MPR 1998 dan
juga menentang dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakannya Sidang
Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari
melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar
lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari
seluruh Indonesia dan dunia internasional Hampir seluruh sekolah dan
universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut,
diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang
dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan
universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang
tidak menghendaki aksi mahasiswa.

Tragedi 2
Pada tanggal 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara
melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.
Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk
mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU
PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan
keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai
kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam
jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka
tembak di depan Universitas Atma Jaya.

Harapan kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II untuk menggelar


pengadilan HAM ad hoc bagi para oknum tragedi berdarah itu dipastikan
gagal tercapai. Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 6 Maret 2007
kembali memveto rekomendasi tersebut. Putusan tersebut membuat usul
pengadilan HAM kandas, karena tak akan pernah disahkan di rapat
paripurna. Putusan penolakan dari Bamus itu merupakan yang kedua
kalinya. Sebelumnya Bamus telah menolak, namun di tingkat rapim DPR
diputuskan untuk dikembalikan lagi ke Bamus. Hasil rapat ulang Bamus
kembali menolaknya. Karena itu, hampir pasti usul yang merupakan
rekomendasi Komisi III itu tak dibahas lagi.
Rapat Bamus dipimpin Ketua DPR Agung Laksono. Dalam rapat itu
enam dari sepuluh fraksi menolak. Keenam fraksi itu adalah Fraksi Partai
Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PPP, Fraksi PKS, Fraksi PBR,
dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD). Sementara fraksi yang
secara konsisten mendukung usul itu dibawa ke paripurna adalah Fraksi
PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi Partai
Amanat Nasional (PAN), dan Fraksi PDS.
Keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR, ini menganulir putusan
Komisi III-yang menyarankan pimpinan DPR berkirim surat kepada
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membentuk Pengadilan
HAM Ad Hoc-membuat penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia
Trisakti dan Semanggi semakin tidak jelas.
Pada periode sebelumnya 1999–2005, DPR juga menyatakan bahwa
kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran berat
HAM.

7. Kepolisian Daerah Sulawasi Tengah mengevaluasi penggunaan senjata


api dalam kegiatan pengamanan demonstrasi. Hal itu dilakukan setelah
anggotanya Bripka H menjadi tersangka dalam penembakan terhadap
seorang demonstran penolak tambang di Parigi Moutong pada 12
Februari 2022.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Tengah, Komisaris


Besar Didik Supranoto mengatakan untuk setiap kegiatan pengamanan
akan dilakukan pengawasan yang lebih ketat.

“Akan dilakukan pengecekan perlengkapan secara orang perorangan


sebelum berangkat ke TKP,” ujar dia saat dihubungi, Jumat, 4 Maret
2022.

Hari ini, tanggal 5 maret polisi akan melakukan gelar perkara yang telah
menewaskan pengunjuk rasa bernama Rifaldi atau Aldi (21 tahun).
Setelah gelar perkara dilakukan, Didik melanjutkan, akan ditentukan
terkait dengan penahanan atau tidak Bripka H.

“Setelah itu penyidik akan menentukan ditahan atau tidak,” katanya.

Selain itu Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulteng juga masih
melakukan pemeriksaan.

"Sekarang masih dalam penanganan Pidana, sebagaimana yg telah


disampaikan oleh Pak Kapolda," ujar mantan Kapolres Kolaka, Sulawesi
Tenggara ini.

Sebelumnya, Didik mengatakan proyektil yang menewaskan seorang


pengunjuk rasa di Parigi Moutong itu identik dengan pistol HS-9 milik
anggota polisi. Kesimpulan ini berdasarkan hasil uji balistik dan
pemeriksaan laboratoriun oleh Labfor Mabes Polri.
Selain itu hasil uji DNA dari sampel darah yang ditemukan di proyektil
dengan darah korban hasilnya identik. Sehingga, kata Didik, penyidik
menetapkan Bripka H sebagai tersangka.

Bripka H disangkakan pasal 359 KUH Pidana dengan pidana penjara


paling lama lima tahun. Polda Sulteng juga telah menyita bukti berupa,
satu butir proyektil, satu lembar jaket warna kuning, satu lembar kaos
biru dongker, dan tiga buah selongsong peluru.

“Sampai dengan saat ini penyidik Ditreskrimum Polda Sulteng setidaknya


telah memeriksa 14 orang saksi termasuk saudara H,” kata Didik dalam
kasus penembakan itu.

Anda mungkin juga menyukai