Terdapat delapan tersangka yang diadili. Satu di antaranya merupakan anak kandung
dari Bupati Terbit berinisial DP.
Empat tersangka, yaitu DP, HS, HG, dan IS didakwa dengan pasal penganiayaan yang
menyebabkan kematian terhadap korban. Sementara SP, JS,RG, dan TS didakwa
dengan tindak pindana perdagangan orang.
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga terjadi di
desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, pada 8 Februari 2022.
Kericuhan berujung kekerasan oleh polisi ini terjadi dalam proses pengukuran lahan
warga untuk penambangan batu andesit di desa tersebut. Batu andesit diperlukan
untuk proyek pembangunan Bendungan Bener di wilayah tersebut.
Sebagian warga setuju membebaskan lahan mereka. Namun, sebagian lainnya
menolak karena khawatir penambangan batu andesit berakibat pada rusaknya
sumber mata air Wadas. Dalam kericuhan ini, Komnas HAM menemukan bahwa
sejumlah warga ditendang dan dan dipukul. Tak hanya itu, puluhan warga juga
ditangkap dan ditahan polisi.
Akibat kejadian tersebut, warga pun mengalami trauma. Pasca kejadian, beberapa
orang bahkan tidak berani pulang ke rumah dan bersembunyi di hutan karena
ketakutan.
Dalam kasus ‘Kekerasan aparat di Wadas’ telah melanggar PASAL 28 H ayat 1 yang
berbunyi
Berdasarkan data Kontras, selama periode Juni 2021–Mei 2022, setidaknya terdapat
50 kasus penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi
atau merendahkan martabat manusia telah terjadi di Indonesia.
Tidak menutup kemungkinan, jumlah kasus riil di lapangan lebih besar dari temuan
Kontras.
Salah satu yang menarik perhatian publik adalah kasus dugaan penyiksaan yang
menyebabkan matinya Freddy Nicolaus Siagian. Ia merupakan tahanan
Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Selatan yang tewas pada 13 Januari 2022.
Komnas HAM menemukan indikasi kuat pelanggaran HAM berupa hak untuk hidup,
terbebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, penghukuman yang kejam dan
merendahkan martabat, hak untuk memperoleh keadilan, serta hak atas kesehatan.
Freddy diduga mengalami serangkaian tindak kekerasan yang begitu keji yang
menyebabkan sejumlah luka yang membekas pada tubuhnya.
Selain itu, Komnas HAM juga menyebutkan telah terjadi tindak pemerasan yang
dilakukan oknum polisi.
Dalam kasus ‘Penyiksaan oleh Polri-TNI’ telah melanggar PASAL 28 G ayat 1-2 yang
berbunyi
Dari penyelidikan, pelaku mutilasi merupakan enam prajurit TNI dan empat warga
sipil. Para pelaku diduga memiliki bisnis bersama sebagai pengepul solar.
Komnas HAM menyatakan tindakan para pelaku telah melukai nurani dan
merendahkan martabat manusia. Berdasarkan temuan awal, Komnas HAM
menyatakan pembuhan tersebut sebagai pembunuhan berencana. Selain itu,
Komnas HAM juga menemukan adanya senjata rakitan yang dimiliki oleh salah satu
pelaku dari unsur TNI.
Atas temuan ini, Komnas HAM meminta Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa
untuk memecat enam prajurit TNI yang terlibat.
Dua dari enam tersangka merupakan seorang perwira infanteri berinisial Mayor Inf
HF dan Kapten Inf DK. Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC
dan Pratu R.
Sedangkan, empat tersangka dari kalangan sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH.
Dalam kasus ‘Kasus multilasi empat warga sipil di Mimika’ telah melanggar PASAL
28 A yang berbunyi
penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat pada 8 Juli 2022 menjadi
kasus yang menarik perhatian publik akhir-akhir ini.
Hal ini dikarenakan penembakan tersebut dilakukan oleh atasannya, Irjen Ferdy
Sambo, di rumah dinas Ferdy di Kompleks Rumah Dinas Polri, Jalan Duren Tiga Utara,
Jakarta Selatan.
Kasus ini semakin menarik perhatian karena adanya rekayasa skenario yang dibuat
oleh Ferdy Sambo.
Selain itu, Sambo dan pelaku lain juga telah melakukan obstruction of justice atau
upaya menghalangi penegakan hukum. Tindakan ini berimplikasi pada pemenuhan
akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum.
Akibat kasus ini, Sambo telah resmi dipecat dari Polri, 19 September 2022.
Dalam kasus ‘Penembakan Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo’ telah melanggar
PASAL 28 A yang berbunyi
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para
aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (satu orang meninggal, sembilan
orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).
Dalam kasus ‘Peristiwa Penculikan Para Aktivis Politik (1998)’ telah melanggar
PASAL 28 A yang berbunyi
Terjadi bentrokan antara suku Dayak dan Madura (pertikaian etnis) yang juga
memakan korban dari kedua belah pihak.
Dalam kasus ‘Kasus Dayak dan Madura (2000)’ telah melanggar PASAL 28 A yang
berbunyi
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu pada 2002 dan 2005, yang dilakukan
oleh teroris dengan menelan korban rakyat sipil, baik dari warga negara asing
maupun Indonesia.
Dalam kasus ‘Kasus bom Bali (2002) dan beberapa tempat lainnya’ telah melanggar
PASAL 28 A yang berbunyi
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan
lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang
warga sipil meninggal)
10. Dalam kasus ‘Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)’ telah melanggar PASAL 28
A yang berbunyi