NIM : 048895937
KOMPAS.com - Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada manusia, bersifat universal dan langgeng. Hak asasi manusia harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun,
termasuk oleh pemerintah dan aparatur negara. Negara pun melalui UUD 1945 dan sejumlah
perangkat hukum telah menjamin perlindungan HAM. Sayangnya, pelanggaran HAM di
Indonesia masih saja terus terjadi.
Kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Pada Januari 2022, penjara atau kerangkeng
manusia di rumah Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Peranginangin,
terungkap. Kerangkeng tersebut ditemukan saat Sang Bupati terjaring operasi tangkap tangan
(OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas temuan ini, polisi pun mendatangi lokasi
dan mendapatkan informasi bahwa kerangkeng manusia itu merupakan tempat rehabilitasi
narkotika. Akan tetapi, belum ada izin sebagai tempat rehabilitasi narkoba di rumah tersebut.
Komnas HAM yang juga melakukan penyelidikan menemukan minimal 26 bentuk
penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para penghuni
kerangkeng. Beberapa di antara penghuni dipukuli, ditendang, disuruh bergelantungan di
kerangkeng seperti monyet, dicambuk anggota tubuhnya dengan selang, dan lainnya. Hasil
investigasi Komnas HAM menunjukkan pula keterlibatan oknum TNI-Polri dalam tindak
penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat para penghuni
kerangkeng. Selama didirikan sejak 2012, ada enam orang yang meninggal di dalam
kerangkeng tersebut. Kasus dugaan tindak pidana kekerasan di dalam kerangkeng manusia ini
masih berjalan di pengadilan hingga sekarang. Terdapat delapan tersangka yang diadili. Satu
di antaranya merupakan anak kandung dari Bupati Terbit berinisial DP. Empat tersangka,
yaitu DP, HS, HG, dan IS didakwa dengan pasal penganiayaan yang menyebabkan kematian
terhadap korban. Sementara SP, JS,RG, dan TS didakwa dengan tindak pindana perdagangan
orang.
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga terjadi di desa
Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, pada 8 Februari 2022. Kericuhan berujung kekerasan oleh
polisi ini terjadi dalam proses pengukuran lahan warga untuk penambangan batu andesit di
desa tersebut. Batu andesit diperlukan untuk proyek pembangunan Bendungan Bener di
wilayah tersebut. Sebagian warga setuju membebaskan lahan mereka. Namun, sebagian
lainnya menolak karena khawatir penambangan batu andesit berakibat pada rusaknya sumber
mata air Wadas. Dalam kericuhan ini, Komnas HAM menemukan bahwa sejumlah warga
ditendang dan dan dipukul. Tak hanya itu, puluhan warga juga ditangkap dan ditahan polisi.
Akibat kejadian tersebut, warga pun mengalami trauma. Pasca kejadian, beberapa orang
bahkan tidak berani pulang ke rumah dan bersembunyi di hutan karena ketakutan.
Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2022/09/22/01000001/kasus-pelanggaran-ham-
di-indonesia-2022.
Pertanyaan
1. Telaah oleh saudara berdasarkan kasus di atas, Bagaimana agar sistem hukum di
Indonesia dapat bekerja dengan baik dalam penegakan HAM
2. Bagaimana jaminan Hak Asasi Manusia ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata
Negara?
3. Analisis oleh saudara terkait konflik agraria yang terjadi di Indonesia yang beririsan
dengan HAM. Serta bagaimana upaya yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan
konflik tersebut.
JAWABAN :
3. Konflik agraria, seperti yang terjadi dalam kasus Wadas di Indonesia, sering
kalimelibatkan pertentangan antara masyarakat lokal, pemerintah, dan sektor
swastaterkait kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber daya alam seperti
tanah,hutan, dan air. Konflik semacam ini seringkali berhubungan erat dengan
masalahHAM karena melibatkan hak-hak dasar masyarakat, hak atas tanah, hak hidup
yanglayak, dan hak partisipasi dalam pengambilan keputusan yang
mempengaruh kehidupan mereka. CRU (Community Rights and Engagement Unit)
bekerja samadengan FORCLIME (Forest, Climate, and Livelihoods)
memprakarsai proyekpendokumentasian pengalaman dan pembelajaran mediasi
multi pihak dalam upayapengelolaan dan penyelesaian konflik agraria di Indonesia.
Dokumentasi ini mencobamerekam pembelajaran dari pengalaman mediasi dan
sekaligus membuat analisiskritis pengalaman tim mediator yang terlibat yang
didukung baik CRU maupunFORCLIME. Hasil pendokemtasian dan pengkajian
tersebut disusun dalam sebuahbuku ‘Seka Sengketa’. Mediasi sebagai sebuah
metode penyelesaian konflik menjadi efektif ketikadijalankan dengan
memperhatikan tahapan atau prinsip-prinsip mediasi, sepertikerahasiaan,
imparsial, dan independen serta mempertimbangkan aspek lain sepertinilai-nilai yang
dipegang para pihak, kondisi para pihak atau yang lainnya.Aspek laintersebut bisa
beragam dan berbeda diantara satu kasus dengan kasus lainnya. Karena itulah
menurut CRU, mediasi adalah sebuah seni penyelesaian konflik yangperlu didukung
oleh upaya pemutakhiran pengetahuan. Seni, karena setiap prosesmediasi untuk
menyelesaikan konflik mengedepankan tidak hanya akal sehat, tetapijuga rasa dan
nurani, serta mempertimbangkan keunikan dari setiap kasus. Dankarena
konflik sangat beririsan dengan emosi para pihak, mediator dituntut
untuksenantiasa berempati dan secara kreatif terus berusaha menemukan pilihan-
pilihankesepakatan yang dapat membantu para pihak menyelesaikan
permasalahannya. Penting untuk mencatat bahwa penyelesaian konflik agraria
Wadas memerlukankolaborasi dan partisipasi dari berbagai pihak, termasuk
pemerintah, masyarakatadat, petani, perusahaan, dan lembaga masyarakat sipil
lainnya