NIM : 045061358
Peningkatan jumlah penyintas COVID-19 secara statistik belum menunjukkan perlambatan dari
sisi laju eksponensial. Pemerintah mengambil langkah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) sebagai solusi untuk mengurangi peningkatan kasus COVID di Indonesia.
Secara teknis, PPKM dijalankan dengan mengurangi aktivitas pergerakan dan kerumunan
masyarakat di masa pandemi. Penyekatan dan jam malam diberlakukan sebagai bagian integral
dari PPKM.
Sumber: kumparan.com
Pertanyaan:
Berdasarkan artikel diatas disampaikan bahwa pemberlakuan PPKM yang merupakan solusi
untuk mengurangi kasus covid 19 dalam implementasinya menimbulkan beragam persoalan,
analisislah hal tersebut berdasarkan pemikiran Roscoe Pound tentang hukum!
2. Kasus
Bukan rahasia lagi fenomena kasus rakyat jelata yang terjerat hukum karena kasus sepele dan
kecil sudah berlangsung sejak lama di Indonesia. Apapun itu bentuk kasusnya memang harus
diproses secara ketat, namun tidak sedikit hukum yang diberlakukan untuk rakyat kecil kadang
dipandang tidak tepat sasaran, diantaranya yang menjerat orang-orang sudah lanjut usia dan
melakukannya terpaksa karena himpitan ekonomi. Tidak sedikit tuduhan pidana serta kerugian
yang ditimbulkan sangatlah ringan, namun faktanya mereka tetap diproses dan berujung kepada
hukuman penjara.
Salah satu contoh adalah kasus yang menimpa nenek saulina Boru Sitorus di Medan, pada 29
Januari 2018 nenek berumur 92 tahun tersebut divonis hukuman penjara 1 bulan 14 hari karena
terbukti melakukan perusakan akibat menebang pohon durian berdiameter lima inci milik
kerabatnya yang berada di tanah wakaf di Dusun Panamean Desa Sampuara, Uluan, Toba
Samosir Sumatera Utara.
Tak terima kerabatnya melaporkan ke polisi. Kasus ini, semakin menyedot perhatian karena
anak-anak dari nenek Saulina ikut didakwa. Bahkan hakim dinilai terlalu dini memutuskan
bahwa tanah tersebut milik pelapor. Keenam anaknya divonis hukuman masing-masing 4 bulan
10 hari. Padahal menurut pengakuan Saulina seperti dikutip dari kompas.com dirinya dan anak-
anak pernah meminta maaf kepada pelapor, namun upaya damai tidak tercapai karena mereka
tidak sanggup menuruti nominal pelapor yang mecapai ratusan juta.
Sumber:bangka.tribunnews.com :
Pertanyaan:
Berdasarkan kasus diatas, analisislah apakah hukum yang dijatuhkan oleh majelis hakim
terhadap nenek Saulina dan keluarganya sudah sesuai dengan cita hukum (recht idee) yang
idealnya berlaku di Indonesia yang notabene adalah negara hukum? Jelaskan!
JAWABAN
1. Roscoe Pound adalah salah satu pemikir hukum dunia yang nama dan pemikirannya
selalu diperbincangkan dan diperhitungkan. Ia adalah salah seorang pemuka aliran sociological
jurisprudence dan pragmatic legal realism, Kepentingan yang dimaksud Roscoe Pound, yaitu:
- Pound memandang hukum sebagai alat untuk mencapai stabilitas sosial. Dalam
konteks ini, PPKM diimplementasikan untuk menjaga stabilitas dan kesejahteraan
masyarakat dengan mengendalikan penyebaran virus.
- Pound juga menyoroti konsep "social engineering" dalam hukum, yaitu hukum harus
beradaptasi dengan perubahan sosial. PPKM merupakan upaya hukum untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan darurat pandemi.
2. Dalam kasus nenek Saulina Boru Sitorus di medan, pada 29 Januari 2018 nenek berumur
92 tahun tersebut divonis hukuman penjara 1 bulan 14 hari karena terbukti melakukan perusakan
akibat menebang pohon durian berdiameter lima inci milik kerabatnya yang berada di tanah
wakaf di Dusun Panamean Desa Sampuara, Uluan, Toba Samosir Sumatera Utara. Bagaimana
mungkin seorang nenek yang sudah uzur diseret ke meja hijau karena persoalan sepele? Apa
yang ada dalam pikiran para pelapor (terhitung masih kerabatnya) ketika bersikeras
memidanakan nenek renta itu, meski upaya damai sudah dicoba oleh pemilik tanah yang sah?
Kenapa para pelapor tetap menolak dengan alasan uang ganti rugi yang terlalu kecil? Sebegitu
dahsyatkah daya tarik uang merasuki pemikiran pelapor? Apakah tidak tersisa sedikit pun ruang
(baca: hati nurani) untuk mempertimbangkan kondisi Ompung Saulina?
Tragedi Ompung Saulina menjadi salah satu contoh nyata matinya akal sehat di negeri ini.
Saulina menjadi korban kesekian kali dari rentetan degradasi akal sehat dalam penegakan hukum
di Tanah Air. Mungkin aparat penegak hukum bisa berdalih tetap memproses berbagai kasus itu
dengan alasan prinsip kesetaraan di depan hukum (equality before the law). Namun, sebenarnya
mereka bisa mengedepankan keadilan restoratif (restorative justice). Ini jika aparat penegak
hukum benar-benar mengutamakan akal sehat daripada hanya prosedur formal semata. Kalau
untuk para pelapor (pihak yang memperkarakan), saya pikir jika mereka mau memakai akal
sehat, tentu tidak akan tega memidanakan nenek renta. Kita benar-benar tak habis pikir,
bagaimana mereka tega melakukan hal ini kepada perempuan lansia yang seharusnya menikmati
masa tuanya. Potret kematian akal sehat ini sudah meracuni banyak manusia di tengah kompetisi
(persaingan) dalam kehidupan modern. Tidak jarang orang mengorbankan akal sehat demi
segepok uang (materi) dan kekuasaan
Berdasarkan uraian mengenai tujuan hukum menurut para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan tujuan hukum adalah sebagai berikut:
Menurut pendapat Prof. Satjipto Rahardjo yang berkaitan langsung dengan kasus nenek
Saulina Boru Sitorus di medan, pada 29 Januari 2018 nenek berumur 92 tahun tersebut divonis
hukuman penjara 1 bulan 14 hari karena terbukti melakukan perusakan akibat menebang pohon
durian seharusnya lebih menekankan aspek hatinurani untuk mencapai keadilan karena hukum
adalah untuk manusia , bukan manusia untuk hukum.
Sumber Referensi :
MODUL HKUM4103
https://berandahukum.com/a/Teori-Hukum-Roscoe-Pound-Social-Engineering
https:/news.detik.com/kolom/d-3864542/ompung-saulina-dan-akal-sehat
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/menuju-hukum-progresif-
yang-berwajah-keadilan-oleh-unung-sulistio-hadi-shi-mh-61