Anda di halaman 1dari 3

Nama : Hakmi Afrado

NPM : 21400002
Mata Kuliah : Hukum Pidana
Hari/Tanggal : Rabu, 30 November 2022
Semester III Hukum Sore

Jawaban :
1) Pada awal teori hukum pidana, pertanggungj awaban pidana hanya dapat dibebankan
kepada manusia sebagai subjek hukum alami. Badan hukum dianggap tidak bisa
bertindak melakukan perbuatan hukum dan tidak memiliki jiwa atau sikap kalbu
untuk itu. Pemikiran seperti ini tetap dipertahankan terutama oleh pemikir-pemikir
masa lalu. Namun dalam perkembangan selanjutnya muncul teori dan pemikiran
pemikiran baru untuk membebankan juga pertanggungjawaban pidana kepada badan
hukum. Hal ini diakibatkan karena akhir-akhir ini perkembangan dari kejahatan yang
terjadi di tengah tengah masyarakat terutama berkaitan atau yang berkaitan dengan
pereko nomian tidak hanya dilakukan secara perorangan namun telah terorganisir
termasuk dilakukan oleh korporasi. Pada awal teori hukum pidana,
pertanggungjawaban pidana hanya dapat dibebankan kepada manusia sebagai subjek
hukum alami. Badan hukum dianggap tidak bisa bertindak melakukan perbuatan
hukum dan tidak memiliki jiwa atau sikap kalbu untuk itu. Pemikiran seperti ini tetap
dipertahankan terutama oleh pemikir-pemikir masa lalu. Namun dalam perkembangan
selanjutnya muncul teori dan pemikiran pemikiran baru untuk membebankan juga
pertanggung jawaban pidana kepada badan hukum. Hal ini diakibatkan karena akhir-
akhir ini perkembangan dari kejahatan yang terjadi di tengahtengah masyarakat
terutama berkaitan atau yang berkaitan dengan perekonomian tidak hanya dilakukan
secara perorangan namun telah terorganisir termasuk dilakukan oleh korporasi. Pada
awal teori hukum pidana, pertanggungjawaban pidana hanya dapat bebankan kepada
manusia sebagai subjek hukum alami. Badan hukum dianggap tidak bisa bertindak
melakukan perbuatan hukum dan tidak memiliki jiwa atau sikap kalbu untuk itu.
Pemikiran seperti ini tetap dipertahankan terutama oleh pemikir-pemikir masa lalu.
Namun dalam perkembangan selanjutnya muncul teori dan pemikiranpemikiran baru
untuk membebankan juga pertanggungjawaban pidana kepada badan hukum. Hal ini
diakibatkan karena akhir-akhir ini perkembangan dari kejahatan yang terjadi di
tengahtengah masyarakat terutama berkaitan atau yang berkaitan dengan
perekonomian tidak hanya dilakukan secara perorangan namun telah terorganisir
termasuk dilakukan oleh korporasi.

2) Asas legalitas: Asas legalitas dalam hukum pidana dan hukum acara pidana adalah
sesuatu yang berbeda. Dalam hukum pidana, asas legalitas dapat diartikan “tidak ada
suatu perbuatan yang dapat dipidana tanpa ada peraturan yang mengaturnya (nullum
delictum nulla poena sine lege poenali). Namun, dalam hukum acara pidana, asas
legalitas memiliki makna setiap Penuntut Umum wajib segera mungkin menuntut
setiap perkara. Artinya, asas legalitas lebih dimaknai setiap perkara hanya dapat
diproses di pengadilan setelah ada tuntutan dan gugatan terhadapnya. Sedangkan
penyimpangan terhadap asas ini dikenal dengan asas oportunitas yang berarti bahwa
demi kepentingan umum, Jaksa Agung dapat mengesampingkan penuntutan perkara
pidana.
Contoh Asas Legalitas. Seseorang tidak dapat dituntut atas dasar undang- undang
yang berlaku surut. Namun demikian, dalam prakteknya penerapan asas legalitas ini
terdapat penyimpangan-penyimpangan. Sebagai contoh, kasus Bom Bali, kasus
Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor-Timur, dan kasus Tanjung Priok
Asas oportunitas
Asas Oportunitas merupakan suatu asas dimana penuntut umum tidak diwajibkan
untuk menuntut seseorang jika penuntutannya akan merugikan kepentingan umum.
Asas ini hanya berlaku dalam hal kepentingan umum benar-benar dirugikan dan
terdapat kriteria tertentu yang dimaksud merugikan kepentingan umum. Ketentuan
pengesampingan ini diatur dalam Pasal 35 c UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan yang menyebutkan:
“Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum.”
Contoh Asas Oportunitas. Ibu Richa diduga melakukan pencurian tiga buah tandan
buah sawit milik PTPN V Sei Rokan di Desa Tandun Barat, Kecamatan Tandun,
Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau. Berdasarkan keterangan saksi, Ibu Richa
melakukan pencurian tersebut bersama-sama dengan tiga orang temannya, namun
ketiganya diketahui berhasil kabur. Pihak PTPN V Sei Rokan mengklaim bahwa total
kerugian yang diderita perusahaan adalah senilai Rp. 76.500, 00. Dari proses
pemeriksaan diketahui bahwa Ibu Richa terpaksa harus mencuri untuk memberi
makan ketiga anaknya karena beras di rumahnya habis. Dalam kasus ini, penyidik
tidak melakukan penahanan dan bahkan memberikan bantuan beras karena
memperhatikan kondisi sosio-ekonomi Ibu Richa yang sehari-hari diketahui bekerja
sebagai tukang langsir tersebut. ICJR dan ELSAM mendorong agar Jaksa
memperhatikan aspek gender dan sosial ekonomi dalam menangani kasus ini. Pelaku
merupakan buruh perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga, pengasuh
utama anak yang bertanggungjawab untuk mengurus tiga orang anak, dan berasal dari
keluarga dengan latar belakang kurang mampu. Situasinya diperparah dengan kondisi
pandemic Covid19. Sehingga, penuntutan terhadap Ibu Richa seharusnya tidak perlu
dilakukan.

3) Apakah hukum Indonesia bisa berlaku di sembarang tempat dan semua orang?
Jelaskan
Jawab : tidak, tetapi mengacu pada Asas berikiut ini
a. Azas teritorial : azas ini terdapat dalam pasal 2 KUHP “ aturan pidana dalam
undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu
tindak pidana di wilayah Indonesia”. Dalam hal ini berarti peraturan tersebut
berlaku bagi WNI dan WNA yang berada di wilayah kekuasaan Indonesia,
baik itu wilayah darat, laut, dan udara, dan juga kapal-kapal milik negara
Indonesia.
b. Azas personal (asas nasional aktif): dalam azas ini mengatakan bahwa
peraturan hukum indonesia itu berlaku mengikat bagi setiap warga negara
Indonesia, yang melakukan tindak pidana baik di dalam negeri maupun luar
negeri, jadi seolah-olah peraturan indonesia itu mengikuti kemana pun orang
itu berada.à Harus memenuhi syarat bahwa perbuatan tersebut dianggap
merupakan suatu tindak pidana di kedua negara tersebut.
c.  Azas perlindungan (azas nasional pasif ) : azas ini memuat segala prinsip,
bahwa peraturan hukum pidana berlaku terhadap tindak pidana yang
menyerang kepentingan hukum negara Indonesia, baik itu dilakukan oleh
warga negara Indonesia atu bukan yang dilakukan di luar negeri. Dengan kata
lain azas ini berfungsi untuk melindungi keamanan dan kepentingan negara.
d. Azas universal : peraturan-perturan hukum pidana Indonesia dapat berlaku
terhadap tindak pidana baik itu dilakukan didalam negeri atau pun diluar
negeri, baik yang dilakukan oleh WNI atau WNA, sejauh mana tindak pidana
yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 dana pasal 4 ayat 4. Dengan kata lain
hukum pidana Indonesia dapat berlaku apabila jaga menyangkut kepentingan
internasional. Asas ini berlaku pada delik jure gentium, seperti terorisme,
pelanggaran HAM berat.

Anda mungkin juga menyukai