Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KASUS PELANGGARAN HAM

DI INDONESIA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

FAJAR RIZKY SUSENO


XI – IIS
SEJARAH MINAT WAJIB

GURU MATA PELAJARAN : IBU DEVI

SMA ISLAM AN-NIZAM


MEDAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hak Asasi Manusia merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia
masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya sebagai anugrah Tuhan. Di dalamnya tidak jarang
menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal
inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu lain,
kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.
Barangkali memang bukan fakta-fakta pembunuhan itu yang menjadi penting di sini, melainkan jalinan
citra yang lantas tersaji melalui serangkaian representasi media yang rumit. Para pembunuh
mengesankan Marsinah diperkosa. Segenap aktivis menyanjungnya sebagai teladan kaum pejuang
buruh. Para aparat pusat dibantu aparat setempat konon merekayasa penyidikan sekaligus membuat
skenario pengadilan, termasuk dilibatkannya tersangka palsu dalam rangkaian pengungkapan kasus
tersebut. Tak ketinggalan, para aktivis hak asasi manusia menganugerahi Yap Thiam Hien Award  bagi
kegigihannya. Termasuk para seniman yang mengabadikannya dalam monumen, patung, lukisan,
panggaung teater dan seni rupa instalasi; para feminis mengagungkannya sebagai korban
kekerasan terhadap perempuan dan khalayak awam yang prihatin dan simpati memberi sumbangan
bagi keluarganya.
2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia”, maka masalah
yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a Apa pengertian pelanggaran HAM ?
b Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?
c Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?
d Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?
3. Tujuan
Tujuan kami mengangkat materi ini tentang kasus hak asasi manusia di Indonesia yaitu :
a Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.
b Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.
c Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.
d Mengetahui lebih dalam mengenai terjadinya kasus Marsinah.
e Upaya penyelesaian pelanggaran HAM khususnya kasus Marsinah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Menurut Pasal 1 Angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi
manusia adalah  setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.
Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan
oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa
ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
2.2 Klasifikasi Pelanggaran HAM di Indonesia
Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
  Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan massal (genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan
tindakan kekerasan.           (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).
2. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa,
pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
  Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
 
2.3 Contoh Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
Kasus Marsinah (1993)
Kasus tersebut berawal dari unjuk rasa buruh yang dipicu surat edaran gubernur setempat mengenai
penaikan UMR. Namun PT. CPS, perusahaan tempat Marsinah bekerja memilih bergeming. Kondisi ini
memicu geram para buruh.
Senin 3 Mei 1993, sebagian besar karyawan PT. CPS berunjuk rasa dengan mogok kerja hingga esok
hari. Ternyata menjelang selasa siang, manajemen perusahaan dan pekerja berdialog dan menyepakati
perjanjian. Intinya mengenai pengabulan permintaan karyawan dengan membayar upah sesuai UMR.
Sampai di sini sepertinya permasalahan antara perusahaan dan pekerja telah beres.
Namun esoknya 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer
(Kodim) Sidoarjo untuk diminta mengundurkan diri dari CPS. Marsinah marah dan tidak terima, ia
berjanji akan menyelesaikan persoalan tersebut ke pengadilan. Beberapa hari kemudian, Marsinah
dikabarkan tewas secara tidak wajar. Mayat Marsinah ditemukan di gubuk petani dekat hutan
Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat ditemukan tergeletak dalam posisi melintang
dengan kondisi sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras, kedua pergelangannya
lecet-lecet, tulang panggul hancur karena pukulan benda keras berkali-kali, pada sela-sela paha terdapat
bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan dengan benda tumpul dan pada bagian yang sama
menempel kain putih yang berlumuran darah.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu
dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi
Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik
Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung
RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan
bahwa penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”.
Kasus kematian Marsinah menjadi misteri selama bertahun-tahun hingga akhirnya kasusnya kadaluarsa
tepat tahun ini, tahun 2014. Mereka yang tertuduh dan dijadikan kambing hitam dalam kasus ini pun
akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Di zaman Orde Baru, atas nama stabilitas keamanan dan
politik, Negara telah berubah wujud menjadi sosok yang menyeramkan, siap menculik, mengintimidasi
dan bahkan menghilangkan secara paksa siapa saja yang berani berteriak atas nama kebebasan
menyuarakan aspirasi.

2.4 Faktor Penyebab Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Faktor penyebab dari kasus Marsinah yang pertama adalah perussahaan CPS yang tidak mengikuti
himbauan gubernur setempat untuk menaikkan UMR. Walaupun kebijakan kenaikan UMR tersebut
sudah dikeluarkan, CPS tetap bergeming. Kondisi ini memicu geram para pekerjanya sehingga
menyebabkan mereka melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja.
Lalu faktor penyebab kedua, adalah manajemen perusahaan CPS yang telah menyepakati perjanjian
penaikan UMR namun rupanya diikuti dengan memberhentikan 13 pekerjanya dengan cara mencari-
cari kesalahan pasca tuntutan kenaikan UMR. Hal ini menjadikan Marsinah penuh amarah.
Fakor yang lain dapat diuraikan sebagai berikut :
Dari segi ekonomi :
1. Terjadi kredit macet
2. Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
3. Banyak perusahaan yang tidak dapat membayar hutangnya
Dari segi politik :
1. Pemimpian saat itu telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya
2. Terjadi kekacauan dan kerusuhan di mana-mana
3. Terjadi perpecahan dalam kubu kabinet Soeharto
 Solusi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Terkait kasus Marsinah, solusi dari pemerintah sendiri, pemerintah semestinya segera mengusut tuntas
kasus pembunuhan Marsinah sampai selesai hingga mendapatkan hasil yang nyata, dan menegakkan
tiang keadilan dan ketegasan dalam kerapuhan hukum di Indonesia sehingga rakyat dapat kembali
mempercayai peranan dari pemerintah dan aparat penegak hukum dalam penegakan HAM di
Indonesia.
Sementara solusi dari hasil rangkuman kami sekelompok, adalah adanya kepastian hukum dalam
menjamin keamanan setiap orang. Setiap orang perlu menghargai hak-haknya sendiri dan hak orang
lain.
2.6 Upaya Pemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia
1) Periode tahun 1945 – 1950 Di periode ini, pemikiran HAM masih menekankan pada hak merdeka,
hak bebas berserikat, serta hak bebas menyampaikan pendapat. Pemikiran HAM telah mendapat
pengakuan secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar
negara, yaitu UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada periode awal kerdekaan ditunjullam dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Di periode ini (1945-1950) memberikan keleluasaan
terhadap rakyat untuk mendirikan partai politik sebagaimana yang telah tertera pada Maklumat
Pemerintah pada tanggal 3 November 1945 :
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena segala aliran paham yang ada
dalam masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur dengan adanya partai-partai tersebut.
2. Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsukannya pemilihan anggota
badan perwakilan rakyat pada Januari 1946. Hal ini berkaitan dengan adanya perubahan yang
signifikan terhadap sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem parlementer.
2) Periode tahun 1950 – 1959 Periode ini dalam perjalanan, Indonesia dikenal dengan sebutan “Periode
Demokrasi Parlementer” dimana pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang
membanggakan. Indikator tentang pemikiran HAM pada periode ini mengalami “pasang”, menurut ahli
hukum tata negara memiliki 5 aspek :
1. Semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing.
2. Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi, betul- betul menikmati kebebasannya.
3. Pemilu sebagai pilar lain dari demokrasi harus bertanggung jawab dalam suasana kebebasan,
fair (adil) dan demokratis.
4. Parlemen/dewan perwakilan rakyat sebagai wakil rakyat semakin efektif mengontrol terhadapt
kinerja eksekutif.
5. Wacana & pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif, sejalan dengan
tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
3) Periode tahun 1959 – 1966 Pada periode ini, sistem pemerintahan Indonesia adala sistem demokrasi
terpimpin diamana kekuasaan terpusat dan berada di tangan presiden. Dalam kaitannya dengan HAM
yaitu telah terjadinya sikap restriktif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan) terhadap hak sipil dan
hak politik warga negara.
4) Periode tahun 1966 – 1998 Pada awal masa periode ini telah diadakan beberapa seminar tentang
HAM. Salah satu seminar dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan pengadilan HAM, Komisi, dan pengadilan HAM di wilayah Asia. Pada tahun
1968 diadakan Seminar Hukum Nasional II yang merekomendasikan perlunya hak uji materiil guna
melindungi HAM. Fungsi dari hak uji materiil itu sendiri dalam rangka pelaksanaan TAP MPRS
XIV/MPRS/1996. Namun, pada tahun 1970-an sampai akhir 1980-an, HAM mengalami kemunduran.
Dalam hal ini, upaya masyarakat dilakukan melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait
dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus Kedung Ombo, kasus DOM
di Aceh, dan lain sebagainya. Menjelang periode 1990-an, upaya masyarakat nampaknya memperoleh
hasil yang mengesankan karena terjadi pergeseran strategi pemerintahan, dari Represif dan Defensif
menjadi Akomodatif. Salah sau sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM yaitu
dibentuknya KOMNAS HAM berdasarkan KEPRES Nomor 50 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993,
dimana KOMNAS HAM memiliki tugas:
1. Memantau & menyelidiki pelaksanaan HAM & memberi saran serta pendapat kepada
pemerintah perihal HAM.
2. Membantu pengembangan kondisi-kondisi yang kodusif bagi pelaksanaan HAM sesuai
pancasila dan UUD 1945 (termasuk hasil amandemen UUD NKRI 1945), Piagam PBB,
Deklarasi Universal HAM dan deklarasi atau perundang-undangan lainnya yang terkait dengan
penegakan HAM.
5) Periode tahun 1998 – sekarang Pada saat ini dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan
pemerintah pada masa orde baru yang berlawanan dnegan pemajuan dan perlindungan HAM.
Kemudian, dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di indonesia, serta
pengkajian dan ratifikasi terhadap instrumen HAM internasional semakin ditingkatkan. Strategi pada
periode ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
1. Tahap status penentuan (prescriptive Status) Pada tahap ini telah ditetapkan beberapa ketentuan
perundang-undangan tentang HAM, seperti UUD 1945, TAP MPR, UU, dan peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
2. Tahap penataan aturan secara konsisten ( rule consistent behavior ) Ditandai dengan
pemghormatan dan pemajuan HAM dengan dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/MPR/1998
tentang HAM dan disahkannya sejumlah konvensi HAM. Selain itu juga dirancangkan program
“Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM)” pada tanggal 15 Agustus 1998 yang didasarkan
kepada :
3. Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
4. Desiminasi informasi dan pendidikan tentang HAM 3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan
HAM 4. Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasikan
melalui perundang-undangan nasional. Untuk lebih melindungi HAM di Indonesia, pemerintah
telah membuat UU HAM No. 39 tahun 1999 serta UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan
HAM. Melalui keputusan Presiden No. 40 tahun 2004, Pemerintah telah mengesahlan
RANHAM kedua diamana merupakan kelanjutan RANHAM Indonesia yang pertama tahun
1998-2003. RANHAM disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan,
pemenuhan, dan perlindungan HAM di Indinesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama,
adat-istiadat, dan budaya bangsa indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2.1  Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak  asasi manusia pada hekekatnya merupakan hak- hak fundamental yang melekat pada kodrat
manusia sendiri, yaitu hak- hak yang paling dasar dari aspek- aspek kodrat manusia sebagai manusia.
Setiap manusia adalah ciptaan yang luhur dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap manusia harus dapat
mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga dia dapat berkembang secara leluasa. HAM tidak
tergantung pada pengakuan orang lain , tidak tergantung dari pengakuan masyarakat atau negara.
Penindakan terhadap HAM bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, sebab prinsip dasar
keadilan dan kemanusiaan adalah bahwa semua manusia memiliki martabat yang sama dengan hak-
hak dan kewajiban yang sama. Setiap manusia, setiap Negara dimanapun, kapanpun wajib mengakui
dan menjunjung tinggi HAM sebagai hak- hak fundamaental atau hak- hak dasar. Sebagaimana
dikemukakan dalam ketentuan pasal1  angka 1 Undang- Undang No 39 tahun 1999, yang intinya
bahwa Haka Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
KASUS HAM DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA

      Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. 
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia,
baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah
maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.
Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genisida)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :


1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain

Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat
jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia,
seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan
masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah
dengan masyarakat. 
Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan
masyarakat Indonesia, seperti :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah
SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan
korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.

b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera
Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban
pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.

c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)


Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang
diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.

d. Peristiwa Aceh (1990)


Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat
maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana
terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.

e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)


Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang
menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya
masih hilang).

f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)


Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka).
Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi
Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).

g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)


Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara
resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia -
Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.
h. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA,
sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang
memakan banyak korban.

i. Kasus Poso (1998 – 2000)


Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum
Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.

j. Kasus Dayak dan Madura (2000)


Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban
dari kedua belah pihak.

k. Kasus TKI di Malaysia (2002)


Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan
oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.

l. Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya


Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris
dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara asing maupun dari warga negara
Indonesia sendiri.

m. Kasus-kasus lainnya
Selain kasusu-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti dilingkungan
keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat. 
Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
1. Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih
pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
2. Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
3. Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
4. Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.

Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :


1. Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau
perilakunya).
2. Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit,
ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
3. Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4. Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5. Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah
yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
1. Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
2. Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang
tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
3. Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.

Kasus HAM di Indonesia


Kita telah mengetahui bahwa hak asasi manusia itu hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak
awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga
negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status,
golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Namun kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah
banyaknya kasus HAM. Berikut adalah kasus-kasus HAM yang terjadi sebelum era reformasi.
1965
1. Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat.
2. Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai
pendukung Partai Komunis Indonesia. Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.
1966
1. Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak
terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.
2. Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember.
3. Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
1967
1. Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
2. April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta.
3. Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.
1969
1. Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana.
2. Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
3. Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak
pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat
Papua.
4. Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai
politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.
1970
1. Pelarangan demo mahasiswa.
2. Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
3. Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
4. Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
1971:
1. Usaha peleburan partai- partai.
2. Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.
3. Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.
4. Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih
ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning
sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.
1972
1. Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
1973
1. Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung.
1974
1. Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta
yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.
2. Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis.
1975
1. Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
2. Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.
1977
1. Tuduhan subversi terhadap Suwito.
2. Kasus tanah Siria- ria.
3. Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim
perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.
4. Kasus subversi komando Jihad.
1978
1. Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia.
2. Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa
mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
3. Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas.
1980
1. Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang, Pekalongan dan
Kudus.
2. Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang
ke luar negri.
1981
1. Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang
terbunuh dalam peristiwa ini.
1982
1. Kasus Tanah Rawa Bilal.
2. Kasus Tanah Borobudur. Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan
pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai.
3. Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang
pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta. Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana
militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.
1983
1. Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di
muka umum.
2. Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
1984
1. Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
2. Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
3. Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
4. Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur.
1985
1. Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.
1986
1. Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka
yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.
2. Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
3. Kasus subversi terhadap Sanusi.
4. Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989
1. Kasus tanah Kedung Ombo.
2. Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
3. Kasus tanah Kemayoran.
4. Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa
Talang sari
5. Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
6. Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya terdiri
beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.
1991
1. Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda- pemuda Timor
yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.
1992
1. Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaannya Tommy Suharto.
2. Penangkapan Xanana Gusmao.
1993
1. Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993
1994
1. Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberitaan kapal perang bekas oleh
Habibie.
1995
1. Kasus Tanah Koja.
2. Kerusuhan di Flores.
1996
1. Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya.
Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 1996
2. Kasus tanah Balongan.
3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran
lingkungan.
4. Sengketa tanah Manis Mata.
5. Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka
memprotes penggusuran tanah mereka.
6. Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamungkas berkaitan dengan demo
di Dresden terhadap pak Harto yang berkunjung di sana.
7. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
8. Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.
9. Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996.
1997
1. Kasus tanah Kemayoran.
2. Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.
1998
1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan
jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998
2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei.
3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998.
Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
1999
1. Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 1999
2. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa
ini terjadi pada 24 Agustus 1999.
3. Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam demonstrasi penolakan
Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada
23 – 24 November 1999 dan dikenal sebagai peristiwa Semanggi II.
4. Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak keamanan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal
21 Oktober 1999.
Sumber :
http://www.membuatblog.web.id/2010/05/hak-asasi-manusia-di-indonesia.html

Pelanggaran Hak Asasi Anak di Indonesia


Hak asasi merupakan hak mendasar yang dimiliki setiap manusia semenjak dia lahir. Hak pertama yang
kita miliki adalah hak untuk hidup seperti di dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 9 ayat (1)
tentang hak asasi manusia, “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan
meningkatkan taraf hidupnya”, ayat (2) “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahtera, lahir dan bathin”, dan ayat (3) “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.”

Seiring berjalannya waktu, hak asasi manusia (HAM) mulai dilindungi oleh setiap negara. Salah
satunya adalah Indonesia, hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39
tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati
melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan
demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Meskipun di Indonesia telah di atur Undang Undang tentang HAM, masih banyak pula pelanggaran-
pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Pelanggaran HAM yang baru-baru ini sedang marak
adalah pelanggaran hak asasi perlindungan anak. Padahal di dalamnya sudah terdapat Undang Undang
yang mengatur di dalamnya, antara lain Undang Undang No. 4 tahun 1979 diatur tentang kesejahteraan
anak, Undang Undang No. 23 tahun 2002 diatur tentang perlindungan anak, Undang Undang No. 3
tahun 1997 tentang pengadilan anak, Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 diatur tentang ratifikasi
konversi hak anak. 
Persoalan mungkin dapat menjadi rumit ketika seorang anak mengalami diskriminasi berlapis, yaitu
seorang anak perempuan. Pertama, karena dia seorang anak dan yang kedua adalah karena dia seorang
perempuan. Di kasus inilah keberadaan anak perempuan diabaikan sebagai perempuan.
Ada banyak kasus tentang pelanggaran hak atas anak. Misalnya pernikahan dini, minimnya pendidikan,
perdagangan anak, penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur. Pernikahan dini
banyak terjadi di pedesaan, 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5%
menikah sebelum mencapai 16 tahun. Survey terhadap pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Doli,
di Surabaya ditemukan bahwa 25% dari mereka pertama kali bekerja berumur kurang dari 18 tahun
(Ruth Rosenberg, 2003).
Contoh kasus paling nyata dan paling segar adalah pernikahan yang dilakukan oleh Kyai Pujiono
Cahyo Widianto atau dikenal dengan Syekh Puji dengan Lutfiana Ulfa (12 tahun). Di dalam pernikahan
itu seharusnya melanggar Undang Undang perkawinan dan Undang Undang perlindungan anak.
Kasus ini juga ikut membuat Seto Mulyadi, Ketua KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
terjun langsung. Menurutnya perkawinan antara Syekh Puji dengan Lutfiana Ulfa melanggar tiga
Undang Undang sekaligus. Pelanggaran pertama yang dilakukan Syekh Puji adalah terhadap Undang
Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Di dalam Undang Undang tersebut disebutkan bahwa
perkawinan dengan anak-anak dilarang. Pelanggaran kedua, dilakukan terhadap Undang Undang No.
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang melarang persetubuhan dengan anak. 
Dan yang terakhir, pelanggaran yang dilakukan terkait dengan Undang Undang No. 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan. Setelah menikah, anak itu dipekerjakan dan itu seharusnya dilarang. Selain
itu, seharusnya di umur Lutfiana Ulfa yang sekarang adalah masa untuk tumbuh dan berkembang,
bersosialisasi, belajar, menikmati masa anak-anak dan bermain.(dari berbagai sumber/sir)
(Redaksi/malangpost)

PELANGGARAN HAM OLEH TNI

Umumnya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto, dimana (dikemudian hari berubah
menjadi TNI dan Polri) menjadi alat untuk menopang kekuasaan. Pelanggaran HAM oleh TNI
mencapai puncaknya pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, dimana perlawanan rakyat semakin
keras.

2. KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI MALUKU

Konflik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2 tahun 5 bulan; untuk
Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan
Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman
dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempat tenang
tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan modus yang
baru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di daerah – daerah perbatasan kawasan Islam dan
Kristen (ada indikasi tentara dan masyarakat biasa).

Penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah. Saat ini
masyarakat telah membuat sistem pengamanan swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan
membuat barikade-barikade dan membuat aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00,
suasana kota sampai saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar
kota.

Akibat konflik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka – luka, ribuan rumah,
perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban
konflik yang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam/luar Maluku.

Masyarakat kini semakin tidak percaya dengan dengan upaya – upaya penyelesaian konflik yang
dilakukan karena ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah dalam upaya penyelesaian
konflik, ada ketakutan di masyarakat akan diberlakukannya Daerah Operasi Militer di Ambon dan juga
ada pemahaman bahwa umat Islam dan Kristen akan saling menyerang bila Darurat Sipil dicabut.

Banyak orang sudah putus asa, bingung dan trauma terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di Ambon
ditambah dengan ketidak-jelasan proses penyelesaian konflik serta ketegangan yang terjadi saat ini.

Komunikasi sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga perasaan saling curiga antar kawasan
terus ada dan selalu bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang menginginkan konmflik jalan terus.
Perkembangan situasi dan kondisis yang terakhir tidak ada pihak yang menjelaskan kepada masyarakat
tentang apa yang terjadi sehingga masyrakat mencari jawaban sendiri dan membuat antisipasi sendiri.

Wilayah pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2 (Islam dan Kristen), masyarakat dalam
melakukan aktifitasnya selalu dilakukan dilakukan dalam kawasannya hal ini terlihat pada aktifitas
ekonomi seperti pasar sekarang dikenal dengan sebutan pasar kaget yaitu pasar yang muncul mendadak
di suatu daerah yang dulunya bukan pasar hal ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan riil masyarakat;
transportasi menggunakan jalur laut tetapi sekarang sering terjadi penembakan yang mengakibatkan
korban luka dan tewas; serta jalur – jalur distribusi barang ini biasa dilakukan diperbatasan antara supir
Islam dan Kristen tetapi sejak 1 bulan lalu sekarang tidak lagi juga sekarang sudah ada penguasa –
penguasa ekonomi baru pasca konflik.

Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak – anak korban langsung/tidak langsung dari konflik karena
banyak diantara mereka sudah sulit untuk mengakses sekolah, masih dalam keadaan trauma, program
Pendidikan Alternatif Maluku sangat tidak membantu proses perbaikan mental anak malah
menimbulkan masalah baru di tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu masyarakat membuat
penilaian negatif terhadap aktifitas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).

Masyarakat Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat – obatan tidak dapat
mencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan harga yang mahal; puskesmas yang ada
banyak yang tidak berfungsi.

Belum ada media informasi yang dianggap independent oleh kedua pihak, yang diberitakan oleh media
cetak masih dominan berita untuk kepentingan kawasannya (sesuai lokasi media), ada media yang
selama ini melakukan banyak provokasi tidak pernah ditindak oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah
(radio yang selama ini digunakan oleh Laskar Jihad (radio SPMM/Suara Pembaruan Muslim Maluku).

3. PELANGGARAN HAM ATAS NAMA AGAMA

Kita memiliki banyak sejarah gelap agamawi, entah itu dari kalangan gereja Protestan maupun gereja
Katolik, entah dari aliran lainnya. Bahwa kadang justru dengan simbol agamawi, kita melupakan kasih,
yaitu kasih yang menjadi ‘atribut’ Tuhan kita Yesus Kristus. Hal-hal ini dicatat dalam buku sejarah dan
beberapa kali kisah-kisah tentang kekejaman gereja difilmkan. Salah satu contohnya dalam film The
Scarlet Letter, film tentang hyprocricy Gereja Potestan yang ‘menghakimi’ seorang pezinah dan
kelompok-kelompok yang dianggap bidat, adalagi filmThe Magdalene Sisters, juga film A Song for A
Raggy Boy, The Headman, “The Name of the Rose” , dan masih banyak lainnya. Kini, telah hadir film
yang lumayan baru, yang diproduksi oleh Saul Zaentz dan disutradarai oleh Milos Forman, dua nama
ini cukup memberi jaminan bahwa film yang dibuat mereka selalu bagus yaitu film GOYA’s GOST.

Mungkin saja film GOYA’s GOST ini akan membuat ‘marah’ sebagian kelompok, namun apa yang
dikemukakan oleh Zaentz dan Forman, sebagaimana kekejaman “Inkuisisi” telah tercatat dalam sejarah
hitam Gereja. Kisah-kisah kekejamannya juga terekam dalam lukisan-lukisan karya Seniman Spanyol
Francisco Goya (1746–1828 ), yang menjadi tokoh sentral dari film GOYA’s GOST ini.
Kita telah mengenal banyak sekelompok manusia dengan atribut agama, berlindung dalam lembaga
agama, mereka justru melakukan kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity) entah itu Kristen,
Islam atau agama apapun. Atas nama ‘agama yang suci’ mereka melakukan ‘pelecehan yang tidak suci’
kepada sesamanya manusia. Akhir abad 20 atau awal abad 21, akhir-akhir ini kita disuguhi sajian-
sajian berita akan kebobrokan manusia yang beragama melanggar hak asasi manusia, misalnya
kelompok Al-Qaeda dan sejenisnya menteror dengan bom, dan olehnya mungkin sebagian dari kita
telah prejudice menempatkan orang-orang Muslim di sekitar kita sama jahatnya dengan kelompok ‘Al-
Qaeda’. Di sisi lain Amerika Serikat (AS) sebagai ‘polisi dunia’ sering memakai ‘isu terorisme yang
dilakukan Al-Qaeda’ untuk melancarkan macam-macam agendanya. Invasi AS ke Iraq, penyerangan
ke Afganistan dan negara-negara lain yang disinyalir ‘ada terorisnya’. Namun kehadiran pasukan AS
dan sekutunya di Iraq tidak berdampak baik, mungkin pada awalnya terlihat AS dengan sejatanya yang
super-canggih menguasai Iraq dalam sekejap, namun pasukan mereka babak-belur dalam ‘perang-
kota’, ini mengingatkan kembali sejarah buruk, dimana mereka juga kalah dalam perang gerilya
di Vietnam. Kegagalan pasukan AS mendapat kecaman dari dalam negeri, bahkan sekutunya, Inggris
misalnya. Tekanan-tekanan ini membuat PM Inggris Tony Blair memilih mengakhiri karirnya sebelum
waktunya baru-baru ini. Karena ia berada dalam posisi yang sulit : menuruti tuntutan dalam negeri
ataukah menuruti tuan Bush.

Memang kita akui banyak kebrutalan yang dilakukan oleh para teroris kalangan Islam Fundamentalis,
contoh Bom Bali dan sejenisnya di seluruh dunia. Tapi tidak menutup kemungkinan Presiden Amerika
Serikat, George Bush adalah juga seorang ‘Fundamenalis’ dalam ‘Agama’ yang dianutnya, karena gaya
Bush yang sering ‘secara implisit’ terbaca dimana ia menempakan dirinya sebagai penganut Kristiani
yang memerangi terorisme dari para teroris Muslim Fundamentalis. Tentu saja apa-apa yang
mengandung “fundamentalis” entah itu Islam/ Kristen/ agama yang lain, bermakna tidak baik.

Sebelumnya, ditengah-tengah ‘isu anti terorisme (Islam)’, sutradara Inggris, Ridley Scott memproduksi
film The Kingdom of Heaven, barangkali bisa juga digunakan untuk menyindir Presiden Bush yang
sering menggunakan kata“crusades” dalam pidatonya. Film The Kingdom of Heaven adalah sebuah
‘otokritik’ bagi Kekristenan, dan sajian ‘ironisme’ dari ajaran Kristus yang penuh kasih. Bahwa perang
Salib yang telah terjadi selama 4 abad itu bukanlah suatu kesaksian yang baik, tetapi lebih merupakan
sejarah hitam.

Dibawah ini review dari sebuah film, tentang kejahatan dibawah payung Agama, bukan berniat
melecehkan suatu Agama/ Aliran tertentu, melainkan sebagai perenungan apakah perlakuan seseorang
melawan/menindas orang lain yang tidak ‘seagama’ itu tujuannya membela Allah? membela tradisi?
membela doktrin, ataukah membela diri sendiri?
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
       Dari pembahasan mengenai kesejahteraan rakyat diatas maka dapat disimpulkan
bahwakesejahteraan rakyat di Indonesia belum terlaksana dengan baik.Kesejahteraan rakyat yang
mencakup bidang ekonomi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat (terutama masyarakat miskin),
pelayanan sosial yang ada di dalam atau luar lingkup kerja, dan pendidikan.
       Berdasarkan data yang diperoleh, hal tersebut belum relevan dengan pasal 27 ayat 1 dan ayat 2
tentang kedudukan  yang sama dalam hukum ( penghidupan yang layak ).

4.2 Saran
       Seharusnya pemerintah memikirkan cara lain untuk membantu menyejahterakan rakyatnya karena
menurut penulis cara pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat masih belum tepat. Pemerintah
masih bisa mencari cara lain selain memberikan bantuan langsung kepada masyarakat, karena cara
seperti itu belum efektif. Rakyat bukan hanya butuh uang, tetapi juga butuh lapangan pekerjaan.
Mungkin saja pemerintah bisa mencari atau mengupayakan cara lain untuk menyejahterakan rakyatnya
demi kelangsungan bangsa di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai