Anda di halaman 1dari 11

TEMPO.

CO, Jakarta - Pada 12 Oktober 2002, masyarakat dunia dikejutkan dengan peristiwa
bom bunuh diri di Kuta, Bali. Peristiwa ini akhirnya disebut sebagai Bom Bali I. Peristiwa ini
melibatkan beberapa kelompok teroris dan berbagai latar belakang yang menyertainya.

Adapun latar belakang terjadinya Bom Bali I salah satunya adalah rencana balas dendam dari
peristiwa di Ambon dan Poso. Dalam hal ini para teroris tersebut melakukan balas dendam
karena banyaknya umat muslim yang terbunuh akibat konflik tersebut. Tidak hanya itu, di
pilihnya Bali sebagai tempat pengeboman karena Bali memiliki daya tarik Internasional dan
pandangan dunia akan lebih tertuju ke Bali dibandingkan daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Sedangkan untuk para pelaku Bom Bali I ini juga tergabung dalam jaringan Darul Islam (DI)—
organisasi penerus Negara Islam Indonesia (NII). Ali Imron, salah satu pelaku Bom Bali I ini
menyatakan bahwa rencananya bom akan diledakkan tepat 1 tahun tragedi WTC, 11 September
2002. Namun, Amrozi yang juga terlibat dalam aksi tersebut tidak menyanggupi keinginan Ali
Imron karena belum memiliki kesiapan yang matang.

Seperti yang diketahui, pelaku yang terlibat dalam Bom Bali I ini yaitu, Ali Imron, Amrozi, dan
Imam Samudera. Ketua tim investigasi Bom Bali I, I Made Mangku Pastika dalam
wawancaranya dengan Tempo pada 10 November 2002 lalu, mengatakan bahwa Amrozi
mengaku sebagai pelaku peristiwa yang menewaskan hingga 202 orang tersebut.

“Dia mengaku sebagai pelaku peledakan Bom Bali. Katanya, dia pergi bersama tiga orang pada
5 Oktober 2002 lalu. Dua orang mengendarai Vitara, sedangkan ia naik L300. Sampai di Bali,
ada orang yang menjemputnya di sana,” ujarnya.

Terkait bahan peledak, Amrozi mengaku mendapatkannya dari sebuah toko kimia di Surabaya.
Berdasarkan laporan Petugas Bagian Reserse Ekonomi Kepolisian Daerah Jawa Timur
memeriksa dua toko; Tidar Kimia di Jalan Tidar dan Aneka Kimia di Jalan Waspada, Surabaya.
Untuk jumlah bahan peledaknya Amrozi mngaku membeli 100 Kg ammonium klorat dan
ditambah dengan bahan kimia lainnya—total bahan peledak menjadi 1 ton.

Untuk lokasi terjadinya Bom Bali I, terdapat 3 tempat yang berbeda. Adapun tempat tersebut
yaitu, Sari Club dan Paddy’s Pub yang terletak di kawasan Kuta, serta di dekat Kantor Konsulat
Amerika Serikat. Sedangkan mayoritas korban dalam Bom Bali I adalah turis Australia dan
masyarakat Bali.

Untuk bom yang meledak di Sari Club dan Paddy’s Pub terjadi secara bersamaan, tepatnya
pukul 23.05 WITA. Sedangkam untuk ledakan di Kantor Konsulat Amerika terjadi 10 menit
setelah ledakan di kedua tempat sebelumnya.

Untuk bom yang meledak di Paddy’s Pub disimpan di dalam tas punggung, dan ini
menjadi bom bunuh diri bagi pelakunya. Sedangkan untuk bom kedua, disimpan di dalam
mobil Mitsubishi Colt L300 yang diparkir di depan Sari Club. Bom ini meledak beberapa belas
detik kemudian. Ledakan di depan Sari Club meninggalkan sisa berupa lubang sedalam 3 kaki.
Jakarta - Peristiwa mengerikan terjadi setiap hari di berbagai penjuru dunia. Salah satunya yang
sulit dilupakan dan mencoreng nama Indonesia adalah tragedi bom Bali I yang menewaskan
lebih dari 200 orang dan membuat 200 lainnya mengalami luka berat dan luka ringan.

17 tahun lalu, Sabtu, 12 Oktober 2002 mata dunia tertuju ke Pulau Dewata Bali, saat Amrozi cs
meledakkan bom daya ledak tinggi yang tersebar di beberapa titik lokasi tempat hiburan malam.

Bagi mereka mungkin hari itu adalah jihad, namun tidak sedikit yang mencapnya sebagai
tindakan terkutuk. Kejadian itu terekam dan menjadi catatan aksi terorisme paling kelam dalam
sejarah Indonesia. Berikut 5 fakta-fakta mengenai bom Bali:

What is a Dirndl? The traditional dress for Oktoberfest

1. Aksi Terorisme Terparah di Indonesia

Dua bom pertama meledak di Paddy's Pub dan Sari Club di Jalan Legian, Kuta, Bali. Sedangkan
ledakan berikutnya terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, Jalan Hayam Wuruk 188,
Denpasar.

2. Terjadi di Jalan Legian, Kuta

Sabtu malam, bom meledak di Jalan Legian, Kuta. Tepatnya, mengguncang Paddy’s Pub dan
Sari Club. Hanya berselang 10 menit, pukul 23.15 Wita, bom kembali meledak di Renon,
berdekatan dengan kantor Konsulat Amerika Serikat.

Sebanyak 202 jiwa tewas dalam peristiwa Bom Bali I. Mereka yang menjadi korban bukan
hanya warga negara asing (WNA), namun juga banyak warga negara Indonesia (WNI).

3. Pelaku Bersaudara

Ali Imran (kiri), Imam Samudra (tengah), dan Amrozi Bin Nurhasyim (kanan), pelaku Bom Bali
1. (Foto: bcfjb.ihostfull.com)

Tersangka kunci tragedi Bom Bali I yakni Amrozi Bin Nurhasyim ditangkap di rumahnya di
Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Pada 10 November 2002, Amrozi membeberkan lima
orang yang menjadi tim inti pengeboman.
Eksekutor di Sari Club dan Paddy's adalah Ali Imron (adik Amrozi), Ali Fauzi (saudara lain ibu
kandung Amrozi), dan Qomaruddin.

Sementara M Gufron (kakak Amrozi) dan Mubarok dipilih menjadi orang yang membantu
mempersiapkan pengeboman.

Pada 26 November 2002, Imam Samudra, satu tersangka lain ditangkap di Kapal Pelabuhan
Merak, Banten.

4. Jumlah Korban dan Turis Asing

Tragedi bom Bali 1 menyebabkan 202 jiwa hilang, sementara 209 lainnya mengalami luka-luka.

Korban tewas adalah turis dari 21 negara dunia. 88 korban merupakan warga negara Australia,
38 warga negara Indonesia, 28 warga negara Inggris, 7 warga negara Amerika, 6 warga negara
Jerman.

5 warga negara Swedia, 4 warga negara Belanda, 4 warga negara Prancis, 3 warga negara
Denmark, 3 warga negara Selandia Baru, 3 warga negara Swiss.

Kemudian, 2 warga negara Brasil, Kanada, Jepang, Afrika Selatan, Korea Selatan. Dan masing-
masing 1 orang warga negara Ekuador, Yunani, Italia, Polandia, Portugal dan Taiwan.

5. Tugu Peringatan Bom Bali

Untuk mengenang dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan, terutama para korban ledakan,
dibangun Monumen Panca Benua atau lebih terkenal dengan sebutan Ground Zero.

Monumen ini diresmikan 12 Oktober 2004 oleh Bupati Badung, Anak Agung Ngurah Oka
Ratmadi. Nama Ground Zero diberikan karena lokasi monumen berada di antara Sari dan
Paddy's, tepatnya di depan bekas areal Sari Club dan di samping kanan bekas areal Paddy's Pub.

Di monumen tersebut tertulis 196 nama-nama korban tewas yang berhasil diidentifikasi. Ada
pula 22 bendera yang berkibar, menandakan korban tewas berasal dari 22 negara

ejumlah wisatawan asing mengunjungi Monumen Ground Zero Bali untuk memperingati tragedi bom Bali 2002 di kawasan Kuta,
Bali (12/10). Mereka datang dan menaburkan bunga untuk memperingati tragedi bom Bali 2002. (AFP
Photo/Sonny Tumbelaka)
Globalisasi adalah suatu pandangan masyarakat yang merujuk pada sistem perkembangan tatanan
kehidupan, salah satu contohnya yaitu perkembangan sistem teknologi yang sudah sangat canggih. 1 Pada
dasarnya pertumbuhan arus globalisasi ini tentunya memberi dampak terhadap kehidupan manusia
dimanapun. Dampak yang dihasilkan dari globalisasi itu bersifat positif ataupun negatif. Sisi positifnya
adalah manusia mampu mendapatkan kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi. Segala informasi
yang di inginkan akan bisa didapatkan saat itu pula, tanpa mempersoalkan jarak tempuh yang sedemikian
jauh. Sisi negatifnya adalah globalisasi ini terlalu mengedepankan aspek modernitas atau hal-hal yang
mengarah kepada pemikiran kebergantungan kepada sains. Manusia akan sangat bergantung kepada hal
yang bersifat material, atau nampak. Sehingga kepercayaan terhadap segala sesuatu yang gaib (agama)
akan tergantikan. Sehingga ini menjadi persoalan dikalangan ilmuan dimana ada pernyataan bahwa agama
tidak akan lagi hadir di hati masyarakat karena akan tergantikan oleh sains.2 Menurut Majid Tehranian
kebangkitan agama ditunjukan karena adanya sikap kritis terhadap modernitas yang tidak mampu
menyelesaikan persoalan batiniah. Contohnya manusia kecewa terhadap kehidupan yang bersifat modern
yaitu hanya berdasarkan akal yang rasional. Sementara manusia mengalami kegalauan, kesedihan, persaan
tidak tenang, merasa lemah, juga sering gagal. Untuk mengatasi hal tersebut manusia kembali kepada
agama.

Contohnya yaitu menyerahkan diri sepenuhnya kepada agama yang mereka yakini. Hal ini dibuktikan
dengan pembelaan manusia untuk agama dengan adanya kasus bom bunuh diri yang mengatas namakan
jihad. Jihad yaitu upaya pembelaan Tuhan yang dilakukan oleh manusia. Kasus bom bunuh diri ini terjadi
berdasarkan dua faktor. Pertama faktor agama, dan kedua faktor politik. yang dimaksud faktor agama
adalah bom bunuh diri ini dilakukan oleh orang yang betul-betul taat kepada Tuhannya, dan rela mati
dijalan-Nya. Pemahaman tersebut didapatkan dari guru agama yang mereka percaya. Agama dijadikan alat
politik oleh pihak tertentu, yaitu pemahaman berupa bentuk kebencian terhadap sistem pemerintah, atau
perebutan hak kepemilikan. Hal ini sengaja diberikan sebagai proses doktrinasi oleh orang-orang yang
dianggap suci atau pandai dalam ilmu agama. kasus bom bunuh diri di Indonesia bukanlah hal baru, namun
sudah terjadi saat adanya kasus bom Bali pada 12 Oktober tahun 2002, bom Bali 2005, bom hotel JW
Mariott Jakarta 2003, bom Kalimalang 2010, bom Mesjid Cirebon 2011, bom Sarinah 2016, hingga bom
Kampung Melayu Jakarta 2017.

Liputan6.com, Nusa Dua - Sore itu suasana di Puja Mandala ramai pengunjung keluar masuk pusat
peribadatan di Nusa Dua Bali itu. Rupanya mereka usai melakukan ibadah di lokasi tersebut. Namun,
ada pemandangan menarik di sana.

Pengunjung yang melakukan ibadah di Puja Mandala berasal dari beragam agama, hal itu terlihat dari
pakaian mereka gunakan.

Jangan heran, di Puja Mandala memang berdiri lima tempat ibadah seperti masjid, gereja katolik,
gereja prostestan, wihara, dan pura.

Pusat peribadatan (Puja Mandala) ini dibangun sejak 1994 dan mulai digunakan pada tahun 1997.
Kendati berdampingan dan sering menggelar acara keagamaan secara berbarengan, tetapi tidak
pernah ada gesekan yang menimbulkan keributan di komplek peribadatan tersebut.
Menjaga Toleransi dengan Gotong Royong

warga saat usai melakukan ibadah di masjid Ibnu Batutah yang ada di puja mandala (Liputan6.com/Dei Divianta)

Haji Muhamad Jumali, Pengurus di Masjid Ibnu Batutah yang berada di pusat beribadatan Puja Mandala
menceritakan tentang toleransi yang sangat tinggi itu terjalin sudah bertahun-tahun lamanya.

"Kita di sini Puja Mandala tidak pernah ada masalah. Bahkan, kerjasama kita lebih baik," kata Haji Jumali
ditemui Liputan6.com di pusat peribadatan Puja Mandala, Nusa Dua, bali, Kamis (24/5/2018).

Menurutnya, antar umat beragama di Puja Mandala memiliki kerjasama yang sangat baik. Jelang ada kegiatan di
sana masing-masing pengurus dari rumah ibadah mengadakan pertemuan dan melakukan koordinasi untuk
kelancaran kegiatan berlangsung.

"Kita memang ada paguyubannya. Biasanya setiap akan ada acara keagamaan kita rapat dulu. Apabila di gereja
sedang ada kebaktian dan ramai kebetulan di masjid parkirnya masih ada, kita persilahkan jemaat gereja
menggunakan parkirnya. Pemuda-pemuda masjidnya juga akan membantu," ujar pria keturunan Bugis itu.

Menariknya, Haji Jumali melanjutkan, pada suatu ketika kelima tempat ibadah itu pernah menggelar upacara
agama berbarengan. Kendati bersamaan waktu itu tidak menjadi masalah.

"Pernah pada waktu itu kita di sini (Puja Mandala) bersamaan ada acara. Kita ada pengajian, di gereja kebaktian,
sampai di Pura dan hampir semua menggunakan mikrofon. Tapi kita masing-masing tidak merasa
terganggu," ujar dia.

Puja Mandala merupakan kompleks peribadatan yang unik dan indah di Badung, Bali. Rumah
ibadah yang saling berdampingan, yaitu Masjid, Gereja Katolik,f Gereja Kristen, Vihara dan Pura
sebagai simbol toleransi umat beragama.
Pulau Dewata Bali ternyata bukan hanya memiliki destinasi wisata pantai yang cantik dan
mempesona saja. Di Badung Bali juga terdapat sebuah komplek yang khusus dibangun untuk
acara keagamaan, area komplek ini bernama Puja Mandala. Terdapat asal usul dari nama
tempat ini “Puja” berarti upacara penghormatan atau juga ibadah sedang “Mandala” berarti
lingkungan.X
Tempat ini menjadi salah satu pusat peribadatan yang ada di Bali, komplek ini dibangun
tahun 1994 dan diresmikan oleh pemerintah tahun 1997. Latar belakang dibangunnya pusat
peribadatan ini adalah para warga Muslim Nusa Dua Bali ingin mendirikan sebuah Masjid
sebagai tempat ibadah. Namun, karena terhalang oleh undang-undang yang berlaku saat itu
yang menjadikan rencana pembangunan terhambat.
Sampai pada akhirnya atas saran menteri Joob Ave pada masa Presiden Soeharto berdirilah
komplek peribadatan yang bernama Puja Mandala. Tempat ini dibangun pada lahan bantuan
dari pihak ITDC atau yang dulunya bernama BTDC seluas 2 hektare. Di tempat ini terdapat 5
bangunan tempat ibadah yang berbeda, ada Masjid, Gereja protestan, Vihara, Pura dan
Gereja katolik.
Daya Tarik Wisata Puja Mandala
Image Credit: Google Maps Shalma Nur Fadilla

1. Bangunan yang Menjadi Simbol Toleransi Beragama


Terdapat bangunan rumah ibadah dari beberapa agama yang berbeda menjadikan tempat ini sebagai
contoh sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan. Jarang dijumpai komplek atau area yang
memiliki contoh menghargai perbedaan seperti ini.
Karena berada di lokasi yang sama menjadikan tiap tempat ibadah harus mengatur waktu ibadah
tiap umat agar tidak terjadi tabrakan waktu ibadah. Pemimpin dari tiap rumah ibadah mengatur
jadwal ibadah mereka agar tidak terjadi tabrakan atau benturan waktu ibadah, ini menunjukkan
bahwa sikap toleransi sangat dijunjung tinggi.

BACA JUGA:   Sharma Springs Bamboo House, Tempat Menginap Unik di Ubud Bali

2. Suasana yang Tenang dan Harmonis


Image Credit: Google Maps Irfan Haris

Bali menjadi salah satu bagian dari Indonesia yang kental dengan agama Hindu, namun Pulau
Dewata ini memiliki sisi lain yang unik dalam hal baik. Terdapat tempat peribadatan dari beberapa
agama yang dibangun dalam satu komplek hal ini menumbuhkan rasa toleransi pada tiap warga
disini. Saat berkunjung Puja Mandala maka Anda akan merasakan suasana tenang, damai dan saling
menghargai.
Berada pada satu lingkungan yang sama menjadikan umat dari tiap pemeluk agama disini menjalin
sebuah hubungan yang baik dan mereka juga saling membangun suasana yang damai. Karena
terdapat masyarakat dari berbagai agama dibuatlah sebuah paguyuban sebagai penghubung antar
umat beragama, tempat atau wadah diskusi untuk mewujudkan keberagaman dapat berjalan
beriringan.
Kerukunan dari tiap umat beragama disini kiranya dapat dicontoh dan dapat diterapkan pada semua
daerah di Indonesia untuk mewujudkan rasa aman antar sesama umat beragama. Ini merupakan
sebuah sikap yang harus terus ada dan dilestarikan untuk mewujudkan sebuah keharmonisan di
masyarakat.

3. Tempat Ibadah 5 Agama yang Berdampingan


Di Puja Mandala terdapat beberapa rumah ibadah sebagai berikut:
Masjid Agung Ibnu Batutah
Image Credit: Google Maps Cristian Zoltan Bernath

Masjid ini berada di bagian paling kiri pada kompleks peribadatan ini. Pada bagian atap masjid
Agung Ibnu Batutah mengadaptasi bangunan khas masjid jawa yaitu atap tumpang susun.
Masjid ini memiliki 2 lantai yang digunakan untuk kebutuhan yang berbeda-beda, pada lantai
pertama biasa digunakan untuk menerima zakat dan belajar mengaji. Sedang di lantai kedua
digunakan untuk melaksanakan sholat untuk umat Muslim.
Gereja Katholik, Paroki Maria Bunda Segala Bangsa
Letaknya berada bersebelahan dengan Masjid Agung Ibnu Batutah, bangunan gereja ini memiliki
sebuah menara di bagian depannya dan memiliki atap tumpang di bagian belakang. Gereja ini
merupakan paroki dari Gereja Katholik Roma Keuskupan Denpasar dengan pusatnya di Kuta
Selatan, Benoa. Dibangun pada tahun 1995 dan mengalami renovasi sampai statusnya di jadikan
paroki pada 16 Oktober 2011.
Pura Jaganatha
Terdapat di posisi paling kanan di komplek pusat peribadatan memiliki bentuk seperti pura di Bali
pada bagian sisi tenggara terdapat ornamen Kala. Pada bagian pintu terdapat ornamen Kala makara
yang menjadikan pembeda antar pura di Bali dengan candi pulau di Jawa. Bangunan pura ini
menghadap langsung ke arah Gunung Agung yang di percaya warga sebagai tempat para dewa.
Pada bagian dalam biasanya Anda akan menjumpai umat Hindu yang berdoa pada bagian bawah
bangunan inti pura. Bangunan ini berada di kompleks utama dan berbahan batu putih, pura ini juga
terdapat arca-arca di beberapa sisi bangunan. Pura ini merupakan tempat ibadah yang dibangun
paling akhir pada tahun 2005.

Wihara Buddha Guna


Bangunan dari vihara ini memiliki ciri khas yaitu terdapat patung gajah di bagian pintu depan,
memiliki detail yang sangat diperhatikan pada tiap ornamennya. Selain itu bangunan vihara ini
memiliki warna yang mencolok yaitu warna putih dan keemasan.
Terdapat banyak patung-patung, relief Buddha tapi ornamen yang paling mencolok adalah 8
lingkaran yang mengelilingi Buddha dengan arti sesuai ajaran agama Buddha. Vihara Buddha Guna
dibangun lebih awal daripada pura Jaganatha yaitu pada tahun 2003.
Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Doa
Memiliki bangunan yang hampir mirip dengan Gereja Katolik yaitu terdapat menara lonceng di
bagian depan gereja. Bangunan utama gereja ini terdapat 2 lantai yang digunakan untuk beribadah
oleh umat kristiani. Gereja ini merupakan tempat ibadah yang diresmikan pertama kali pada tahun
1997 bersamaan dengan Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa dan Masjid Agung Ibnu
Batutah.

Alamat dan Rute Menuju Lokasi Puja Mandala


Komplek area Puja Mandala ini berada Kabupaten Badung, Bali, Jalan Nusa Dua Kecamatan Kuta
Selatan Benoa. Anda dapat dengan mudah datang kesini, jika datang dari arah Jalan Tol Mandara
tinggal menuju ke kanan di perempatan Jalan Pratama Raya. Dari arah sini Anda harus mengambil
jalan menuju Jalan Pintas Siligita.X
Anda sudah berada dekat saat dengan lokasi kompleks rumah ibadah, tinggal berbelok kanan di
perempatan pertama lalu menuju jalan Kurusetra. Pusat peribadatan ini berada kurang lebih sekitar
400 meter dari perempatan terakhir. Dan untuk akses lainnya Anda dapat dengan mudah melihat di
google maps.
Untuk masuk kedalam area Puja Mandala Anda tidak akan dikenakan biaya apa pun alias gratis.
Jadi untuk siapa saja yang tertarik mengunjungi tempat ini silahkan datang dan mempelajari sikap
toleransi yang ditunjukkan pada area ini.

1. Wisata Religi
Terdapat beberapa tempat ibadah yang berada di satu komplek yang sama merupakan sesuatu hal
yang jarang di temui. Hal ini juga dapat mengajarkan untuk saling bertoleransi dan saling
menghargai perbedaan. Terkadang saat waktu liburan tiba tempat ini banyak di datangi pengunjung
yang sengaja datang sekedar untuk beribadah atau bahkan mempelajari nilai toleransi dari sini.
Nusa Dua - Belakangan, persatuan Indonesia diuji oleh serentetan peristiwa. Padahal Indonesia itu
damai. Buktinya bisa dilihat dari 5 rumah ibadah yang berjajar di Bali.

Kejadian Demonstrasi 4 November hingga pelemparan bom Molotov di depan Gereja Oikumene
Samarinda pada Minggu pekan lalu, menjadi ujian bagi kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Padahal, sejatinya Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam dan damai. Di kawasan Nusa Dua
Bali misalnya, ada 5 rumah ibadah yang berjajar dan saling berbagi satu sama lain. Namanya adalah
Pusat Peribadatan Puja Mandala.

Puja Mandala merupakan sebuah komplek area rumah ibadah lima agama sekaligus. Dimulai dari yang
kiri ke kanan, adalah Masjid Agung Ibnu Battutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara
Buddha Guna, Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Dua serta Pura Jagatnatha.

Gereja dan Masjid di komplek Puja Mandala (Randy/detikTravel)


Melihat lima rumah ibadah yang saling berjajar di satu area Puja Mandala, sungguh sangat
menyejukkan hati. Hanya kurang kelenteng yang merupakan tempat ibadah umat Konghucu saja, maka
lengkaplah semua tempat ibadah dari enam agama yang diakui di Indonesia.

Sekilas, kondisi tersebut mengingatkan akan Bukit Kasih di Minahasa yang juga memiliki lima tempat
ibadah sekaligus dalam satu tempat. Kesejukan yang sama juga dapat dilihat dari lokasi Gereja Katedral
Jakarta dan Masjid Istiqlal serta beberapa lainnya yang terletak beriringan.

Selain lokasi rumah ibadah yang berjajar, komplek rumah ibadah Puja Mandala juga saling berbagi
parkiran untuk kendaraan. Jadi ke mana pun Anda beribadah, parkirnya tetap di dalam satu area
bersama yang telah disediakan.

Puja Mandala juga menjadi simbol dari toleransi antar umat beragama di Bali. Di tengah berbagai
peristiwa Sara yang belakangan terjadi, dapat melihat tempat ibadah yang saling berjajar memang
sungguh menyejukkan.

Vihara Buddha Guna di Bali (Randy/detikTravel)


Bahkan tidak sedikit turis yang singgah ke Puja Mandala untuk melihat keunikannya. Selain
mengagumi toleransi yang ada, tidak sedikit juga yang berfoto di depan sejumlah rumah ibadah. Salah
satu yang menjadi favorit adalah Vihara Buddha Guna yang tampak seperti vihara di Thailand dengan
ornamen keemasan serta patung gajah.

Pulau Dewata Bali memberi contoh toleransinya yang tinggi antar umat beragama. Sekiranya hal
tersebut juga dapat menjadi contoh bagi saudara-saudara setanah air di daerah lain Indonesia, bahwa
perbedaan bukan menjadi halangan untuk berjalan beriringan dan saling mengerti satu sama lain.

Apabila mau mampir, komplek rumah peribadatan Puja Mandala berada di daerah Nusa Dua. Lokasinya
berada tidak jauh dari STP Hotel atau Sekolah Tinggi Pariwisata. Indonesia itu damai kok!
EMPO.CO, Jakarta - Berlibur ke Bali tidak hanya tentang pantai atau budayanya.
Pulau Dewata juga memiliki destinasi wisata religi yang layak untuk dikunjungi,
namanya adalah Puja Mandala.

Komplek di Desa Kampial, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten


Badung Bali itu merupakan sebuah pusat peribadatan bagi lima agama, yaitu
Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha dan Hindu.

Di dalamnya terdapat Mesjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda
Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Bukit
Doa dan Pura Jagat Natha. Tempat-tempat peribadatan ini saling berdampingan di
dalam satu lokasi.

Pengurus Mesjid Agung Ibnu Batutah Sholeh Wahid menceritakan pendirian Puja


Mandala yang memiliki arti tempat beribadah itu bermula dari keinginan warga
Muslim di sekitar Benoa dan Nusa Dua -yang umumnya pendatang dari Pulau
Jawa- untuk memiliki masjid sendiri. "Sebab masjid terdekat berada di Kuta, yang
jaraknya sekitar 20 kilometer dari tempat tinggal mereka," kata dia dikutip dari
indonesia.go.id.

Keinginan yang disampaikan pada 1990 itu akhirnya direspons oleh Menteri


Pariwisata Pos dan Telekomunikasi saat itu, Joop Ave. Menteri meminta agar
dibangun suatu pusat peribadatan bagi lima agama yang diakui di Indonesia.

Pembangunannya mulai dilakukan pada 1994 dan berlangsung hingga 1997


dengan menyelesaikan bangunan Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Paroki Maria
Bunda Segala Bangsa dan Gereja GKPB Bukit Doa.

Masjid Agung Ibnu Batutah yang berlantai tiga dibangun di bagian paling kiri dari
Puja Mandala. Bangunannya berbentuk susunan limas seperti umumnya mesjid di
tanah Jawa.

Tepat di samping mesjid adalah bangunan Gereja Katolik Bunda Maria Segala
Bangsa. Bangunan gereha berbentuk menara lonceng tunggal dengan dinding
depan gevel mengikuti bagian atap dan bagian belakang gereja berdesain atap
tumpang.

Sementara Gereja GKPB Bukit Doa dibangun dengan desain unik berukiran Bali
pada beberapa sudut dinding, termasuk menara lonceng tunggal berukiran Bali.
Bagian atap gereja menghadap empat penjuru arah.

Vihara Buddha Guna selesai dibangun pada 2003. Bangunan vihara dengan
dominasi warna kuning gading. Di pintu gerbang terdapat dua patung gajah
putih dan pagoda emas di bagian atas vihara.

Pura Jagat Natha menjadi rumah ibadah yang terakhir diresmikan, yaitu pada 30
Agustus 2004.

Tak sekadar bangunan fisik yang berdampingan, umat beragama di sana


mengaplikasikan toleransi yang indah. Para pengurus rumah ibadah telah
membuat kesepakatan mengenai pengelolaan bersama Puja Mandala.

Ketika tiba waktunya peribadatan umat Kristiani di hari Ahad bersamaan dengan
masuknya waktu salat Zuhur, maka bukan bedug yang dibunyikan, justru dentang
lonceng puluhan kali dari Gereja Bunda Maria yang berbunyi. Dentangnya
menggantikan suara bedug dan sesaat kemudian baru petugas muazin
mengumandangkan azan.

Ketika umat Islam sedang menggelar salat Idulfitri atau Iduladha, maka semua
pengurus gereja, vihara dan pura akan bekerja sama membantu menjaga lokasi
sekitar salat dan mengatur arus lalu lintas. Hal sebaliknya terjadi ketika umat
Kristiani menjalani peribadatan Natal dan Paskah, maka pengurus dan umat
agama lain terjun membantu. Demikian pula ketika Hari Raya Nyepi, umat agama
lain di sekitar Puja Mandala akan terjun membantu pecalang mengamankan
lingkungan sekitar pusat peribadatan.
Sebelum pandemi Covid-19, sebanyak 10-30 bus pariwisata singgah ke Puja
Mandala membawa para wisatawan yang ingin wisata religi. Umumnya mereka
kagum dengan tingginya toleransi yang ditunjukkan di Puja Mandala ini.

Anda mungkin juga menyukai