Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

RHEUMATOID ARTHRITIS

DOSEN PEMBIMBING: Ice Septriani Saragih S.Kep.,Ns.,M.Kep.

DISUSUN OLEH

Kelompok 13-14 Ners II :

1. Yuliani Telaumbenua
2. Elvin Hulu
3. Heppy Kristina
4. Celine Tarigan
5. Icha Munthe
6. Sr.M.Marsella Marbun

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


TAHAP AKADEMIK
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat dan

KaruniaNya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam

makalah ini kami membahas tentang “Asuhan Keperawatan pada klien dengan

Rheumatoid Arthritis”. Kelompok kami juga dapat menyelesaikan makalah ini dengan

baik. Semoga dengan adanya makalah ini, dapat berguna bagi pembaca dalam proses

pembelajaran dan untuk menambah wawasan.

Kami menyadari bahwa banyak kekurangan pada makalah ini, oleh karena itu kami

meminta kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang dapat membangun

makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 3 maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………….……………………………………i

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang…………………………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………..3

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi Rheumatoid Arthritis………………………………………………....4

2.2 Detiologi Rheumatoid Arthritis………………………………………………..5

2.3 Patofiologi Rheumatoid Arthritis……………………………………………...6


2.4 Tanda dan Gejala Rheumatoid Arthritis……..………………………………...7
2.5 Pemeriksaan Diagnostic Rheumatoid Arthritis ……………………………….8
2.6 Komplikasi Rheumatoid Arthritis…………………………………………..…9
2.7 Penanganan dan Prognosis Rheumatoid Arthritis ……………………………10
2.8 Proses Keperawatan Rheumatoid Arthritis……………………………………11

BAB III PENUTUP

3.1.kesimpulan…………………………………………………………………...........12
3.2 Saran………………………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Penyakit arthritis bukan penyakit yang mendapat sorotan seperti penyakit hipertensi,

diabetes atau Acquired immuno deficiency syndrome (AIDS). Namun, penyakit ini menjadi

masalah kesehatan yang cukup mengganggu dan terjadi dimana-mana.Penyakit ini paling

sering dimulai antara dekade keempat dan keenam dari kehidupan. Namun, Arthritis

Rheumatoid dapat mulai pada usia berapa pun (American College of Rheumatology, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian rematik pada tahun 2010

mencapai 20% dari penduduk dunia yang telah terserang rematik, dimana 5-10% berusia 5-20

tahun dan 20% berusia 55 tahun sedangkan tahun 2012 meningkat menjadi 25% penderita

rematik yang akan mengalami kecacatan akibat kerusakan pada tulang dan gangguan pada

persendian. Rheumatoid arthritis adalah bentuk paling umum dari arthritis autoimun, yang

mempengaruhi lebih dari 1,3 juta orang di Amerika. Dari jumlah tersebut, sekitar 75% adalah

perempuan, bahkan 1-3% wanita mungkin mengalami rheumatoid arthritis dalam hidupnya.

Di Indonesia sendiri kejadian penyakit ini lebih rendah dibandingkan dengan negara

maju seperti Amerika. Prevalensi kasus Arthritis Rheumatoid di Indonesia berkisar 0,1%

sampai dengan 0,3%. Sementara, di Amerika mencapai 3% (Nainggolan, 2009). Angka

kejadian Arthritis Rheumatoid di Indonesia pada penduduk dewasa (di atas 18 tahun) berkisar

0,1% hingga 0,3%. Pada anak dan remaja prevalensinya satu per 100.000 orang.

Diperkirakan jumlah penderita Rheumatoid arthritis di Indonesia 360.000 orang lebih

(Tunggal, 2012). Penyebab Arthritis Rheumatoid (RA) dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor-faktor antara lain, Mekanisme IMUN ( AntigenAntibody) seperti interaksi antara IGC

dan faktor Reumatoid, Gangguan Metabolisme, Genetik, infeksi virus dan Faktor lain :
nutrisi, faktor usia dan faktor lingkungan yaitu (pekerjaan dan psikososial). (Suratun et.al,

2008).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian Rheumatoid Arthritis ?

2. Bagaimana etiologi dari Rheumatoid Arthtitis?

3. Bagaimana patofisiologi dari Rheumatoid Arthritis?

4. Bagaiman tanda dan gejala dari Rheumatoid Arthritis

5. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari Rheumatoid Arthritis?

6. Bagaimana komplikasi dari Rheumatoid Arthritis?

7. Bagaimana penanganan dan prognosis dari Rheumatoid Arthritis?

8. Bagaimana proses keperawatannya?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui defenisi Rheumatoid Arthritis.

2. Untuk mengetahui etiologi Rheumatoid Arthritis

3. Untuk mengetahui patofisiologi Rheumatoid Arthritis

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Rheumatoid Arthritis

5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic Rheumatoid Arthritis

6. Untuk mengetahui komplikasi Rheumatoid Arthritis

7. Untuk mengetahui penangana dan prognosis

8. Untuk mengatahui proses keperawatan Rheumatoid Artritis


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Medik

2.1.1 Pengertian Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid arthritis (RA) adalah gangguan inflamasi yang asalnya tidak diketahui
yang terutama melibatkan membran sinovial sendi. Fagositosis menghasilkan enzim di dalam
sendi. Enzim memecah kolagen, menyebabkan edema, proliferasi membran sinovial, dan
akhirnya pembentukan pannus. Pannus menghancurkan tulang rawan dan mengikis tulang.
Konsekuensinya adalah hilangnya permukaan artikular dan gerakan sendi. Serabut otot
mengalami perubahan degeneratif. Elastisitas tendon dan ligamen serta kekuatan kontraktil
hilang. RA mempengaruhi 1% dari populasi di seluruh dunia, mempengaruhi wanita dua
sampai empat kali lebih sering daripada pria.

Rheumathoid arthiritis (RA) merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh


inflamasi sistematik kronik dan progresif, dengan target utama adalah sendi.Sendi yang
dikenai terutama sendi kecil dan menengah secara simetris.Rheumathoid arthriritis tidak
hanya mengenai lapisan synovial sendi tetapi juga dapat mengenai organ-organ diluar
persendian sperti kulit, janting, paruparu, dan mata (Suarjana 2014).

2.1.2 Etiologi

Penyebab pasti dari rheumatoid arthritis masih belum diketahui, namun faktor genetik,
hormonal dan infeksi telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan kejadian penyakit ini.
Menurut M. Asikin et.al. (2018), penyebab (etiologi) dari rheumatoid arthritis yaitu:

1. Faktor kerentanan genetik.

2. Reaksi imunologi (antigen asing yang berfokus pada jaringan sinovial).

3. Reaksi inflamasi pada sendi dan tendon.

4. Proses inflamasi yang berkepanjangan.

5. Kerusakan kartilago artikular.


2.1.3 Anatomi Fisiologis

Sistem artikular dievaluasi dengan mencatat rentang gerak, deformitas, stabilitas, dan
pembentukan nodular. Rentang gerak dievaluasi baik secara aktif (sendi digerakkan oleh otot
yang mengelilingi sendi) dan secara pasif (sendi digerakkan oleh pemeriksa). Palpasi sendi
saat digerakkan secara pasif memberikan informasi tentang integritas sendi. biasanya, sendi
bergerak dengan lancar. Jepret atau retak mungkin menunjukkan bahwa ligamen tergelincir di
atas tonjolan tulang. Agak permukaan yang kasar, seperti pada kondisi rematik,
mengakibatkan krepitus (kisi-kisi, suara berderak atau sensasi) sebagai tidak teratur
permukaan sendi bergerak melintasi satu sama lain.

2.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala bervariasi ketika penyakit berkembang secara berbeda dalam pola

dan tingkat dari orang ke orang. Secara umum, tanda dan gejala dapat dibagi menjadi

manifestasi awal dan akhir. Pola khas peradangan sendi adalah bilateral dan simetris.

Penyakit ini biasanya dimulai pada ekstremitas atas dan berlanjut ke persendian lain selama

bertahun-tahun. Sendi yang terkena sedikit memerah, hangat, bengkak, kaku, dan nyeri.

Pasien dengan RA sering mengalami kekakuan di pagi hari yang berlangsung hingga satu
jam, dan mereka yang menderita penyakit parah mungkin mengeluh kekakuan sepanjang

hari. Secara umum, aktivitas mengurangi rasa sakit dan kekakuan. Karena sifat sistemik RA,

pasien mungkin mengalami demam ringan, malaise, depresi, limfadenopati, kelemahan,

kelelahan, anoreksia, dan penurunan berat badan. Ketika penyakit memburuk, organ utama

atau sistem tubuh terpengaruh. Kelainan bentuk sendi terjadi sebagai gejala lanjut, dan

osteoporosis sekunder (keropos tulang) dapat menyebabkan patah tulang.Beberapa sindrom

terkait terlihat pada beberapa pasien dengan artritis reumatoid. Misalnya, sindrom Sjögren

adalah peradangan saluran air mata (menyebabkan mata kering) dan kelenjar ludah

(menyebabkan mulut kering). Sindrom Felty kurang umum dan ditandai oleh pembesaran hati

dan limpa dan leukopenia (penurunan jumlah sel darah putih). (William & Hopper, 2007).

Pada setiap orang gejala Rematik yang dirasakan berbeda-beda, berikut adalah

beberpa tanda dan gejala umum yang dirasakan dari penyakit Rematik:

a. Kekauan pada dan seputar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari.

b. Bengkak pada beberapa sendi pada saat yang bersamaan.

c. Bengkak dari nyeri pada umunya terjadi pada sendi-sendi tangan.

d. Bengkak dan nyeri umunya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang sama
di kedua sisi tubuh) dan umumya menyerang sendi pergelangan tangan.

2.4 Patofisiologi

Inflamasi dan bahan kimia menyebabkan sinovitis, peradangan sinovium (lapisan

kapsul sendi). Ketika peradangan berlangsung, sinovium menjadi kental dan akumulasi cairan

menyebabkan pembengkakan dan nyeri sendi. Pannus destruktif (pertumbuhan jaringan

sinovial baru yang disaring dengan sel-sel peradangan) mengikis tulang rawan sendi dan

akhirnya menghancurkan tulang di dalam sendi. Pada akhirnya pannus dikonversi menjadi
jaringan bertulang, yang mengakibatkan hilangnya mobilitas. Deformitas sendi dan keropos

tulang sering terjadi pada RA akhir. Sendi sinovial bukan satu-satunya jaringan ikat yang

terlibat dalam RA. Setiap jaringan ikat mungkin terpengaruh, termasuk pembuluh darah,

saraf, ginjal, perikardium, paru-paru, dan jaringan subkutan. Hasil dari keterlibatan sistem

tubuh adalah kerusakan atau kegagalan organ atau sistem. Kematian dapat terjadi jika

penyakit tidak menanggapi pengobatan.Banyak pasien mengalami remisi spontan dan

eksaserbasi (peningkatan) RA. Gejala penyakit dapat hilang tanpa pengobatan selama

berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Maka penyakit ini dapat memperburuk sama tak terduga.

Eksaserbasi biasanya terjadi ketika pasien mengalami stres fisik atau emosional, seperti

operasi atau infeksi (william & Hopper, 2007).

Meskipun penyebab pasti RA tidak diketahui, kemungkinan hasil dari kombinasi

genetika dan pemicu lingkungan. Etiologi autoimun, yang saat ini merupakan teori yang

paling banyak diterima, menunjukkan bahwa perubahan yang terkait dengan RA dimulai

ketika orang yang secara genetik rentan memiliki respons kekebalan awal terhadap antigen.

Meskipun bakteri atau virus telah diusulkan sebagai antigen yang mungkin, sampai saat ini

tidak ada infeksi atau organisme yang diidentifikasi sebagai penyebabnya. Antigen, yang

mungkin tidak sama pada semua pasien, memicu pembentukan abnormal imunoglobulin G

(IgG). RA ditandai oleh autoantibodi terhadap IgG abnormal ini. Autoantibodi dikenal

sebagai rheumatoid factor (RF), dan mereka bergabung dengan IgG untuk membentuk

kompleks imun yang awalnya tersimpan pada membran sinovial atau tulang rawan artikular

superfisial pada sendi. Formasi kompleks imun mengarah keaktivasi komplemen, dan hasil

respons inflamasi. Neutrofil tertarik ke tempat peradangan, di manamereka melepaskan

enzim proteolitik yang dapat merusak tulang rawan artikular dan menyebabkan lapisan

sinovial menebal. Sel-sel inflamasi lainnya termasuk sel T helper (CD4), yang merupakan

orkestra utama dari respon imun yang dimediasi sel. Sel CD4 yang diaktifkan merangsang
monosit, makrofag, dan fibroblas sinovial untuk mengeluarkan sitokin proinflamasi

interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan faktor nekrosis tumor (TNF). Sitokin ini adalah

faktor utama yang mendorong respon inflamasi pada RA. Jika tidak tertahan, penyakit ini

berkembang melalui empat tahap, yang diidentifikasi berikut dibawah ini:

a. Tahap I: Awal Tidak ada perubahan destruktif pada x-ray, kemungkinan bukti x-ray

osteoporosis.

b. Tahap II: Bukti X-ray moderat osteoporosis, dengan atau tanpa sedikit kerusakan

tulang atau tulang rawan. Tidak ada kelainan bentuk sendi (walaupun kemungkinan

mobilitas sendi terbatas). Atrofi otot yang berdekatan. Kemungkinan adanya lesi

jaringan lunak ekstraartikular (mis., Nodul, tenosinovitis).

c. Tahap III: Bukti X-ray parah tulang rawan dan kerusakan tulang selain osteoporosis.

Deformitas sendi, seperti subluksasi, deviasi ulnaris, atau hiperekstensi, tanpa

ankylosis fibrosa atau tulang. Atrofi otot yang luas. Kemungkinan adanya lesi

jaringan lunak ekstraartikular (mis., Nodul, tenosinovitis).

d. Tahap IV: Terminal ankylosis berserat atau kurus dengan kriteria stadium III (Lewis,

dkk, 2011).
Maping Rheumatoid Artritis
2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis RA bervariasi, biasanya mencerminkan stadium dan keparahan

penyakit. Nyeri sendi, bengkak, hangat, eritema, dan kurangnya fungsi adalah klasik. Palpasi

sendi mengungkapkan jaringan spons atau basah. Seringkali cairan dapat disedot dari sendi

yang meradang. Secara khas, pola keterlibatan bersama dimulai dengan persendian kecil di

tangan, pergelangan tangan, dan kaki. Seiring perkembangan penyakit, lutut, bahu, pinggul,

siku, pergelangan kaki, tulang belakang leher, dan sendi temporomandibular terlibat.

Gejalanya adalah selain nyeri sendi dan pembengkakan, tanda klasik RA lainnya adalah

kekakuan sendi, terutama pada pagi hari, berlangsung lebih dari 30 menit (Klippel, 2001).

Pada tahap awal penyakit, bahkan sebelum perubahan tulang terjadi, Keterbatasan
fungsi dapat terjadi ketika ada peradangan aktif di sendi. Sendi yang panas, bengkak, dan
nyeri tidak mudah dipindahkan. Pasien cenderung menjaga atau melindungi sendi-sendi ini
melalui imobilisasi. Imobilisasi untuk waktu yang lama dapat menyebabkan kontraktur,
menciptakan deformitas jaringan lunak. Deformitas tangan dan kaki sering terjadi pada RA.
Deformitas mungkin disebabkan oleh misalignment yang dihasilkan dari pembengkakan,
kerusakan sendi progresif, atau subluksasi (dislokasi parsial).

2.5 Pemeriksaan Diagnosa

Diagnosis RA didasarkan pada riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, temuan

laboratorium, dan perubahan yang terdeteksi dari studi radiografi dan pencitraan lainnya.

Tidak ada tes tunggal yang mendiagnosis RA, tetapi kelompok tes dan temuan radiografi

membantu untuk memastikan gangguan tersebut. untuk studi umum untuk gangguan jaringan

ikat.

Studi laboratorium yang kemungkinan akan dipesan termasuk RF, ERS, C-reactive

protein (CRP), antibodi protein antisitrullinasi (ACPA), dan antibodi peptida sitrullinated

anticyclic (anti-CCP). Kehadiran RF tidak menegakkan diagnosis RA; Namun, kehadirannya


dapat mendukung diagnosis pada orang yang memiliki tanda dan gejala lain. Level CRP,

ESR, dan angtibodi anti-CCP, walaupun tidak spesifik, juga membantu mendukung diagnosis

pada pasien dengan gejala sugestif lain. Cairan sinovial dianalisis untuk viskositas, leukosit,

dan glukosa dan menjalani tes bekuan musin.

Tujuan utama radiografi adalah untuk mendeteksi perubahan yang ditimbulkan

olehRA dan untuk menentukan potensi kegunaan obat pengubah penyakit atau pembedahan.

Pemindaian MRI, pemindaian tulang, dan dual-energy x-ray absorptiometey (DXA)

memberikan informasi yang lebih terperinci yang dapat digunakan untuk memantau

perkembangan penyakit dan respons terhadap pengobatan.

Tidak ada tes diagnostik spesifik yang mengkonfirmasi RA, tetapi beberapa tes

laboratorium membantu mendukung diagnosis. Peningkatan sel darah putih dan trombosit

adalah tipikal, kecuali pasien memiliki sindrom Felty. Sekelompok tes imunologis biasanya

dilakukan, dan temuan khas untuk pasien dengan RA meliputi yang berikut:

• Adanya faktor rheumatoid (RF) dalam serum

• Penurunan jumlah sel darah merah (RBC)

• Penurunan komplemen C4

• Meningkatnya tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) )

• Tes antibodi antinuklear positif (ANA)

• Tes protein C-reaktif (CRP) positif dapat menunjukkan agresivitas penyakit.

Namun, tidak spesifik untuk RA dan juga dapat ditemukan pada systemic lupus

erythematosus, penyakit jaringan ikat, dan myositis. ESR juga diperoleh untuk mengevaluasi

efektivitas pengobatan. Jika penyakit berespon terhadap pengobatan, LED menurun. Semakin

tinggi LED, semakin aktif proses penyakit.


Pemeriksaan X-ray dan MRI mendeteksi kerusakan sendi dan keropos tulang,

terutama di kolom vertebral. Pemindaian tulang atau sendi menilai tingkat keterlibatan sendi

di seluruh tubuh. Untuk beberapa pasien, arthrocentesis dapat dilakukan; cairan sinovial

berawan, susu, atau kuning gelap dengan sel-sel inflamasi hadir. (Linton & Matteson, M.A,

2019).

2.6 Komplikasi

Jika rheumatoid arthritis tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan beberapa

komplikasi, yaitu,:

1) Cervical myelopathy : ketika rheumatoid arthritis meyerang sendi tulang leher

dan mengganggu saraf tulang belakang

2) Carpal tunnel syndrome : menerang sendi pergelangan tangan sehingga

menekan saraf disekitanya

3) Syndrome sjogren : kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh

menyerang kelenjar air mata dan ludah, sehingga menimbulkan keluhan mata

kering dan mulut kering.

4) Limfoma : sejenis kanker darah yang tumbuh pada sistem getah bening

5) Penyakit jantung : kondisi ini dapat terjadi bila sistem kekebalan tubuh

menimbulkan peradangan dipembuluh darah jantung.

2.7 Penangan dan prognosis

A. Penanganan

Seperti pasien dengan osteoartritis, pasien dengan RA mengalami nyeri sendi kronis.

Nyeri dapat mengganggu mobilitas atau kemampuan untuk melakukan ADL. Terapi obat
sering dibutuhkan untuk meredakan atau mengurangi rasa sakit serta memperlambat

perkembangan penyakit.

1) Obat

Perawatan untuk RA termasuk diseasemodifying antirheumatic drugs (DMARDs),

yang dapat mencegah kerusakan sendi, kelainan bentuk, dan kecacatan dengan penggunaan

obat tunggal tunggal atau kombinasi; NSAID; dan kortikosteroid. DMARDs baru seperti

leflomide (Arava) dan etanercept (Enbrel) digunakan untuk memperlambat perkembangan

RA. Leflomide yang dikonsumsi secara oral memiliki sifat antiproliferatif dan anti-inflamasi.

Etanercept menghambat faktor nekrosis tumor, yang terlibat dalam proses inflamasi, dan

diberikan secara subkutan dua kali seminggu. Metotreksat dosis rendah (MTX) atau terapi

emas diberikan untuk menginduksi remisi penyakit. NSAID seperti aspirin dan ibuprofen

diresepkan untuk rasa sakit dan kekakuan, meskipun mereka tidak memperlambat proses

penyakit. Prednisone adalah kortikosteroid yang digunakan untuk menginduksi remisi

penyakit. Banyak dari obat-obatan ini berpotensi memiliki efek samping serius yang harus

dipantau dengan cermat.

Terapi komplementer yang dapat membantu mengurangi peradangan atau nyeri

termasuk krim capsaicin, minyak ikan, terapi magnet, dan antioksidan seperti vitamin C,

vitamin E, dan beta karoten.

2) Panas dan dingin

Aplikasi panas atau mandi air panas membantu mengurangi kekakuan sendi dan

membuat olahraga lebih mudah bagi pasien. Untuk sambungan yang mengalami peradangan

akut, atau "panas", aplikasi dingin lebih disukai. Sedangkan untuk pasien dengan
osteoartritis, program yang menyeimbangkan istirahat dan berolahraga di kemudian hari

adalah yang paling menguntungkan bagi pasien.

3) Operasi

Jika pendekatan non-bedah tidak efektif dalam menghilangkan nyeri artritis, pasien

mungkin memiliki penggantian sendi total (dibahas kemudian). Secara umum, pasien dengan

RA yang menjalani operasi tidak sesukses jika dibandingkan dengan pasien dengan

osteoarthritis. Kehadiran penyakit sistemik mempengaruhi pasien dengan RA untuk

komplikasi pasca operasi yang lebih banyak. (William & Hopper, 2007)

4) Perawatan Kolaboratif

Perawatan pasien dengan RA dimulai dengan program pendidikan dan terapi obat
yang komprehensif.Pengajaran mengenai terapi obat termasuk pemberian yang benar,
pelaporan efek samping, dan kunjungan lanjutan medis dan laboratorium.Ajarkan pasien dan
pengasuh tentang proses penyakit dan strategi manajemen rumah. NSAID diresepkan untuk
meningkatkan kenyamanan fisik.Terapi fisik membantu pasien mempertahankan gerakan
sendi dan kekuatan otot.Terapi okupasi mengembangkan fungsi ekstremitas atas dan
mendorong perlindungan sendi melalui penggunaan bidai atau alat bantu lain dan strategi
untuk aktivitas berjalan. Rencana perawatan individual mempertimbangkan sifat dari
aktivitas penyakit, fungsi sendi, usia, jenis kelamin, keluarga dan peransosial, dan respon
terhadap perawatan sebelumnya. (Lewis, dkk, 2011).

B. Prognosis

Pilihan pengobatan modern saat ini dan teknologi medis berarti prognosis yang jauh
lebih positif untuk rheumatoid arthritis daripada di masa lalu. Dengan demikian penderita
rheumatoid arthritis mampu melanjutkan hidup dan mempertahankan kualitas hidup. Namun
prognosis yang akurat sangat sulit diprediksi karena perjalanan rheumatoid arthritis setiap
pasien sangat bervariasi, selain itu penyebabnya juga masih belum jelas. Beberapa
kemungkinan prognosis umum untuk pasien rheumatoid arthritis adalah:

a. Peradangan persisten
b. Kerusakan sendi multipel saat peradangan berlanjut
c. Penurunan mobilitas dan rentang gerak
d. Nyeri dan kekakuan yang gagal membaik dengan pengobatan

Adapun faktor-faktor yang menentukan prognosis rheumatoid arthritis adalah:

a. Tes darah positif atau negatif untuk penanda penyakit seperti faktor rheumatoid
atau anti-CCP
b. Usia pasien saat didiagnosa
c. Bagaimana pengobatan dini dimulai setelah munculnya gejala
d. Gaya hidup pasien termasuk diet, olahraga, dan kebiasan merokok
e. Keboasaan merokok
f. Ada atau tidak komplikasi selama perjalanan penyakit
g. Rencana perawatan pribadi pasien
h. Tanggapan pasien terhadap pengobatan
i. Seberapa aktif kondisi telah termasuk frekuensi flare-up dan periode remisi

2.2. Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu,

diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat

memberi arah terhadap tindakan keperawatan.

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mengetahui : Identitas meliputi nama, jenis kelamin

(penderita reumatoid artritis lebih banyak di derita oleh pasien wanita), usia (resiko paling

tinggi terjadi pada usia 65 keatas), alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit,

dan diagnosis medis (didiagnosis medis rheumatoid artritis). Pada umumnya keluhan utama

reumatoid artritis adalah nyeri pada daerah sendi yang mengalami masalah.Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan

metode PQRST.

Provoking Incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah peradangan.

Quality of Pain: nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.

Region, Radiation, Relief: nyeri ddapat menjalar atau menyebar, dan nyeri terjadi di sendi

yang mengalami masalah.

Severity (scale) of Pain: nyeri yang dirasakan ada diantara 1-3 pada rentang skala pengukuran

0-4. Atau bagaimana tingkat keparahan atau intensitas nyeri ?

Time: beberapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari

atau siang hari.

1) Riwayat penyakit sekarang.

Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul. Pada klien reumatoid artritis,

stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa malaise,

penurunan berat badan, rasa capek, sedikit panas, dan anemia. Gejala lokal yang

terjadi berupa pembengkakan, nyeri, dan gangguan gerak pada sendi

metakarpofalangeal.Perlu dikaji kapan gangguan sensorik muncul.Gejala awal terjadi

pada sendi.Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan

tangan, dan pergelangan kaki dan biasanya bersifat simetris.

2) Riwayat penyakit dahulu.

Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya

reumatoid artritis. Penyakit tertentu seperti penyakit diabetes menghambat proses

penyembuhan reumatoid artritis. Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah apakah

klien pernah dirawat dengan masalah yang sama. Sering klien ini menggunakan obat
antireumatik jangka panjang sehingga perlu dikaji jenis obat yang digunakan

(NSAID, antibiotik, dan analgesik)

3) Riwayat penyakit keluarga.

Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang mengalami keluhan yang

sama dengan klien.

4) Riwayat psikososial.

Kaji respons emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam keluarga dan

masyarakat. Klien ini dapat mengalami ketakutan akan kecacatan karena perubahan

bentuk sendi dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri). Klien

ini juga dapat mengalami penurunan libido sampai tidak dapat melakukan hubungan

seksual karena harus menjalani rawat inap dan kelemahan fisik serta nyeri. Klien

reumatoid artritis akan merasa cemas tentang fungsi tubuhnya sehingga perawat perlu

mengkaji mekanisme koping klien. Kebutuhan tidur dan istirahat juga harus dikaji,

selain lingkungan, lama tidur, kebiasaan, kesulitan, dan penggunaan obat tidur.

b. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung

data anamnesis.Pemeriksaan fisik dilakukan per system (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan

B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.

1) B1 (Breathing).

Klien reumatoid artritis tidak menunjukkan kelainan sistem pernapasan pada saat

inspeksi.Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.Pada

auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.

2) B2 (Blood).
Tidak ada iktus jantung pada palpasi.Nadi mungkin meningkat, iktus tidak

teraba.Pada auskultasi ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.

3) B3 (Brain).

Kesadaran biasanya kompos mentis.Pada kasus yang lebih parah, klien dapat

mengeluh pusing dan gelisah.

Kepala dan wajah : ada sianosis

Mata : sklera biasanya tidak ikterik

Leher : biasanya JVP dalam batas normal

Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. tidak ada lesi atau nyeri

tekan.

Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung

Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan dan

mukosa mulut tidak pucat.

Status mental: penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak mengalami

perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial:

Saraf I (Olfaktorius).Biasanya pada klien reumatoid artritis tidak ada kelainan dan

fungsi penciuman tidak ada kelainan.

Saraf II (Optikus). Tes ketajaman penglihatan normal

Saraf III (Okulomotorius), IV (Troklearis), VI (Trigeminus). Biasanya tidak ada

gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor.

Saraf V (Abdusens). Klien reumatoid artritis umumnya tidak mengalami paralisis

pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.

Saraf VII (Fasialis). Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
Saraf VIII (Akustikus). Tidak ditemukan tuli konduktif atau tuli persepsi.

Saraf IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus).Kemampuan menelan baik.

Saraf XI (Aksesoris). Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

Saraf XII (Hipoglosus). Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada

fasikulasi.Indra pengecapan normal.

4) B4 (Bladder).

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem

perkemihan.

5) B5 (Bowel).

Umumnya klien reumatoid artritis tidak mengalami gangguan eliminasi.Meskipun

demikian, perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.Frekuensi

berkemih, kepekatan urine, warna, bau, dan jumlah urine juga harus dikaji.Gangguan

gastrointestinal yang sering adalah mual, nyeri lambung, yang menyebabkan klien

tidak nafsu makan, terutama klien yang menggunakan obat reumatik dan

NSAID.Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang defekasi.

6) B6 (Bone)

Look : didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal), deformitas

pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki. Adanya degenerasi serabut otot

memungkinkan terjadinya pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh tidak

digunakannya otot akibat inflamasi sendi.

Feel : nyeri tekan pada sendi yang sakit

Move : ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi denganmmanifestasi nyeri

bila menggerakkan sendi yang sakit. Klien sering mengalami kelemahan fisik

sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari- hari(Muttaqin, 2008).

7) Aktivitas / istirahat
Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stres

pada sendi, kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara simetris.

Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas istirahat, dan

pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat .Tanda : malaise,

keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit, kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.

8) Kardiovaskular

Gejala : fenomena pucat intermiten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum

warna kembali normal.

9) Makanan/cairan

Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi makanan/cairan

adekuat, mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.

Tanda : penurunan berat badan dan membran mukosa kering

10) Higiene

Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara

mandiri. Ketergantungan pada orang lain

11) Neurosensori

Gejala : kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tanga

Tanda : pembengkakan sendi simetris

12) Nyeri/kenyamanan

Gejala : fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan melunak

pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari)

13) Keamanan

Gejala : kulit mengilat, tegang, nodus subkutaneus, lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan

dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga (Lukman & Ningsih, 2009)


Pengkajian pada pasien RA:

a. Peradangan sendi terdeteksi pada palpasi, dan temuan laboratorium


b. Kekakuan simetris, nyeri tekan, pembengkakan, dan perubahan suhu pada sendi.
c. Penurunan berat badan, perubahan sensorik, pembesaran kelenjar getah bening, dan
kelelahan. Sel darah merah jumlah dan komponen komplemen C4 menurun.
d. Hasil tes protein dan antibodi antinuklear (ANA) mungkin juga positif (Karpoff &
Labus, 2008).
e. Arthrocentesis menunjukkan cairan sinovial yang keruh, seperti susu, atau kuning tua
dan mengandung banyak inflamasi komponen, seperti leukosit dan komplemen.
f. Sinar-X menunjukkan erosi tulang dan ruang sendi yang menyempit.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Tujuan

(1). Nyeri akut/kronis yang berhubungan dengan : Agens fisik – penumpukan cairan/proses

peradangan, kerusakan sendi.

(2). Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan enggan untuk memulai gerakan,

gangguan muskuloskeletal; kekakuan sendi, nyeri, penurunan ketahanan

(3). Ketidakefektifan performa peran yang berhubungan dengan keletihan depresi, kurang

sumber; tidak mencukupinya sistem dukungan, nyeri

(4). Defisit perawatan diri (mandi, berpakaian, makan, eliminasi) yang berhubungan dengan

gangguan muskuloskeletal; kelemahan, keletihan, nyeri, ketidaknyamanan, penghambat

lingkungan(Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016).

(5). Distres spiritual berhubungan dengan nyeri, penyakit kronik pada diri sendiri, perubahan

hidup.

2.2.3 intervensi

Diagnosis Keperawatan Hasil yang Dicapai (NOC) Intervensi (NIC)


NANDA
Nyeri akut/kronis Yang Kontrol nyeri : Manajemen nyeri :
berhubungan dengan • Melaporkan nyeri mereda Independen
Agens fisik – atau terkendali • Selidiki laporan nyeri,
penumpukan • Mengikuti regimen dengan mencatat lokasi
cairan/proses peradangan, farmakologis yang dan intensitas
kerusakan sendi diresepkan menggunakan skala 0-10
• Memasukkan keterampilan atau skala isyarat serupa.
• relaksasi dan aktivitas Catat faktor pemicu dan
pengalihan ke dalam petunjuk nyeri non verbal.
program kendali nyeri • Anjurkan klien mengambil
posisi yang nyaman
Nyeri : perilaku mengganggu sementara ditempat tidur
• Tampak santai dan rapat atau duduk di kursi.
tidur atau istirahat dengan Tingkatkan tirah baring
tepat saat diindikasikan, tetapi
• Mengikuti aktivitas harian kembali bergerka segera
pada tingkat kemampuan mungkin
• Tempatkan dan pantau
pemakaian bantal
• Dorong perubahan posisi
sering
• Anjurkan bahwa klien
mandi siram atau mandi
pancur air hangat pada saat
bangun dan/atau saat mau
tidur.
• Beri kompres hangat
lembab ke sendi yang sakit
beberapa kali sehari.
Pantau suhu air
• Beri pijatan lembut
• Beri medikasi sebelum
aktivitas rencana dan
olahraga sesuai indikasi
• Dorong pemakaian teknik
manajemen stres, mis,
relaksasi progresif, umpan
balik biologis, dan
pernapasan terkendali.
Beri sentuhan terapi jika
memungkinkan.
Kolaboratif
• Beri medikasi sesuai
indikasi : Analgesik , obat-
obatan antireumatik yang
memodifikasi penyakit,
inhibitor faktor nekrosis
tumor
• Bantu dengan terapi fisik,
misalnya sarung tanagn
parafin atau mandi
dikolam air
• Beri kompres es atau
dingin saat diindikasikan
Hambatan mobilitas fisik Gerakan sendi : Terapi latihan: mobilitas sendi
Yang berhubungan • Mempertahankan atau Independen
dengan: meningkatkan kekuatan • Evaluasi dan kemudain
- Enggan untuk memulai dan fungsi sendi yang sakit pantausecara terus
gerakan • Mempertahankan posisi menerus
-Gangguan fungsi dengan tidak ada derajatperadangan dan
muskuloskeletal; atau keterbatasan nyeri sendi.
kekakuan sendi kontraktur • Pertahankan tirah baring
- Nyeri Ambulasi atauistirahat di kursi
- Penurunan ketahanan • Terlibat dalam teknik atau saatdiindikasikan.
perilaku yang Jadwalkanaktivitas yang
meningkatkan kemampuan memberikanperiode
untuk bergerak istirahat yang sering
danwaktu tidur yang tidak
terputus.
• Bantu rentang gerak aktif
ataumelakukan rentang
gerak pasifdan olahraga
resistif danisometrik bila
mampu.
• Dorong klien
untukmempertahankan
postur tegakdan lurus saat
duduk, berdiri, dan
berjalan
• Diskusikan dan
berikankebutuhan
keamanan,
misalnyameninggikan
kursi dan dudukantoilet,
penggunaan
pagarpengaman dibak
mandi ataupancuran dan
toilet, pemakaianalat bantu
mobilitas yangsemestinya
atau keamanan kursiroda
Pemberian posisi:
Independen
• Pemberian posisi ulang
dengansering
menggunakan personel
yang memadai.
• Menunjukkandan
membantu
teknikpemindahan dan
pemakaian alatbantu
mobilitas, misal, walker,
tongkat, atau trapeze
• Posisikan dengan bantal.
Berikandukungan sendi
dengan bidai.
• Anjurkan menggunakan
bantalkecil atau tipis
dibawah leher.
Kolaboratif
• Sediakan kasur busa atau
kasurtekanan alternatif
• Konsultasi dengan terapis
fisik dan okupasi dan
spesialis vokasional.
Bantuan perawatan diri: aktivitas
hidup sehari-hari dengan
instrument Independen Tentukan
ketepatan dan kemampuan untuk
menggunakan skuter atau
penguatan khusus untuk
automobil, misal, kendali tangan
dan cermin besar
Ketidakefektifan performa Performa peran: Pengembangan peran :
peran • Berbicara Independen
Yang berhubungan dengankeluarga/atasan • Dorong verbalisasi
dengan: tentang perubahan atau tentangkeprihatinan
- Keletihan; depresi keterbatasanyang terhadap prosespenyakit
- Kurang sumber; tidak disebabkan oleh kondisi dan harapan
mencukupinya sistem • Mengungkapkan dimasamendatang
dukungan dan Nyeri penerimaandiri pada • Diskusikan persepsi klien
perubahan peran. terhadap bagaiman orang
• Merumuskan rencana terdekat mempersepsikan
yangrealistis untuk keterbatasan
mengadaptasiperubahan • Catat perilaku menarik
peran diri, pemakaian
penyangkalan, atau
keprihatinan berlebihan
dengan perubahan
• Libatkan klien pada
perencanaan asuhan dan
penjadwalan aktivitas
Kolaboratif
• Kenali sumber komunitas
kelompok dukungan local
dan nasional, advokat
ketunadayaan sesuai
kebutuhan
• Anjurkan konselor
vokasional/pekerjaan
sesuai indikasi
Defisit perawatan diri Perawatan diri; status Bantuan perawatn diri:
(mandi, berpakaian, • Melakukan aktivitas Independen
makan, eliminasi) perawatan diri pada tingkat • Tentukan tingkat fungsi
Yang berhubungan konsisten dengan biasanyamenggunakan
dengan: kemampuan individu klasifikasi
- Gangguan • Menunjukkan teknik dan tingkstfungsional 0-4
muskuloskeletal; perubahan gaya hidup untuk status karenaawitan
kelemahan untuk memenuhi atau eksarsebasi
- Keletihan kebutuhan perawatan diri penyakitdan kemungkinan
- Nyeri, ketidaknyamanan • Mengenali sumber pribadi perubahan yangsaat ini
- Penghambat lingkungan dan komunitas yang dapat diperkirakan
memberikan bantuan yang • Pertahankan mobilitas,
dibutuhkan kendalinyeri, dan program
olahraga
• Beri waktu yang cukup
bagi klienuntuk
menyelesaikan tugas
hinggatingkat kemampuan
tertinggi.
• Kaji hambatan
keikutsertaan
dalamperawatan diri.
Kenali danrencanakan
untuk
modifikasilingkungan
• Kenali sumber untuk alat
yangdibutuhkan mis,
pengangkat,dudukan toilet
yang ditinggikan,atau kursi
roda
Kolaboratif
• Konsul dengan
spesialisrehabilitatif, mis,
terapi okupasi
• Atur untuk konsultasi
denganlembaga lain, mis,
layananperawatan dirumah
atau nutrisi.

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan

keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan

yang telah ditetapkan(Asmadi, 2008).Implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan

keperawatan, yaitu perawat melakukan tindakan sesuai rencana.Tindakan ini bersifat

intelektual, teknis, dan interpersonal berupa berbagai upaya memenuhi kebutuhan dasar

klien.Tindakan keperawatan meliputi tindakan keperawatan, observasi keperawatan,

pendidikan kesehatan/keperawatan, dan tindakan medis yang dilakukan perawat (tugas

limpah) (Sunaryo, 2015).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Perawat bertanggung jawab untuk menevaluasi status dan kemajuan klien terhadap

pencapaian hasil dari tujuan keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya.Kegiatan

evaluasi meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan klien, membandingkan respons klien
dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian

tujuan keperawatan klien. Dalam menelaah kemajuan klien dalam pencapaian hasil, perawat

akan mencatat salah satu dari keputusan berikut, dalam lembar evaluasi atau dalam catatan

kemajuan pada saat ditentukan untuk melakukan evaluasi:

a. Lanjutkan : diagnosis masih berlaku, tujuan dan kriteria standar masih relevan

b. Direvisi : diagnosis asih berlaku, tetapi tujuan dan tindakan keperawatan memerlukan

perbaikan

c. Teratasi : tujuan keperawatan telah dicapai, dan rencana perawatan tidak dilanjutkan

Evaluasi juga dapat disusun dengan menggunakan format SOAP. Format ini digunakan

apabila implementasi keperawatan dan evaluasi didokumentasikan dalam satu catatan yang

disebut catatan kemajuan.S (temuan perawat secara subjektif), O (temuan perawat secara

objektif), A (analisis), P (perencanaan) (Sunaryo, 2015).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

College of Rheumatology (2015), Reumatoid artritis memberikan dampak negatif

yang signifikan terhadap kemampuan beraktivitas, baik suatu pekerjaan ataupun tugas dalam

rumah tangga dan mempengaruhi kualitas hidup serta meningkatkan angka kematian (Singh

et al, 2015). World Health Organization 2016 menyatakan bahwa Penderita reumatoid atritis

diseluruh dunia sudah mencapai angka 335 juta, dan diperkirakan jumlah penderita

rheumatoid atritis akan selalu mengalami peningkatan.

3.2 Saran
Saya berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca agar tertarik

untuk terus dapat meningkatkan keingintahuan nya terhadap informasi baru yang bermanfaat.

Demi kesempurnaan makalah ini, saya berharap kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya

membangun agar makalah ini bisa lebih baik untuk ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA

- Devi ratna.2019. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KASUS

ARTHRITIS REUMATOID UNTUK MENGURANGI NYERI KRONIS

MELALUI PEMBERIAN TERAPI KOMPRES HANGAT SEREI. Jurnal

Kesehatan Tadulako Vol. 5 No. 2

- Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher. (2011). Nursing Assesment and

Management of Clinical Problems Ninth Edition. Elsevier

- Linton, A.D.,&Matteson, M.A (2019).Medical-Surgical E-Book. Elsevier Health

Sciences

- Nurviana dewi.2019. PENERAPAN SENAM REMATIK TERHADAP

PENURUNAN SKALA NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN

RHEUMATOID ARTHRITIS DI KELURAHAN GEBANGREJO. Madago

Nursing Journal. Vol. 1 No. 1.

- Purqan Muhammad.2019. Penerapan asuhan keperawatan dalam kebutuhan

mobilitas fisik pada rheumatoid arthritis di puskesmas tamalate Makassar.

Journal of Health, Education and Literacy (J-Healt). e-issn : 2621-9301.

- Williams, Linda S.,&Hopper, P.D. (2007).Understanding Medical Surgical

Nursing third Edition. FA Davis

- www.rheumatoidarthritis.org

- Brunner & Suddarth’s. Medical-Surgical Nursing. 10th edition.


- Brunner & Suddarth. Medical Surgical Nursing Twelfth Edition.2010

Anda mungkin juga menyukai