Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN DALAM KOMUNITAS

LANSIA & PANTI WERDHA

DISUSUN OLEH :

Kelompok 3 Semester 5 B1

1.Oktia Putri (2314201900)

2.Helda Anggraini ( 23142019024)

3.Julian Dita (2314209036)

4.Miranda Sari (2314209008)

5.Maryono (2314209021)

STIKES BINA HUSADA


PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikansumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………….…………………………………..…. i

DAFTAR ISI …………………………………………………….…………………..…. ii

BAB I

PENDAHULUAN …………………………………………………………………..…. 4

A Latar Belakang ………………………………...……………………………...…. 4

B Rumusan Masalah …………………………………………………………….... 4

C. Tujuan ………………………………………………...………………………... 4

BAB II

PEMBAHASAN ………………………………………………………………...…… 5

A. Overview Karakteristik Tumbuh Kembang Lansia ……………………………. 5

B. Permasalahan Kesehatan Lansia ……………………………………………… 7

C. Faktor Resiko Permasalahan Kesehatan Lansia ……………………………….. 15

D. Asuahan Keperawatan Pada Komunitas Agregat Lansia ………………………. 17

E. Promosi dan Prevensi Permasalahan Kesehatan Agregat Lansia ……………….. 20

F. Program Kesehatan Lansia ……………………………………………………... 20

BAB III

PENUTUP ……………………………………..………………………………………... 22

A. Kesempatan ……………………………………………………………………... 22

B. Saran ………………………………...…………………………………………... 22

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 23

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (1974) komunitas didefinisikan sebagai kelompok social
yang ditentukan oleh batas wilayah, nilai keyakinan dan minat yang sama serta
adanya saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan
yang lainnya. Salah satu kelompok khusus dalam komunitas adalah kelompok
khusus agregat lansia. Lansia meliputi usia pertengahan yaitu usia 45-59 tahun, usia
lanjut elderly 60-74 tahun, usia lanjut old 75-90 tahun dan sangat tua diatas 90 tahun
lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Terdapat 3 aspek yang
harus dipertimbangkan, yaitu biologis (penduduk lansia mengalami proses penuaan
secara terus menerus ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik. Secara ekonomi
penduduk lansia dipandang sebagai beban dibanding sumber daya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik tumbuh kembang lansia?
2. Apa saja permasalahan kesehatan lansia?
3. Apa saja factor risiko yang menjadi pendukung dari permasalahan kesehatan pada
agregat lansia?
4. Apa saja promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk permasalahan
kesehatan pada agregat lansia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang lansia.
2. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan lansia.
3. Untuk mengetahui factor risiko apa saja yang menjadi pendukung dari
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.
4. Untuk mengetahui promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Overview Tumbuh Kembang Lansia


a. Defenisi
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati,
2017). Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan
beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.

b. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :
1. Young old (usia 60-69 tahun)
2. Middle age old (usia 70-79 tahun)
3. Old-old (usia 80-89 tahun)
4. Very old-old (usia 90 tahun ke atas).

c. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut :
1. Berusia lebih dari 60 tahun
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari komdisi adaptif hingga
kondisi maladptif.
3. Lingkungan dan tempat tinggal yang bervariasi (Dewi, R.S, 2014)

d. Perubahan pada Lanjut Usia


Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya banyak
perubahan pada lansia yang meliputi :
a. Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi
pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan
harian atau rutin biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia yang
memiliki gangguan fisik, emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan
menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering,
penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan refleks batuk,
pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan sebagainya. Perubahan
tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan
terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring
bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor,
dan lingkungan.
b. Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial.
Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan
penyakit dan tingkat keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan
fungsional dan kesejahteraan seorang lansia. Status fungsional lansia
merujuk pada kemampuan dan perilaku aman dalam aktivitas harian (ADL).
ADL sangat penting untuk menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang
mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukkan
masalah kesehatan.
c. Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar
neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan kognitif
maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif
seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung,
serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang normal.
d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses
transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang,
maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang harus
dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman
kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan keadaan finansial,
perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan fungsional
dan perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya dengan
keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki
masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut :
1. Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
2. Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
3. Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4. Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa hal sebagai berikut:
a. Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara
hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
b. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya
hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan
bertambah.
c. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
d. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
e. Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan.
f. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
g. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga.
h. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri)
e. Tipe Lansia
banyak ditemukan bermacam-macam tipe lansia. Beberapa yang menonjol
diantaranya :
1. Tipe Arif Bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan
2. Tipe Mandiri
Lansia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi
undangan
3. Tipe Tidak Puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status teman yang disayangi, pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik
4. Tipe Pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadah, ringan kaki, melakukan berbagai jenis pekerjaan
5. Tipe Bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
f. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Ericksson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau penyesuaian diri
terhadap perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada
tahap sebelumnya.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapakan diri untuk kondisi yang menurun
2. Mempersiapkan diri untuk pension
3. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya
4. Mempersiapkan kehidupan baru
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan keluarga sosial/ masyarakat
secara santai
6. Mempersiapkan diri untuk kematian dan kematian pasangan
B. Permasalahan Kesehatan Lansia
1. Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah penyebab 60-70% penyakit demensia, yang
merupakan gangguan otak yang mengakibatkan hilangnya kemampuan intelektual
dan sosial seseorang. Penyakit ini menyebabkan sebagian zat kimia dan struktur otak
berubah sehingga menyebabkan kematian pada sel otak seiring waktu. Penyakit
Alzheimer bersifat progresif, gejalanya berkembang perlahan dan akan memburuk
dari waktu ke waktu hingga menjadi cukup parah untuk mengganggu aktivitas sehari-
hari seperti penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan
kognitif lainnya.
Alzheimer adalah penyakit yang bersifat progresif, artinya penyakit ini
bergerak secara perlahan dan akan memburuk seiring waktu. Struktur kimia pada otak
semakin rusak dari waktu ke waktu menyebabkan kemampuan seseorang untuk
mengingat, memahami, berkomunikasi dan berpikir dalam kehidupan sehari-hari
akan secara bertahap menurun. Tingkat kecepatan perkembangan gejala penyakit
Alzheimer berbeda-beda pada setiap orang dan tergantung pada individu itu
sendiri, namun umumnya gejala akan berkembang secara perlahan selama beberapa
tahun. Menurut Lika, rata-rata pasien Alzheimer hanya dapat hidup selama 8-10
tahun setelah terdiagnosis, namun ada keadaan tertentu dimana pasien bisa hidup
lebih lama jika cepat terdeteksi dan terobati.
Terdapat serangkaian tahapan pada penyakit ini, biasanya dimulai dengan
mengalami turunnya daya ingat ringan seperti mudah lupa kejadian yang belum
lama dilalui. Gejala awal ini seringkali tidak disadari oleh pengidap maupun orang-
orang terdekat. Lambat laun, gejala-gejala lain akan muncul termasuk sering
terlihat bingung, Pengidap akan kesulitan untuk berkomunikasi dan merespon
lingkungan sekitarnya, mengalami gangguan kecemasan, dan perubahan suasana hati
yang dramatis, serta bahkan tidak mampu lagi melakukan aktivitas tanpa bantuan
orang lain.
Lebih jelasnya, menurut Lika, gejala penyakit Alzheimer terbagi dalam tiga tahap,
yaitu tahap awal, tahap pertengahan dan tahap akhir.
a. Tahap Awal
Tanda dan ciri-ciri pada tahap awal adalah:
 Sering lupa nama tempat dan benda.
 Sering lupa dengan percakapan yang belum lama dibicarakan.
 Sering menanyakan pertanyaan yang sama atau menceritakan
cerita yang sama berulang kali.
 Sering merasa lebih sulit untuk membuat keputusan.
 Sering merasa bingung atau linglung.
 Sering tersesat di tempat yang sering dilewati.
 Sering salah menaruh barang di tempat yang tidak seharusnya,
misalnya menaruh piring di mesin cuci.
 Kesulitan dalam merangkai kata-kata dalam berkomunikasi.
 Tidak tertarik untuk melakukan aktivitas yang dulunya sangat disukai.
 Lebih senang berdiam diri dan enggan mencoba hal baru.
 Sering mengalami perubahan suasana hati yang berubah-ubah.
Gejala awal penderita yaitu turunnya kemampuan untuk mengingat atau
mempelajari hal baru diduga berkaitan dengan perkembangan penyakit
Alzheimer yang pada tahap awal terjadi pada daerah otak yang
bertanggungjawab dalam proses pembelajaran.
b. Tahap Pertengahan
Seiring menyebarnya Alzheimer ke area otak yang lebih luas, gejala yang
lebih berat mulai muncul, pada tahap pertengahan tanda dan ciri-cirinya
adalah:
 Sulit mengingat nama keluarga atau teman-teman terdekatnya.
 Rasa kebingungan meningkat dan mengalami disorientasi,
misalnya jadi sering tersesat dan tidak tahu jam berapa sekarang.
 Perubahan suasana hati yang terjadi secara cepat.
 Perilaku impulsif, repetitif, atau obsesif.
 Mulai mengalami delusi dan halusinasi.
 Mengalami masalah saat berkomunikasi.
 Kesulitan melakukan tugas tata ruang, seperti menilai jarak.
Pada tahap ini biasanya pasien akan membutuhkan dukungan bantuan dari
orang lain untuk membantu melakukan aktivitas sehari-hari, seperti
makan, berpakaian, atau bahkan menggunakan toilet.
c. Tahap Akhir
Pada tahap akhir, gejala berkembang menjadi sangat berat, pengidap
mengalami kehilangan memori yang serius, perubahan perilaku yang
ekstrim, kesulitan berbicara, menelan dan berjalan, bahkan sampai
mengalami kecurigaan tidak berdasar terhadap anggota keluarga, teman
dan perawat. Tanda dan ciri-ciri pada tahap akhir ini adalah:
 Kesulitan makan dan menelan (disfagia);
 Kesulitan untuk mengubah posisi atau bergerak tanpa bantuan;
 Penurunan atau kenaikan berat badan yang drastis;
 Sering ngompol atau buang air besar tidak disengaja;
 Kesulitan berkomunikasi;
 Perubahan emosi dan sifat;
 Tidak mampu lagi beraktivitas normal akibat hilangnya ingatan
mengenai tahapan melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi,
makan, dan buang air besar. Gejala-gejala ekstrim lainnya adalah
pasien mengalami insomnia, mengalami halusinasi, gangguan
persepsi, apati, depresi, perilaku agresif, serta kecemasan berlebih.
Hingga saat ini, masih belum diketahui penyebab penyakit Alzheimer
secara pasti, tidak ada satu faktor utama yang diidentifikasi sebagai
penyebab penyakit ini. Meski begitu, sangat mungkin apabila penyakit
ini disebabkan oleh kombinasi dari faktor usia, pembawaan genetik,
gaya hidup, serta lingkungan yang mempengaruhi orang tersebut
selama berjalannya waktu. Bahkan bagi beberapa orang, penyakit
ini berkembang diam-diam tidak terdeteksi selama bertahun-tahun
sampai gejalanya muncul.
a. Usia
Merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit demensia. Satu
dari 14 orang di atas usia 65 tahun dan satu dari enam orang di
atas usia 80 tahun terkena penyakit demensia
b. Pembawaan Genetik
Dalam sebagian besar kasus Alzheimer, kecil pengaruhnya gen
Alzheimer diturunkan oleh orang tua, namun kemungkinan untuk
terserang penyakit Alzheimer yang orang tua atau anggota
keluarganya terkena Alzheimer sedikit lebih tinggi daripada orang
yang tidak memiliki kasus Alzheimer pada keluarga dekatnya.
c. Faktor Lain
Terjadinya perbedaan kromosom, orang dengan down syndrome
merupakan faktor lain yang memiliki peningkatan risiko
berkembangnya penyakit Alzheimer. Selain itu, orang yang
memiliki cedera kepala berat atau leher (whiplash injuries), seperti
petinju yang menerima pukulan terus menerus pada kepalanya
juga memiliki peningkatan risiko mengalami perkembangan
demensia.
Gaya hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas
fisik,merokok, hanya sedikit makan buah-buahan dan sayur-
sayuran memiliki peningkatan risiko perkembangan penyakit
Alzheimer. Faktor lainnya yaitu mengidap penyakit
kardiovaskular, hipertensi, hiperkolesterolemia, peningkatan
kadar homocysteine.
Proses pembelajaran dan ikatan sosial juga turut
mempengaruhi, level pendidikan formal yang rendah, pekerjaan
yang membosankan, kurangnya aktivitas yang melatih otak seperti
membaca, bermain game, bermain alat music, dan kurangnya
komunikasi sosial.
Meski penyebab penyakit ini belum sepenuhnya diketahui,
pengaruh penyakit ini terhadap otak sudah jelas. Penyakit ini
merusak dan menghancurkan sel otak secara perlahan. Sel otak
yang menyimpan dan memproses informasi melemah dan mati.
Selain itu, protein abnormal dihasilkan sehingga menciptakan plak
dan penumpukan di sekitar dan di dalam sel dan akhirnya
mengganggu komunikasi pengidapnya.
2. Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos.Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2017).
Osteoporosis (tulang keropos) adalah gangguan kesehatan pada orang usia lanjut
yang disebabkan oleh rusaknya jaringan tulang (rapuh atau keropos). Penyakit ini
umumnya ditandai dengan gejala seperti postur tubuh membungkuk, nyeri punggung
berlebih, serta patah tulang.
Selain kurangnya asupan kalsium dan vitamin D, penyakit ini juga bisa muncul
karena pola hidup tidak sehat, konsumsi alkohol, gangguan hormonal, atau keturunan.
Wanita yang sudah menopause juga berpeluang lebih besar menderita osteoporosis
dibandingkan laki-laki.
Kekurangan vitamin D juga menyebabkan tulang menjadi keropos. Selain itu,
osteoporosis juga lebih rentan terjadi pada seseorang yang mengalami kelumpuhan
atau pada orang yang kurang aktif bergerak setiap hari. Menonton TV sepanjang hari
atau bekerja dengan duduk di depan laptop dapat menurunkan kualitas kepadatan
tulang. Dalam jangka panjang merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol juga
dapat memicu berkurangnya kepadatan tulang sehingga menimbulkan osteoporosis.
Osteoporosis tidak bisa sepenuhnya disembuhkan. Namun, dokter akan meresepkan
obat-obatan tertentu untuk meringankan keluhan, salah satunya
adalahbisphosphonates untuk menjaga kepadatan tulang dan mencegah keretakan
tulang.
3. Penyakit Kronik Lainnya Pada Lansia
a. Kanker
Kanker merupakan salah satu penyakit yang menakutkan bagi sebagian besar
masyarakat saat ini. Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel yang tidak
terkontrol yang dapat memengaruhi hampir semua bagian tubuh. Kasus kanker
baru berjumlah 14,1 juta dengan kematian akibat kanker berjumlah 8,2 juta di
seluruh dunia pada tahun 2012.
Salah satu populasi yang rentan menderita kanker adalah lansia (lanjut usia).
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun ke atas. Populasi lanjut usia memiliki risiko sepuluh kali lebih besar terkena
kanker daripada populasi yang lebih muda diAmerika Serikat.
Peningkatan jumlah kanker tersebut diduga berhubungan dengan perubahan
yang terjadi akibat proses penuaan, durasi paparan karsinogen dan pertumbuhan
massa tumor yang berlangsung lama pada lanjut usia. Kanker pada lansia sering
ditemukan pada stadium yang lebih lanjut atau sudah metastasis sehingga tidak
bisa di operasi. Pilihan tatalaksana pada lansia, dalam rangka memperbaiki
kualitas hidupnya dan kelangsungan hidup secara keseluruhan, maka kemoterapi
bisa menjadi salah satu pilihan. Kemoterapi adalah pemberian satu atau lebih obat
sitotoksik untuk menghancurkan atau menghambat pertumbuhan dan pembelahan
sel-sel ganas dalam pengobatan kanker.
b. Perubahan Kardiovaskuler
Perubahan struktur jantung dan sistem vaskular menyebabkan penurunan
kemampuan untuk berfungsi secara efisien. Katup jantung menjadi lebih tebal dan
kaku, jantung serta arteri kehilangan elastisitasnya. Tumpukan kalsium dan lemak
berkumpul didalam dinding arteri, vena menjadi sangat berkelok- kelok.
Meskipun fungsi dijaga dalam keadaan normal, tetapi sistem kardiovaskuler
berkurang cadangannya dan kemampuannya dalam merespon stress menurun.
Curah jantung saat istirahat (frekuensi jantung x volume sekuncup) berkurang
sekitar 1% pertahun setelah usia 20. Dalam kondisi stress, baik curah jantung
maksimum dan denyut jantung maksimum juga menurun tiap tahun.
Tabel Perubahan sistem kardiovaskuler pada lansia

Perubahan Morfologis dan Struktur Perubahan Fungsional

jantung 1. Kenaikan jaringan lemak 1. Berkurangnya eksitabilitas


2. Kenaikan jaringan ikat 2. Berkurangnya curah jantung
3. Kenaikan massa dan volume 3. Berkurangnya aliran darah balik
4. Kenaikan lipofusin 4. Kenaikan distritmia jantung
5. Kenaikan kandungan amyloid
6. Kenaikan konduksi saraf
7. Berkuranya inervasi
instrinsik dan eksrinsik
8. Kenaikan jaringan ikat dan
elastin
9. Kenaikan klasifikasi

Alirian 1. Kenaikan proporsi perubahan 1. Berkurangnya aliran darah untuk


Darah jaringan otot polos normal memenuhi kebutuhan oksigen
menjadi jaringan ikat dan jaringan
elastin 2. Berkurangnya aliran dan resiko
2. Kenaikan rigiditas aeteri penggumpalan darah pada
besar sirkulasi vena
3. Kenaikan arteroma sirkulasi 3. Berkurangnya curah jantung
4. Kenaikan kalsifikasi 4. Berkurangnya aliran darah balik
5. Kenaikan dilatasi vena

Sumber : pudjiastuti & utomo (2003) dalam Suri (2017)


Kemampuan arteri dalam melakukan fungsinya berkurang sampai 50%,
pembuluh darah kapiler mengalami penurunan elastisitas dan permeabilitas.
Terjadi perubahan fungsional yaitu kenaikan tahanan vaskular sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan sistol dan penurunan perfusi jaringan.
Penurunan sensitifitas baroreseptor mengakibatkan terjadinya hipotensi postural.
Curah jantung (cardiac output) berkurang akibat penurunan denyut jantung
maksimal dan volume sekuncup. Respon vasokonstriksi dalam mencegah
terjadinya penggumpalan darah (pooling of blood) menurun sehingga respon
terhadap hipoksia menjadi lambat (Pudjiastuti & Utomo, 2003 dalam Suri, 2017).
Penggunaan oksigen pada tingkat maksimal (VO2 maks) berkurang sehingga
kapasital vital paru menurun.
c. Obesitas
Obesitas dapat terjadi ketika kita sering mengonsumsi makanan dan
minuman tinggi kalori, dengan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yangsesuai.
Kebutuhan rata-rata kalori bagi wanita dewasa yang aktif secara fisikper hari
adalah sekitar 2000, sedangkan bagi pria dewasa yang juga aktifsecara fisik
adalah 2500 kalori. Masalah berat badan berlebih atau obesitas timbul saat kita
mengonsumsi makanan dengan kadar kalori dan lemak melebihi dari jumlahyang
dibutuhkan. Kalori yang tidak berubah menjadi energi dan tidak terpakaitersebut
akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh. Seiring waktu,penumpukan
lemak ini menambah berat badan yang mengarah pada beratbadan berlebih
hingga obesitas.
d. Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes Mellitus (DM) adalah kumpulan penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia akibat adanya gangguan sekresi darah
(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya (Brunner & Suddarth 2014).
studi yang dilakukan Sunjaya (2009), menemukan bahwa kelompok umur
yang paling banyak menderita Diabetes Melitus adalah kelompok umur 45-52
tahun (47,5%). Peningkkatan Diabetes risiko Diabetes seiring dengan umur,
khususnya pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa.
Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pancreas
dalam memproduksi insulin (Sunjaya, 2009). Selain itu pada individu yang
berusia lebih tua terdapat penurunan aktifitas mitokondria di sel-sel otot sebesar
35 %. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30 %
dan memicu terjadinya resistensi insulin.
Pada orang-orang yang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal
ini diakibatkan aktifitas sel beta pankreas untuk untuk menghasilkan insulin
menjadi berkurang dan sensifitas sel-sel jaringan menurun sehingga tidak
menerima insulin. Sedangkan pasda usia muda yang secara genetik sudah
mempunyai Diabetes Melitus juga beresiko mengalami Diabetes Melitus juga
beresiko mengalami Diabetes Melitus berkelanjutan jika tidak dapat mengatur
pola hidup sehat (Hasdianah,2012).
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada
mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap
insulin.
Diabetes Melitus tipe 2 mengenai individu berusia ≥40 tahun atau ≥45
tahun. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. WHO menyebutkan bahwa tiap kenaikan satu dekade umur,
kadar glukosa darah puasa akan naik sekitar 1-2 mg/dl dan 5,6-13 mg/dl pada 2
jam post prandial. Menurut Marrow dan Haller,patofisiologi gangguan intoleransi
glukosa pada usia lanjut saat ini masih belum jelas atau belum seluruhnya
diketahui selain faktor intrinsik danekstrinsik seperti menurunnya ukuran masa
tubuh dan naiknya lemak tubuh mengakibatkan kecenderungan timbulnya
penurunan kerja insulin pada jaringan sasaran. Timbulnya gangguan toleransi
glukosa pada usia lanjut semula diduga karena menurunnya sekresi insulin oleh
sel beta pancreas.
Sementara ahli lain menemukan bahwa terjadi kenaikan kadar insulin pada
2 jam post prandial yang diduga disebabkan oleh karena adanya resistensi insulin.
Goldberg dan Coon menyebutkan bahwa usia sangat erat kaitannya dengan
terjadinya kenaikan glukosa darah sehingga pada golongan usia yangsemakin tua,
prevalensi gangguan toleransi glukosa akan meningkat, demikian pula prevalensi
Diabetes Melitus
e. Artritis
Perubahan system musculoskeletal pada usia lanjut antara lain penurunan
kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan masa otot, ukuran otot mengecil,
sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak, kekuatan atau jumlah
daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya usia, serta
kekuatan otot ekstrimitas bawah berkurang sebesar 40% antara usia 30 sampai 80
tahun (Padila, 2013). Lanjut usia juga akan mengalami penurunan cairan tulang
yang mengakibatkan tulang menjadi mudah rapuh, bungkuk, persendian
membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, tendon mengkerut dan mengalami
sklerosis (Artinawati, 2014).
Penurunan pada massa tulang merupakan hal yang umum dialami oleh
lansia. Penurunan itu sendiri dapat diakibatkan oleh ketidakaktifan fisik,
perubahan hormonal dan resorpsi tulang. Efek dari penurunan ini adalah tulang
menjadi lemah,kekuatan otot menurun, cairan sinovial mengental dan terjadi
klasifikasi kartilago (Artinawati, 2014).
Penyakit tulang yang umum dijumpai pada lanjut usia adalah rheumatoid
arthritis. Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik atau
penyakit autoimun dimana rheumatoid artritisini memiliki karakteristik terjadinya
kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas. Penyakit ini adalah salah
satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh
imunitas (Ningsih & Lukman, 2013).
Lansia yang menderita rheumatoid arthritis umumnya mengeluh nyeri dan
kaku pada pagi hari. Nyeri yang dirasakan lansia dengan rheumatoid arthritis
dimulai dari adanya faktor pencetus, yaitu berupa autoimun atau infeksi,
dilanjutkan dengan adanya poliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit
menginfiltrasi daerah perivascular dan terjadi proliverasi sel-sel endotel, yang
mengakibatkan terjadinya neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang
terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi.
Inflamasi didukung oleh sitokin yang penting dalam inisiasi yaitu TNF
(tumor necrosis factor), interleukin-1 dan interleukin-6, selanjutnya akan
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan iregular pada jaringan sinovial yang
mengalami inflamasi. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin)
dilepaskan pada daerah inflamasi, sehingga mengakibatkan meningkatknya aliran
darah dan permeabilitas pembuluh darah, hal ini menyebabkan edema, rasa
hangat, erythema dan rasa sakit/nyeri (Suarjana, 2009).

C. Faktor Risiko Permasalahan Kesehatan Pada Lansia


1. Permasalahan Keseahatan Lansia: Penyakit Almeizer
a. Defenisi
Penurunan fungsi otak, terutama emosi, daya ingat dan pengambilan
keputusan disebut dengan PA (Menkes RI, 2016). Penyakit Alzheimer umumnya
mengenai lansia berusia > 65 tahun (Perdossi, 2015)
b. Faktor risiko penyakit Alzheimer (PA).
Beberapa faktor risiko yang telah diketahui, antara lain: usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit dalam keluarga, disabilitas intelektual, genetik,
psikososial dan vascular (Perdossi, 2015; Kocahan and Dogan, 2017). Usia, jenis
kelamin, genetik, riwayat penyakit keluarga, disabilitas intelektual dan Sindrom
Down termasuk dalam faktor risiko penyakit Alzheimer yang tidak dapat
dimodifikasi. Usia merupakan faktor risiko terpenting PA (Perdossi, 2015)
c. Penyebab dan Gejala Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer terjadi akibat penumpukan protein abnormal yang
mengganggu kinerja sel-sel saraf di otak. Dalam jangka panjang, otak akan
kehilangan beragam fungsi, seperti mengontrol pikiran, memori, dan
bahasa.Penelitian juga menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer dipicu oleh
berbagai faktor, seperti genetik, pola hidup, dan lingkungan. Gejala penyakit
Alzheimer bisa bervariasi pada setiap penderitanya. Namun, gejala yang umum
terjadi adalah kesulitan dalam berkomunikasi, serta kesulitan dalam mengenali
wajah serta orang di sekitarnya, termasuk keluarga dan teman (prosopagnosia).
Penderita penyakit Alzheimer juga kerap mengalami depresi atau delusi
d. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Alzheimer
Sampai saat ini, belum ada metode untuk menyembuhkan penyakit
Alzheimer. Akan tetapi, obat-obatan seperti rivastigmine bisa memperlambat
perburukan gejala yang dialami penderita penyakit Alzheimer. Dokter juga dapat
menganjurkan psikoterapi, antara lain terapi stimulasi kognitif.
Karena penyebabnya belum diketahui, penyakit Alzheimer sulit dicegah.
Namun, ada upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan otak, misalnya
tidak merokok, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, dan berolahraga
2. Permasahan Kesehatan Lansia Penyakit Osteoporosis
a. Defenisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,
2009).
Osteoporosis adalah suatu kondisi penurunan massa tulang secara
keseluruhan, merupakan suatu keadaaan tidak mampu berjalan/bergerak, sering
merupakan penyakit tulang yang menyakitkan yang gerjadi dalam proporsi
epidemik (Stanley and Beare, 2007). Kekurangan kalsium merupakan salah satu
penyebab utama osteoporosis. Osteoporosis biasanya didahului dengan osteopenia
yaitu kondisi dimana massa tulang mulai menurun (www.sinarharapan, 2008).
Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru
osteoporosis sebaga penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised
bone strength sehingga tulang mudah patah (Setiyohadi dkk.. 2006). Osteoporosis
juga didefinisikan sebagai penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa
tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang
mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk
mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal (Ferguson, 2000).
b. Penyebab dan Gejala Osteoporosis
Osteoporosis disebabkan oleh menurunnya kemampuan tubuh dalam
meregenerasi tulang sehingga kepadatan tulang berkurang. Penurunan
kemampuan regenerasi ini biasanya akan dimulai saat seseorang memasuki usia
35 tahun. Selain faktor usia, ada beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan
risiko terjadinya osteoporosis, seperti kekurangan vitamin D, gangguan hormon,
jarang berolahraga, konsumsi obat-obatan tertentu, serta kebiasaan merokok.
Osteoporosis sering kali tidak menimbulkan gejala apa pun. Kondisi ini biasanya
baru diketahui saat seseorang mengalami cedera yang menyebabkan patah tulang.
Seiring berkurangnya kepadatan tulang, penderita bisa mengalami gejala berikut:
 Mudah mengalami patah tulang walau hanya karena benturan yang ringan
 Nyeri punggung yang biasanya disebabkan oleh patah tulang belakang
 Postur badan membungkuk
 Tinggi badan berkurang
c. Pengobatan dan Pencegahan Osteoporosis
Pengobatan osteoporosis bertujuan untuk mencegah terjadinya patah
tulang atau tulang retak.
Jika penderita osteoporosis sangat berisiko untuk mengalami patah tulang,
dokter dapatvmemberikan obat-obatan untuk meningkatkan kepadatan tulang,
seperti:
 Bifosfonat
 Antibodi monoclonal
 Terapi hormone
Jika diperlukan, penderita dapat diberikan obat untukmeningkatkan
pembentukan tulang, seperti teriparatide dan abaloparatide. Pasien juga akan
dianjurkan untuk mengurangi aktivitas yang dapat menyebabkannya terjatuh atau
cedera. Pada beberapa keadaan, osteoporosis sulit untuk dicegah. Akan tetapi,
Anda bisa mengurangi risiko terkena osteoporosis dengan berhenti merokok,
melakukan pemeriksaan tulang berkala jika sudah menopause, berolahraga secara
teratur, dan mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin D dan kalsium,
misalnya susu sapi dan susu kedelai, atau suplemen kalsium sesuai dengan arahan
dokter.
3. Faktor resiko permaslahan kesehatan pada lansia
Peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia mencapai usia 66,2 tahun
memiliki kontribusi terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang berstruktur lanjut
usia (Aging structured population). Proses penuaan (Aging Process) menimbulkan
masalah kesehatan pada lansia yang ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan
fisiologis sistim organ akibat proses degeneratif dan penurunan sistim imun yang
terjadi pada usia lanjut. Masalah kesehatan yang sering timbul akibat proses penuaan
adalah seperti: Penurunan Intelektual/ Dementia (Intellectual Impairment),
Kurangnya Aktivitas Fisik (Immobility), Infeksi, Berdiri dan berjalan tidak stabil
(Instability), Sulit buang air besar (Constipation), Depresi, Penurunan daya tahan
(Immune Deffisiency), Gangguan tidur (Insomnia) dan Inkontinentia Urin. Salah satu
masalah yang tersering pada lansia adalah Inkontinensia Urin. Inkontinensia urin
adalah kondisi yang ditandai oleh defek spingter kandung kemih atau disfungsi
neurologis yang menyebabkan hilangnya control terhadap buang air kecil.
Masalah inkontinensia urin ini bukan saja menimbulkan persoalan fisik
melainkan menyebabkan masalah psikologis, social dan ekonomi sehingga
mempengaruhi kualitas hidup lansia. Prevalensi Inkontinensia urin di panti jompo
dikaitkan dengan lingkungan. Faktor imobilitas dan penyakit medis seperti diabetes
militus, stroke dan dementia.

D. ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA LANSIA


1. Pengkajian
Pengkajian multidimensional meliputi kesehatan mental dan fisik, fungsi tubuh,
dan situasi sosial. Pengkajian yang difokuskan pada pengkajian untuk etiologi
fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari kondisi gangguan mental pada lanjut usia
yang dirawat (Kushariyadi, 2010) Menurut Anderson E dan McFarlene, dalam model
asuhan keperawatan pengkajian secara umum meliputi inti komunitas yaitu penduduk
serta delapan subsistem yang mempengaruhinya. Inti komunitas, perlu dikaji tentang
pendidikan, pekerjaan, agama, keyakinan.
a. Data Inti
 Demografi : Kaji berapa banyak KK yang tinggal di daerah tersebut. Kaji
juga batas wilayah daerah tersebut.
 Statistik Vital : Kaji jumlah angka kesakitan dan angka kematian
pada wilayah tersebut. Terkhusus untuk permasalahan penyakit
kronik dan kesehatan reproduksi pada orang dewasa.
 Etnisitas : Kaji apa suku yang mayoritas dan minoritas di daerah tersebut,
lihat bagaimana komunikasi yang terjalin antarsuku dan apakah ada
kegiatan yang berkaitan dengan etnis mengenai kesehatan.
 Nilai dan Keyakinan : Kaji apa agama mayoritas dan minoritas di daerah
tersebut dan perhatikan apakah ada kebiasaan yang berkaitan dengan
agama mengenai kesehatan.
b. Data subsistem
 Lingkungan Fisik : Kaji kondisi dan kebersihan lingkungan sekitar
keluarga, susunan antarrumah, bagaimana masyarakat mengelola sampah
dan perhatikan juga bagaimana kualitas udara, air dan tanah
didaerah tersebut.
 System Kesehatan : Kaji bagaimana kemudahan akses pelayanan
kesehatan bagi keluarga, apakah masyarakat sering menggunakan
fasilitas kesehatan tersebut atau tidak, apakah masyarakat menggunakan
BPJS.
 Ekonomi : Kaji pekerjaan yang dominan dilakukan di wilayah tersebut.
 Keamanan dan Transportasi : Kaji apa saja transportasi umum yang dapat
digunakan masyarakat untuk mempermudah akses mendapatkan layanan
kesehatan.
 Kebijakan dan Pemerintahan : Kaji kebijakan apa saja yang sudah
diberlakukan di daerah tersebut terkait bidang kesehatan, kebijakan
terhadap kemudahan mendapatkan layanan kesehatan.
 Komunikasi : Kaji jenis dan tipe komunikasi yang digunakan oleh
penduduk daerah tersebut. Jenis bahasa yang digunakan juga
penting terutama untuk penyampaian infomasi mengenai kesehatan.
 Pendidikan : Kaji tingkat pendidikan penduduk daerah tersebut, Kaji
tingkat pengetahuan penduduk mengenai permasalahan terkait kesehatan
seperti penyakit kronik dan kesehatan reproduksi.
 Rekreasi : Kaji jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada, tingkat partisipasi
atau pemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan keamanan dari
sarana rekreasi yang ada.
c. Diagnosa Keperawatan & Intervensi
 Hambatan relogiositas berhubungan dengan krisi akhir kehidupan
 Resiko jatuh

DIAGNOSA NIC NOC

Hambatan relogiositas Setelah dilakukan intervensi 1. Pengurangan kecermasan


berhubungan dengan krisi keperawatan Selama kurang lebih 2. Peningkatan koping
akhir kehidupan 7 3. Manajemen energi
hari religiositas pasien dapat 4. Manajemen lingkungan
teratasi 5. Manajemen nyeri
dengan kriteria hasil : 6. Fasilitasi Pengembangan
Definisi : spiritual
7. Dukungan spiritual
Gangguan kemampuan 1. Kesehatan Spiritual
untuk melatih 2. Status Kenyamanan
kebergantungan pada
keyakina dan/atau
berpartisifasi dalam ritual
tradisi Kepercayaan
tertentu

Resiko Jatuh Pencegahan resiko jatuh Resiko Kontrol

1. Identifikasi kebutuhan Setelah dilakukan tindakan


Defenisi : keamanan pasien, berdasarkan keperawatan selama 3x24
tingkat fisik dan fungsi jam diharapkan resiko jatuh
Rentan terhadap kognitif. dapat diminimalkan dengan
peningkatan risiko jatuh 2. Identifikasi kebiasaan dan
yang dapat menyebabkan faktro resiko mempengaruhi Kriteria Hasil:
bahaya fisik dan cidera
gangguan kesehatan. 3. Identifikasi karakteristik dari 1. Keseimbanga : Kemampuan
lingkungan yang mungkin untuk mempertahan kan
meningkatkan potensi jatuh ekuilibrium
(misalnya, lantai licin dan 2. Pasien mengenal tanda
tangga yang terbuka). gejala yang
4. Monitor gaya berjalan dan mengindikasikan faktor
keseimbangan. resiko.
5. Ciptakan lingkungan yang 3. Pasien dapat
nyaman bagi pasien Mengidentifikasi resiko
a. Taruh barang-barang yang kesehatan yang mungkin
sering Diperlukan berada terjadi.
Dalam jangakauan 4. Pengetahuan; pemahaman
b. gunakan karpet antislip di pencegahan jatuh. Kejadian
depan kamar mandi jatuh tidak ada
c. Pertahankan lantai supaya
tidak licin
d. Pasang pegangan tangan di
tempat yang diperlukan.
e. Berikan penerangan yang
memadai
f. Hindari penggunaan
furniture yang beroda.
6. Anjurkan Penggunaan alat
bantu berjalan
7. Anjurkan cara bangun dari
jatuh.
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi,
2008; Ratnawati, 2018). Setidaknya ada dua hal utama yang harus
diperhatikan dalam tahap evaluasi. Pertama, perkembangan klien terhadap
hasil yang sudah ia capai dan kedua adalah efektif atau tidaknya rencana
keperawatan yang sudah disusun sebelumnya.

E. PROMOSI PREVENSI PREVENSI KESEHATAN PADA LANSIA


Promosi prevensi kesehatan pada lansia untuk penyakit osteoporosis adalah
Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien osteoporosis yang utama adalah terkait
pencegahan jatuh. Modifikasi lingkungan sekitar pasien umumnya diperlukan karena
jatuh dapat menyebabkan pasien mengalami fraktur. Edukasi gaya hidup perlu
ditekankan kepada pasien mengenai pentingnya nutrisi yang baik dan olahraga teratur
untuk kesehatan tulang sepanjang hidup mereka. Faktor nutrisi meliputi asupan protein
yang cukup, serta suplementasi kalsium dan vitamin D. Pasien juga perlu
mempertahankan berat badan ideal, karena kekurangan berat badan berkorelasi dengan
peningkatan insiden osteoporosis dan fraktur. Latihan fisik weight-bearing (seperti
berjalan, jogging, dan menaiki tangga) dikombinasikan dengan latihan kekuatan dan
latihan keseimbangan akan menghasilkan efek pencegahan yang optimal. Berenang,
bersepeda, dan latihan aerobik lainnya memberikan manfaat kardiovaskular tetapi tidak
selalu memberikan manfaat pada kesehatan tulang.
Promosi prevensi kesehatan pada lansia untuk penyakit Alzheimer adalah Edukasi
dan promosi kesehatan pada pasien dengan penyakit Alzheimer dan keluarga ditekankan
terkait deteksi dini gejala awal, prognosis, serta modifikasi faktor risiko. Ekspektasi
pasien dan pengasuh harus dikelola. Sampaikan bahwa penyakit Alzheimer belum
memiliki terapi definitif sehingga terapi yang diberikan sekarang hanya akan membantu
mengurangi gejala.Edukasi pada pasien Alzheimer dan keluarganya atau pengasuhnya
untuk melakukan modifikasi gaya hidup melalui aktivitas fisik yang rutin, mengurangi
konsumsi alkohol, stimulasi kognitif, menjaga asupan nutrisi yang baik, serta
mengingatkan pentingnya bersosialisasi. Keluarga ataupun pengasuh juga harus
dilibatkan dalam terapi dan perlu diberikan dukungan karena pada suatu saat nanti pasien
Alzheimer akan bergantung penuh dengan mereka.Edukasi keluarga untuk membantu
pasien membuat jadwal kegiatan rutin dan mendorong pasien untuk mengikuti jadwal
yang telah dibuat. Pasien Alzheimer dapat berdiskusi dengan keluarga mengenai
keinginan dan batasan bila nanti dirinya sampai pada kondisi tidak mampu membuat
keputusan sendiri.

F. PROGRAM KESEHATAN LANSIA


Program pembinaan kesehatan lanjut usia telah dikembangkan sejak tahun 1986,
sedangkan pelayanan geriatri di rumah sakit mulai dikembangkan sejak tahun 1988 oleh
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Dr. Kariadi di
Semarang Jawa Tengah. Sejalan dengan berlangsungnya GERMAS, Kementerian
Kesehatan dan jajarannya memulai program keluarga sehat, yaitu program yang
dilaksanakan oleh Puskesmas dengan sasaran utama adalah keluarga. Program keluarga
sehat mengutamakan upaya promotif dan preventif yang disertai dengan penguatan
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), kunjungan rumah secara aktif untuk
peningkatan jangkauan dan total cakupan, dan menggunakan pendekatan siklus hidup/life
cycle approach.
Perawatan Jangka Panjang (Long Term Care/LTC) bagi lanjut usia menurut WHO
adalah kegiatan yang dilakukan oleh care giver (pengasuh/pelaku rawat) informal atau
professional untuk memastikan bahwa lanjut usia yang tidak sepenuhnya mampu
merawat diri sendiri, dapat menjaga kualitas tertinggi kehidupannya, sesuai dengan
keinginannya, dan dengan kemungkinan memiliki kebebasan, otonomi, partisipasi,
pemenuhan kebutuhan pribadi serta kemanusiaan. Perawatan di rumah (home care) bagi
lanjut usia adalah perawatan yang diberikan kepada lanjut usia yang tidak sepenuhnya
mampu merawat dirinya sendiri, hidup sendiri atau bersama keluarga namun tidak ada
yang mengasuh. Perawatan diberikan oleh care giver (pengasuh/pelaku rawat) informal
atau profesional, dengan home nursing (kunjungan rumah) oleh perawat profesional.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di
wilayah kerjanya. Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan santun lanjut
usia adalah Puskesmas yang melakukan pelayanan kesehatan kepada pra lanjut usia dan
lanjut usia meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keperawatan komunitas ditentukan secara menyeluruh dan terpadu ditunjukkan
kepada semua kelompok umur serta melihatkan peran masyarakat itu sendiri.
Keperawatan komunitas pada agregat lansia sangat diperlukan dalam upaya pencegahan
ketidak mampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan
lansia, dan pemulihan untuk mengatasi keterbatasan lansia dimana pada usia ini, manusia
akan mengalami penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Serta
memiliki risiko tinggi terhadap masalah kesehatan.

B. SARAN
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca dan isi dari
makalah ini dapat dengan mudah dipahami oleh para pembaca sehingga pembaca dapat
mengetahui informasi yang disampaikan dari penulisan makalah ini. Dan semoga asuhan
keperawatan yang sudah di berikan dapat diterima oleh masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Yadi.(2009). Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi kedua. Jakarta:EGC

Fadlilah, S., Sucipto, A., & Amestiasih, T. (2019). Usia, Jenis Kelamin, Perilaku Merokok, dan
IMT Berhubungan dengan Resiko Penyakit Kardiovaskuler. Jurnal Keperawatan, 11(4), 261-
268.

https://reumatologi.or.id/wp-content/uploads/2021/04/Rekomendasi-RA-Diagnosis-dan-
Pengelolaan-Artritis-Reumatoid.pdf

Setiyorini, E., Wulandari, N. A., & Efyuwinta, A. (2018). Hubungan kadar gula darah dengan
tekanan darah pada lansia penderita Diabetes Tipe 2. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of
Ners and Midwifery), 5(2), 163-171

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Muliani. 2019. Makalah Tinjauan Literatur : Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana.

Zaki, Achmad. 2020. Buku Saku Osteoporosis Volume 1. Haja Mandiri

https://www.alodokter.com/osteoporosis

https://www.alodokter.com/penyakit-alzheimer

https://www.alodokter.com/penyakit-alzheimer

https://www.alomedika.com/penyakit/neurologi/alzheimer/edukasi-dan-promosi-kesehatan

Anda mungkin juga menyukai