Anda di halaman 1dari 43

2.

1 Skenario Kasus
Tuan Jhazan, pekerjaanya sopir bus AKAP, status perkawinan sudah menikah
memiliki seorang putra datang ke Poliklinik Urology “RS Cepat Sembuh” diperiksa
oleh dr. Budi karena mengalami penyakit kelamin. Tn Jhazan mengaku bahwa
penyakit ini berhubunga dengan pekerjaannya yang harus meninggalkan keluarga satu
sampai dua minggu dalam sebulan, sehingga untuk menyalurkan kebutuhan
biologisnya dia berhubungan dengan PSK. Setelah melakukan pemeriksaan pada Tn
Jhazan, dr Budi meminta istri Tn Jhazan juga diperiksa dan diobati sesuai dengan
standar prosedur operasional atau Clinical Practice Guidline (Pedoman Pelayanan
Klinis = PPK) kasus Penyakit Menular Seksual (PMS) bahwa mitra seksual juga
harus diperiksa serta diobati jika ternyata telah tertular.
Tn Jhazan menolak karena khawatir tidak ingin isterinya tahu bahwa ia
menderita penyakit tersebut serta ia meminta dokter untuk merahasiakannya. Dokter
Budi awalnya marah serta tidak menunjukkan sikap empati kepada Tn Jhazan yang
menolak membawa istrinya berobat, tetapi setelah dr Budi menyadari sikap marah
tidak akan menyelesaikan masalah, dan kemudian melakukan edukasi tentang adanya
mekanisme penularan PMS kepada Tn Jhazan, maka Tn Jhazan menyetujui untuk
membawa istrinya ke dr Budi dengan syarat harus merahasiakn tentang sumber
penyakit tersebut. Dari hasil pemeriksaan, Ny Jhazan ternyata sudah tertular dan dr
Budi memberikan resep obat serta mengatakan bahwa ia menderita infeksi ringan dan
akan sembuh dengan suatu antibiotik.
Ny Jhazan meminta penjelasan tentang penyakitnya sehingga timbul dilema
pada dr Budi yang mengetahui bahwa pasie berhak mendapatkan informasi tentang
penyakit yang diderita.

2.2 Analisis Masalah


1. Tuan Jhazan diperiksa oleh dr. Budi karena mengalami penyakit kelamin yang
disebabkan pekerjaan yang meninggalkan keluarga sehingga ia menyalurkan
kebutuhan biologisnya dengan berhubungan dengan PSK.
a. Apa saja jenis penyakit kelamin?
Jenis-jenis penyakit kelamin menurut, (Fahmi 2008) adalah :

1
- Genore (kencing nanah)
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit
ini adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan
menyerang selaput lendir, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh
lainnya.
- Sifilis
Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual
atau penggunan barang-barang dari seseorang yang tertular. Penyebab
timbulnya penyakit ini adanya kuman Treponema pallidum, kuman ini
menyerang organ penting tubuh lainya seperti selaput lender , anus, bibir,
lidah dan mulut.
- Chlamydia Trachomatis
Chlamydia trachomatis adalah salah satu dari tiga spesies bakteri dalam
genus Chlamydia, famili chlamydiaceae, kelas Chlamydiae, filum
Chlamydiae, domain Bacteria. Infeksi chlamydia trachomatis sering tidak
menimbulkan gejala dan sangat beresiko bila terjadi pada ibu-ibu karena
dapat menyebabkan kehamilan ektopik, infertilitas dan abortus.
- Herpes Genitali
Ada dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua
herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh
virus Varicella zoster, sedangkan herpes simpleks disebabkan oleh herpes
simplex virus (HSV).
- Kandiloma akuminata (Kutil Genitasi)
Merupakan kutil di dalam atau di sekeliling vagina, penis atau dubur, yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Kutil genitalis sering ditemukan dan
menyebabkan kecemasan karena tidak enak dilihat, bisa terinfeksi bakteri,
bisa merupakan petunjuk adanya gangguan sistem kekebalan.
- HIV-AIDS
Sejenis virus yang menyebabkan AIDS dan menyerang sel darah putih
sehingga jumlah sel darah putih semakin berkuranng dan menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menjadi lemas.
- Ulkus Mole

2
Disebabkan oleh : Haemophillus Ducreyi, dengan gejala klinis seperti
koreng jumlahnya banyak, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi bergaung,
sekitar koreng merah dan edema, sangat nyeri

b. Apa gejala dari seseorang yang menderita penyakit kelamin?


Menurut Hutagalung (2002).Gejala-Gejala Umum Penyakit Menular Seksual
baik laki – laki maupun perempuan berupa
- Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin warnanya kekuningan-
kuningan, berbau tidak sedap.
- Menstruasi atau haid tidak
teratur.
- Rasa sakit di perut bagian bawah.
- Rasa gatal yang berkepanjangan di sekitar
kelamin. Pada anak laki-laki gejalanya berupa:
- Rasa sakit atau panas saat kencing.
- Keluarnya darah saat kencing.
- Keluarnya nanah dari penis.
- Adanya luka pada alat kelamin.
- Rasa gatal pada penis atau dubur

c. Bagaimana pandangan islam tentang berhubungan dengan orang yang


bukan muhrim (PSK)?
Surah l-Isra'Ayat 32
‫َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّزنَا ِإنَّهُ َكانَ فَا ِح َشةً َو َسا َء َسبِياًل‬
Artinya :
“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Israa’/17:32)

2. Dokter Budi meminta istri tuan Jhazan diperiksa dan diobati sesuai dengan
Standar Prosedur Operasional kasus penyakit menular seksual bahwa mitraseksual
juga harus diperiksa serta diobati jika ternyata telah tertular.
a. Mengapa dokter harus menerapkan standar prosedur operasional?
Menurut HE. (2012) dokter harus menerapkan standar prosedur operasional
dikarenakan dapat mempermudah tugas dokter, dapat dijadikan sebagai

3
sumber pedoman, dapat dijadikan dasar hukum bila terjadi penyimpangan, dan
dapat mengarahkan petugas medis untuk disiplin.

b. Bagaimana cara umat muslim untuk menghindari penyakit menular


seksual?
Adapun cara umat muslim untuk menghindari penyakit menular seksual yaitu
dengan menjaga pandangannya terhadap lawan jenis, mengkaji al-quraan,
berzikir, salat malam.
Rosulullah SAW bersabda: “Kerjakanlah salat malam, sebab itu adalah
kebiasaan orang-orang soleh dahulu sebelum daripada kamu juga satu jalan
untuk mendekatkan dirimu kepada Tuhan-Mu juga sebagai penebus
keburukan-keburukanmu, pencegah dosa, serta dapat menghalukan penyakit
dari badan.” (Riwayat Al-Tirmizi dalam Departemen Agama RI, 2010)

c. Apa landasan hukum tentang pelayanan klinis?


Landasan hukum terdapat pada peraturan menteri kesehatan nomor
1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.

BAB I : KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


(1) Standar Pelayanan Kedokteran adalah pedoman yang harus diikuti
oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran.
(2) Standar Prosedur Operasional, selanjutnya disingkat SPO adalah suatu
perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk
menyelesaikan proses kerja rutin tertentu, atau langkah yang benar dan
terbaik berdasarkan konsensus bersama dalam melaksanakan berbagai
kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh fasilitas pelayanan
kesehatan berdasarkan standar profesi
(3) Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan
dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran

4
gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Strata Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tingkatan pelayanan yang
standar tenaga dan peralatannya sesuai dengan kemampuan yang
diberikan.
(5) Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya
kesehatan.
(6) Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran
atau kedokteran gigi.
(7) Kondisi adalah gambaran klinis yang berupa gejala dan/atau tanda
yang tampak pada pasien.
(8) Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia beserta
Perhimpunan Dokter Spesialis untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi
Indonesia beserta Perhimpunan Dokter Gigi Spesialis untuk dokter
gigi.
(9) Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.

BAB II : TUJUAN
Pasal 2

Penyusunan Standar Pelayanan Kedokteran bertujuan untuk:


(1) Memberikan jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan
kedokteran yang berdasarkan pada nilai ilmiah sesuai dengan
kebutuhan medis pasien;
(2) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi.

BAB III : PRINSIP DASAR


Pasal 3

5
(1) Standar Pelayanan Kedokteran meliputi Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK) dan SPO.
(2) PNPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Standar
Pelayanan Kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi
profesi serta disahkan oleh Menteri.
(3) SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan ditetapkan oleh
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 4

(1) Standar Pelayanan Kedokteran disusun secara sistematis dengan


menggunakan pilihan pendekatan:
a. Pengelolaan penyakit dalam kondisi tunggal, yaitu tanpa penyakit
lain atau komplikasi;
b. Pengelolaan berdasarkan kondisi.
(2) Standar Pelayanan Kedokteran dibuat dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakna ganda, menggunakan kata bantu kata kerja yang tepat,
mudah dimengerti, terukur dan realistik.
(3) Standar Pelayanan Kedokteran harus sahih pada saat ditetapkan,
mengacu pada kepustakaan terbaru dengan dukungan bukti klinis, dan
dapat berdasarkan hasil penapisan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan atau
institusi pendidikan kedokteran.

BAB IV : PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN


Pasal 5

Penyusunan PNPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan


untuk penyakit atau kondisi yang memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai
berikut:
(1) penyakit atau kondisi yang paling sering atau banyak terjadi;
(2) penyakit atau kondisi yang memiliki risiko tinggi;
(3) penyakit atau kondisi yang memerlukan biaya tinggi;

6
(4) penyakit atau kondisi yang terdapat variasi/keragaman dalam
pengelolaannya.

Pasal 6

PNPK disusun oleh sekelompok pakar yang dapat melibatkan profesi


kedokteran, kedokteran gigi atau profesi kesehatan lainnya, atau pihak lain
yang dianggap perlu dan disahkan oleh Menteri.

Pasal 7

PNPK memuat penyataan yang dibuat secara sistematis yang didasarkan pada
bukti ilmiah (scientific evidence) untuk membantu dokter dan dokter gigi serta
pembuat keputusan klinis tentang tata laksana penyakit atau kondisi klinis
yang spesifik.

Pasal 8

PNPK harus ditinjau kembali dan diperbaharui sesuai dengan perkembangan


ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 9

Pemerintah dan organisasi profesi melakukan sosialisasi setiap adanya


perubahan dan/atau perbaikan terhadap PNPK.

BAB V : STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


Pasal 10

(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib memprakarsai


penyusunan SPO sesuai dengan jenis dan strata fasilitas pelayanan
kesehatan yang dipimpinnya.
(2) PNPK harus dijadikan acuan pada penyusunan SPO di fasilitas
pelayanan kesehatan.

7
(3) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
(4) SPO disusun dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (clinical practice
guidelines) yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (clinical
pathway), algoritme, protokol, prosedur atau standing order.
(5) Panduan Praktik Klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
memuat sekurang-kurangnya mengenai pengertian, anamnesis,
pemeriksaan fisik, kriteria diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, terapi, edukasi, prognosis dan kepustakaan.

Pasal 11

SPO disusun oleh staf medis pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dikoordinasi oleh Komite Medis dan ditetapkan oleh Pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan.

Pasal 12

SPO harus selalu ditinjau kembali dan diperbaharui sekurang-kurangnya 2


(dua) tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.

BAB VI : KEPATUHAN KEPADA STANDAR DAN PENYANGKALAN


(DISCLAIMER)
Pasal 13

(1) Dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lainnya di fasilitas
pelayanan kesehatan harus mematuhi PNPK dan SPO sesuai dengan
keputusan klinis yang diambilnya.
(2) Kepatuhan kepada PNPK dan SPO menjamin pemberian pelayanan
kesehatan dengan upaya terbaik di fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi
tidak menjamin keberhasilan upaya atau kesembuhan pasien;

8
(3) Modifikasi terhadap PNPK dan SPO hanya dapat dilakukan atas dasar
keadaan yang memaksa untuk kepentingan pasien, antara lain keadaan
khusus pasien, kedaruratan, dan keterbatasan sumber daya.
(4) Modifikasi PNPK dan SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
dicatat di dalam rekam medis.

BAB VII : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 14

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota bersama dengan organisasi profesi melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan
kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangan masing-masing dapat mengambil tindakan administratif.
(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa:
a. teguran lisan,
b. teguran tertulis, atau
c. pencabutan izin

BAB VIII : KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 15

(1) Standar Pelayanan dan SPO yang telah disusun sebelum ditetapkannya
Peraturan ini dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan belum diperbaharui.
(2) Organisasi profesi dalam menyusun PNPK, dan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam menyusun SPO harus menyesuaikan dengan
ketentuanketentuan dalam Peraturan ini paling lama 2 (dua) tahun
sejak berlakunya Peraturan ini.

9
BAB IX : KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia

d. Apa manfaat jika seorang dokter menerapkan standar prosedur operasional?


Menurut Suharjo (2008), Manfaat jika seorang dokter menerapkan Pedoman
Praktik Klinis adalah
1. Meningkatkan mutu pelayanan
2. Mengurangi variasi prosedur atau tindakan yang tidak perlu
3. Mengurangi tindakan yang tidak efektif atau membahayakan
Mengupayakan agar tindakan terapi yang diberikan memberikan keuntungah
yang maksimal dengan meminimalkan biaya dan resiko bahaya

3. Tuan Jhazan menolak karena khawatir tidak ingin isterinya tahu bahwa ia
menderita penyakit tersebut serta ia meminta dokter untuk merahasiakannya.
a. Apa saja Hak dan Kewajiban pasien menurut UU.Kesehatan dan UUPK?
Menurut UU No. 29 tahun 2004 paragraf 7 pasal 52 dan 53, hak dan kewajiban
pasien adalah

Pasal 52

Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak

(1) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis


sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3)

(2) Meminta pendapat dokter atau dokter gigi yang lain.

(3) Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis

(4) Menolak tindakan medis

(5) Mendapatkan isi rekam medis

10
Pasal 53

Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai


kewajiban

(1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah


kesehatan.
(2) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.
(3) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
(4) Memberikan imbalan jasa atas pelayannan yang diterima

Selain Hak pasien yang diatur dalam UU No. 29 tahun 2004 paragraf 7 pasal 52,
Hak pasien juga diatur dalama Kode Etik Kedokteran Indonesia pada

Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak – hak pasien, hak – hak sejawatnya, dan
hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Dari pasal ini telah di perjelas lagi oleh Dr. Budi Sampurno, Sp. F, SH dimana
Hak – hak pasien telah diatur dalam beberapa ketentuan, yaitu didalam
Declaration of Lisbon (1991)
a. Hak memilih dokter
b. Hak dirawat dokter yang “bebas”
c. Hak menerima/menolak pengobatan setelah menerima informasi
d. Hak atas kerahasiaan
e. Hak mati secara bermartabat
f. Hak atas dukungan moral/spiritual

Sedangkan dalam pasal 53 UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan


a. Hak atas informasi
b. Hak atas “second opinion”
c. Hak atas memberikan persetujuan pengobatan/tindakan medis
d. Hak atas kerahasiaan
e. Hak pelayanan kesehatan

11
b. Apa saja Hak dan Kewajiban dokter menurut UU.Kesehatan dan UUPK?
Hak dan Kewajiban dokter Undang –Undang RI No.29 Tahun 2004 . Paragraf
6 . Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi .

Pasal 50
Dokter atau dokter Gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
hak :
(1) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
(2) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi operasional;
(3) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
(4) Menerima imbalan jasa.

Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempenyai
kewajiban
(1) Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
(2) Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
(3) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia
(4) Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya
(5) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.

c. Peraturan apa yang mengatur tentang rahasia antara dokter dan pasien?
Menurut Jusuf H. & Amri A. (2008) Peraturan yang mengatur tentang rahsia
antara dokter dan pasien adalah
1. Lafal sumpah dokter :

12
Pada poin ke-5 yaitu : Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter
 KODEKI :
Pasal 7C

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya


dan hak tenaga lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang dilakukannya
kepada pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

 UU RI Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran :

Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran

Pasal 51
(c) segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.

 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/ MENKES/ PER / III / 2008


tentang rekam medis :
Informasi tentang identitas diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan, dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga
kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu,
petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

 PP No.10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran

Pasal 1

13
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau
selama melakukan pekerjaan dalam lapangan kedokteran.
Pasal 2
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang
sederajat atau lebih tinggi daripada peraturan pemerintah ini menentukan
lain.
Pasal 3
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud pasal 1 ialah:
- Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara tahun 1963 No.79)
- Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan, dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan (Desrezia, 2004)

d. Apa yang terjadi apabila seorang dokter tidak dapat menjaga


kerahasiaan seorang pasien?
Menurut Jusuf H. & Amri A. (2008) yang terjadiapabila seorang dokter tidak
dapat menjaga kerahasiaan seorang pasien adalah
Rahasia adalah sesuatu yang disembunyikan dan hanya diketahui oleh satu
orang, oleh beberapa orang saja, atau oleh kalangan tertentu. Jadi, apabila
terjadi terjadi kebocoran rahasia dalam jabatan dokter dapat berakibat tuntutan
ke pengadilan, terlebih dalam masyarakat yang telah maju, menyebabkan
seseorang kehilangan pekerjaannya.
Hukuman yang dapat diberikan dalam bentuk pidana dan perdata yang diatur
dalam :
1. Pasal 322 kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)
(a) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpan
karena jabatan atau oencariannya, baik sekarang maupun yang dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling banyak enam ratus rupiah.
(b) Jika kejahatan terhadap seseorang terntu, maka perbuatan itu hanya
dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

14
2. Pasal 1365 KUH Perdata
“Barang siapa yang berbuat salah sehingga orang lain menderita kerugian,
berwajib menganti kerugian itu.” Pada hakikatnya adanya ancaman
hukuman perdata ini menimbulkan berbagai soal yang sulit dalam
perkerjaan sehari hari.
e. Bagaiamana pandangan Islam tentang menjaga rahasia seseorang?
Rahasia adalah perkara tersembunyi yang terjadi di antara diri kita dan orang
lain. Menjaga rahasia adalah dengan tidak menyebarkannya atau bahkan
sekedar menampakkannya. Menjaga rahasia hukum asalnya adalah wajib
karena rahasia termasuk janji yang harus ditunaikan. Allah berfirman,

ً‫إن ْال َع ْه َد َكانَ َم ْسؤُوال‬


َّ ‫َوأَوْ فُوا بِ ْال َع ْه ِد‬ .14

“Dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu akan ditanyakan.” (Al


Isra’: 34)

4. Dokter Budi awalnya marah serta tidak menunjukkan sikap empati kepada Tn
Jahzan yang menolak membawa istrinya berobat, tetapi setelah dr Budi menyadari
sikap marah tidak akan menyelesaikan masalah dan kemudian melakukan edukasi
tentang adanya mekanisme penularan PMS kepada Tn Jhazan, maka Tn Jhazan
menyetujui untuk membawa istrinya ke dr Budi dengan syarat harus merahasiakan
tentang sumber penyakit tersebut.
a. Bagaimana sikap dokter yang baik terhadap pasien?
Menurut Djauzi, S & Supartondo (2004) Sikap baik seorang dokter
ditunjukkan ketika seorang dokter dapat bersikap profesional. Sikap
profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan
tugasnya, yang berarti mampu menyelesaikan tugas – tugasnya sesuai dengan
peran dan fungsinya, mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu,
pembagian tugas profesi dengan tugas – tugas pribadi yang lain dan mampu
menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan
profesi kesehatan yang lain. Didalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap
profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya
pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi
secara efektif (silversman, (1998) dalam Djauzi, S & Supartondo (2004))Sikap
profesional ini hendaknya dijalin terus – menerus sejak awal konsultasi,

15
selama proses konsultasi berlangsung dan akhir konsultasi. Contoh sikap
dokter ketika menerima pasein
1. Menyilakan masuk dan mengucap salam
2. Memanggil / menyapa pasien dengan namanya
3. Menciptakan suasa yang nyaman (syarat bahwa punya cukup waktu,
menanggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak
lelah).
4. Meperkenalkan diri, menjelaskan tugas / perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, konsultasi gizi, konsultan tumbuh kembang,
dan lain – lain)
5. Menilai suasana hati lawan bicara.
6. Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah, bahasa tubuh) pasien
7. Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
8. Memperhatikan keluhan yang dismapaikan tanpa melakukan interupsi
yang tidak perlu.
9. Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebaginya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang

b. Bagaimana perilaku yang diterapkan dokter dalam menunjukkan sikap empati?


Menunjukkan empati tidak hanya lewat komunikasi verbal, namun dapat
ditampilkan dalam komunikasi non verbal seperti : genggaman tangan, mimik
muka simpatik. Berempati bukan hanya sekedar basa-basi atau bermanis mulut
kepada pasien, tetapi juga dituntun untuk memiliki keterampilan seperti :
1. Mendengar aktif
Seorang dokter harus mampu mendengar aktif dengan tujuan untuk
mengetahui pemikiran,perasaan, dan keinginan yang ingin disampaikan
pasien.
2. Responsif terhadap kebutuhan pasien
3. Yaitu adanya usaha untuk memberikan pertolongan pada pasien, dan
dimulai dari diri sendiri

c. Bagaimana komunikasi efektif antara dokter dan pasien?

16
Menurut Edelmann (2000) mengidentifikasi empat faktor utama yang mungkin
mempengaruhi sifat dan efektivitas komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu:
1. Karakteristik dokter (jenis kelamin dan pengalaman)
2. Karakteristik pasien (jenis kelamin, kelas sosial, usia, pendidikan
dankeinginan akan informasi)
3. Perbedaan antara kedua belah pihak dalam hal kelas sosial dan pendidikan
sikap, keyakinan dan harapan
4. Faktor-faktor situasional (beban pasien, tingkat kenalan dan sifat masalah
yang diajukan).

d. Apa manfaat yang ditimbulkan antara komunikasi efektif antara dokter


dan pasien?
Menurut Sukardi, Elias;dkk (2008) Manfaat yangditimbulkan antara
komunikasi efektif antara dokter dan pasien adalah
a. Meningkatkan kesehatan jiwa
b. Pasien lebih patuh pada pengobatan
c. Meningkatnya kepuasan pasien
d. Meningkatnya kepuasan dokter
e. Dan pada akhirnya dapat mengurangi resiko dugaan malpraktik

5. Dari hasil pemeriksaan, Ny Jhazan ternyata sudah terlular dan dr Budi


memberikan resep obat serta mengatakan bahwa ia menderita infeksi ringan dan
akan sembuh dengan suatu antibiotik.
a. Apakah tindakan yang dilakukan dokter Budi sudah tepat?

Pada kasus ini terdapat dua dilema yang dialami Dokter Budi dalam
menentukan keputusan yaitu antara tetap merahasiakan tentang penyakit atas
permintaan Tn Jhazan atau menjelaskan penyakit tersebut kepada Ny Jhazan
karena Ny Jhazan juga sebagai pasien yang memiliki hak dan otonomi nya
sendiri.

1. Wajib simpan rahasia


Wajib simpan rahasia seperti yang tercantum dalam Sumpah Hippokrates
butir ke-9, Lafal Sumpah Dokter butir ke-5, KODEKI pasal 12 dan

17
Peraturan Menteri Kesehatan No.36 Tahun 2012 Bab III Pasal 4 ayat 1-3
yaitu Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien. Selain itu, Dokter juga harus menghormati otonomi pasien dengan
tetap menjaga rahasia tersebut hingga pasien meninggal ataupun ketika ada
hal-hal yang mengharuskan rahasia tersebut untuk dibuka seperti yang
sudah tercantum dalam KUHP (7 poin).
Jika ditinjau dari hal diatas, tindakan dokter Budi sudah benar karena ia
menjaga rahasia penyakit yang diderita oleh Tn Jhazan.
2. SPO
Pada kasus, Tn Jhazan menderita penyakit kelamin dan diduga Ny Jhazan
sudah tertular. Penyakit kelamin merupakan jenis penyakit menular seksual,
sehingga Dokter Budi meminta Tn Jhazan membawa Ny Jhazan ke Dokter
Budi untuk diperiksa. Setelah Pemeriksaan, Ny Jhazan didiagnosa
menderita infeksi ringan yang akan sembuh dengan pemberian antibiotik
dan langsung diberi resep. Tindakan ini tidak sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438
tahun 2010 Bab V tentang Standar Prosedur Operasional Pasal 10 ayat 5
yaitu SPO seperti yang dimaksudkan pada ayat 4 yaitu harus memuat
sekurang-kurangnya mengenai pengertian, anamnesis, pemeriksaan fisik,
kriteria diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi,
edukasi, prognosis, dan kepustakaan.
Dokter Budi pada kasus ini tidak melakukan pengertian dan anamnesis
terlebih dahulu dan langsung pada pemeriksaan fisik. Dokter tidak
menjelaskan dahulu alasan mengapa Ny Jhazan harus diperiksa, apa yang
akan diperiksa dan persetujuan untuk diperiksa. Selanjutnya, Dokter Budi
juga tidak menjelaskan mengapa pasien langsung diberi antibiotik sebagai
resep untuk pengobatan dan yang dimaksudkan penyakit apa yang ia derita
setelah melihat hasil pemeriksaan. Sehingga disini muncul masalah yang
baru yaitu, Ny Jhazan meminta penjelasan mengenai penyakitnya. Ketika
seorang pasien telah meminta penjelasan berarti pasien meminta haknya
sebagai pasien untuk mendapatkan informasi.
Seharusnya, penjelasan penyakit tersebut harus dijelaskan baik itu diminta
atau tidak oleh pasien. Sehingga apabila ditinjau dari SPO dan hak pasien
maka tindakan Dokter Budi tidak benar.

18
Bila ditinjau dari pihak ny. Jhazan, Tindakan yang diambil oleh dr Budi
mengenai pengrahasiaan penyakit tn.Jhazan, dr Budi disini telah melakukan
kesalahan karena pada Undang – Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan pada bab VI mengenai Upaya kesehatan pada bagian kedua, paragraf
kedua pasal 56 ayat 2, dari segi perlindungan pasien
(2) hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular
ke dalam masyarakat yang lebih luas Jadi, dari ayat ini dapat disimpulkan dan
sudah diperjelas bahwa, bagi seseorang yang terkena penyakit menular tidak
boleh merahasiakan pernyakitnya. Dan ini lebih diperjelas lagi pada pasal 152
pada ayat 1,2,3,4,5 dimana masyarakat maupun pemerintah diharapkan dalam
pengkontribusian untuk mencegah, pengendalian, dan pemberantasan bukan
malah menyembunyikan penyakit tersebut.

6. Ny Jhazan meminta penjelasan tentang penyakitnya sehingga timbul dilema pada


dr Budi yang mengetahui bahwa pasien berhak mendapatkan informasi tentang
penyakit yang diderita.
a. Bagaimana cara dokter menginformasikan penyakit kepada pasien sesuai
dengan berbagai sumber landasan hukum?
Undang-Undang Kesehatan yang baru (UUK No. 36 Tahun 2009), informed
consent(menggunakan istilah bukan informed consent) sudah lebih banyak
disinggung. Misalnya pada pasal 8 yang berbunyi “ Setiap orang berhak
memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinyatermasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun yang akanditerimanya dari tenaga kesehatan”

b. Apa yang terjadi jika dokter tidak bisa menyampaikan informasi yang
diinginkan pasien?
Menurut Isfandyarie A (2006) Dokter tidak memberikan informasi yang
diinginkan pasien ialah kelalaian atau kesalahan. Hal yang bisa terjadi ialah
dokter akan mendapatkan sanksi.
 Ada 3 faktor yang menjadi penyebab kelalaian atau kesalahan dokter dalam
melakukan profesi,yaitu :
1. Kurangnya pengetahuan.
19
2. Kurangnya pengalaman.
3. Kurangnya pengertian.

c. Apa saja pengecualian wajib simpan rahasia dokter?


Wajib simpan rahasia kedokteran dapat diabaikan karena adanya daya paksa
seperti yang diatur dalam KUHP
1. Pembuatan VeR. Ini diatur dalam KUHAP pasal 7, 120, 133 dan 135
2. Melaporkan penyakit yang menimbulkan wabah (UU RI No.4 tahun 1984)
3. Memenuhi kewajiban (pasal 50 KUHP)
4. Kewajiban memberikan keterangan ahli di siding pengadilan pidana
maupun perdata.
5. Kewajiban pegawai negeri untuk melaporkan adanya tindak pidana
6. Melepaskan rahasia kedokteran untuk kepentingan umum.
7. Untuk kepentingan pasien.

Pada kasus ini ada dua hal yang perlu digaris bawahi yaitu tentang poin
kedua dan terakhir. Pada poin kedua yaitu tentang penyakit yang
menimbulkan wabah sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 4 tahun 1984
tentang wabah penyakit menular dengan tujuan melindungi penduduk dari
malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin. Pada kasus ini, Tn
Jhazan telah terinfeksi dan dokter menduga Ny Jhazan juga sudah tertular, dan
Dokter Budi diminta untuk merahasiakannya. Sebenarnya hal tersebut harus
benar-benar dirahasiakan namun karena disini Ny Jhazan ingin mengetahui
tentang penyakitnya dan mempertimbangkan Hak Pasien maka penyakit
tersebut boleh dan harus dijelaskan kepada pasien. Penjelasan ini juga akan
memperjelas tindakan apa yang harus dilakukan dan beberapa hal yang harus
dihindari agar tidak menular ke orang lain sehingga Ny Jhazan bisa mencegah
terjadinya penularan yang lebih lanjut.

Pada poin terakhir yaitu untuk kepentingan pasien. Berdasarkan UU


Praktik Kedokteran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 tahun 2012 Bab
IV tentang Pembukaan Rahasia Kedokteran Pasal 6 ayat 1(a) yaitu
“Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien
dimaksud pasal 5 meliputi kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan,

20
penyembuhan dan perawatan pasien. Ny Jhazan harus diberikan penjelasan
mengenai penyakitnya demi kepentingan kesehatannya karena Ny Jhazan
harus rutin memelihara kesehatan, pengobatan untuk bisa sembuh dari infeksi
ringan yang dideritanya akibat dari penularan PMS oleh Tn Jhazan. Apabila
Pasien tidak diberikan penjelasan, dikhawatirkan pasien tidak bisa menjalani
pengobatan dengan baik sesuai prosedur karena pasien berpikir bahwa
penyakit yang dideritanya tidaklah berbahaya bagi dirinya maupun orang lain.

d. Bagaimana cara kita sebagai umat Islam menyampaikan kabar buruk


kepada orang lain?
Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain dalam menyampaikan
kabar buruk hendaknya kita menerapkan Qaulan Sadidan yaitu perkataan yang
benar yang apa adanya tanpa menambah maupun mengurangi dari apa yang
ingin kita sampaikan, selanjutnya menerapkan Qaulan ma’arufan yaitu
mengatakan dengan perkataan yang baik tanpa menyinggung atau melukai hati
orang lain.
Adapun ketika kita telah mengatakan kabar tersebut maka tunjukkanlah
rasa empati kita dengan menyuruh mereka sabar, seperti pada ayat berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-
orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang
yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya)
mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-
orang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka
mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun’. Mereka itulah yang
mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al Baqarah 153 –
154)

2.3 Sintesis

21
a. Landasan Hukum

Landasan hukum mengenai Standar Prosedur Operasional di bahas dalam


eraturan menteri kesehatan nomor 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran.

BAB I : KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
(1) Standar Pelayanan Kedokteran adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter
atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran.
(2) Standar Prosedur Operasional, selanjutnya disingkat SPO adalah suatu
perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
proses kerja rutin tertentu, atau langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
konsensus bersama dalam melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan standar
profesi
(3) Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Strata Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tingkatan pelayanan yang standar
tenaga dan peralatannya sesuai dengan kemampuan yang diberikan.
(5) Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
(6) Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau
kedokteran gigi.
(7) Kondisi adalah gambaran klinis yang berupa gejala dan/atau tanda yang
tampak pada pasien.
(8) Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia beserta Perhimpunan
Dokter Spesialis untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia beserta
Perhimpunan Dokter Gigi Spesialis untuk dokter gigi.

22
(9) Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

BAB II : TUJUAN
Pasal 2

Penyusunan Standar Pelayanan Kedokteran bertujuan untuk:


(1) Memberikan jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran
yang berdasarkan pada nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien;
(2) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi.

BAB III : PRINSIP DASAR


Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kedokteran meliputi Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK) dan SPO.
(2) PNPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Standar Pelayanan
Kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi serta
disahkan oleh Menteri.
(3) SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan ditetapkan oleh
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 4
(1) Standar Pelayanan Kedokteran disusun secara sistematis dengan
menggunakan pilihan pendekatan:
a. gelolaan penyakit dalam kondisi tunggal, yaitu tanpa penyakit lain atau
komplikasi;
b. Pengelolaan berdasarkan kondisi.
(2) Standar Pelayanan Kedokteran dibuat dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakna ganda, menggunakan kata bantu kata kerja yang tepat, mudah
dimengerti, terukur dan realistik.
(3) Standar Pelayanan Kedokteran harus sahih pada saat ditetapkan, mengacu
pada kepustakaan terbaru dengan dukungan bukti klinis, dan dapat
berdasarkan hasil penapisan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang

23
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan atau institusi pendidikan
kedokteran.

BAB IV : PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN


Pasal 5

Penyusunan PNPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan


untuk penyakit atau kondisi yang memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai
berikut:
(1) Penyakit atau kondisi yang paling sering atau banyak terjadi;
(2) Penyakit atau kondisi yang memiliki risiko tinggi;
(3) penyakit atau kondisi yang memerlukan biaya tinggi;
(4) penyakit atau kondisi yang terdapat variasi/keragaman dalam pengelolaannya.

Pasal 6
PNPK disusun oleh sekelompok pakar yang dapat melibatkan profesi kedokteran,
kedokteran gigi atau profesi kesehatan lainnya, atau pihak lain yang dianggap
perlu dan disahkan oleh Menteri.

Pasal 7
PNPK memuat penyataan yang dibuat secara sistematis yang didasarkan pada
bukti ilmiah (scientific evidence) untuk membantu dokter dan dokter gigi serta
pembuat keputusan klinis tentang tata laksana penyakit atau kondisi klinis yang
spesifik.

Pasal 8
PNPK harus ditinjau kembali dan diperbaharui sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 9
Pemerintah dan organisasi profesi melakukan sosialisasi setiap adanya perubahan
dan/atau perbaikan terhadap PNPK.

24
BAB V : STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Pasal 10
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib memprakarsai penyusunan SPO
sesuai dengan jenis dan strata fasilitas pelayanan kesehatan yang
dipimpinnya.
(2) PNPK harus dijadikan acuan pada penyusunan SPO di fasilitas pelayanan
kesehatan.
(3) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
(4) SPO disusun dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (clinical practice
uidelines) yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (clinical pathway),
algoritme, protokol, prosedur atau standing order.
(5) Panduan Praktik Klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memuat
sekurang-kurangnya mengenai pengertian, anamnesis, pemeriksaan fisik,
kriteria diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi,
prognosis dan kepustakaan.

Pasal 11
SPO disusun oleh staf medis pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dikoordinasi
oleh Komite Medis dan ditetapkan oleh Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 12
SPO harus selalu ditinjau kembali dan diperbaharui sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran atau kedokteran gigi.

BAB VI : KEPATUHAN KEPADA STANDAR DAN PENYANGKALAN


(DISCLAIMER)
Pasal 13
(1) Dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lainnya di fasilitas pelayanan
kesehatan harus mematuhi PNPK dan SPO sesuai dengan keputusan klinis
yang diambilnya.

25
(2) Kepatuhan kepada PNPK dan SPO menjamin pemberian pelayanan kesehatan
dengan upaya terbaik di fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi tidak menjamin
keberhasilan upaya atau kesembuhan pasien;
(3) Modifikasi terhadap PNPK dan SPO hanya dapat dilakukan atas dasar
keadaan yang memaksa untuk kepentingan pasien, antara lain keadaan khusus
pasien, kedaruratan, dan keterbatasan sumber daya.
(4) Modifikasi PNPK dan SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dicatat
di dalam rekam medis.

BAB VII : PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 14
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota bersama dengan organisasi profesi melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan kedokteran atau
kedokteran gigi.
(2) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan
masing-masing dapat mengambil tindakan administratif.
(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. teguran lisan,
b. teguran tertulis, atau
c. pencabutan izin

BAB VIII : KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 15
(1) Standar Pelayanan dan SPO yang telah disusun sebelum ditetapkannya
Peraturan ini dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan
belum diperbaharui.
(2) Organisasi profesi dalam menyusun PNPK, dan fasilitas pelayanan kesehatan
dalam menyusun SPO harus menyesuaikan dengan ketentuanketentuan dalam
Peraturan ini paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan ini.

26
BAB IX : KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia

Landasan hukum yang membahas tentang Rahasia Kedokteran adalah


 Lafal sumpah dokter :
Pada poin ke-5 yaitu : Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter
 KODEKI :
Pasal 7C

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya


dan hak tenaga lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang dilakukannya
kepada pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

 UU RI Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran :

Pasal 48
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran

Pasal 51
(d) segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.

 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/ MENKES/ PER / III / 2008


tentang rekam medis :

27
Informasi tentang identitas diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan, dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga
kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu,
petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

 PP No.10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran

Pasal 1
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau
selama melakukan pekerjaan dalam lapangan kedokteran.
Pasal 2
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang
sederajat atau lebih tinggi daripada peraturan pemerintah ini menentukan
lain.
Pasal 3
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud pasal 1 ialah:
- Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara tahun 1963 No.79)
- Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan, dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan (Desrezia, 2004)

Landasan hukum yang membahas tentang penyakit menulardan perlindungan pasien


adala UU RI NO. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan yang berisikan tentang :

Pasal 152
(1)Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab
melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular serta akibat yang ditimbulkannya.
(2)Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi

28
masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat
dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan
ekonomi akibat penyakit menular.
(3)Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat.
(4)Pengendalian sumber penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan terhadap lingkungan dan/atau orang dan sumber penularan
lainnya.
(5)Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan harus
berbasis wilayah.
(6)Pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui
lintas sektor.
(7)Dalam melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan negara lain.
(8)Upaya pencegahan pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 153
Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu,
efektif, terjangkau, dan merata bagi masyarakat untuk upaya pengendalian
penyakit menular melalui imunisasi.
Pasal 154
(1)Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan
persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam
waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber
penularan.
(2)Pemerintah dapat melakukan surveilans terhadap penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat dan negara
lain.

29
(4)Pemerintah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat
karantina, dan lama karantina.
Pasal 155
(1)Pemerintah daerah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis
dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam
waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber
penularan.
(2)Pemerintah daerah dapat melakukan surveilans terhadap penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat.
(4)Pemerintah daerah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina,
tempat karantina, dan lama karantina.
(5)Pemerintah daerah dalam menetapkan dan mengumumkan jenis dan
persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam
waktu singkat dan pelaksanaan surveilans serta menetapkan jenis penyakit
yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina
perpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 156
(1)Dalam melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
penyakit menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1),
Pemerintah dapat menyatakan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau
kejadian luar biasa (KLB).
(2)Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa
(KLB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan
hasil penelitian yang diakui keakuratannya.
(3)Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan upaya
penanggulangan keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa
dan upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

30
Pasal 157
(1)Pencegahan penularan penyakit menular wajib dilakukan oleh masyarakat
termasuk penderita penyakit menular melalui perilaku hidup bersih dan
sehat.
(2)Dalam pelaksanaan penanggulangan penyakit menular, tenaga kesehatan
yang berwenang dapat memeriksa tempat-tempat yang dicurigai
berkembangnya vektor dan sumber penyakit lain.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai penyakit menular sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf Kedua

Perlindungan Pasien

Pasal 56
(1)Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan
memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

(2)Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada:
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke
dalam masyarakat yang lebih luas;
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. gangguan mental berat.
(3)Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 57
(1)Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2)Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;

31
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut.

b. Hak dan Kewajiban dokter pasien

Menurut UU No. 29 tahun 2004 paragraf 7 pasal 52 dan 53, hak dan kewajiban
pasien adalah
Pasal 52

Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak

(6) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana


dimaksud dalam pasal 45 ayat (3)

(7) Meminta pendapat dokter atau dokter gigi yang lain.

(8) Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis

(9) Menolak tindakan medis

(10) Mendapatkan isi rekam medis

Pasal 53

Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai


kewajiban

(5) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatan.
(6) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.
(7) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
(8) Memberikan imbalan jasa atas pelayannan yang diterima

Selain Hak pasien yang diatur dalam UU No. 29 tahun 2004 paragraf 7 pasal 52,
Hak pasien juga diatur dalama Kode Etik Kedokteran Indonesia pada

Pasal 7c

32
Seorang dokter harus menghormati hak – hak pasien, hak – hak sejawatnya, dan
hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Dari pasal ini telah di perjelas lagi oleh Dr. Budi Sampurno, Sp. F, SH dimana
Hak – hak pasien telah diatur dalam beberapa ketentuan, yaitu didalam
Declaration of Lisbon (1991)
g. Hak memilih dokter
h. Hak dirawat dokter yang “bebas”
i. Hak menerima/menolak pengobatan setelah menerima informasi
j. Hak atas kerahasiaan
k. Hak mati secara bermartabat
l. Hak atas dukungan moral/spiritual

Sedangkan dalam pasal 53 UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan


a. Hak atas informasi
b. Hak atas “second opinion”
c. Hak atas memberikan persetujuan pengobatan/tindakan medis
d. Hak atas kerahasiaan
e. Hak pelayanan kesehatan

Hak dan Kewajiban dokter Undang –Undang RI No.29 Tahun 2004 . Paragraf 6 .
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi .

Pasal 50
Dokter atau dokter Gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
hak :
(5) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
(6) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi operasional;
(7) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
(8) Menerima imbalan jasa.

Pasal 51

33
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempenyai
kewajiban
(6) Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
(7) Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
(8) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia
(9) Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya
(10) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.

c. Wajib Simpan Rahasia Kedokteran

Definisi Rahasia Kedokteran dapat ditemukan :

1. Secara tersirat pada Peraturan Pemerintah no 26 tahun 1960 tentang lafal


sumpah dokter pasal 1, yaitu bahwa setiap dokter akan merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui karena pekerjaanya dan karena keilmuannya sebagai
dokter.
2. Pada peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1966 Tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran adalah “segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaanya dalam
lapangan kedokteran”
3. Sementara definisi Rahasia Kedokteran menurut Permenkes Nomor 36 Tahun
2012 Tentang Rahasia Kedokteran adalah “Data dan informasi tentang
kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu
menjalankan pekerjaan atau profesinya.

Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam Rahasia Kedokteran
mencakup unsur-unsur :
 Ada hubungan dokter dan pasien (transaksi terapeutik)

34
 Ada tenaga kesehatan/ orang lain yang berhubungan dengan pasien atas
tanggung jawab si dokter atau ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
 Semua data yang didapat dari pasien, baik dalam hal anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis dan penatalaksanaanya
(termasuk data/informasi di luar masalah kesehatan)

Tujuan Pengaturan Rahasia Kedokteran


 Memberikan kepastian hukum
Kepastian hukum menjamin kedua belah pihak yaitu pihak dokter dan pihak
pasien untuk mendapatkan kepastian hukum berdasarkan porsinya masing-
masing. Pihak dokter mendapatkan kepastian hukum bahwa dia dibebaskan
menjalankan standar profesinya seutuhnya. Dari sisi pasien juga
mendapatkan kepastian hukum (perlindungan hukum) bahwa dokter
mempunyai kewajiban menjaga rahasianya dan apabila dokter melanggar apa
yang telah menjadi kewajibannya, maka akan ada sanksi yang diatur oleh
perundang-undangan yang sesuai.
 Penjagaan rahasia kedokteran
Pengaturan penjagaan Rahasia Kedokteran disesuaikan dengan kondisi
pelayanan kepada pasien. Untuk secara pribadi dokter dapat melakukan
kewajibannya dalam menjaga Rahasia Kedokteran pasiennya. Tetapi dalam
pelayanan yang berhubungan dengan fasilitas kesehatan, telah diatur pula
rambu-rambu tentan Rahasia Kedokteran dengan adanya fasilitas rekam
medis di rumah sakit,
 Penyimpanan rahasia kedokteran
Tata cara penyimapanan Rahasia Kedokteran, terutama yang tertulis dalam
bentuk berkas rekam medis, telah diatur dalam satu aturan khusus mengenai
rekam medis yaitu Permenkes Nomor 269 Tahun 2008

d. Komunikasi Medik

Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan


dariseseorang yang dibagi kepada orang lain. Berkomunikasi berarti membantu
menyampaikan pesan untuk kemudian diketahui dan pahami bersama.
Komunikasi kesehatan antara dokter dan pasien adalah proses komunikasi yang
melibatkan pesan kesehatan, unsur-unsur atau peserta komunikasi. Komunikasi

35
yang dibangun dengan baik antara dokter dan pasien merupakan salah satu
kuncikeberhasilan dokter dalam memberikan upaya pelayanan medis. Sebaliknya,
ketidakberhasilan dokter terhadap masalah medis jika dikomunikasikan dengan
baik tidak akan menimbulkan perselisihan. Komunikasi dokter dan pasien sebagai
bentuk perilaku yang terjadi dalam berkomunikasi yaitu bagaimana pelaku
(dokter dan pasien) mengelolah danmentransformasikan dan pertukaran suatu
pesan. Dalam proses pertukaran pesan komunikasi antara dokter dan pasien
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses komunikasi itu sendiri.
Kemampuan seorang dokter untuk memiliki keterampilan berkomunikasi
dengan baik terhadap pasiennya untuk mencapai sejumlah tujuan yang berbeda.
Ada 3 (tiga) tujuan yang berbeda komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu :
1. menciptakan hubungan interpersonal yang baik (creating a good
interpersonal relationship)
merupakan prasyarat untuk perawan medis. Sejumlahpenelitian telah
menunjukkan bahwa hubungan dokter dan pasien yang sukses dan
komunikatif serta berdampak positif bagi pasien seperti, kepuasan
pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan terhadap pengobatan dan hasil
kesehatan yang terukur. Kualitas afektif dari hubungan dokter dan pasien
merupakan penentu utama dari kepuasan pasien dan kepatuhan terhadap
pengobatan.

2. Pertukaran informasi (exchange of information)


Dokter perlu mendapatkan informasi dari pasien untuk menyakini diagnosis
yang tepat dan rencana perawatan. Dari perspektif lain, pasien perlu
mengetahui dan memahami dan merasa dikenal dan dipahami. Dalam
rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan ini, kedua pihak perlu bergantian
antara pemberian informasi dan bertukar informasi.

3. Pengambilan keputusan medis (medical decision making).


Dokter membuat semua keputusan ke model yang berpusat pada pasien, di
mana pengambilan keputusan dibagi antara dokter dan pasien.
Komunikasi kesehatan dokter dan pasien yang sukses dan komunikatif
serta berdampak positif bagi pasien. Hal ini berdampak pada kualitas afektif dari
komunikasi dokter dan pasien merupakan penentu utama dari kepuasan pasien

36
dan kepatuhan terhadap pengobatan dan perawatan. Secara khusus hubungan
interpersonal dokter dan pasien yang baik dan meningkat ketika konteks
komunikasi interpersonal berlangsung dengan keramahan dokter, perilaku sopan,
percakapan sosial, perilaku mendorong dan empatik, dan membangun kemitraan,
dan ekspresi empati selama konsultasi.

e. Pandangan Islam

Berhubungan dengan Orang yang bukan Muhrim

 Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa


allam,
ُ ‫فَ ْال َع ْينَا ِن ِزنَاهُ َما النَّظَ ُر َواألُ ُذنَا ِن ِزنَاهُ َما ا ِال ْستِ َما‬
ْ َ‫ع َواللِّ َسانُ ِزنَاهُ ْال َكالَ ُم َو ْاليَ ُد ِزنَاهَا ْالب‬
‫طشُ َوال ِّرجْ ُل ِزنَاهَا ْال ُخطَا َو ْالقَ ْلبُ يَه َْوى‬
‹ُ‫ك ْالفَرْ ُج َويُ َك ِّذبُه‬
َ ِ‫ق َذل‬ َ ُ‫َويَتَ َمنَّى َوي‬
ُ ‫ص ِّد‬

”Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan
mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan
meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah
dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan
membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim)

 Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah


suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‫الَ يَ ْخلُ َو َّن أَ َح ُد ُك ْم بِا ْم َرأَ ٍة فَإ ِ َّن ال َّش ْيطَانَ ثَالِثُهُ َما‬

“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita


(yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka
barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya
maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad, sanad hadits ini shahih)

 Surah l-Isra' Ayat 32

‫َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّزنَا إِنَّهُ َكانَ فَا ِح َشةً َو َسا َء َسبِياًل‬

Artinya :

37
“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Israa’/17:32)

 Adapun aurat laki-laki adalah dari pusar sampai lutut, sedangkan perempuan
eluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Barang siapa yang melihat
aurat lawan jenis maka ia berbuat dosa yang diharamkan agama. Allah Swt.
berfirman :

َ ِ‫ار ِه ْم َويَحْ فَظُوا فُرُو َجهُ ْم ۚ ٰ َذل‬


َ‫ك أَ ْز َك ٰى لَهُ ْم ۗ إِ َّن هَّللا َ َخبِي ٌر بِ َما يَصْ نَعُون‬ ِ ‫ص‬َ ‫قُل لِّ ْل ُم ْؤ ِمنِينَ يَ ُغضُّ وا ِم ْن أَ ْب‬

Artinya :

Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman


supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang
haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi
mereka; sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa
yang mereka kerjakan. (Q.S. An-Nur/24:30)

 Hadist-hadist :

1. Sesungguhnya allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia akan
mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina
lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak
syahwat... (H.R. Al-Bukhari: 5774)

2. Tujuh orang pada hari kiamat kelak Allah tidak mau memandangnya dan
mengampuni dosanya, yaitu ... orang yang menikahi tangannya
(masturbasi)... (H.R. Al-Baihaqi: 5232)

3. Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada


menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (H.R. At-Tabrani: 16881)

 Surah An-Nur Ayat 2

‫ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِدُوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ِمئَةَ َج ْل َد ٍة َواَل تَأْ ُخ ْذ ُكم بِ ِه َما َر ْأفَةٌ فِي ِدي ِن هَّللا ِ إِن ُكنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر‬
َ‫َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَائِفَةٌ ِّمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِين‬

38
Artinya :

Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya


seratusa kali. dan janganlah rasa belas kasihan kepada mereka keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman
kepada Allahd dan hari kemudian, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nur/24:
2)

Rahasia Seseorang

Rahasia adalah perkara tersembunyi yang terjadi di antara diri kita dan orang lain.
Menjaga rahasia adalah dengan tidak menyebarkannya atau bahkan sekedar
menampakkannya. Menjaga rahasia hukum asalnya adalah wajib karena rahasia
termasuk janji yang harus ditunaikan. Allah berfirman,

ً‫إن ْال َع ْه َد َكانَ َم ْسؤُوال‬


َّ ‫َوأَوْ فُوا بِ ْال َع ْه ِد‬

“Dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu akan ditanyakan.” (Al


Isra’: 34)

Cara Menyampaikan Kabar Buruk

Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain dalam menyampaikan kabar buruk
hendaknya kita menerapkan Qaulan Sadidan yaitu perkataan yang benar yang apa
adanya tanpa menambah maupun mengurangi dari apa yang ingin kita sampaikan,
selanjutnya menerapkan Qaulan ma’arufan yaitu mengatakan dengan perkataan
yang baik tanpa menyinggung atau melukai hati orang lain.

Adapun ketika kita telah mengatakan kabar tersebut maka tunjukkanlah rasa
empati kita dengan menyuruh mereka sabar, seperti pada ayat berikut:

َّ @‫ص@الَ@ ِة@ إِ@ َّ@ن@ هللاَ@ َم@ َع@ ا@ل‬


@‫ص@ ابِ@ ِر@ ْي@ن‬ َّ @‫ص@ ْب@ ِر@ َو@ ا@ل‬ ْ @‫يَ@ا@ أ@َ ُّي@ َه@ا@ ا@لَّ@ ِذ@ ْي@ َ@ن@ آ@ َم@نُ@و@ا@ ا‬
َّ @‫س@تَ@ ِع@ ْي@نُ@ ْ@و@ا@ بِ@ا@ل‬

ْ @َ‫ت@ بَ@ ْل@ أَ@ ْ@ح@يَ@ا@ ٌء@ َو@ لَ@ ِك@ ْ@ن@ الَّ@ ت‬
@‫ش@ ُع@ ُر@ ْ@و@ن‬ @ٌ @‫س@@ب ْي@ ِل@ هللاِ@ أَ@ ْم@ َو@ا‬
َ @‫َ@و@الَ@ تَ@قُ@ ْ@و@لُ@ ْ@و@ا@ لِ@ َم@ ْ@ن@ يُ@ ْق@تَ@ ُل@ فِ@ ْ@ي‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)


dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-

39
orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang
gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu
hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillahi
wa inna ilaihi rajiuun’. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang
sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk” (QS. Al Baqarah 153 – 154)

Menghindari PMS

Pandangan dari berbagai agama mengenai seks bebas pastilah negatif terlebih lagi
di agama islam. Dibuktikan dengan firman allah SWT:

‫َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّزنَا إِنَّهُ َكانَ فَا ِح َشةً َو َسا َء َسبِياًل‬

“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)

Dan pernyataan yang menyatakan bahwa perbuatan zina termasuk dosa besar
setelah syirik dan pembunuhan, dan termasuk kekejian yang membinasakan dan
kejahatan yang mematikan. Rosulullah SAW bersabda: “Tidaklah suatu dosa
setelah syirik yang lebih besar di sisi Allah dari setetes air mani yang diletakkan
seorang lelaki pada rahim yang tidak dihalalkan baginya.”

Adapun cara umat muslim untuk menghindari penyakit menular seksual yaitu
dengan menjaga pandangannya terhadap lawan jenis, mengkaji al-quraan,
berzikir, salat malam.

Rosulullah SAW bersabda: “Kerjakanlah salat malam, sebab itu adalah kebiasaan
orang-orang soleh dahulu sebelum daripada kamu juga satu jalan untuk
mendekatkan dirimu kepada Tuhan-Mu juga sebagai penebus keburukan-
keburukanmu, pencegah dosa, serta dapat menghalukan penyakit dari badan.”
(Riwayat Al-Tirmizi).

f. Penyakit menular seksual

40
Penyakit menular seksual, merupakan pandemi yang menimbulkan
dampak kesehatan, sosial, ekonomi dan politik. Pekerja seks berperan penting
dalam peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia, posisi tawar wanita pekerja
seksual langsung yang rendah dalam penggunaan kondom dan perilaku berisiko
membuat perluasan penyebaran kasus penyakit menular seksual (infeksi menular
seksual dan HIV/AIDS) semakin meningkat. (Fahmi, 2008)

Penyakit kelamin merupakan suatu fenomena yang telah lama kita kenal
dan beberapa diantaranya sangat populer seperti sifilis, gonore maupun herpes.
Semakin majunya ilmu pengetahuan, menemukan bahwa penyakit ini tidak hanya
menimbulkan gejala klinis pada alat kelamin saja, tapi juga dapat menimbulkan
gangguan pada organ-organ tubuh lainnya. Oleh karena itu, penggunaan istilah
penyakit kelamin menjadi tidak sesuai lagi dan diubah menjadi Penyakit Menular
Seksual (PMS). (fahmi, 2008)

Menurut Fahmi (2008) jenis – jenis penyakit kelamin adalah

1. Genore (kencing nanah)


Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini
adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang
selaput lendir, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya.
2. Sifilis
Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau
penggunan barang-barang dari seseorang yang tertular. Penyebab timbulnya
penyakit ini adanya kuman Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ
penting tubuh lainya seperti selaput lender , anus, bibir, lidah dan mulut.
3. Chlamydia Trachomatis
Chlamydia trachomatis adalah salah satu dari tiga spesies bakteri dalam genus
Chlamydia, famili chlamydiaceae, kelas Chlamydiae, filum Chlamydiae, domain
Bacteria. Infeksi chlamydia trachomatis sering tidak menimbulkan gejala dan
sangat beresiko bila terjadi pada ibu-ibu karena dapat menyebabkan kehamilan
ektopik, infertilitas dan abortus.
4. Herpes Genitali

41
Ada dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua herpes
ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella
zoster, sedangkan herpes simpleks disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV).
5. Kandiloma akuminata (Kutil Genitasi)
Merupakan kutil di dalam atau di sekeliling vagina, penis atau dubur, yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Kutil genitalis sering ditemukan dan
menyebabkan kecemasan karena tidak enak dilihat, bisa terinfeksi bakteri, bisa
merupakan petunjuk adanya gangguan sistem kekebalan.
6. HIV-AIDS
Sejenis virus yang menyebabkan AIDS dan menyerang sel darah putih sehingga
jumlah sel darah putih semakin berkuranng dan menyebabkan sistem kekebalan
tubuh menjadi lemas.
7. Ulkus Mole
Disebabkan oleh : Haemophillus Ducreyi, dengan gejala klinis seperti koreng
jumlahnya banyak, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi bergaung, sekitar koreng
merah dan edema, sangat nyeri.

PMS pada umumnya disebabkan karena adanya penyebaran virus,


bakteri, jamur dan proto zoa/parasit. Seperti beberapa penyakit menular seksual
yang disebabkan oleh virus antara lain HIV (Human Immunodeficiency Virus),
Genital Herpes, Hepatitis B dan HPV (Human Papilloma Virus). (Fahmi, 2008). a
banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya pengidap Penyakit Menular
Seksual (PMS) antara lain :

1. Saat ini sudah terbuka lebar akses informasi yang membahas seksualitas termasuk
gambar‐gambar berkatagori pornografi, media masa, internet yang sudah banyak
di manfaatkan oleh sebagian besar kalangan remaja secara tidak benar.
2. Adanya nilai ganda masyarakat dalam mensikapi permasalahan pornografi,
disatu sisi menentang, menganggap tabu, terlalu fulgar, seronok, jijik dan
sebagainya, disisi lain ada sikap apatis, membiarkan bahkan memanfaatkan
pornografi sebagai tontonan masyarakat bahkan masuk dalam lingkungan
keluarga.
3. Nilai‐nilai cinta atau hubungan lawan jenis yang cenderung disalah gunakan,
menghi langkan nilai‐nilai sakral, budaya dan agama, malah cenderung

42
melakukan hal‐hal yang tidak terpuji, permisif (serba boleh) dan cenderung
melonggarkan hubungan la ki‐laki dan perempuan.
4. Kurangnya pemahaman kalangan remaja terhadap perilaku seks bebas yang
pernah     dilakukan ditambah kontrol keluarga serta masyarakat yang cenderung
menurun.   
5. Semakin banyaknya tempat‐tempat hiburan plus, prostitusi, baik yang terlokalisir
maupun di tempat/kawasan remang‐remang dan sebagainya. Bahkan ada yang ber
anggapan bahwa dirinya merasa tidak akan mungkin terjangkit penyakit apapun,
sehingga ada dorongan untuk mencoba pengalaman baru.

Menurut Fahmi (2008) Untuk menghindari  ataupun mencegah PMS dan


fenomena/gejalanya pada penderi ta adalah sebagai berikut

 Pertama, mengingat sebagian besar penularannya melalui hubungan seksual,


maka cara pencegahannya yang efektif adalah menjalankan perilaku seksual yang
sehat, misalnya memilih perilaku seksual yang kecil resikonya atau tidak
melakukan hu   bungan seksual sama sekali, menghindari seksual dengan
berganti‐ganti pasangan, menggunakan kondom ketika melakukan hubungan
seksual, memeriksakan segera bila ada gejala‐gejala PMS yang dicurigai.
 Kedua,bagaimana dengan remaja agar tidak terkena PMS, berusaha menghindari
hubungan seksual sebelum menikah, melakukan kegiatan‐kegiatan positif; agar
tidak terlintas untuk melakukan hubungan seksual, mencari informasi yang benar
seba nyak mungkin tentang resiko tertular PMS, meningkatkan ketahanan moral
melalui pendidikan agama, mendiskusikan dengan orang tua, atau teman
mengenai hal‐hal yang berkaitan dengan perilaku seksual, menolak ajakan
pasangan yang meminta untuk melakukan hubungan seks, mengendalikan diri
saat bermesraan dan bersikap waspada jika diajak ke suatu tempat yang sepi dan
berbahaya.

43

Anda mungkin juga menyukai