Anda di halaman 1dari 40

TRAUMA

MAKSILOFASIA
L
Muhammad Reza Saputra
Ekky Wibisono
Anatomi
DEFINISI
Fraktur adalah hilangnya atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur
maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang
nasoorbitoetmoid, tulang zigomatikomaksila, tulang nasal, tulang maksila, dan
juga tulang mandibula
ETIOLOGI

Kecelakaan kendaraan bermotor, kekerasan


01 Traum atau perkelahian, kecelakaan kerja, terjatuh,
kecelakaan berolahraga dan bentuk kecelakaan

a lainnya

02 Patologis Osteoporosis, defisiensi kalsium


EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan
jenis usia tipe fraktur
kelamin 65% Mandibula
16,4% 5-14 thn
67,2% Laki-Laki 35% Maksila
25,4% 15-24 thn
32,8%
Perempuan 45,1% 25-44 thn

13,1% 45-64 thn


Fraktur NOE
(Naso-orbital-etmoid)
NOE merupakan kompleks anatomi yang terdiri dari os frontal, nasal, maksila, lakrimal, etmoid dan
sfenoid. Fraktur NOE dapat disertai gangguan jalan nafas, penglihatan, dan gangguan saraf kranial

Fraktur NOE merupakan fraktur wajah yang minimal memiliki 4


lokasi fraktur yaitu
1. Fraktur nasal
2. Fraktur junction antara prosesus frontal maksila dg os
frontalis
3. Fraktur medial orbita
4. Fraktur rima orbita anterior yang meluar meliputi aperture
piriformis dan dasar orbita

Gambar 2.4 Kompleks anatomi NOE (1) tulang


frontal, (2) tulang hidung, (3) tulang rahang atas, (4)
tulang lakrimal, (5) tulang ethmoid, dan (6) tulang
sphenoid.
Type I : Fraktur NOE yang paling sederhana, tidak ada kominutif, melibatkan hanya bagian medial orbit yang
berisi MCT. Fraktur dapat bilateral, komplit atau terdislokasi.
Type II : Fraktur biasanya komplit dan kominutif pada tulang yang terletak eksternal dari insersi MCT. Garis
patahan tidak meluas sampai tulang yang berada langsung di bawah insersi kantus
Type III : Fraktur biasanya komplit dan kominutif pada tulang yang terletak eksternal dari insersi MCT. Garis
patahan tidak meluas sampai tulang yang berada langsung di bawah insersi kantus
Diagnosis
Anamnesis
•Riwayat trauma pada midface

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
•Telecanthus
•Depresi nasal
radix dan dorsum
•Perdarahan hidung
Palpasi
•Mobility
•Crepitus
•Depressibility
Penatalaksanaan
Tujuan
1. Memperbaiki nasal projection
2. Memperbaiki telecanthus
3. Estetika

Fiksasi internal fraktur NOE


Plate dari set midface 1.0 (mikro) dan 1,3/1,5 (miniplates)
Microplates digunakan untuk menghubungkan fragmen sentral yang besar ke os frontalis
Miniplates diindikasikan bila diperlukan stabilitas mekanik yang lebih besar
Fraktur Zigoma
Fraktur zygoma meliputi cedera apapun yang menyebabkan
terputusnya 5 hubungan antara zygoma dengan tulang-tulang
kraniofasial didekatnya yaitu : sutura zigomatikofrontal, rima
infraorbita, buttress zygomatikomaksila, arkus zygoma dan
sutura zygomaticosphenoid
Knight dan North (1961) klasifikasi erdasarkan arah dan pola
pergeseran anatomis fragmen tulang
1. Group I (6%)
 Tidak ada displacement yang signifikan; fraktur terlihat pada foto
rontgen namun fragmen tetap segaris
2. Group II (10%)
 Fraktur arkus zygoma, dengan arkus melesak kedalam tanpa
keterlibatan orbita atau bagian anterior
3. Group III (33%)
 Fraktur korpus; bergeser ke bawah dan kedalam, namun tidak ada
rotasi
4. Group IV (11%)
 Fraktur korpus dengan rotasi ke medial; bergeser ke bawah, ke
dalam dan ke belakang dengan rotasi medial
5. Group V (22%)
 Fraktur korpus dengan rotasi ke lateral; bergeser ke bawah,
belakang dan medial dengan rotasi zygoma ke lateral
6. Group VI (18 %)
 Semua kasus dengan garis fraktur tambahan melewati fragmen
utama
PF PADA FR. ZIGOMA

Trauma langsung pada Zigoma


Nyeri saat buka tutup mulut
Trismus
Rasa tebal di pipi
Depresi eminentia Zigoma
Perdarahan subconjungtiva
Diplopia
Teraba fraktur
Fraktur Nasal Hilangnya kontinuitas pada os nasal

Gambaran Klinis
Udem, epistaksis, deviasi hidung, nyeri
tekan, krepitasi, dan teraba garis fraktur
Klasifikasi fraktur tulang nasal terbagi
menjadi lima yaitu:23
1.Tipe I: Fraktur unilateral ataupun
bilateral tanpa adanya deviasi garis
tengah
2.Tipe II: Fraktur unilateral atau
bilateral dengan deviasi garis tengah
3.Tipe III: Pecahnya tulang nasal
bilateral dan septum yang bengkok
dengan penopang septal yang utuh
4. Tipe IV: Fraktur unilateral atau
bilateral dengan deviasi berat atau
rusaknya garis tengah hidung,
terhadap fraktur
sekunder
berat atau dislokasi septum septum
5. Tipe V: Cedera berat meliputi
laserasi dan trauma dari jaringan
lunak, saddling dari hidung,
cedera terbuka, dan robeknya
Fraktur Maksila
Terjadinya diskontinuitas parsial maupun total pada sebagian atau
seluruh bagian maksilla dari tulang midface.
PF FRAKTUR MAXILLA
1. Riwayat trauma midface
2. Perdarahan dan obstruksi nafas
3. Nyeri
4. Periorbital edema dan ekimosis
5. Maloklusi
6. Nasal flattening
7. Traumatic telecantus
8. Deformitas, depresi maxilla, dish face
9. Floating maxilla
Lefort I : Fraktur transversal yang
melalui lantai rongga sinus
maksila di atas gigi, sehingga
memisahkan prosesus alveolaris,
palatum dan prosesus pterigoid.
Lefort II : Berbentuk piramid.
Berjalan diagonal dari lempeng
pterigoid melewati maksila menuju
tepi inferior orbita dan ke atas
melewati sisi medial orbita hingga
mencapai hidung.
Lefort III: Fraktur melewati sutura
zigomatikofrontalis. Berlanjut ke
dasar orbita hingga sutura
nasofrontalis. Pada tipe ini tulang
terpisah dari cranium.
Anamnesis :
 riwayat trauma pada midface ▹ Intranasal :
 Darah segar
Pemeriksaan Fisik  Hematoma septum
• Inspeksi
 Soft tissue swelling/edema midface
▹ Intraoral
 Epitaksis  Darah segar
 Hematoma/ekimosis periorbita  Hematoma dan robekan
 Flattened face palatum
 Maloklusi/open bite deformity
• Palpasi ▹ Pemeriksaan mata
 Diskontinuitas tulang, step-off,
 Visus
krepitasi  Gerakan bola mata
 Gangguan sensorik  Posisi bola mata
 Mobilitas midface/floating
Penatalaksanaan
• Tujuan Pilihan Terapi
• 1. Mengemballikan fragmen fraktur ketempat semula 1. ORIF miniplate dan screw + MMF
• 2. Mengembalikan oklusi 2. Suspension wire + MMF
• Prinsip 3. Wiring + MMF
• 1. Manajemen Airway
• 2. Mengendalikan perdarahan
• 3. Reduksi
• 4. Oklusi
• 5. Fiksasi
• 6. imbobilisasi
Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang
dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
Fraktur mandibula dapat terjadi pada bagian korpus, angulus, ramus
maupun kondilus.
• Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan letak anatomis
terdiri dari:
1. Simfisis : antara incisivus 1
2. Parasimfisis : antara incisivus 1 dan caninus
3. Corpus : antara caninus dan molar 2
4. Angulus : di molar 3
5. Ramus : antara angulus dan condyle/coronoid
6. Coronoid : pada prosesus coronoid
7. Condyle : pada condyle
(head,neck,subcondyle)

• Klasifikasi berdasarkan keadaan gigi :


 Kelas I : fraktur diantara 2 gigi
 Kelas II : fraktur tidak diapit 2 gigi
 Kelas III : fraktur edentulous
• Klasifikasi berdasarkan arah
garis fraktur :
• Horizontal favorable
• Horizontal unfavorable
• Vertikal favorable
• Vertikal unfavorable
Berdasarkan tipe fragment
1.Fraktur simple : fraktur dengan 1 garis patahan dan menghasikan 2 fragmen
tulang
2.Fraktur komplek : fraktur dengan minimal 2 garis patah menghasilkan 3 atau
lebih fragmen tulang
a. Basal triangle : fraktur dengan patahan segitiga pada inferior border
b.Segmental : 2 garis fraktur komplit (garis fraktur tidak bertemu) dalam 1
segmen
c.Comminuted : banyak garis fraktur dalam satu segmen menghasilkan banyak
fragmen tulang
d. Defek : kehilangan jaringan tulang pada fraktur mandibula
Anamnesis Pada pemeriksaan intraoral
• riwayat trauma mengenai rahang ▹ tampak mukosa ginggiva
bawah
robek
• nyeri pada region mandibular
▹ fraktur dentoalveolar
• rasa perpindahan posisi gigi
• kebas pada daerah dagu ▹ step off deformity
Pemeriksaan Fisik ▹ hematoma sublingual
• edema dan hematom pada regio
▹ Maloklusi
mandibular
Pemeriksaan penunjang
• nyeri dan diskontinuitas pada os
mandibula ▹ foto polos dalam
penampang panoramic
▹ CT Scan wajah digunakan
sebagai standar untuk
mengidentifikasi fraktur
GAMBARAN KLINIS
1. Tanda kegawatdaruratan pada trauma maksilofasial ( fraktur tulang wajah,
gigi, darah menghambat jalan nafas )
2. Gambaran klinis sesuai lokasi trauma maksilofasial
DIAGNOSIS
Anamnesis
• riwayat trauma (Mekanisme trauma, waktu, lokasi, arah serta berat ringannya
cedera)
• Status mental dan kesadaran
• Gangguan fungsi ( gangguan pada jalan nafas, penglihatan, pendengaran,
oklusi, dan saraf cranial
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
• Deformitas
• Hematom
• Udem
• Identifikasi luka
• Perdarahan
Aktif
• Depresi Malar
Palpasi secara sistematis :
Palpasi untuk - (A) Supraorbital ridge, (B)
Infraorbital ridge, (C) Lateral margin
orbital, (D) Tulang zigomatik dan lengkung,
(E) Tulang Nasal, (F) TMJ, (G) Palpasi
intraoral dalam vestibulum bukal untuk
zygomatic buttress, (H) Palpasi intraoral
untuk memeriksa mobiliti pada maksila.
Palpasi menilai
Diskontinuitas tulang
Nyeri tekan
Fungsi motorik
(N.VII) dan sensorik
(N.V)
Pemeriksaan Radiologis
Minimum X-ray yang perlukan adalah sebagai berikut :

1. Foto kepala AP/Lateral


2. Foto Waters
3. Foto Reverse Waters
4. Foto Panoramic
PENATALAKSANAAN
Evaluasi Pasien
1. Airway + Stabilitas Cervical
2. Breathing
3. Circulation
4. Disability
5. Exposure
Selanjutnya perencanaan penanganan fraktur secara definitive yaitu reduksi/ reposisi
fragmen fraktur secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction), fiksasi
fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak
bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai