Anda di halaman 1dari 13

Gabriella Sitorus/1706030705 • Tulang yang termasuk 1/3 tengah wajah :

• Maksila (2)
1. Klasifikasi Fraktur • Tulang palatum (2)
Berdasarkan pada jenis dari injury dan arah serta tekanan dari trauma, • Tulang zigomatik dan prosesus temporalnya (2)
fraktur mandibula biasanya terjadi pada beberapa lokasi. • Prosesus zigomatik tulang temporal (2)
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan lokasi : • Tulang hidung (2)
• condylar, • Tulang lakrimal (2)
• ramus, • Tulang etmoid dan attached conchae unpaired
• angle, • Conchae inferior (2)
• body, • Pterygoid plate spenoid (2)
• simfisis, • Vomer
• alveolar • Fraktur Dentoalveolar → Fraktur iatrogenik tuberositas maksila dan
• jarang terjadi pada prosesus koronid lantai antrum maksila yang terjadi selama ekstrasi molar ketiga dan
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan luasnya cedera di area injury : kedua rahang atas.
- greenstick, fraktur yang melibatkan incomplete frakur dan tulang • Fraktur Kompleks Zigomatik → Karena sifat tulang zygoma dan
fleksible. Umumnya menunjukkan mobilitas minimal ketika dipalpasi tulang-tulang tipis yang mengelilinginya, fraktur pada zygoma
dan frakturnya incomplete. umumnya disertai dengan fraktur pada bagian frontal, maksila, dan
- Simple, complete transection dari tulang dengan minimat tulang temporal. Oleh karena itu disebutlah sebagai fraktur kompleks
fragmentasi pada daerah fraktur zygomatic dan dibedakan dari fraktur zygomatic arch.
- Comminuted, fraktur terjadi pada beberapa segments, mis: luka • Fraktur Nasal
tembak, benda tembus dan cedera berdampak tinggi lainnya pada • Fraktur nasal merupakan patah tulang ketiga yang paling sering
rahang sering mengakibatkan patah tulang terjadi pada tubuh. Masalah fungsional jangka panjang dan
- Compound, menyembabkan komunikasi antara margin tulang yang masalah estetik dapat timbul jika injury tidak ditangani dengan
patah dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur maksilofasial, baik.
komunikasi dengan lingkungan eksternal (oral) akan mengakibatkan • Pola dari fraktur nasal bervariasi tergantung dari arah mana gaya
robekan mukosa, perforasi melalui sulkus gingival dan ligament diberikan. Gaya yang diberikan dari arah frontal dapat
periodontal, komunikasi dengan sinus linings, dan laserasi pada kulit menyebabkan tulang nasal dan septum menjadi rata (26.48 A-
diatasnya. B), gaya lateral dapat menyebabkan penurunan tulang ipsilateral
Klasifikasi ini menggambarkan kondisi fragmen tulang di lokasi fraktur dan nasal, sedangkan gaya dari arah bawah dapat menyebabkan
kemungkinan komunikasi dengan lingkungan eksternal fraktur septum (26.49 A-B).
Fraktur pada mandibula juga dapat favorable atau unfavorable bergantung
pada angulasi fraktur dan teknanan dari muscle pull proksimal dan distal
ke fraktur. Pada fraktur favorable, garis fraktur dan muscle pull mencegah
perpindahan dari fraktur. Pada fraktur unfavorable, muscle pull
menyebabkan perpindahan dari segment fraktur.
Klasifikasi fraktur wajah (Midfasial) :
• Fraktur Le Fort I → Memisahkan maksila dari lempeng pterigoid dan
struktur nasal dan zygomatik
• Fraktur Le Fort II → Memisahkan rahang atas dan kompleks hidung
yang melekat dari struktur orbital dan zygomatik
• Fraktur Le Fort III → Memisahkan kompleks NOE, zygoma, dan rahang
atas dari dasar kranial, yang menghasilkan pemisahan kraniofasial
• Fraktur Kompleks Zygomaticomaxillary
• Fraktur Lengkung Zygomatik,
• Fraktur Kompleks Naso-Orbital-Ethmoid
• Fraktur Naso-Orbital-Ethmoid
• Regio naso-orbital-ethmoidal terletak di sentral wajah bagian
sepertiga tengah. Dasar klasifikasi pola fraktur tipe injury ini
adalah status dari segmen sentral tulang yang dihasilkan oleh
fraktur NOE.
• Klasifikasi :
• Tipe I : pada kejadian yang paling simpel, fraktur NOE
terisolasi dan hanya melibatkan bagian orbital rim medial
yang mengandung medial canthal tendon (MCT). Pola tipe I
menghasilkan fragmen tunggal sentral. Frakturnya bisa
Klasifikasi 1/3 Tengah Wajah bilateral, complete, atau displaced.
• Fraktur pada 1/3 tengah wajah lebih jarang ditemukan dibanding • Tipe II : fraktur ini complete dan dapat unilateral atau
fraktur pada mandibular. 1/3 tengah wajah sendiri didefinisikan bilateral. Bisa bersegmen tunggal atau comminuted
sebagai area yang dibatasi secara : eksternal dari medial canthal tendon, sehingga MCTnya
superior oleh garis yang ditarik melintasi tengkorak dari sutura tetap kontinu dengan segmen tulang fraktur yang cukup
zygomaticofrontal, melewati sutura frontonasal dan frontomaxillary besar, yang dapat digunakan pada bedah reduksi.
ke sisi lain sutura zygomaticofrontal; inferior oleh bidang oklusal gigi • Tipe III : comminuted pada fragmen sentral menyebabkan
atas atau jika pasien edentulous, oleh alveolar ridge rahang atas fraktur berekstensi ke bawah canthal insertion. Canthus
posterior oleh sphenoethmoidal junction, tetapi termasuk margin berdempetan dengan fragmen tulang yang terlalu kecil
bebas dari lamina pterygoid dari tulang spenoid inferior. untuk direkonstruksi.
• Inferior alveolar-mental nerve
2. Cedera Saraf Akibat Trauma Kepala • Penyebab:
Klasifikasi • fraktur mandibular (badan mandibular) dan angulus
1. Neurapraxia mandibular
Cedera saraf perifer yang paling ringan. Neupraxia adalah kontusi saraf • prosedur bedah preprostetik termasuk penempatan
yang mana kontinuitas selubung epineural dan akson masih terjaga implant
keutuhannya. Proses penyembuhan secara spontan dapat berlangsung • bedah sagittal split osteotomy
dalam beberapa hari atau minggu. Penyebab: • reseksi mandibular untuk oral neoplasma
• Trauma benda tumpul atau traction (stretching) pada saraf • Ekstraksi untuk impaksi M3
• Peradangan di sekitar saraf • Injeksi lokal anestesi
• Lokal ischemia • Lingual nerve
2. Axonotmesis • Penyebab: Terjadi saat dilakukannya bedah untuk
Terjadi diskontinuitas akson, kecuali selubung epineural. Karena selubung menghilangkan oral malignansi atau impaksi M3
epineural masih terjaga, regenerasi akson dapat (tapi tidak selalu) terjadi Nerve Repair
dengan resolusi berupa disfungsi saraf dalam 2 sampai 6 bulan. Penyebab: Ketika terjadi kekurangan regenerasi saraf sensorik karena terbentuknya
• Trauma benda tumpul yang parah neuroma, microneurosurgery (bedah saraf minor).
• Cedera saraf (Nerve crushing) • Untuk Inferior alveolar N. akses harus harus dibuka melalui osteotomy.
• Traction nerve Pendekatan ini tidak menimbulkan tekanan bagi saraf (decompression)
3. Neurotmesis dan mudah dilakukan inspeksi untuk neuroma yang kemungkinan
Tipe yang paling parah dari cedera saraf, yaitu melibatkan hilangnya membutuhkan reseksi. Jika neuroma telah teridentifikasi, bedah saraf
kontinuitas saraf Secara keseluruhan. Prognosis kesembuhan saraf setelah minor akan dilakukan.
mengalami neurotmesis adalah buruk (poor), kecuali bila ujung saraf yang • Ujung saraf kemudian dapat disutur. Jika repair tidak memungkinkan
tanpa tegangan, maka nerve graft (autogenous atau allogeneic)
cedera dalam kondisi yang utuh. Penyebab:
kemungkinan diperlukan pada gap antara ujung saraf.
• Fraktur dengan margin yang tidak teratur
• Pada beberapa kasus untuk pasien dysesthesia, pengobatan sistemik (γ-
• Cedera saat berkelahi (pisau atau peluru) aminobutyric acidagonists) juga kemungkinan diperlukan untuk
• Transection iatrogenic mengontrol gejala neuropathic yang tidak nyaman.
Klasifikasi lainnya
Sunderland Grading (I sampai V), Medical research counter scale. 3. Pemeriksaan Pasien dengan Fraktur Wajah
Referensi : Hupp 2019 pg. 519-543
Nerve Healing 1. Evaluasi Pasien
• Degenerasi a. Immediate assessment
• Segmental demyelination → selubung myelin rusak, namun akson • Yang paling pertama dilakukan adalah memastikan stabilitas status
tetap utuh dan kemungkinan berdampak pada sel schwann, partial kardiopulmonary pasien dengan mengecek airway dan vital signs
demyelinasi menyebabkan kecepatan konduksi dan transmisi impuls (denyut nadi dan tekanan darah)
saraf melambat. Gejala: paresthesia, dysesthesia, hyperesthesia, dan
hypoesthesia. Terjadi setelah neupraxia.
• Wallerian degeneration → Akson dan myelin pada bagian distal nerve
trunk (letak terjauh dari SSP) mengalami disintegrasi secara
keseluruhan. Proksimal akson (akson terdekat dengan SSP) dari lokasi
cedera juga mengalami disintegrasi. Biasanya berdampak pada badan
sel, tapi secara umum berdampak pada beberapa nodus ranvier.
Wallerian degeneration menghentikan seluruh konduksi impuls dari
distal ke proksimal axonal stump (potongan akson). Tipe degenerative
ini mengikuti nerve transection dan prose destruksi lainnya yang
memengaruhi saraf perifer dan mengalami regenerasi spontan
• Regeneration
• Dapat terjadi sesegera mungkin setelah terjadinya cedera saraf.
• Proximal nerve stump akan mengirimkan serat-serat baru (berupa o Severe mandible fractures, terutama bilateral atau comminuted
axonal sprout atau growth cone) yang akan menumbuhkan sisa sel dapat mengakibatkan posterior displacement of mandible dan
lidah, yang mengakibatkan obstruksi pernapasan atas
schwann (Scwann cell tube). Laju pertumbuhan mencapai 1 – 1,5
o pada kasus diatas dapat dilakukan reposisi, grasping,
mm/hari dan berlanjut hingga lokasi terinnervasi atau regenerasi
penempatan nasopharyngeal atau oropharyngeal airway,
saraf diblok dengan serat jaringan penghubung dan jaringan saraf intubasi
(fibroma) atau tulang. Selama regenerasi, selubung myelin yang baru o alat protesa, gigi avulsi, tulang avulsi, dan debris lainnya harus
akan terbentuk dan diameter akson akan bertambah. Pasien akan dihilangkan untuk melancarkan airway
mengalami perubahan sensasi pada daerah yang teranastesi yang o saliva dan darah harus di suction dari faring untuk menghindari
berupa paresthesia atau dysesthesia. aspirasi dan laryngospasm
• Jika kontinuitas dari sel schwann terganggu, serat jaringan • Memeriksa bleeding dan melakukan pressure dressings, packing, dan
penghubung akan mengisi ruang yang kosong. Ketika growth cone clamping
(axonal sprout) mencapai jaringan penghubung yang menghalagi • Mengecek status neurologic pasien
(terjadinya obstruksi pada kontinuitas sel schwann), axonal sprout • Mengevaluasi tulang servikal pasien, leher harus tetap terimobilisasi
dapat melewati obstruksi tersebut atau membentuk massa serabut sampai benar-benar dinyatakan tidak ada cedera leher. Palpasi leher dan
saraf tidak tertatur yang merupakan neuroma traumatis yang radiografis tulang servikal dapat dilakukan untuk pemeriksaan dengan
menyebabkan nyeri (trigger point). segera
b. History and Physical Examination
• Dua cabang dari cedera saraf trigeminal yang mana secara klinis
terjadi perubahan sensasi yang signifikan.
• Mendapatkan riwayat komplit kecelakaan dari pasien sendiri atau dari o Mobilitas gigi dari area fraktur
sasksi dan keluarga (jika pasien tidak sadar)
o Bagaimana kecelakaan terjadi?
o Kapan kecelakaan terjadi?
o Apa spesifik dari cedera tersebut, termasuk jenis objek yang
berkontak, darimana arah kontaknya, dan pertimbangan logistik
serupa?
o Apakah terjadi kehilangan kesadaran?
o Gejala apa saja yang dialami pasien, misalnya sakit, altered
sensation, visual changes, dan maloklusi?
• Complete review of systems → informasi alergi, medikasi, imunisasi
tetanus, kondisi medis, dan prior surgeries
• Evaluasi fisik yang berhubungan dengan fungsi cardiopulmonary dan
• Evaluasi midface :
neurologic (dada, abdomen, pelvis) → berhubungan dengan integrase
o Pemeriksaan mobilitas maksila dengan cara menmpatkan
trauma team yang terdiri dari surgeons, cardiothoracic surgery specialist,
tekanan pada dahi pasien dengan satu tangan dan
vascular surgery, orthopedic surgery, neurosurgery, anesthesiology,
menggenggam maksila dengan tangan lainnya
oral-maxillofacial surgeons, urologists, otolaryngologists,
o Palpasi upper facial dan midfacial regions untuk mengecek
ophthalmologists, plastic surgeons.
adanya step deformities pada forehead, orbital rim, atau nasal
dan area zygoma

• Evaluasi struktur fasial :


o Laserasi, abrasi, contusions, area edema, hematoma, contour
defects pada wajah dan cranium
o Area ecchymosis. Periorbital ecchymosis (subconjunctival
hemorrhage) → indikasi orbital rim atau fraktur zygomatic
complex
o Memar di belakang telinga → basilar skull fracture
o Ecchymosis di dasar mulut → indikasi fraktur mandibula anterior o Mengecek fraktur kompleks dan arkus zygomatic, dengan cara
memasukan jari tengah pada vestibulum mandibula disamping
molar sambil palpasi dan memberi tekanan superolaterally. Jika
ada fraktur aka nada bony crepitus
o Evaluasi struktur hidung dan paranasal dengan cara mengukur
jarak intercanthal
• Inspeksi intraoral :
o Laserasi mukosa
o Ecchymosis vestibulum buccal
o Ecchymosis palatum
o Pemeriksaan oklusi
o Pemeriksaan area yang kehilangan gigi
c. Pemeriksaan radiografis
• Cervical spine injuries → cross-table, odontoid, oblique views
• Facial trauma
• Pemeriksaan neurologis yaitu memeriksa seluruh saraf cranial
o Mandible → panoramic, open mouth towne view, PA, lateral
o Vision, extraocular movements, pupillary reaction to light
oblique, CT scan
changes → intracranial trauma, CN II/III dysfunction, direct
o Midface → waters view, lateral skull view, PA, submental vertex,
orbital trauma
CT scan
o Uneven pupils (anisocoria) → intracraniall bleed (subdural/
Panoramik
epidural hematoma/ intraparenchymal bleed)
INDIKASI
o Asymmetric atau irregular pupil (not round) → globe (eyeball)
perforation
o Abnormalities of ocular movements → central neurologic
problems (CN III,IV/VI)
o Motor function of facial muscles (CN VII), muscles of mastication
(CN V) dan sensasi area fasial (CN V)
• Evaluasi mandibula :
o Palpasi batas inferior dan lateral mandibula
o Palpasi TMJ
o Pemeriksaan oklusi
o Laserasi gingiva
o Bimanual palpasi dari area fraktur dengan cara menempatkan
tekanan pada posterior mandibula dan anterior area fraktur
• INDIKASI :
• Mendeteksi adanya perubahan hubungan antara gigi dan
jaringan penyangga gigi
• Perubahan pasca trauma pada gigi dan tulang alveolar di
sekitarnya
• TEKNIK :
• Paralel
• Biseksi

• Evaluasi keseluruhan gigi geligi (termasuk ketika mengalami perubahan


posisi dan trauma)
• Evaluasi trauma dentomaksilofasial
Standart Occipitomental (0°OM)
• Proyeksi ini menunjukkan kranium dan maxillary antra → menghindari
superimpose dari basis cranii
Oklusal
• INDIKASI :
• INDIKASI :
• Pemeriksaan Maxillary antra
• Mendeteksi adanya fraktur pada gigi anterior dan tulang alveolar
• Mendeteksi fraktur Le Fort kelas I,II dan III
• Cocok digunakan pada anak-anak
• Zygoma complex
• TEKNIK :
• Naso-ethmoidal complex
• Upper oblique occlusal → fraktur pada gigi posterior dan tulang
• Orbital blow-out
alveolar di sekitarnya termasuk tuberositas
• Prosesus koronoideus
• Lower 90 occlusal → Displacement fracture mandibula bagian
• Investigasi Sinus frontal dan etmoid, untuk sinus sphenoid →
anterior
pasien buka mulut
• Lower 45 occlusal → Displacement fracture mandibula bagian
anterior

30°Occipitomental (30°OM)
• Proyeksi ini menunjukkan kranium seperti 0°OM → dapat melihat
displacement
• INDIKASI :
• Mendeteksi fraktur Le Fort kelas I,II dan III
• Fraktur prosesus koronoideus
• Proyeksi 0°OM dan 30°OM dibutuhkan secara bersamaan untuk
mendiagnosis fraktur pada fasial → memiliki 2 sudut pandang yang
berbeda

Periapikal
5. Tatalaksana Fraktur Wajah Merupakan fase setelah reduksi/reposisi. Ketika fragmen-fragmen telah kembali ke
Maxilla dan mandibulla fracture posisi anatomis normal, maka perlu dilakukan fiksasi untuk menghindari
• Membuat oklusi kembali pada pasien dengan maxillomandibular terjadinya perpindahan.
fixation (MMF) dan intermaxillary fixation (IMF) Fiksasi indirect (closed)
• Perawatan hanya dengan IMF disebut dengan closed reduction Dilakukan dengan mengontrol tulang melalui gigi tiruan. Fiksasi dilakukan
karena tidak melibatkan pembukaan, pemaparan, dan manipulasi menggunakan arch bars dan intermaxillary ligation atau Gunning splint pada
dari area yang fracture pasien. Metodenya ada 2, yaitu intraoral dan ekstraoral
• Pada kasus fraktur pasien dengan edentulous, gigi tiruan dapat Intermaxillary Fixation (IMF)
dikawatkan ke mandibulla dengan circummandibullar wiring dan gigi Merupakan teknik imobilisasi rahang dengan cara wiring pada posisi tertutup
tiruan maxilla dapat disambungkan dengan kawat atau bone screw (closed). Dapat dilakukan dengan wire, arch bar, atau splint.
untuk menjaga gigi tiruan tetap tersambung Dental Wiring
• Splinting dapat digunakan pada pasien anak-anak karena anak-anak Direct interdental wiring
yang masih memiliki gigi susu dan permanen susah untuk Tindakan pertama yang dapat dilakukan untuk imobilisasi sementara.
menggunakan archbar karena gigi bercampur dan belum tumbuh Keuntungan : sederhana dan cepat
sepenuhnya Kerugian : kawat cenderung mudah patah dan apabila patah maka seluruh kawat perlu
• Setelah teknik close reduction dilakukan, perlu ditentukan apakah dibongkar untuk penggantian
akan dilakukan open reduction (membuka dan mengurangi daerah Langkah :
fraktur dengan surgical incision) 1) Siapkan kawat stainless steel berdiameter 0,35 mm dengan panjang 15
• Ketika tulang terlihat sudah healing, maka IMF sudah cukup dilakukan cm
selama kurang lebih 6 minggu 2) Bagian tengah kawat dilingkarkan di sekeliling gigi dibawah titik kontak
• Ketika tulang masih terlihat fraktur maka peru dilakukan open 3) Kedua ujung kawat yang bebas dipilin secara bersamaan sehingga membentuk
reduction uliran dengan panjang 7,5-10 cm. Lakukan hal yang sama pada gigi
Open reduction : antagonisnya
• Dalam melakukan open reduction, direct surgical access diperlukan 4) Pilin kedua uliran pada masing-masing rahang
sampai ke daerah fraktur 5) Potong ujung kawat yang telah dipilin lalu bengkokkan menjauhi jaringan
• Dapat dilakukan secara intra oral dan ekstra oral lunak untuk menghindari trauma. Bisa juga ditutup menggunakan wax
• Umumnya, symphisis dan anterior mandibulla dapat dicapai dengan atauguttapercha
intra oral incision
• Sedangkan posterior angle atau ramus dan condyle lebih dapat
dicapai dengan ekstra oral incision
Midface fracture
• Pada fraktur zygoma, isolated zygoma arch fracture, dan Nasoorbital-
ethmoid fracture, perawatan bertujuan untuk mengembalikan
ocular, nasal, fungsi mastikasi, dan estetik secara normal
• Biasanya dilakukan open reduction Dental eyelet wiring (Ivy Loop)
• Pada midfacial fracture yang mengenai mandibulla dan maxilla, 1) Siapkan kawat stainless steel berdiameter 0,35 mm dengan panjang 3
penting untuk mengembalikan oklusi dengan meletakkan maxilla agar meter
dapat beroklusi dengan mandibulla 2) Potong kawat tersebut menjadi beberapa bagian, masing-masing
• Dapat menggunakan teknik suspension wiring atau bony plates 15cm
3) Buat eyelet dengan membentuk loop berdiameter 2-3 mm pada bagian
6. Teknik Tatalaksana Fraktur sesuai Prinsip Reposisi, Fiksasi, Imobilisasi tengah kawat, kemudian pilin kawat sepanjang 2 – 3 cm
A. Reposisi/Reduksi 4) Selipkan eyelet ke dalam ruang interdental
Merupakan prosedur bedah untuk mengembalikan fraktur/dislokasi ke posisi 5) Lingkarkan ujung kawat di bagian palatal/lingual pada kedua gigi
yang tepat tetangganya. Satu ujung kawat melingkari servikal palatal/lingual gigi
Kata ‘reduksi’ bukan berarti mengurangi, tetapi diambil dari kata ‘re’ (kembali ke tetangga di bagian mesial, dan satunya lagi melingkati servikal
normal) dan ‘ducere’ (membawa). Sehingga reduksi berarti “membawa kembali palatal/lingual gigi tetangga di bagian distal sehingga membentuk huruf
ke normal”. ‘W’
Terdapat 2 teknik: closed reduction dan open reduction 6) Ujung kawat di bagian distal dimasukkan kedalam lubang eyelet dan
dipilin dengan ujung kawat mesial menggunakan needle holder
7) Ujung pilinan diarahkan ke bagian anterior atau kearah mesial sehingga
tidak melukai jaringan lunak
8) Lakukan tahapan yang sama di gigi-gigi lainn ya hingga terdapat
setidaknya 5 eyelet pada masing-masing rahang
9) Ambil kawat baru kemudian masukkan kawat ke dalam eyelet rahang
atas dan rahang bawah, kemudian pilin kedua ujung kawat menggunakan
needle holder
10) Pengencangan kawat harus dimulai dari molar di satu regio, kemudian
baru regio lainnya secara bergantian. Jika pengencangan dilakukan hanya
pada satu sisi atau pada sisi anterior terlebih dahulu, maka dapat
mengakibatkan crossbite
B. Fiksasi
Continuous/Multiple Loop Wiring/Stout Wiring Piriform aperture → kawat dikaitkan pada piriform aperture (struktur tulang di
Merupakan teknik wiring yang melibatkan seluruh gigi pada RA dan RB menggunakan dasar hidung)
tenaga tarik (traction)
Risdon’s wiring
ARCH BAR
Terdapat 2 tipe sediaan arch bar, yaitu prefabricated dan yang custom-made untuk
setiap pasien. Bentuk yang paling umum digunakan adalah Erich’s arch bar yang
merupakan prefabricated arch bar dengan hooks yang terbuat dari stainless steel
berbentuk pipih pada sisi luar

Fiksasi direct (open/internal)


Terdapat 2 macam, yaitu :
Direct external fixation → perangkat berada di luar jaringan namun dimasukkan
dalam tulang secara perkutan. Fiksasi dilakukan menggunakan penjepit
(clamps) tulang atau pin fiksasi
Direct internal fixation → menggunakan perangkat yang benar-benar tertutup
Keuntungan : efektif, cepat, dan murah
oleh jaringan dan menyatukan tulang dengan pendekatan langsung. Fiksasi
Indikasi :
dilakukan menggunakan kawat transosseous/intraosseous, atau plat tulang
• Ketika gigi yang tersisa sudah tidak kuat digunakan untuk eyelet wiring
IMOBILISASI
• Ketika distribusi gigi pada lengkung rahang tidak memungkinkan untuk
Selama fase ini, perangkat fiksasi dipertahankan selama periode tertentu agar
digunakan IMF
fragmen fraktur stabil pada posisi anatomis normalnya hingga penyatuan tulang
• Pada kasus fraktur dentoalveolar simpel, atau ketika banyak fragmen gigi pada terjadi. Lamanya periode ini tergantung pada tipe fraktur dan tulang yang
kedua rahang memerlukan reposisi ke lengkung rahang sebelum dilakukan terlibat.
IMF Untuk mencegah TMJ mengalami ankylosis, umumnya periode imobilisasinya
• Sebagai bagian penting dari tahanan skeletal internal pada perawatan adalah :
fraktur yang melibatkan 1/3 tulang facial Fraktur maksila → 3-4 minggu
Fraktur mandibula → 4-6 minggu
EXTERNAL FIXATION Fraktur condylar → 2-3 minggu

7. Open Reduction and Closed Reduction


James Hupp, Edward Elis III, Myron J. Tucker, Contemporary of Oral and
Maxillofacial Surgery, 7th ed. Elsevier. 2019.

Merupakan metode fiksasi tertutup yang menggunakan alat berupa pin eksternal dan
acrylic bar.
Indikasi :
• Severe comminuted fracture pada mandibula, dimanabila dilakukan fiksasi
internal dapat mengganggu suplai darah ke fragmen tulang.
• Infected fracture, karena pada fiksasi tipe ini tidak diperlukan kawat atau plates
yang ditanam di sekitar area yang infeksi.
Teknik : dua pin dipasang pada tiap sisi yang fraktur untuk mencegah rotasi dari
segmen fraktur.Akrilik berfungsi untuk stabilisasi pin.
SUSPENSION WIRES
Suspension wires merupakan teknik fiksasi menggunakan wire yang
menyambungkan fragmen yang fraktur dengan area tulang wajah yang lebih
stabil dan tidak fraktur.
Suspension wires dilakukan apabila area yang fraktur masih tidak stabil setelah
dilakukan fiksasi intermaksila (IMF).
Teknik :
Frontal →kawat dikaitkan pada tulang frontal
Lateral → kawat dikaitkan pada prossesus zigomatik dari tulang frontal (di 1/3
lateral alis, tepatnya di atas sutura frontozygomatik)
Circumzygomatic → kawat dikaitkan pada zygomatic arch dekat tuang temporal
Infraorbital → kawat dikaitkan pada tulang infraorbita
Tatalaksana Fraktur Mandibula
• Aspek paling penting pertama dari surgical correction adalah o Perpindahan segmen tulang yang berkelanjutan atau
mengurangi fraktur dengan benar atau menempatkan segmen fraktur yang tidak menguntungkan, seperti pada fraktur
individu dari fraktur ke hubungan yang benar satu dengan yang sudut → tarikan otot masseter dan otot pterigoid medial
lainnya dapat menyebabkan gangguan pada segmen proksimal
• Dalam pengurangan fraktur pada tulang yang ada giginya, yang paling mandibula
penting adalah menempatkan gigi ke hubungan oklusal preinjury agar • Pada banyak kasus, pasien memilih open reduction dan internal
fungsi oklusal pasca operasi yang baik fixation yang memungkinkan kembali lebih awal ke fungsi yang lebih
• Membangun hubungan oklusal yaitu dengan menghubungkan gigi normal tanpa MMF
bersama disebut maxillomandibular fixation (MMF) atau • Pada beberapa kasus, tidak perlu mendapat anatomis ideal di area
intermaxillary fixation fraktur. Ini terutama pada fraktur kondilar.
• Perawatan fraktur yang hanya menggunakan MMF disebut closed • Pada fraktur kondilar, min-mod displacement segmen kondilar
reduction karena tidak melibatkan pembukaan langsung, paparan, umumnya menghasilkan fungsi dan oklusi pasca operasi yang
dan manipulasi area fraktur memadai (tetapi hanya jika hubungan oklusal yang tepat didirikan
• Ada beberapa teknik MMF selama periode penyembuhan situs fraktur). Dalam kasus ini, MMF
o Menggunakan prefabricated arch bar yang digunakan untuk maksimum 2-3 minggu pada orang dewasa dan 10-
mengadaptasikan kawat gigi atau acid etch bond di tiap 14 hari pada anak-anak, diikuti dengan periode rehabilitasi fungsional
lengkung; maksila arch bar dikawat dengan mandibula arch yang agresif. MMF yang lebih lama → ankilosis tulang atau fibrosis
bar, menempatkan gigi sesuai hubungan yang tepat dan pembukaan mulut terbatas yang parah. Dalam kasus
o Tradisional Erich-type arch bar atau bone anchored arch perpindahan anatomi yang signifikan dari segmen condylar, hasil
bars (ex Stryker Hybrid MMF) pengobatan dapat ditingkatkan dengan reduksi terbuka dan fiksasi
o Ivy loops atau continuous loop wring kaku.
(fig 25-18) • Ketika melakukan open reduction → akses bedah langsung ke area
• Ketika fraktur tidak dirawat selama beberapa hari, mungkin sulit fraktur dengan beberapa pendekatan (intraoral dan ekstraoral),
untuk menempatkan segmen fraktur ke posisi yang tepat dan ke MMF tergantung area fraktur
yang memadai o Simfisis dan area mandibula anterior → intraoral incision
• Traksi elastis yang berat dapat digunakan untuk menarik segmen
tulang ke posisi yang tepat secara bertahap selama beberapa jam
atau beberapa hari (Gbr. 25.19)

o Posterior angle atau ramus dan fraktur kondilar → dapat


dilihat dengan mudah dan dirawat denan extraoral
approach

• Pada kasus fraktur di pasien edentulous, gigi palsu mandibula dapat


disatukan dengan kawat srukum mandibular, dan gigi tiruan rahang
atas dapat diamankan ke maksila dengan teknik wiring atau bone
screws untuk menahan gigi tiruan pada tempatnya. Maksila dan
mandibula dapat disatukan dengan MMF.
• Dalam banyak kasus, pasien fraktur yang benar-benar edentulous
mengalami reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan penyelarasan
anatomi (Gbr. 25.20). Setelah periode penyembuhan yang tepat
o Posterior body dan fraktur angle → kombinasi intraoral
(minimal 4 hingga 6 minggu), gigi palsu baru dapat dibuat.
incision dengan insersi trocar kecil dan kanula melalui kulit
• Setelah pemeriksaan klinis dan radiografi lengkap, semua fraktur dan
untuk memfasilitasi pengurangan dan fiksasi fraktur
cedera jaringan lunak harus diidentifikasi dan dikategorikan.
Kemudian, dengan masukan dari pasien dan keluarga pasien, rencana
perawatan harus dikembangkan untuk metode dan urutan operasi.
Diskusi mengenai reduksi tertutup dan terbuka, setiap periode MMF,
dan morbiditas yang diantisipasi harus mengarah pada keputusan,
dan persetujuan bedah harus diperoleh
• Setelah menyelesaikan closed reduction mandibula dan
menempatkan komponen dental atau prosesus alveolar ke hubungan
yang tepat dengan maksila, kebutuhan openreduction ditentukan
• Fiksasi tulang yang tradisional yaitu penempatan langsung
(direct exposure dan reduction of fracture melui surgical incision)
intraosseous wiring dikombinasikan dengan MMF 3-8 mingggu, masi
• Jika reduksi sudah cukup, MMF menstabilkan selama initial bony
digunakan setelah open reduction. Metode fiksasi ini dapat dica[ai
healing selama 6 minggu.
melaui berbagai teknik wiring (ex wire osteosynthesis). Jika kawat
• Indikasi open reduction
osteosintesis digunakan untuk fiksasi dan stabilisasi lokasi fraktur,
imobilisasi lanjutan dengan MMF (umumnya 4 sampai 6 minggu)
diperlukan sampai penyembuhan yang memadai telah terjadi di area e. Gastroenterologi → kondisi yang memengaruhi saluran
fraktur. pencernaan
• Saat ini teknik untuk fiksasi internal yang rigid banyak digunakan 2. Spesialis THT → kondisi yang memengaruhi telinga, hidung, dan
untuk pengobatan patah tulang. Yang digunakan untuk fix fraktur tenggorokan
lebih rigid & menstabilkan segmen tulang selama penyembuhan : 3. Spesialis Kandungan
o Bone plate 4. Spesialis Tulang (Ortopedi) → gangguan yang melibatkan tulang,
o Bone screws sendi, otot, ligament, tendon, saraf, dan kulit
o Keduanya 5. Spesialis Anak → sakit pada anak, cacat bawaan, masalah genetic,
• Bahkan dengan rigid fixation, hubungan oklusal yang tepat harus masalah perkembangan
ditetapkan sebelum reduksi dan fiksasi segmen tulang. Keuntungan 6. Psikiater
dari teknik rigid fixation untuk perawatan fraktur mandibula 7. Spesialis Saraf → kondisi yang melibatkan otak dan tulang belakang
o Mengurangi ketidaknyamanan pasien karena MMF 8. Spesialis Kulit dan Kelamin → kondisi yang melibatkan kulit, rambut,
dihilangkan atau dikurangi kuku, kelenjar keringat, kelenjar minyak, kelamin
o Meningkatkan nutrisi pasca operasi 9. Spesialis Bedah
o Peningkatan kebersihan pasca operasi a. Bedah Umum
o Keamanan yang lebih besar untuk pasien dengan kejan b. Bedah Thoraks → kondisi patologis di dalam dada
o Manajemen pasca operasi yang lebih baik dari pasien c. Bedah Usus dan Rektum → kondisi patologis pada usus dan
dengan beberapa luka anorectal
d. Bedah Obstetri dan Ginekologi → bedah untuk pasien
melahirkan dan kondisi yang mempengaruhi sistem reproduksi
wanita
e. Bedah Onkologi Ginekologi → kanker pada sistem reproduksi
wanita
f. Bedah Neurologis → kondisi yang melibatkan sistem saraf pusat,
perifer, dan otonom, termasuk struktur pendukungnya
g. Bedah Mata
h. Bedah Mulut dan Maksilofasial
i. Bedah Ortopedi → kondisi yang memengaruhi sistem
musculoskeletal
j. Bedah Otolaringologi → kondisi yang memengaruhi telinga,
sistem pernapasan, sistem pencernaan bagian atas (kepala dan
leher)
k. Bedah Pediatri
l. Bedah Plastik dan Maksilofasial

8. Sistem Rujukan Pasien Fraktur Wajah


Sumber:
1. Handayani, d. (2019). Kenali 5 Subspesialis Penyakit Dalam. [online]
halodoc. Available at: https://www.halodoc.com/5-subspesialis-
penyakit-dalam [Accessed 3 Nov. 2019].
2. Joseph, N. (2019). Dokter Spesialis Apa yang Anda Perlukan? Berikut
Ini Jenis-jenisnya. [online] Hello Sehat. Available at:
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/jenis-jenis-dokter-
spesialis/ [Accessed 3 Nov. 2019].
Rujukan ke:
1. Spesialis Penyakit Dalam
a. Onkologi → kanker
b. Geriatrik → kondisi yang dapat memengaruhi lansia,
mengobati kondisi seperti demensia, gangguan sensorik,
dan stroke
c. Reumatologi → kondisi yang memengaruhi tulang, sendi,
otot
d. Kardiologi → kondisi yang melibatkan jantung, peredaran
darah, pembuluh darah
• terdapat gerakan abnormal pada daerah patahan.
• Biasanya dokter akan menunggu selama 1-2 bulan untuk melihat ada
tidaknya perkembangan sambil terus diberi asupan nutrisi tambahan.
• Tulang yang mengalami delayed union akan membentuk union normal
apabila imobilisasi ditingkatkan sehingga adekuat.
Nonunion
• Nonunion dari segmen yang patah dapat terjadi sebagai akibat dari suplai
darah yang tidak memadai, posisi yang tidak akurat, pergerakan segmen,
infeksi, atau defisiensi nutrisi.
• Fraktur yang setelah 9 bulan tidak sembuh dan tidak menunjukkan
perkembangan secara radiograf selama 3 bulan walaupun sudah dilakukan
tindakan bedah.
• Merupakan kelanjutan dari delayed union. Ciri-cirnya antara lain nyeri dan
mobilitas abnormal.
Infection
• Infeksi dapat disebabkan oleh laserasi jaringan lunak yang terkontaminasi
atau benda asing, hematoma, atau infeksi odontogenik dari gigi yang
sebelumnya sakit atau patah.
• Infeksi di sekitar bone plates dan screws dapat terjadi bertahun-tahun
setelah penempatannya.
Malunion
• Malunion fraktur maksila dapat menghalangi saluran nasolacrimal.
Obstruksi ini menyebabkan epifora dan dapat menyebabkan episode
dakriosistitis.
Sumber: https://sdm.widyatama.ac.id/wp- • Segmen tulang dari fraktur atau fraktur maksila yang berkurang secara
content/uploads/2013/02/photo11_f6a1.pdf tidak tepat juga dapat menimpa saraf infraorbital, menyebabkan mati rasa
dari distribusi divisi kedua dari saraf trigeminal.
9. Komplikasi pada Pasien Fraktur Wajah • Fraktur yang menyatu atau sembuh dalam waktu yang tepat tetapi
susunannya tidak sesuai.
• Hal ini dapat menyebabkan maloklusi, asimetri fasial, enophthalmos
(perpindahan bola mata ke arah posterior) dan ocular dystopia (kedua bola
mata tidak berada pada bidang horizontal yang sama).
• Perawatannya adalah dengan ortodontik atau osteotomi setelah
penyatuan tulang selesai terbentuk.

CSF leak (kebocoran Cerebrospinal Fluid)


• tidak biasa terjadi
OBSTRUKSI JALAN NAPAS
• jika terjadi biasanya setelah perawatan fraktur midface dan nasoethmoid,
• Keadaan ini jarang terjadi pada fraktur maksila.
Le fort II, dan Le fort III
• Namun jika terjadi, terkait ekstubasi (pelepasan endotracheal tube)
• dapat menjadi faktor predisposisi dari meningitis dan dilaporkan terjadi 12
dengan septal hematoma atau nasal packing (aplikasi tampon steril pada
tahun setelah injury
ruang nasal) dan dengan edematous soft tissue yang berlebihan yang tidak
Epiphora
memungkinkan bernafas melalui hidung.
• Epihora → keadaan dimana terjadi pengeluaran air mata secra terus
• Pasien dengan intermaxillary fixation dan complete dentition mungkin
menerus.
mengalami kesulitan bernafas pada saat itu.
• Fraktur nasal septal yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan sumbatan • Terjadi karena fraktur yang menyebabkan luka pasa system lakrimal
jalan napas pascabedah. • Perawatan → dirujuk ke dokter spesialis mata
• Perawatan : reintubation, pembukaan jalan napas nasofaringeal, atau Globe injuries
melepas intermaxillary fixation. • Disebabkan oleh fraktur yang mengakibatkan terkurangnya integritas
Delayed Union and Nonunion dinding orbital
• Kondisi sementara di mana reduksi dan imobilisasi tidak adekuat untuk • Injury yang yang sering terjadi yaitu pada kornea, penetrasi injury dari
menyatukan tulang, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk scalpels, wire/drill bits
sembuh. • Diperlukan evaluasi terhadap gangguan fungsi mata → rujuk ke dokter
• Ciri-cirinya yaitu spesialis mata
• Nyeri saat ditekan pada patahan, Diplopia
• ada pembengkakan, • Diplopia → seseorang memiliki dua visi atau presepsi terhadap objek atau
• tulang membengkok, benda yang sama
• Selama reduksi fraktur midface, fraktur orbital floor yang baru saja terjadi ◼ Faktor local: reduksi dan fiksasi buruk, gigi fraktur pada garis
dapat menyebabkan rektus inferior (otot bola mata) terjebak fraktur, fraktur comminuted
• Perawatan → dilakukannya orbital floor exploration dan rekonstruksi - Perawatan: debridement sequestra, drainase dan terapi antibiotic →
setelah fraktur yang berhubungan disembuhkan terlebh dahulu untuk gunakan fiksasi rigid internal dengan / tanpa IMF, jika ada celah antara
mencegah diplopia postoperative 2 segmen tulang dapat ditambah bone graft

10. Komplikasi yang Dapat Terjadi dalam Penyembuhan Fraktur Wajah dan
Infeksi dalam Penatalaksanaan
Sumber : Balaji. Textbook of Oral and Maxillofacial SUrgery
1) Delayed Union
- Kondisi perawatan reduksi dan immobilisasi kurang adekuat yang
menyebabkan proses penyembuhan tulang berlangsung lebih lama
- Terjadi pada 3% fraktur
- Faktor pendukung:
◼ Faktor local: infeksi 5) Ankylosis
◼ Faktor sistemik: malnutrisi dan osteoporosis - Komplikasi yang jarang terjadi pada fraktur mandibula
- Perawatan: perbaikan reduksi dan imobilisasi - Sering terjadi pada anak dan pada kasus yang melibatkan fraktur
intracapsular diikuti dengan perawatan imobilisasi mandibula
- Efek sekunder dari perdarahan intra articular → fibrosis abnormal →
ankylosis
- Dapat menyebebkan gangguan pertumbuhan pada anak
6) Nerve Injury
- Paling sering terjadi pada N. alveolaris inferior dan cabangnya
- Ciri: kebas atau perubahan sensorik lain pada bibir bawah dan dagu
- Dapat terjadi kerusakan pada margin cabang mandibula n. fasialis,
namun jarang terjadi
- Penyebab: trauma pada regio kondil, ramus, angulus manbibula dan
adanya laserasi
- Dapat sembuh dengan sendirinya
2) Nonunion 7) Fraktur plate
- Segmen fraktur tidak membentuk kontak antar tulang, namun tetap - Penyebab: metallic fatigue → terjadi saat plate menahan beban
disambung oleh callus fibrosa akibat kekurangan bony healing antara mekanis berlebihan dalam waktu yang lama atau kurang struktur
segmen tulang setelah 9 bulan. tulang dibawahnya
- Penyebab: perawatan reduksi dan imobilisasi kurang adekuat, infeksi - Contoh: reconstruction plate dengan bone defect
pada daerah fraktur, kurang vaskularisasi dan faktor sistemik
- Penurunan suplai darah dapat menghambat proses healing biasanya
diakibatkan pengurangan berlebihan pada periosteum khususnya pada
kasus fraktur comminuted dan edentulous

8) Cerebrospinal Fluid Leak


- Dapat terjadi pada kasus fraktur midfasial yang melibatkan naso-
ethmoid (Le Fort II dan III)
- Paling umum terjadi pada kasus fraktur:
- Ciri klinis: rasa sakit dan mobilitas abnormal setelah perawatan ◼ Cribiform / fovea ethmoidal
- Radiograf: tidak ada tanda healing sampai 3 bulan setelah perawatan ◼ Sinus frontal yang berkaitan dengan fraktur midfasial
dan pada tahap lanjut tepi segmen membulat 9) Epiphora
- Perawatan: bedah untuk menghilangkan callus fibrosa dan fiksasi - Injury pada sistem lakrimal
kembali atau penambahan bone graft - Penyebab: trauma / iatrogenic akibat open reduction dan fiksasi
3) Malunion - Perawatan: dacryocystorhinostomy
- Segmen fraktur tidak healing dalam posisi awal / nonanatomis yang 10) Globe injury
dapat menyebabkan deformitas - Injury pada kornea
- Lebih sering terjadi dibanding nonunion - Akibat perawatan dengan pendekatan transconjunctival, penetrasi
- Penyebab: pasien mastikasi sebelum selesai proses penyembuhan, scalpel / kawat / drill bits
konsumsi alcohol dan tembakau - Perawatan: konsultasi dengan spesialis mata
- Ciri klinis: maloklusi, wajah asimetris, enophtalmus, ocular dystopia 11) Diplopia
4) Infeksi - Pengelihatan berbayang akibat fraktur dasar orbital
- Tanpa antibiotic, infeksi dapat terjadi pada 50% pasien
- Penyebab: 11. Kontrol Infeksi
◼ Faktor sistemik: konsumsi alcohol, pasien immunocompromised, http://www.who.int/csr/resources/publications/EPR_AM2_E7.pdf
kurang antibiotic Fulford, Martin R, and Nikolai R. Stankiewicz. Infection Control in Primary Dental
Care. , 2020.
Pankhurst, Caroline, and Wilson Coulter. Basic Guide to Infection Prevention and ✓ Aksi letal
Control in Dentistry. , 2017. ✓ Radiasi pengion
Hupp, James R, Edward Ellis, and Myron R. Tucker. Contemporary Oral and B. Sterilisasi Kimiawi
Maxillofacial Surgery. , 2019. Sterilisasi kimiawi bisa diklasifikasikan atas 3 golongan, yaitu:
Prinsip Kontrol Infeksi: 1. Golongan zat yang menyebabkan kerusakan membran sel.
• Suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko penularan 2. Golongan zat yang menyebabkan denaturasi protein.
infeksi mikro organisme dari lingkungan klien dan tenaga kesehatan. 3. Golongan zat yang mampu mengubah grup protein dan asam amino
• Tujuan : yang fungsional
• Mengurangi terjadinya infeksi C. Sterilisasi Mekanik
• Memberikan perlindungan terhadap tenaga kesehatan dan pasien - sterilisasi bahan yang tidak tahan panas, seperti misalnya ekstrak
Metode yang untuk Membatasi Penyebaran Virus Hepatitis: tanaman, media sintetik tertentu, dan antibiotik dilakukan dengan
Dari Pasien yang Terinfeksi ke Pasien Lain penyaringan.
• Gunakan bahan sekali pakai. - Dasar metode ini semata - mata ialah proses mekanis yang
• Bersihkan permukaan. membersihkan larutan atau suspensi dari segala organisme hidup
A. Dengan senyawa halogen: dengan melewatkannya pada suatu saringan, misalnya menggunakan
1. Iodofor saringan Seitz
2. Hipoklorit (pemutih) Prosedur Kontrol Infeksi
B. Dengan aldehida: a. Cara Mencuci Tangan
1. Formaldehyde Cuci tangan harus dilakukan :
2. Glutaraldehyde • Segera setelah tiba di tempat kerja.
• Sterilkan instrumen yang dapat digunakan kembali. • Sebelum dan sesudah kontak fisik langsungg dengan ibu dan bayi baru
A. Dengan panas lahir.
B. Dengan gas etilen oksida • Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau
• Gunakan bahan sekali pakai. steril.
Dari Pasien yang Terinfeksi hingga Staf Dental • Setelah melepaskan sarung tangan (sarung tangan yang berlubang
• Ketahui orang yang cenderung terinfeksi. atau robek dapat berkontaminasi dengan tangan).
• Gunakan teknik barrier (mis., Sarung tangan, masker wajah, dan pelindung • Setelah menyentuh benda yang mungkin terkkontaminasi oleh darah
mata) selama operasi, saat menangani benda yang terkontaminasi, dan atau cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput lendir
selama pembersihan. (mukosa), misalnya mata, hidung, mulut, dan vagina meskipun saat
• Segera buang benda tajam ke dalam wadah pelindung yang berlabel. itu sedang menggunakan sarung tangan.
• Buang jarum segera setelah digunakan atau resheath instrumen yang • Setelah ke kamar mandi.
digunakan. • Sebelum pulang kerja.
• Gunakan instrumen untuk meletakkan pisau bedah atau melepaskannya Cara Mencuci Tangan (cont.)
dari gagang pisau. 5 Momen Mencuci Tangan menurut WHO.
• Pastikan vaksinasi hepatitis B staf dental • Sebelum berkontak dengan pasien
Pengertian • Sebelum melakukan tindakan aseptik
- Desinfeksi → inaktivasi atau pembunuhan patogen (protozoa, bakteri, • Sesudah terkena cairan tubuh pasien
jamur, virus) di lingkungan manusia. • Sesudah berkontak dengan pasien
- Sterilisasi → mengacu pada pembunuhan semua kuman, apakah • Sesudah berkontak dengan lingkungan di sekitar pasien
patogenik, tidak aktif, atau tidak patogen.
- Antiseptik → mengacu pada pengurangan kuman oleh agen kimia pada
permukaan kulit dan mukosa.
Sterilisasi:
• Sterilisasi → mematikan segala bentuk kehidupan mikro organisme yang
ada pada peralatan-peralatan atau lingkungan tertentu.
• tidak dapat dilakukan pada kulit dan selaput lendir (mukosa).
• Sterilisasi terbagi menjadi 3 metode, yaitu sterilisasi fisik, sterilisasi
kimiawi, dan sterilisasi mekanik.
3 alasan utama untuk melakukan sterilisasi
1. Untuk mencegah transmisi penyakit
2. Untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme
3. Untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga
memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri
(seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya (seperti untuk
memproduksi minuman dan antibiotika).
A. Sterilisasi Fisik :
• Pemanasan Kering b. Sarung Tangan
✓ Uap Panas Oven - Gunakan sarung tangan steril atau sarung tangan DTT untuk prosedur
• Pemanasan Lembab apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan dibawah
o Uap bertekanan kulit, seperti persalinan, penjahitan atau pengambilan darah.
o Uap panas 1000 C - Gunakan sarung tangan pemeriksaan yang bersih untuk menangani
o Pemanasan dengan Bakterisida darah atau cairan tubuh.
o Air mendidih - Gunakan sarung tangan rumah tangga atau sarung tangan tebal untuk
• Cara Bukan Panas mencuci peralatan, menangani sampah, membersihkan darah dan
✓ Sinar ultraviolet cairan tubuh.
Prosedur Sarung Sarung Sarung Tangan - Misalnya kaca mata pelindung, masker wajah, sepatu boot atau sepatu
Tangan Tangan DTT Steril* tertutup, celemek (apron), baju penutup.
Mememriksa tekanan tidak tidak Tidak Cara Memakai Perlengkapan Pelindung: Baju Penutup :
darah atau suhu,
menyuntik.
1. Bersihkan dan keringkan tangan.
Menjahit laserasi atau ya Bisa diterima dianjurkan 2. Ambil gaun dari sisi dalam leher dan angkat dari sisi yang steril.
episitomi 3. Biarkan gaun terbuka.
Mengambil contoh Ya** Tidak tidak 4. Buka gaun untuk menemukan sisi lengan/lubang lengan/tangan gaun.
darah/pemasangan 5. masukkan tangan ke lubang tangan gaun.
intravena (IV)
6. biarkan lengan gaun naik.
Memegang dan Ya*** tidak tidak
membersihkan 7. instruksikan perawat untuk menarik gaun dan menguncinya agar
peralatan yang tidak terlepas dari badan operator.
terkontaminasi
Memegang sampah Ya tidak tidak
yang terkontaminasi
Membersihkan percikan ya tidak tidak
darah atau cairan tubuh
Hal yang harus Diperhatikan saat Menggunakan Sarung Tangan :
• Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan tetapi jika sarananya sangat
terbatas, sarung tangan bisa digunakan berulang kali jika dilakukan
dekontaminasi, cuci dan bilas, disinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi.
• Jika sarung tangan sekali pakai digunakan berulang kali, jangan diproses
lebih 3 kali karena mungkin telah terjadi robekan / lubang yang tidak
terlihat atau sarung tangan dapat robek pada saat sedang digunakan.
• Jangan gunakan sarung tangan jika sarung tangan tersebut tak utuh, tipis
atau berlubang dan robek. Buang dan gunakan sarung tangan yang lain.

Cara Memakai Sarung Tangan :


1. Sentuh hanya permukaan bagian dalam sarung tangan.
2. Selipkan sarung tangan di atas jari dan jempol.
3. Pastikan bahwa ujung manset tidak terlipat. d. Memproses Alat Bekas Pakai
4. Dengan tangan bersarung, selipkan dua jari pertama Ada 3 langkah pokok melakukan proses peralatan dan benda-benda
di bawah kedua manset sarung tangan. lainnya dengan upaya pencegahan infeksi, yaitu :
5. Selipkan sarung tangan kedua di atas tangan yang 1. Dekontaminasi
tidak diayunkan. Caranya yaitu merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
6. Pastikan bahwa sarung tangan tidak menyentuh kulit yang terbuka. 2. Pencucian dan pembilasan
7. Sesuaikan sarung tangan untuk memastikan sambungan yang erat di Caranya yaitu menggunakan deterjen dan sikat. Pakai sarung tangan tebal
atas jari-jari dan jempol. untuk menjaga agar tidak terluka oleh benda-benda tajam.
8. Sentuh hanya permukaan bagian dalam sarung tangan. 3. Desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi.
9. Selipkan sarung tangan di atas jari dan jempol. Cara melakukan desinfeksi tingkat tinggi yaitu merebus / mengukus dalam
10. Pastikan bahwa ujung manset tidak terlipat. panci tertutup selama 20 menit atau secara kimiawi dengan merendam
11. Dengan tangan bersarung, selipkan dua jari pertama di bawah kedua dalam cairan desinfektan selama 20 menit. Cara melakukan sterilisasi yaitu
manset sarung tangan. menggunakan otoklaf 106 kPa, 121 derajat celcius selama 30 menit jika
12. Selipkan sarung tangan kedua di atas tangan yang tidak diayunkan. terbungkus, 20 menit jika tidak terbungkus atau menggunakan panas
13. Pastikan bahwa sarung tangan tidak menyentuh kulit yang terbuka. kering 170 derajat celcius selama 60 menit. Lalu didinginkan dan siap
14. Sesuaikan sarung tangan untuk memastikan sambungan yang erat di digunakan.
atas jari-jari dan jempol. Menangani Peralatan Tajam dengan Aman :
15. Pegang satu sarung tangan pada tingkat pergelangan tangan / manset - Luka tusuk karena peralatan tajam (misalkan jarum) adalah salah satu cara
tanpa menyentuh kulit yang terbuka. utama terjadinya infeksi HIV dan hepatitis B diantara para penolong
16. Keluarkan sarung tangan, balik ke dalam, lalu buang. persalinan.
17. Ambil dua jari pertama dari tangan kosong dan selipkan di dalam Oleh karena itu, perhatikan pedoman berikut :
sarung tangan yang tersisa tanpa menyentuh luar sarung tangan. • Letakkan benda-benda tajam diatas baki stteril atau disinfeksi tingkat
18. Keluarkan sarung tangan, balik ke dalam, lalu buang. tinggi atau menggunakan "daerah aman" yang sudah ditentukan
c. Memakai Perlengkapan Pelindung (daerah khusus untuk meletakkan dan mengambil peralatan tajam).
- Perlengkapan pelindung dapat melindungi penolong terhadap percikan • Hati-hati saat melakukan penjahitan agar tidak tertusuk jarum secara
atau luka terkena benda tajam atau mencegah pemaparan terhadap tidak sengaja.
infeksi.
• Gunakan pemegang jarum dan pinset saat meenjahit. Jangan pernah • Diare yang tidak tertangani
meraba jarum atau memegang jarum jahit dengan tangan. Parental feeding:
• Jangan menutup kembali, melengkungkan, meematahkan atau Indikasi: Memiliki pseudo/obstruksi GI Tract
melepaskan jarum yang akan dibuang. • Small bowel fistula
• Buang benda-benda tajam dalam wadah tahann bocor dan segel • Malabsorpsi
dengan perekat jika sudah 2/3 penuh. Jangan memindahkan benda- • Diare yang tidak tertangani
benda tajam tersebut ke wadah yang lain. Wadah benda tajam yang • Pasien yang kesulitan menelan
sudah disegel tadi harus dibakar di dalam insinerator. • Pasien trismus
• Jika benda-benda tajam tidak bisa dibuangg dengan cara insinerasi, • Pasien pasca IMF/tindakan imobilisasi rahang
bilas 3 kali dengan larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi. Tutup • Pasien yang tersedasi
kembali ujung atau bagian tajam dengan penutupnya menggunakan Kontraindikasi: jika terasa nyeri
teknik 1 tangan lalu ditanam di dalam tanah.
e. Menjaga Kebersihan dan Kerapian Lingkungan serta Pembuangan Sampah
secara Benar
- Pembuangan sampah secara benar
- Menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan
o Limbah regulated → Darah atau produk darah, benda tajam
terkontaminasi, limbah patologikal, dan limbah mikrobiologikal.
Pembuangannya pada tempat tertutup, tahan bocor, dibekukan
jika mengandung darah dan diberi kode warna atau label dengan
baik. Kemudian ditaruh ke tempat lainnya untuk menampung
atau mentransportasikan darah, dan material lainnya yang
berpotensi terinfeksi.
o Limbah nonregulated → Mencakup sarung tangan, masker
wajah, dan sebagainya, namun tidak benda tajam atau limbah
terinfeksi atau berbahaya lainnya.

12. Diet Pada Pasien Yang Megalami Fraktur Okf


• IMF → menyulitkan pasien makan dan berbicara → keadaan
kelaparan/puasa → 6-8 minggu
• Diet pasien IMF terbatas pada diet semi-cair dan cairan yang sering
tidak mencukupi dalam kandungan energi dan dalam kisaran nutrisi
dan diet jenis ini tidak akan mengompensasi proses proteolisis yang
terjadi sebagai respons terhadap trauma.
• Berkurangnya konsumsi energi menyebabkan penurunan berat
badan pada perubahan selanjutnya dalam komposisi tubuh dan otot.
• Kekurangan nutrisi yang terjadi selama proses perawatan pada pasien
dengan fraktur rahang akan memiliki dampak negatif seperti:
pengurangan indikator kekebalan dalam tubuh, melemahnya reaksi
perlindungan, kecenderungan komplikasi, dan efek traumatis.
• Kekurangan nutrisi yang berkepanjangan → kerusakan hipoksia pada
mukosa saluran pencernaan.
• Insufisiensi instestinal →malabsorpsi karena penurunan asupan
makanan, meskipun selama periode inilah kebutuhan akan nutrisi
meningkat. Oleh karena itu, dapat dikatakan dengan pasti bahwa
pasien dengan fraktur di area maksilofasial memerlukan dukungan
nutrisi sementara.
• Nutrisi yang buruk → kelemahan otot, gangguan imunitas, dan
penyembuhan luka yang buruk, dan berhubungan dengan
peningkatan morbiditas, dan lamanya rawat inap.
• proses penyembuhan tulang peran utama dimainkan oleh protein
dan mineral. Telah ditetapkan bahwa pada pasien dengan nutrisi yang
tidak mencukupi, memperlambat penyembuhan luka dan sinostosis.
• Protein + mineral → proses penyembuhan tulang.
• Pada pasien dengan nutrisi yang tidak mencukupi, justru dapat
memperlambat penyembuhan luka dan sinostosis.
• Dua cara: naso enteral feeding dan parental feeding
Nasoenteral feeding:
Indikasi: Pasien yang kesulitan menelan
• Pasien trismus
• Pasien pasca IMF/tindakan imobilisasi rahang
• Pasien yang tersedasi
Kontraindikasi: Memiliki pseudo/obstruksi GI Tract
• Small bowel fistula
• Malabsorpsi

Anda mungkin juga menyukai